Laporan Penelitian Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Model Penyelesaian Sengketa Pemilu Oleh Mahkamah Konstitusi : Studi Perbandingan Antara Indonesia Dan Jerman.

LAPORAN PENELITIAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN

MODEL PENYELESAIAN SENGKETA PEMILU
OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI :
STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DAN JERMAN

Oleh :
Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M.,PhD
DR. Ali Abdurrahman, S.H., M.H.

Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Padjadjaran
Tahun Anggaran 2011
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Nomor : 2167/UN6.A/KP/2011
Tanggal : 1 Juli 2011

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN 2011


MODEL PENYELESAIAN SENGKETA PEMILU
OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI :
STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DAN JERMAN
ABSTRAK
Susi Dwi Harijanti S.H., LLM.PhD
Dr. Ali Abdurahman, S.H., M.H.

Masuknya sistem penyelesaian sengketa pemilu ke dalam juridiksi lembaga
peradilan selanjutnya dimaknai dan diimplementasikan berbeda-beda di setiap negara.
Model penyelesaian tersebut tidak hanya dilakukan oleh pengadilan biasa, namun
juga oleh Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, tidak semua Mahkamah
Konstitusi di dunia ini dilengkapi dengan kewenangan menyelesaikan sengketa
pemilu. Hal ini tergantung pada model penyelesaian sengketa pemilu yang dipilih
oleh negara tersebut. Jerman merupakan salah satu negara dimana penyelesaian
sengketa pemilu dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi Federal
Jerman merupakan model yang banyak mempengaruhi model badan serupa di negaranegara di Eropa. Hal ini dapat menjadi alasan bagi Indonesia untuk mempelajari
pengaturan dan praktek penyelesaian sengeketa pemilu oleh Mahkamah Konstitusi
Federal Jerman. Oleh karena itu, menarik untuk melakukan penelitian tentang model
penyelesaian sengketa pemilu yang membandingkan antara Indonesia dan Jerman.

Penelitian ini akan menganalisis kewenangan Mahkamah Konstitusi Jerman
(Bundesverfassungsgericht) dalam menyelesaikan sengketa pemilu beserta
mekanisme pelaksanaan kewenangan tersebut. Setelah itu, akan dibandingkan dengan
apa yang terjadi di Indonesia. Dengan demikian identifikasi masalah dalam penelitian
ini adalah apa yang dapat diperbandingkan terkait dengan model penyelesaian
sengketa pemilu oleh Mahkamah Konstitusi antara Indonesia dan Jerman. Kontribusi
pemikiran apa yang dapat diberikan kepada Indonesia dari hasil perbandingan
tersebut. Penelitian ini menggunakan metode perbandingan dengan pendekatan
yuridis-normatif. Data diperoleh melalui studi kepustakaan bahan hukum primer,
sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data adalah studi dokumentasi dan data
dianalisis secara kualitatif.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pokok-pokok perbandingan yang dapat
dilakukan adalah terhadap dasar hukum, juridiksi kewenangan, terminologi, objek
perkara, pelaksanaan, subjek perkara, limit waktu, dan isi putusan. Kontribusi
pemikiran dapat diberikan kepada Indonesia adalah hal yang terkait dengan luasnya
angkauan objek perkara sengketa pemilu, peraturan dan mekanisme yang mendukung
luasnya jangkauan objek perkara, subjek perkara penyelesaian sengketa pemilu. Dari
hasil perbandingan ini, Indonesia perlu menentukan pendekatan apa yang akan
digunakan dalam menentukan luasnya jangkauan objek perkara. Luasnya jangkauan
objek perkara sengketa pemilu harus diinterpretasikan dalam rangka penegakan hakhak politik dan usaha pencapaian sistem pemilu yang demokratis. Dibutuhkan analisis

yang lebih mendalam untuk menentukan luasnya jangkauan masalah objek perkara
ini, sehingga ke depannya jika interpretasi istilah “hasil pemilu” ini akan diperluas,
dapat didukung dan sinkron dengan mekanisme serta peraturan lainnya. Perlu
dipikirkan mengenai siapa saja yang dapat menjadi subjek perkara penyelesaian
sengketa pemilu, terutama dalam rangka mengisi kekosongan mekanisme
penyelesaian sengketa antar caleg.
i

MODEL OF ELECTORAL DISPUTE RESOLUTION BY CONSTITUTIONAL
COURT :
COMPARATIVE STUDY BETWEEN INDONESIA AND GERMAN
ABSTRACT
Susi Dwi Harijanti S.H., LLM.PhD
Dr. Ali Abdurahman, S.H., M.H..

