JURNAL YEKTI NURHAENI S501008069
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI
MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA
Yekti Nurhaeni, Aris Sudiyanto1, M. Fanani2
Magister Kedokteran Keluarga Program PASCASARJANA UNS
[email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang : Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja memberikan dampak negatif
terhadap perkembangan, menimbulkan hendaya dan menurunkan produktifitas serta kualitas
hidup yang bermanifestasi perilaku internalisasi (menarik diri) atau eksternalisasi
(menentang) atau kedua-duanya. Selain itu akan menambah beban keluarga, mengganggu
relasi orang tua-anak dan mempersulit pengasuhan. Analisis Transaksional adalah psikoterapi
yang menekankan pada hubungan interaksional diharapkan mampu memperbaiki masalah
relasi orang tua-anak, sehingga masalah emosi dan perilaku anak dan remaja bisa diperbaiki.
Tujuan : Mengetahui keefektifan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah
emosi dan perilaku anak dan remaja.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berbentuk studi kasus bertujuan untuk
memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja pada keluarga dengan masalah
relasi orang tua-anak dengan melakukan terapi Analisis Transaksional Dasar menggunakan
pedoman Aplikasi Analisis Transaksional Dasar pada Masalah Relasi Orang Tua-Anak.
Hasil : Analisis Transaksional Dasar dilakukan pada dua kasus anak dan remaja yang
mengalami eksternalisasi dan internalisasi menunjukkan perbaikan pada taraf borderline
berdasarkan penilaian Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) dan perbaikan gejala
(symptomatic relief) yang merupakan tahap awal keberhasilan terapi.
Kesimpulan : Analisis Transaksional Dasar dapat dipergunakan untuk memperbaiki masalah
emosi dan perilaku anak dan remaja.
Kata kunci : Analisis Transaksional Dasar, masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.
PENDAHULUAN
Anak dan remaja dengan masalah emosi
Masalah emosi dan perilaku pada
anak dan remaja merupakan masalah yang
cukup serius karena memberikan dampak
negatif
terhadap
perkembangan,
dan perilaku mempunyai kerentanan untuk
mengalami
hendaya
dalam
fungsi
kehidupan sehari-hari, terutama dalam
fungsi belajar dan sosialisasi (Wiguna
dkk., 2010). Masalah emosi dan perilaku
menimbulkan hendaya dan menurunkancommit to user
pada anak dan remaja mengakibatkan
produktivitas serta kualitas hidup mereka.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesulitan dalam belajar karena tidak
perilaku sebesar 9,1% pada siswa Sekolah
mampu berkonsentrasi terhadap pelajaran,
Menengah
kemampuan mengingat yang buruk, atau
Semarang
bertingkah yang tidak sesuai di dalam
Semarang
lingkungan sekolah, akan meningkatkan
didapatkan prevalensi masalah emosi dan
angka kenakalan dan kriminalitas di masa
perilaku 10-14,3% (Diananta, 2012). Hal
dewasa (Blanchard et al., 2006).
ini menunjukkan bahwa masalah emosi
Insidensi di dunia menurut World
Health Organization (WHO) didapatkan 1
dari 5 anak yang berusia kurang dari 16
tahun mengalami masalah emosi dan
perilaku. Anak yang berusia 4-15 tahun
yang mengalami emosi dan perilaku
sebanyak 104 permil anak. Angka kejadian
tersebut makin tinggi pada kelompok usia
di atas 15 tahun, yaitu 140 permil anak
(Damayanti, 2011). Sedangkan prevalensi
di seluruh dunia sebesar 20% menurut
WHO
dalam
European
Ministerial
Conference (Deenadayalan et al., 2010).
Satu setengah juta anak di Amerika Serikat
dilaporkan orang tuanya memiliki masalah
emosional, perkembangan dan perilaku
yang persisten. Orang tua tersebut 41%
mengeluhkan
anaknya
mengalami
kesulitan belajar dan 36% khawatir akan
mengalami gangguan depresi atau anxietas
(Blanchard et al., 2006). Di Singapura
didapatkan 12,5% anak usia 6-12 tahun
memiliki masalah emosi dan perilaku
(Woo
et
al.,
2007).
Sedangkan
di
Pertama
tahun
(SMP)
2009.
pada
tahun
di
kota
Penelitian
di
berikutnya
dan perilaku anak dan remaja dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan dari tahun
2009-2011. Pada kunjungan poli tumbuh
kembang anak RSJD Surakarta pada tahun
2013 didapatkan prevalensi masalah emosi
dan perilaku pada anak sebesar 26%.
Berbagai
faktor
biopsikososial
sering dikaitkan dengan terjadinya masalah
emosi dan perilaku pada anak dan remaja,
seperti adanya penyakit fisik, pola asuh
yang inadekuat, kekerasan dalam rumah
tangga, hubungan dengan teman sebaya
yang inadekuat, serta kemiskinan yang
mempengaruhi
proses
kognitif
sehingga
anak
perkembangan
anak
lebih
memandang negatif lingkungan sekitar dan
persepsi negatif terhadap dirinya yang
memicu terjadinya internalisasi dalam
dirinya.
berkaitan
Stresor
dengan
biopsikososial
juga
eksternalisasi
anak
berupa peningkatan emosi negatif, perilaku
disruptif dan impulsif, serta menimbulkan
cara-cara interaksi yang negatif sehingga
berdampak pada hubungan dengan teman
sebaya yang tidak optimal (Gimbel &
Indonesia, penelitian Hartanto dan Selinacommit to user
Holland, 2003 cit. Wiguna dkk., 2010;
(2011) prevalensi masalah emosi dan
Blanchard et al., 2006). Anak dan remaja
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perilaku
disfungsi komunikasi, yang disebabkan
seringkali mengalami perlakuan yang tidak
adanya transaksi silang. Akibat transaksi
sesuai dari lingkungannya yang dapat
silang
berupa stigma negatif. Guru merasa sulit
menimbulkan masalah emosi dan perilaku
mengajari mereka, melihat mereka sebagai
pada
anak-anak
psikoterapi AT (Corey, 2009).
dengan
masalah
emosi
bodoh,
dan
sehingga
jarang
akan
terjadi
anak,
sehingga
Modalitas
memberikan masukan yang positif. Teman
kemarahan
serta
memerlukan
terapi
untuk
sehingga
penangangan masalah emosi dan perilaku
kesempatan untuk belajar bersosialisasi
anak yang terbanyak dilakukan adalah
menjadi berkurang. Orangtua lebih banyak
Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan
memberikan kritik negatif sehingga tidak
Interpersonal
jarang interaksi antara orangtua dan anak
(Sadock et al., 2009). Penelitian RCT
terganggu (Collet et al., 2001). Selain itu
dengan CBT kelompok terbukti efektif
menurut Blanchard et al., (2006) anak dan
menurunkan
remaja dengan masalah emosi dan perilaku
eksternalisasi masalah emosi dan perilaku
akan
keluarga,
pada anak dan remaja (Barret et al., 2013).
mengganggu relasi orang tua-anak dan
Penelitian CBT dan IP selama ini belum
mempersulit pengasuhan.
ada yang menggunakan setting keluarga
sebaya
menjauhi
menambah
mereka,
beban
Psychotheraphy
gejala
(IP)
internalisasi
dan
Pola asuh orang tua sangat besar
dalam menangani masalah emosi dan
pengaruhnya bagi anak. Orang tua yang
perilaku pada anak dan remaja. Modalitas
menerapkan pola asuh otoriter, permisif
lainnya yang dapat digunakan adalah
dan neglectful parent akan menyebabkan
Analisis
relasi
dan
memperbaiki masalah emosi dan perilaku
mendukung terjadinya masalah emosi dan
pada anak yang terdapat masalah relasi
perilaku pada anak dan remaja (Levy,
orang
1972; Adams & Gullotta, 1983). Dinamika
menggunakan istilah-istilah yang diambil
dan relasi antara anggota dalam keluarga
dari
juga memainkan peran yang cukup penting
Dewasa,
bagi anak. (Adams & Gullotta, 1983:
dimengerti oleh klien. Selain itu AT
Soetjiningsih, 2010). Relasi orang tua-
merupakan
anak yang buruk akan menyebabkan
kepribadian dan teknik berkomunikasi
orang
tua-anak
buruk
Transaksional
tua-anak
bahasa
teori
untuk
dikarenakan
sehari-hari
Kanak)
(AT)
AT
(Orang
sehingga
praktis
tua,
mudah
tentang
yang canggih sehingga individu akan bisa
hubungan interpersonal terganggu dan
user
mengenal
dirinya sendiri, lebih mudah
komunikasi terganggu. Dalam istilahcommit to
Analisis Transaksional (AT) akan terjadi
mengenal orang lain dan memudahkan
perpustakaan.uns.ac.id
berkomunikasi
digilib.uns.ac.id
dengan
sesamanya
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik
(Hukom, 1990). Namun sejauh ini masih
Psikiatri
RSUD dr. Moewardi dan Poli
belum banyak yang melakukan studi
Tumbuh Kembang Anak RSJ Surakarta,
psikoterapi AT pada anak dan orang
Propinsi Jawa Tengah serta di rumah
tuanya dalam memperbaiki masalah emosi
pasien. Waktu penelitian Februari 2015.
dan perilaku anak baik di dalam maupun di
Instrumen Penelitian ini (1) Penulis
luar negeri. Penelitian kualitatif Maharatih
sendiri, (2) Pedoman AATD, (3) Lembar
(2011)
pada
data isian demografi, (4) Lembar SDQ, (5)
tua-anak
Egogram UNS, (6) Alat perekam. Seluruh
penggunaan
masalah
relasi
AT
fokus
orang
menunjukkan hasil yang baik. Berdasarkan
kegiatan
latar belakang tersebut, maka penulis ingin
menggunakan alat perekam suara dan
melakukan penelitian lanjutan tentang
video yang dilakukan dengan seijin subjek
“Penerapan Analisis Transaksional Dasar
penelitian.
untuk Memperbaiki Masalah Emosi dan
perekam
Perilaku Anak dan Remaja.”
penulis
Tujuan
mengetahui
penelitian
keefektifan
ini
untuk
Analisis
wawancara
Tujuan
adalah
direkam
dengan
menggunakan
untuk
alat
memudahkan
dalam membuat transkrip dan
analisis
data,
mengulang
membantu
kembali
diperoleh
hasil
data
penulis
wawancara
Transaksional Dasar untuk memperbaiki
sehingga
masalah emosi dan perilaku anak dan
meminimalkan bias yang mungkin terjadi
remaja.
karena
keterbatasan
akurat,
dan
dan
subjektivitas
penulis.
Populasi penelitian adalah anak dan
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini merupakan
remaja yang mengalami masalah emosi
studi kualitatif berbentuk suatu studi kasus
dan
tindakan yang bertujuan untuk mengetahui
masalah
penerapan Analisis Transaksional Dasar
menjalani
pada masalah emosi dan perilaku pada
Psikiatri RSUD dr. Moewardi Surakarta
anak dan remaja dengan menggunakan
dan Poli Tumbuh kembang Anak RSJD
pedoman AATD dari Maharatih dkk
Surakarta pada periode Januari-Februari
(2013). Alasan digunakannya pendekatan
2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan
kualitatif
eksklusi. Kriteria inklusi yaitu (1) Pasien
adalah
untuk
melihat
perilaku
pada
relasi
rawat
keluarga
orang
jalan
dengan
tua-anak
di
yang
Poliklinik
yang mengalami masalah emosi dan
dan
user yang menjalani rawat jalan di
perilaku
holistik, dimana hal tersebut tidak dapatcommit to
permasalahan
secara
mendalam
dilakukan dengan pendekatan kuantitatif.
Poliklinik Psikiatri RSUD dr. Moewardi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Surakarta dan Poli Tumbuh kembang
melakukan pengambilan sampel secara
Anak RSJD Surakarta, (2) Faktor risiko
purposif, maka penulis melakukan seleksi
masalah psikososial, (3) Usia 10-18 tahun,
terhadap sejumlah kasus untuk dapat
(4) Bisa membaca dan menulis, (5) Orang
diteliti secara mendalam. Dalam proses
tua minimal tamat SLTP, (6) Bersedia
penentuan sampel penelitian ini digunakan
menjadi
dan
kasus tunggal, yaitu masalah emosi dan
persetujuan
perilaku pada anak. Besar sampel yang
penelitian (Informed Consent). Kriteria
akan diambil ditetapkan 2 anak dan remaja
eksklusi yaitu adanya gangguan jiwa
dengan masalah emosi dan perilaku,
berat/psikotik.
berdasarkan
subjek
menandatangani
Definisi
penelitian
surat
konsep
penelitian
ini
internalisasi
dan
eksternalisasi. Metode pengambilan data
adalah (1). Analisis Transaksional Dasar :
dilakukan
melalui
analisis transaksional dasar yang diberikan
observasi partisipasi aktif. Sesi intervensi
oleh penulis sebanyak 6 sesi dengan durasi
analisis transaksional dilakukan sebanyak
120 menit tiap sesi pertemuan, 3 kali
6 kali, 3 kali setiap
seminggu menggunakan teknik pengajaran
masing selama 120 menit.