The entry of electoral disputes resolution into jurisdiction of the court,
interpreted and implemented differently in each country. The model of that resolution
is not only held by regular court, but also by the Constitutional Court. However, not
all of the Constitutional Court in the world has the authority to resolve electoral
disputes. It depends on the model of electoral dispute resolution which chosen by the

country. Germany is one of country where the election dispute resolution conducted
by the Constitutional Court. German Federal Constitutional Court is a model that give
a lot of influence to model of similar bodies in countries in Europe. This could be the
reason for Indonesia to study the regulation and practice of electoral disputes
resolution by The German Federal Constitutional Court. Therefore, it is interesting to
conduct research on the electoral dispute resolution model that compares between
Indonesia and Germany. This study will analyze the authority of the German
Constitutional Court (Bundesverfassungsgericht) in resolving electoral disputes and
its mechanisms of authority implementation. After that, will be compared with what is
happening in Indonesia. The identification of problems in this study is what can be
compared with the model of electoral dispute resolution by the Constitutional Court
between Indonesia and Germany. What contributions of thinking which can be
provided to Indonesia from the results of such comparisons. This study uses the
comparative metode with normative and juridical approaches. Data have been
obtained through library research and been analised qualitatively
This study concluded that the points of comparison which can compared are
legal base, the jurisdiction of the authority, terminology, the object of case,
implementation, subject of case, time limit, and the contents of decission.
Contributions of thought which can be given to Indonesia are the extent of the reach
of the object of case, regulations and mechanisms that support the extent of the reach

of the object of case, the subject of electoral dispute resolution case. From the results
of this comparison, Indonesia needs to determine what approach will be used on
determining the extent of the reach of the object of case. The extent of the reach of the
object of case must be interpreted within the framework to enforce the political rights
and the efforts in achieving a democratic electoral system. It takes a more in-depth
analysis to determine of the reach of the object of case, so that in the future, if the
interpretation of the term "election results" will be expanded, it can be backed up and
synchronized with the mechanism and the other regulations. We need to think about
anyone who have legal standing to be the subject of electoral dispute resolution case,
especially in order to fill the void of dispute resolution mechanism between the
legeslative candidates.

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim
Assalammualaikum.wr.wb
Puji syukur Peneliti panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala Rahmat dan berkat karunia Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penelitian hukum ini masih jauh dari
sempurna, tetapi mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi perkembangan hukum
khususnya hukum acara mahkamah konstitusi.
Penelitian ini dibiayai oleh DIPA Fakultas Hukum UNPAD, oleh karena itu
pada kesemaptan ini peneliti mengucapkan terima kasih. Peneliti juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dan membantu terselesaikannya
laporan penelitian ini.
Akhir kata peneliti mohon maaf atas segala kekurangan. Peneliti selalu
berharap terbuka nya ruang diskusi dan kritik membangun terhadap hasil penelitian
ini.
Wassalammualaikum wr.wb

Bandung,2011
Peneliti

iii

DAFTAR ISI

Abstrak


……………………………………………….…………………………i

Abstract

……………………………………..…………………………………..ii

Kata Pengantar
Daftar Isi

………………………...……..………………………………..iii

…………………….…………………..………………………………iv

Daftar Tabel ………..………………………………………..…………...…………vi
I. PENDAHULUAN……...…………............………………..……….……………..1
II. TINJAUAN PUSTAKA …………..……………………………….…………..…..5
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................................................9
IV. METODE PENELITIAN .......................................................................................11
V. HASIL PEMBAHASAN

A. Pokok-Pokok Perbandingan Model Penyelesaian Sengketa Pemilu oleh
Mahkamah Konstitusi antara Indonesia Dan Jerman.
1.

Dasar Hukum Penyelesaian Sengketa Pemilu
a. Jerman ..................................................................................................12
b. Indonesia ..............................................................................................15

2. Terminologi “Sengketa Pemilu” (Electoral Disputes) Yang Digunakan
Kedua Negara
a. Jerman...................................................................................................16
b. Indonesia...............................................................................................18
3. Objek Perkara Yang Menjadi Kewenangan Mahkamah Kostitusi
a. Jerman.................................................................................................. 19
b. Indonesia ............................................................................................. 20

iv

4. Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Proses Penyelesaian
Sengketa Pemilu

a. Jerman .................................................................................................22
b. Indonesia ............................................................................................ 25
B. Kontribusi Pemikiran Dari Hasil Perbandingan Untuk Indonesia......................28
1. Luasnya jangkauan objek perkara sengketa pemilu ......................................29
2. Peraturan dan mekanisme yang mendukung luasnya
jangkauan objek perkara ...............................................................................30
3. Subjek perkara penyelesaian sengketa pemilu ..............................................32
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

……………………………………………………...…...……33

B. Saran ………………………………………………………………....……..33
Daftar Pustaka ……………………………………...………………………..……… 35

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Model Penyelesaian Sengketa Pemilu oleh Mahkamah

Konstitusi antara Indonesia Dan Jerman......................................................................27

vi

MODEL PENYELESAIAN SENGKETA PEMILU
OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI :
STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DAN JERMAN

I.