Teknik
analisis struktural dan analisis transaksi
wawancara
dan
minggu, masing-
analisis
data
yang
oleh
digunakan adalah analisis data kualitatif.
Maharatih dkk (2013). (2) Masalah emosi
Analisis data dilakukan dengan mengacu
dan perilaku : masalah emosi dan perilaku
pada metode perbandingan tetap (constant
pada anak dan remaja yang bermanifestasi
comperative method) oleh Glasser dan
internalisasi
atau
Strauss, secara umum proses analisis data
berdasarkan
wawancara
menggunakan
pedoman
AATD
eksternalisasi
psikiatri
dan
mencakup reduksi data, kategorisasi data
diukur dengan kuesioner SDQ, yang
dan
berada dalam keluarga dengan masalah
dilakukan
relasi
kategorisasi verbatim tidak terlalu banyak.
orang
tua-anak
berdasarkan
Pengambilan
sampel/subjek
penelitian dilakukan secara purposif, yaitu
dengan
secara
data.
Analisis
manual
data
dikarenakan
Penyajian data dalam bentuk data display
wawancara psikiatri.
pengambilan
sintesisasi
sumber
data
pertimbangan
dilakukan
tertentu.
yang berupa grafik dan matriks.
Pengujian keabsahan data dalam
penelitian kualitatif meliputi
(1) Uji
credibility (validitas internal) dilakukan
melalui meningkatkan ketekunan dan
Pertimbangan tertentu itu misalnya orang
user
kualitas
keterlibatan penulis dalam
tersebut yang dianggap paling tahu tentangcommit to
apa
yang
kita
harapkan.
Dengan
kegiatan di lapangan, triangulasi sumber
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
dan keluarganya
data melalui persepsi dari subjek dan
penilaian dari keluarga subjek, penulis
serta
expert
diskusi
melalui
dengan
rekaman
psikiater/expert
video,
untuk
mendapatkan saran dan kritik dalam proses
penelitian, menggunakan bahan referensi
1.
untuk meningkatkan nilai kepercayaan
kebenaran data yang diperoleh dalam
2.
bentuk rekaman dan tulisan, (2) Uji
transferability
dilakukan
(validitas
dengan
eksternal)
3.
laporan
4.
membuat
penelitian dalam uraian yang rinci, jelas,
sistematis, dan dapat dipercaya sehingga
pembaca dapat mengerti dan memahami
hasil penelitian, (3) Uji dependability
(reliabilitas) dilakukan dengan melakukan
audit
terhadap
keseluruhan
proses
penelitian bersama dengan pembimbing
dan expert/psikiater.
Karakteristik orang tua
pasien
Ayah
Ibu
Usia : 47
Usia : 44
tahun
tahun
Jenis
8. Jenis
kelamin :
kelamin :
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan 9.
: Pendidikan :
SMP
Sarjana
Agama :
Agama
:
Islam
Islam
Pekerjaan : Pekerjaan :
Agen gas
PNS
Usia : 17
Usia : 46
Usia : 40
tahun
tahun
tahun
Jenis
10. Jenis
12. Jenis
kelamin :
kelamin :
kelamin :
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan 11.
: Pendidikan 13.
: Pendidikan :
SMA
SMA
SMA
Jumlah
Agama
: Agama
:
sibling : 1
Islam
Islam
Anak ke-1
Pekerjaan : Pekerjaan :
Sopir
Pedagang
baju
Karakterist
ik pasien
Usia : 14
tahun
Jenis
5.
kelamin :
Laki-laki
Pendidikan 6.
:
SMP
Jumlah
7.
sibling : 2
Anak ke-1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kasus I merupakan pasien anak
Penelitian ini dilakukan pada dua
keluarga
yang
anaknya
mengalami
masalah emosi dan perilaku serta terdapat
masalah
relasi
orang
tua-anak
yang
dilakukan intervensi AT Dasar dengan
menggunakan studi kualitatif.
laki-laki yang mengalami masalah emosi
dan perilaku dengan eksternalisasi yang
menonjol, sedangkan pada kasus II pasien
anak perempuan yang mengalami masalah
emosi dan perilaku dengan internalisasi
yang
menonjol
sesuai
dengan
yang
dituliskan Weisz et al. (1987) cit. Davison
et al. (2006) dan Shoval et al. (2013)
bahwa
perilaku
eksternalisasi
secara
konsisten lebih sering ditemukan pada
anak laki-laki dan perilaku internalisasi
commit to user
lebih sering terjadi pada anak perempuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari berbagai latar belakang budaya di
dunia.
Kasus
I
dengan
Skema 1. Matriks transaksi pasien R dengan
ibunya.
eksternalisasi
didapatkan seorang anak laki-laki sering
marah-marah, berperilaku agresif sering
membolos dari sekolah, melawan guru,
berbohong,
dan
mengancam
anggota
keluarga dengan menggunakan senjata
tajam. Sejak kecil biasa dipenuhi semua
keinginannya sehingga sampai saat ini
berperilaku agresif bila keinginannya tidak
segera
dipenuhi.
Apalagi
Skema 2. Matriks transaksi pasien R dengan
ayahnya.
pasien
bersekolah di SMP yang memiliki disiplin
tinggi, lingkungan sosial yang kurang baik
semakin meningkatkan perilaku agresif
pasien. Hal ini menunjukkan bahwa pola
asuh dan lingkungan sosial merupakan
faktor risiko
yang besar peranannya
(Adams & Gullota, 1983; Dulcan & Lake,
2012). Pasien memiliki egostate KB dan
Kasus
II
dengan
OK yang tinggi sehingga sering terjadi
didapatkan
transaksi silang dengan orang tuanya
dengan perilaku tidak mau sekolah, sering
terutama dengan ibunya yang memiliki
seorang
internalisasi
anak
perempuan
sedih, malas merawat diri, malas belajar,
mudah emosi bila ada yang tidak sesuai
egostate OK yang tinggi.
Grafik 1. Perbandingan egogram pasien R.
dengan
hatinya,
membatasi
pergaulan
dengan temannya dan merasa rendah diri.
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Pasien sejak kecil sering diperlakukan kasar
oleh kedua orang tuanya. Pola asuh yang
OK
OP
D
cenderung
tidak
empatik
dan
otoriter
membuat anak tertekan, didukung sekolah
KB
dengan disiplin yang tinggi dan ekonomi
KS
keluarga yang kurang (Adams & Gullota,
1983; Davison et al., 2006). Egostate ibu
commit to user
dan ayah pasien OK tinggi bertransaksi
perpustakaan.uns.ac.id
dengan
egostate
pasien
digilib.uns.ac.id
yang
tinggi
Proses terapi yang berlangsung
Kanaknya menyebabkan berulang kali
pada masing-masing subjek berbeda-beda
terjadinya transaksi silang.
tergantung kondisi subjek. Kasus I, anak
laki-laki
Grafik 2. Perbandingan egogram pasien G.
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
dengan masalah emosi
dan
perilaku eksternalisasi, sudah berulangkali
berobat ke psikiater dengan pola asuh
orang tua yang tidak konsisten, pendidikan
pasien dan ayahnya SMP sedangkan
OK
OP
ibunya sarjana. Pasien kurang begitu
D
antusias
KB
dibandingkan
KS
ketika
menjalani
terapi
orangtuanya.
Perlu
pendekatan lebih intensif dan penjelasan
lebih rinci tentang materi AT supaya bisa
dikuasai dengan baik. Kasus II, anak
perempuan dengan masalah emosi dan
Skema 3. Matriks transaksi pasien G
dengan ibunya.
perilaku internalisasi, baru pertama kali
berobat ke psikiater, pendidikan pasien dan
orangtuanya SMA dengan pola asuh
cenderung otoriter. Pasien antusias ketika
menjalani
terapi
dibandingkan
orangtuanya, sehingga perlu pendekatan
yang lebih mendalam kepada orang tua
pasien untuk menjalankan terapi ini yang
berlangsung hampir 4 minggu. Meskipun
demikian materi AT dapat dikuasai dengan
Skema 4. Matriks transaksi pasien G
dengan ayahnya.
baik dan lebih cepat daripada kasus I.
Penilaian
perilaku
pada
menggunakan
masalah
kedua
SDQ
emosi
pasien
didapatkan
dan
dengan
total
difficulties score abnormal (Hartanto &
Selina, 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Grafik 3. Penilaian total difficulties score
dari SDQ pasien R sebelum dan sesudah
terapi.
emosi dan perilaku pada pasien secara
komprehensif.
Sedangkan
penilaian
30
keberhasilan terapi berdasarkan pedoman
20
AATD yang digunakan baru pada tahap
25
15
awal symptomatic relief, yaitu terdapat
10
Pre AATD
5
Post AATD
0
perbaikan pada gejala yang membaik atau
mengalami kemajuan. Kontrak terapi AT
lanjutan sangat diperlukan untuk mencapai
egogram normal dan life position I’m OK
You’re
Grafik 4. Penilaian total difficulties score
dari SDQ pasien G sebelum dan sesudah
terapi
OK
serta
mencapai
tahapan
keberhasilan terapi pencapaian otonomi
pasien (Stewart & Tilney, 2011).
Waktu
25
pelaksanaan
terapi
AT
20
Dasar dilakukan sesuai kesepakatan antara
15
terapis dan pasien serta keluarga. Dalam
10
Pre AATD
5
Post AATD
pelaksanaanya, penggunaan terapi AT
Dasar pada keluarga dengan masalah relasi
orangtua-anak
0
dengan
anak
yang
mengalami masalah emosi dan perilaku
dilakukan dalam 6 sesi masing-masing 2
jam. Pada awalnya pelaksanaan terapi
pada
yang ditawarkan kepada klien adalah
conduct,
seminggu 3 kali, sehingga diperhitungkan
sedangkan kasus II terutama pada masalah
menghabiskan waktu sekitar 2 minggu.
emosional. Setelah dilakukan proses terapi
Tetapi pada pelaksanaannya ada yang
selama enam sesi dengan menggunakan
mundur sampai 4 minggu dikarenakan
pedoman AATD didapatkan penurunan
kesibukan pasien, sekolah dan kegiatan
total
belajar tambahan di luar jam sekolah.
Pada
masalah
kasus
I
emosional
difficulties
berdasarkan
terutama
dan
score
pada
dari
semua
SDQ
penilaian.
Demikian
pula
menyesuaikan
dengan
Meskipun sudah terjadi penurunan skor
jadwal orang tua bekerja. Kedua keluarga
SDQ
bisa
namun
masih
dalam
penilaian
mengikuti
seluruh
sesi
terapi
sebanyak 6 sesi psikoterapi AT Dasar.
borderline, masih perlu dilakukan terapi
commit to user Teknik terapi AT menurut Stewart
AT lanjutan untuk memperbaiki masalah
& Tilney (2011) dapat menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
AT
menunjukkan bahwa semakin pendek jarak
merupakan terapi yang bersifat eklektik,
pemberian terapi, retensi memori terhadap
tidak terpaku pada satu modalitas seperti
materi sebelumnya masih baik. Waktu
dalam modul Maharatih dkk., (2013) yang
yang dianggap masih optimal dan rasional
digunakan dalam penelitian ini. Penelitian
adalah maksimal 3 x 24 jam. Secara umum
ini menggunakan teknik terapi dengan
waktu yang diberikan untuk sesi terapi
metode pengajaran kepada klien tentang
yaitu 6 sesi masing-masing 2 jam adalah
materi
menggunakan
mencukupi untuk penyampaian materi dan
presentasi power-point. Hasilnya cukup
untuk pemahaman materi yang diberikan.
efektif dilakukan pada klien terutama klien
Bahkan pada keluarga dengan kognitif
dengan kognitif yang tinggi. Mereka
yang tinggi, pemberian materi AT dasar
dengan
yang
dengan fokus analisis struktural dan
materi.
analisis transaksi yang diberikan dalam 2
Demikian pula teknik belajar dengan
sesi sudah tercapai penguasaan materinya.
bermain kartu yang mengandung unsur
Akan tetapi pelaksanaannya belum mampu
analisis struktural dan fungsional, serta
diterapkan sepenuhnya.
beragam
teknik,
AT
dengan
cepat
diberikan
dikatakan
menguasai
berupa
juga
teori
tanya-jawab
Penelitian kualitatif pada dasarnya
analisis transaksi. Teknik bermain kartu ini
menyenangkan,
dilakukan pada kondisi alamiah dan
meningkatkan keakraban di antara anggota
bersifat penemuan. Pada penelitian ini
keluarga dan juga terapis. Teknik role play
selain dilakukan di RS juga dilakukan di
dalam terapi sangat efektif, meskipun pada
rumah
awalnya agak malu namun pada akhirnya
pencapaian
bisa
pengetahuan
efektif,
lebih
antusias
dalam
pelaksanaannya.
klien.