PENDAHULUAN
Sengketa pemilu seringkali terjadi sebagai hasil ketidakpuasan para peserta pemilu.

Oleh karena itu, sistem atau model penyelesaian sengketa pemilu menjadi issue penting yang
sering dibicarakan, tidak hanya di negara-negara demokrasi baru namun juga di negara-negara
dimana demokrasi telah dilaksanakan secara ajeg.1 Model penyelesaian sengketa pemilu yang
diterapkan oleh suatu negara, akan turut menentukan legitimasi dari pemilu itu sendiri.
Dengan demikian model penyelesaian yang baik dapat menjadi salah satu dasar dalam
membangun sistem politik yang stabil, sekaligus juga membangun sistem hukumnya.2
Menurut Jesús Orozco Henriquez,3 dari semua model penyelesaian sengketa pemilu

yang ada di seluruh dunia, dapat dibedakan menjadi lima model yaitu : 4
a.
b.
c.
d.
e.

Political Bodies, Assemblies, or Representative Electoral Colleges
Nonspecialized Judges, Usually under Supreme Court Jurisdiction
Constitutional Courts
Electoral Courts
Ad Hoc or Provisional Bodies

Semua model tersebut di atas berkaitan dengan dua hal yang sama, yaitu objektifitas dan
imparsialitas dari lembaga yang menyelesaikan sengketa pemilu. Objektifitas dan
imparsialitas adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik pada institusi dan proses

1

2

3
4

Orozco Henríquez & Raul Avila, Electoral Dispute Resolution Systems: Towards A Handbook And Related
Material, Summary Of Concept Paper, dipresentasikan pada Electoral Disputes Resolution Expert Group
Workshop, Mexico City, 27-28 May 2004, hlm. 3 – 4.
www.idea.int/news/newsletters/upload/concept_paper_EDR.pdf, diunduh pada 27 April 2010, 02:44.
Legal Framework of Electoral Disputes Resolution, The encyclopedia of The Electoral Knowlage Network,
http://aceproject.org/ace-en/topics/lf/lfb/lfb12/onePage diunduh pada 27 April 2010, 13:26
Magistrate of the High Court of the Electoral Tribunal of the Judicial Power of the Mexican Federation
Jesús Orozco Henriquez, The Mexican System of Electoral Conflict Resolution in Comparative Perspective ,
Taiwan Journal of Democracy, Volume 2, No.1, hlm. 51-60,
www.tfd.org.tw/docs/dj0201/Jesus%20Orozco%20Henriquez.pdf diunduh pada 27 April 2010, 15:16

1

Dokumen yang terkait

Peran Bank Indonesia (BI) Dalam Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dengan Nasabah

2 88 109

Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah

3 54 96

Pengaturan Hukum Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Dokter Dan Pasien

0 12 2

PERBANDINGAN HUKUM TENTANG PELAKSANAAN JUDICIAL REVIEW ANTARA NEGARA INDONESIA DAN NEGARA JERMAN Perbandingan Hukum Tentang Pelaksanaan Judicial Review Antara Negara Indonesia Dan Negara Jerman.

0 2 17

Laporan Penelitian Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Kajian Prinsip Good Governace Dalam Ekonomi Islam Dan Pelaksanaan Ekonomi Islam Di Indonesia.

0 3 56

Laporan Penelitian Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Perkembangan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Pada Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.

0 0 8

Laporan Penelitian Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Praktek Perusahaan Multinasional Indonesia Dalam Rangka Liberalisasi Hukum Perdagangan Internasional(WTO) Dihubungkan Dengan Hukum Penanaman Modal Indonesia.

0 0 8

this PDF file PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI | Simamora | Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 2 PB

0 1 16

BAB II PENGATURAN MENGENAI PENYELESAIAN SENGKETA DAN PERDAMAIAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengaturan Hukum tentang Penyelesaian Sengketa dan Perdamaian - Perbandingan Mengenai Peneyelesaian Sengketa dan Perdamaian Antara Hukum Islam dengan Hukum Internasiona

0 0 31

Problematika Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Konstitusi

0 1 22