Pada
setting
pembelajaran
AT
klinis
tentang
lebih
Teknik bisa untuk mengetahui sejauh
penyelesaiannya
mana
Kemungkinannya adalah karena
pemahaman
dari
pasien
dan
selama
2
tepat
minggu.
yang
keluarga, serta mengaplikasikannya dalam
diterapi di setting klinis kesan lebih formal
kehidupannya. Demikian pula untuk teknik
sehingga lebih serius dalam menjalani
pemberian PR (pekerjaan rumah) bisa
terapi. Kemungkinan lain adalah terkait
untuk mengetahui antusiasme dari pasien
dengan
dan keluarga dalam mengikuti perjalanan
mendapatkan
terapi.
mereka merasa sangat butuh, maka apapun
adanya
“kebutuhan”
terapi
itu
sendiri.
untuk
Bila
akan dikorbankan demi tercapainya
Pemilihan waktu 3 kali setiap
user
perbaikan
yang diinginkan, sehingga
minggu sedangkan pada pedoman AATDcommit to
2 kali seminggu, karena dari penelitian
pencapaian hasil menjadi lebih cepat dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lebih baik. Meskipun demikian hasil
Setting terapi pada penelitian ini
evaluasi penguasaan materi AT kurang
adalah setting keluarga pada seluruh sesi
baik
alami,
terapi, tidak menggunakan sesi terapi
kognitifnya
individu dalam pedoman AATD ini.
lebih rendah. Kemungkinan lain kondisi
Dengan setting keluarga akan melihat
keparahan pasien lebih berat.
secara langsung cara berinteraksi antara
dibandingkan
kemungkinan
setting
dikarenakan
Selain itu pada setting
klinis
anggota keluarga sehingga transaksi yang
penerapan tugas PR, simulasi, bermain
dilakukannyapun
peran ataupun percontohan keluarga sangat
dievaluasi serta efisiensi waktu. Namun
sulit terwujud. Hal ini kemungkinan
dengan setting keluarga seperti ini tanpa
karena
ada
berkaitan
dengan
kultur
dan
sesi
terapi
akan
lebih
individu
mudah
akan
sulit
budaya, yaitu adanya budaya atau rasa
mengungkapkan sebenarnya apa yang
malu dalam keluarga untuk menunjukkan
terjadi, karena ada rasa sungkan atau
perasaan marah, pertengkaran, ataupun
perasaan takut kalau menyinggung yang
pertentangan yang terjadi akibat transaksi
lain.
silang di antara mereka. Pada setting alami
Proses terapi ini telah dilakukan
atau rumah, pencapaian pembelajaran
perekaman video dan telah dilakukan
tentang pengetahuan AT lebih lambat
evaluasi oleh expert dengan hasil penilaian
penyelesainnya,
seharusnya
keterampilan perilaku secara keseluruhan
dilakukan 2 minggu dilakukan dalam 4
sudah terlaksana dengan baik, terutama
minggu. Hal ini terjadi karena terganggu
untuk membuat klien merasa nyaman,
karena ada tamu, anak rewel, ada acara
mampu membina hubungan baik dengan
mendadak dan sebagainya. Pada setting
klien,
mampu
alami terapis mendapatkan hasil observasi
cukup
baik,
secara langsung dan tidak dibuat-buat
pertanyaan terbuka dan tertutup yang
tentang transaksi-transaksi yang terjadi di
sesuai,
antara
Meskipun
persatu, banyak mengajukan pertanyaan
demikian hasil evaluasi penguasaan materi
yang mendalam, mengajukan pertanyaan
AT lebih baik daripada setting klinis,
disertai gerakan yang wajar. Mampu
kemungkinan
kognitifnya
mendengar aktif, mampu memberikan
lebih tinggi dan pendidikan formalnya
dorongan agar klien berpartisipasi dalam
yang
keluarga
pasien.
dikarenakan
memberikan
mampu
mengajukan
informasi
menggunakan
pertanyaan
satu-
lebih tinggi. Kemungkinan lain kondisi
terapi dengan cara menunjukkan minat dan
commit to
user perhatian serta kreatif mengajak
keparahan pasien lebih ringan.
penuh
klien bermain peran (role play), mampu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menunjukkan non-verbal behavior yang
Pada
penelitian
ini
sebelum
baik, yaitu: wajah ramah, tersenyum, suara
dilakukan pembuatan egogram, diberikan
ramah, vokalnya jelas, kecepatan bicara
materi tentang egostate dan dilakukan
cukup, intonasi baik,
dan posisi tubuh
evaluasi penguasaan materi dengan kartu
yang baik. Selain itu mampu mengelola
egostate. Dari 20 kartu egostate yang
waktu
diberikan pada masing-masing anggota
dengan
baik
sehingga
dapat
memenuhi semua komponen kompetensi
keluarga
yang diharapkan dalam penelitian ini. Hal
dijawab dengan betul. Meskipun demikian
ini dibuktikan dengan kemampuan dalam
pada
menyelesaikan sesi-sesi terapi dengan baik
sebagian
dan
kenyataan
hasilnya
dapat
dilihat
melalui
didapatkan
penilaian
hasil
egogram
yang belum
yang
80%-100%
sendiri
sesuai
diobservasi
ada
dengan
terutama
penilaian terhadap ketrampilan komunikasi
dalam menilai orang lain. Kemungkinan
interpersonal ataupun ketrampilan dalam
karena merasa dirinya sudah cukup baik
penerapan AT Dasar.
dibandingkan
Tujuan terapi adalah tercapainya
egogram yang ideal. Penilaian egogram
yang baik adalah seperti “Bell shape” yang
mana egostate D yang tertinggi diapit oleh
egostate KB dan OP dan yang rendah
adalah egostate OK dan KS. Egogram
lainnya yang diharapkan adalah egogram
puncak datar (flat-top). Ini merupakan
suatu egogram yang mendekati ideal.
Orang
dengan
egogram
ini
jarang
40
0
yang
dirinya atau takut menyinggung perasaan
yang lain.
Penilaian egogram menggunakan
skala egogram dibandingkan observasi
yang
KB
Bell Shaped
Flat Top
dilakukan
terapis
menunjukkan
banyak ketidaksesuaian dalam penentuan
egostate
Dewasa.
Sebagian
besar
menunjukkan egostate D yang tinggi
dengan menggunakan skala egogram, oleh
nilai reliabilitas internal, yang saat ini baru
mencapai tingkat cukup tinggi dengan
D
10
mau
disalahkan, malu mengakui kekurangan
Cronbach alpha 0.78014 (Bagus, 2009).
OP
20
tidak
egogram tersebut untuk meningkatkan
OK
30
lain,
karena itu perlu dievaluasi kembali skala
bermasalah dengan orang lain.
Grafik 5. Gambaran egogram
dianggap ideal atau normal
orang
KS
Keterbatasan dalam penelitian ini
adalah
pemberian
terapi
AT
Dasar
dilakukan
sebanyak enam sesi terapi dan
commit to
user
semua sesi dalam setting keluarga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terapi
direncanakan selama 2 minggu menjadi 2-
belum
4 minggu karena kondisi pasien dan
tercapai. Menurut Steenbarger, et al.,
keluarga. Tempat pelaksanaan pada subjek
2004, rata-rata jumlah sesi psikoterapi:
I di Poliklinik Tumbuh Kembang RSJD
kurang dari 10 sesi pada terapi perilaku,
Surakarta dan subjek II di rumah pasien.
10-20 sesi atau lebih pada terapi dengan
Pedoman AATD ini dapat digunakan pada
restrukturisasi kognitif, 2-3 sesi pada terapi
setting klinis (poliklinik) maupun setting
berfokus solusi. Jumlah sesi psikoterapi
alami (rumah). Pada evaluasi proses terapi
singkat
lamanya
setting klinis lebih baik daripada setting
sejarah
alami (rumah subjek). Proses terapi juga
sehingga
tahapan
pencapaian
keberhasilan
otonomi
tergantung
menyampaikan
pasien
dari:
permasalahan,
interpersonal, beratnya masalah, level
berbeda
tergantung
pemahaman dan dukungan sosial.
pendidikan, sosial-ekonomi dan situasi
kondisi
yang
dengan
dihadapi
tingkat
pasien
dan
keluarganya. Setelah intervensi AT Dasar
didapatkan perbaikan masalah emosi dan
KESIMPULAN DAN SARAN
perilaku pada anak namun masih pada
Dari hasil penelitian ini didapatkan
taraf borderline dengan parameter SDQ,
bahwa AT Dasar bisa diterapkan pada
sedangkan penilaian keberhasilan terapi
anak dan remaja yang mengalami masalah
berdasarkan
emosi dan perilaku dan keluarga yang
digunakan
mengalami masalah relasi orang tua-anak
symptomatic
yang telah melakukan pemeriksaan di
perbaikan pada gejala yang membaik atau
Poliklinik Psikiatri RSUD dr. Moewardi
mengalami kemajuan.
pedoman
baru
pada
relief,
AATD
yang
tahap
awal
yaitu
terdapat
dan Poliklinik Tumbuh Kembang RSJD
Surakarta. Pasien pertama laki-laki dengan
Disarankan pemberian psikoterapi
masalah eksternalisasi yang menonjol,
AT lanjutan setelah selesai sesi terapi
sedangkan
dengan
dengan
pasien
masalah
kedua
perempuan
internalisasi
yang
komprehensif
Kontrak
Waktu dan tempat pelaksanaan sesi
terapi
bersifat
fleksibel,
tergantung
modul
terapi
AATD. Tujuannya adalah untuk perbaikan
secara
menonjol.
menggunakan
diperlukan
terapi
untuk
AT
terhadap
pasien.
lanjutan
sangat
mencapai
egogram
normal dan life position I’m OK You’re
kesepakatan dengan subjek. Pelaksanaan 6
OKuserserta pencapaian otonomi pasien.
commit to
sesi
terapi
yang
pada
awalnya
Sangat disarankan perlunya ditambahkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sesi dengan setting individu diantara sesi
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terapi dengan setting keluarga untuk
pada masalah emosi dan perilaku pada
mengurangi bias yang bersumber dari
anak dengan jumlah subjek lebih banyak
subjek dan pencapaian keberhasilan terapi.
dan variasi dalam diagnosis maupun terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Davison GC, Neale JM, Kring AM. 2006.
Psikologi Abnormal. Terjemahan
dari Abnormal Psychology-Ninth
Edition. PT Raja Grafindo persada.
Jakarta.
Adams GR. & Gullotta T. 1983. Family
Relations in Adolescent Life
Experiences. Wadsworth, Inc.,
Belmont, California. 231-263.
Barrett
M, Topper
L, Al-Khudhairy
N, Pihl
RO, Castellanos
RN, Mackie CJ, Conrod PJ, 2013.
Two-year impact of personalitytargeted,
teacher-delivered
interventions on youth internalizing
and externalizing problems: a
cluster-randomized trial. J Am
Acad
Child
Adolesc
Psychiatry. Sep;52(9):911-20.
Blanchard LT, Gurka MJ, Blackman JA.
2006. Emotional, developmental,
and behavioral health of American
children and their families : A
report from the 2003 national
survey of children’s health.
Pediatrics. 117:1202-12.
Collet BR, Gimpel GA, Greenson JN,
Gunderson TL, 2001. Assesment of
Discipline Styles among Parents of
Preschool through School-age
Children. J. Psychopathol and
Behavior Asses, 23; 163-170.
Corey G. 2009. Teori dan Praktek
Konseling Psikoterapi, cetakan
keempat,
Refika
Aditama.
Bandung.
Deenadayalan Y, Perraton L, Machotka Z,
Kumar S. 2010. Day Therapy
Programs for Adolescents with
Mental Health Problems : A
Systemic Review. The Internet
Journal Of Allied Health Sciences
And Practises. 8;1-14.
Diananta GS., 2012. Perbedaan Masalah
Mental
Dan
Emosional
Berdasarkan
Latar
Belakang
Pendidikan Agama. Studi Kasus
SMP Negeri 21 Semarang dan
SMP Islam Al Azhar 14 Semarang.
Dulcan MK & Lake M. 2012. Concise
Guide to Child and Adolescent
Psychiatry. 4th ed. Washington,
DC.
American
Psychiatric
Publishing, Inc.
Hartanto F, Selina H. 2011. Prevalensi
Masalah Mental Emosional pada
Remaja di Kota Semarang dengan
Menggunakan
Kuesioner
Kekuatan dan Kesulitan (SD ).
Paediatrica Indonesiana; Volume
51 ( Suppl 4 ) Juli; Jakarta.
Hukom, A J. 1990. Analisis Transaksional,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Damayanti M. 2011. Masalah Mental
Emosional pada Remaja : Deteksi
Maharatih GA, Irawati I, Sudiyanto A,
dan Intervensi. Sari Pediatri.
Prasetyo, J. 2013. Aplikasi Analisis
Volume 13 ( Suppl 1) Juni 2011:
Transaksional
Dasar
Pada
Jakarta; hal.45-51.
commit to user Masalah Relasi Orang tua Anak.
UNS Press, Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Maharatih GA. 2011. Intervensi analisis
transaksional dasar pada masalah
relasi orangtua-anak. Tesis (belum
publikasi).
Soetjiningsih, 2010. Perkembangan Anak
dan
Permasalahannya
dalam
Tumbuh kembang Anak. Sagung
Seto. Jakarta.
Levy DM. 1973. Maternal Overprotection
pp. 290-5, dalam Saul IH and John
FM
(edt).
Childhood
Psychopatology.
International
Universities Press, Inc. New York.
Stewart I & Tilney T. 2011. Analisis
Transaksional dalam Stephen P.
(Edt.) Konseling dan Psikoterapi.
Terjemahan dari Introduction to
Counselling and Psychotherapy.
Pustaka Pellajar. Yogyakarta.
Sadock, B. J.; Sadock, V. A. and Ruiz, P.
2009. Kaplan and Sadock,
Comprehensive
textbook
of
psychiatry, ninth edition, volume 3,
Lippincott Williams and Wilkins.
Shoval
G, Kleinfeld
IM, Farbstein
I, Kanaaneh R, Valevski A, Apter
A, Weizman A, and Zalsman G.
2013. Gender differences in
emotional and behavioral disorders
and service use among adolescent
smokers: A nationwide Israeli
study. European Psychiatry. 201309-01, Volume 28, Issue 7, Pages
397-403. Copyright © © 2012
Elsevier Masson SAS.
Steenbarger, B N., Greenberg,RP., Dewan,
MJ., 2004. An Introduction to the
Art and Science of the Brief
Psychotherapies.
American
Psychiatric Press, Inc.
Wiguna T, Manengkei P, Pamela C, Rheza
A, Hapsari W. 2010. Masalah
emosi dan perilaku pada anak di
poliklinik jiwa anak RSUPN dr.
Ciptomangunkusumo
(RSCM),
Jakarta. Sari Pediatri; 12(4): 2707.
Woo BSC, Ng TP, Fung DSS, Chan YH,
Lee YP, Koh JBK. 2007.
Emotional and behavioral problems
in Singaporean children based on
parent, teacher, and child reports.
Singopre Med J.; 48 : 1100-6.
commit to user
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI
MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA
Yekti Nurhaeni, Aris Sudiyanto1, M. Fanani2
Magister Kedokteran Keluarga Program PASCASARJANA UNS
[email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang : Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja memberikan dampak negatif
terhadap perkembangan, menimbulkan hendaya dan menurunkan produktifitas serta kualitas
hidup yang bermanifestasi perilaku internalisasi (menarik diri) atau eksternalisasi
(menentang) atau kedua-duanya. Selain itu akan menambah beban keluarga, mengganggu
relasi orang tua-anak dan mempersulit pengasuhan. Analisis Transaksional adalah psikoterapi
yang menekankan pada hubungan interaksional diharapkan mampu memperbaiki masalah
relasi orang tua-anak, sehingga masalah emosi dan perilaku anak dan remaja bisa diperbaiki.
Tujuan : Mengetahui keefektifan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah
emosi dan perilaku anak dan remaja.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berbentuk studi kasus bertujuan untuk
memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja pada keluarga dengan masalah
relasi orang tua-anak dengan melakukan terapi Analisis Transaksional Dasar menggunakan
pedoman Aplikasi Analisis Transaksional Dasar pada Masalah Relasi Orang Tua-Anak.
Hasil : Analisis Transaksional Dasar dilakukan pada dua kasus anak dan remaja yang
mengalami eksternalisasi dan internalisasi menunjukkan perbaikan pada taraf borderline
berdasarkan penilaian Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) dan perbaikan gejala
(symptomatic relief) yang merupakan tahap awal keberhasilan terapi.
Kesimpulan : Analisis Transaksional Dasar dapat dipergunakan untuk memperbaiki masalah
emosi dan perilaku anak dan remaja.
Kata kunci : Analisis Transaksional Dasar, masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.
PENDAHULUAN
Anak dan remaja dengan masalah emosi
Masalah emosi dan perilaku pada
anak dan remaja merupakan masalah yang
cukup serius karena memberikan dampak
negatif
terhadap
perkembangan,
dan perilaku mempunyai kerentanan untuk
mengalami
hendaya
dalam
fungsi
kehidupan sehari-hari, terutama dalam
fungsi belajar dan sosialisasi (Wiguna
dkk., 2010). Masalah emosi dan perilaku
menimbulkan hendaya dan menurunkancommit to user
pada anak dan remaja mengakibatkan
produktivitas serta kualitas hidup mereka.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesulitan dalam belajar karena tidak
perilaku sebesar 9,1% pada siswa Sekolah
mampu berkonsentrasi terhadap pelajaran,
Menengah
kemampuan mengingat yang buruk, atau
Semarang
bertingkah yang tidak sesuai di dalam
Semarang
lingkungan sekolah, akan meningkatkan
didapatkan prevalensi masalah emosi dan
angka kenakalan dan kriminalitas di masa
perilaku 10-14,3% (Diananta, 2012). Hal
dewasa (Blanchard et al., 2006).
ini menunjukkan bahwa masalah emosi
Insidensi di dunia menurut World
Health Organization (WHO) didapatkan 1
dari 5 anak yang berusia kurang dari 16
tahun mengalami masalah emosi dan
perilaku. Anak yang berusia 4-15 tahun
yang mengalami emosi dan perilaku
sebanyak 104 permil anak. Angka kejadian
tersebut makin tinggi pada kelompok usia
di atas 15 tahun, yaitu 140 permil anak
(Damayanti, 2011). Sedangkan prevalensi
di seluruh dunia sebesar 20% menurut
WHO
dalam
European
Ministerial
Conference (Deenadayalan et al., 2010).
Satu setengah juta anak di Amerika Serikat
dilaporkan orang tuanya memiliki masalah
emosional, perkembangan dan perilaku
yang persisten. Orang tua tersebut 41%
mengeluhkan
anaknya
mengalami
kesulitan belajar dan 36% khawatir akan
mengalami gangguan depresi atau anxietas
(Blanchard et al., 2006). Di Singapura
didapatkan 12,5% anak usia 6-12 tahun
memiliki masalah emosi dan perilaku
(Woo
et
al.,
2007).
Sedangkan
di
Pertama
tahun
(SMP)
2009.
pada
tahun
di
kota
Penelitian
di
berikutnya
dan perilaku anak dan remaja dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan dari tahun
2009-2011. Pada kunjungan poli tumbuh
kembang anak RSJD Surakarta pada tahun
2013 didapatkan prevalensi masalah emosi
dan perilaku pada anak sebesar 26%.
Berbagai
faktor
biopsikososial
sering dikaitkan dengan terjadinya masalah
emosi dan perilaku pada anak dan remaja,
seperti adanya penyakit fisik, pola asuh
yang inadekuat, kekerasan dalam rumah
tangga, hubungan dengan teman sebaya
yang inadekuat, serta kemiskinan yang
mempengaruhi
proses
kognitif
sehingga
anak
perkembangan
anak
lebih
memandang negatif lingkungan sekitar dan
persepsi negatif terhadap dirinya yang
memicu terjadinya internalisasi dalam
dirinya.
berkaitan
Stresor
dengan
biopsikososial
juga
eksternalisasi
anak
berupa peningkatan emosi negatif, perilaku
disruptif dan impulsif, serta menimbulkan
cara-cara interaksi yang negatif sehingga
berdampak pada hubungan dengan teman
sebaya yang tidak optimal (Gimbel &
Indonesia, penelitian Hartanto dan Selinacommit to user
Holland, 2003 cit. Wiguna dkk., 2010;
(2011) prevalensi masalah emosi dan
Blanchard et al., 2006). Anak dan remaja
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perilaku
disfungsi komunikasi, yang disebabkan
seringkali mengalami perlakuan yang tidak
adanya transaksi silang. Akibat transaksi
sesuai dari lingkungannya yang dapat
silang
berupa stigma negatif. Guru merasa sulit
menimbulkan masalah emosi dan perilaku
mengajari mereka, melihat mereka sebagai
pada
anak-anak
psikoterapi AT (Corey, 2009).
dengan
masalah
emosi
bodoh,
dan
sehingga
jarang
akan
terjadi
anak,
sehingga
Modalitas
memberikan masukan yang positif. Teman
kemarahan
serta
memerlukan
terapi
untuk
sehingga
penangangan masalah emosi dan perilaku
kesempatan untuk belajar bersosialisasi
anak yang terbanyak dilakukan adalah
menjadi berkurang. Orangtua lebih banyak
Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan
memberikan kritik negatif sehingga tidak
Interpersonal
jarang interaksi antara orangtua dan anak
(Sadock et al., 2009). Penelitian RCT
terganggu (Collet et al., 2001). Selain itu
dengan CBT kelompok terbukti efektif
menurut Blanchard et al., (2006) anak dan
menurunkan
remaja dengan masalah emosi dan perilaku
eksternalisasi masalah emosi dan perilaku
akan
keluarga,
pada anak dan remaja (Barret et al., 2013).
mengganggu relasi orang tua-anak dan
Penelitian CBT dan IP selama ini belum
mempersulit pengasuhan.
ada yang menggunakan setting keluarga
sebaya
menjauhi
menambah
mereka,
beban
Psychotheraphy
gejala
(IP)
internalisasi
dan
Pola asuh orang tua sangat besar
dalam menangani masalah emosi dan
pengaruhnya bagi anak. Orang tua yang
perilaku pada anak dan remaja. Modalitas
menerapkan pola asuh otoriter, permisif
lainnya yang dapat digunakan adalah
dan neglectful parent akan menyebabkan
Analisis
relasi
dan
memperbaiki masalah emosi dan perilaku
mendukung terjadinya masalah emosi dan
pada anak yang terdapat masalah relasi
perilaku pada anak dan remaja (Levy,
orang
1972; Adams & Gullotta, 1983). Dinamika
menggunakan istilah-istilah yang diambil
dan relasi antara anggota dalam keluarga
dari
juga memainkan peran yang cukup penting
Dewasa,
bagi anak. (Adams & Gullotta, 1983:
dimengerti oleh klien. Selain itu AT
Soetjiningsih, 2010). Relasi orang tua-
merupakan
anak yang buruk akan menyebabkan
kepribadian dan teknik berkomunikasi
orang
tua-anak
buruk
Transaksional
tua-anak
bahasa
teori
untuk
dikarenakan
sehari-hari
Kanak)
(AT)
AT
(Orang
sehingga
praktis
tua,
mudah
tentang
yang canggih sehingga individu akan bisa
hubungan interpersonal terganggu dan
user
mengenal
dirinya sendiri, lebih mudah
komunikasi terganggu. Dalam istilahcommit to
Analisis Transaksional (AT) akan terjadi
mengenal orang lain dan memudahkan
perpustakaan.uns.ac.id
berkomunikasi
digilib.uns.ac.id
dengan
sesamanya
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik
(Hukom, 1990). Namun sejauh ini masih
Psikiatri
RSUD dr. Moewardi dan Poli
belum banyak yang melakukan studi
Tumbuh Kembang Anak RSJ Surakarta,
psikoterapi AT pada anak dan orang
Propinsi Jawa Tengah serta di rumah
tuanya dalam memperbaiki masalah emosi
pasien. Waktu penelitian Februari 2015.
dan perilaku anak baik di dalam maupun di
Instrumen Penelitian ini (1) Penulis
luar negeri. Penelitian kualitatif Maharatih
sendiri, (2) Pedoman AATD, (3) Lembar
(2011)
pada
data isian demografi, (4) Lembar SDQ, (5)
tua-anak
Egogram UNS, (6) Alat perekam. Seluruh
penggunaan
masalah
relasi
AT
fokus
orang
menunjukkan hasil yang baik. Berdasarkan
kegiatan
latar belakang tersebut, maka penulis ingin
menggunakan alat perekam suara dan
melakukan penelitian lanjutan tentang
video yang dilakukan dengan seijin subjek
“Penerapan Analisis Transaksional Dasar
penelitian.
untuk Memperbaiki Masalah Emosi dan
perekam
Perilaku Anak dan Remaja.”
penulis
Tujuan
mengetahui
penelitian
keefektifan
ini
untuk
Analisis
wawancara
Tujuan
adalah
direkam
dengan
menggunakan
untuk
alat
memudahkan
dalam membuat transkrip dan
analisis
data,
mengulang
membantu
kembali
diperoleh
hasil
data
penulis
wawancara
Transaksional Dasar untuk memperbaiki
sehingga
masalah emosi dan perilaku anak dan
meminimalkan bias yang mungkin terjadi
remaja.
karena
keterbatasan
akurat,
dan
dan
subjektivitas
penulis.
Populasi penelitian adalah anak dan
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini merupakan
remaja yang mengalami masalah emosi
studi kualitatif berbentuk suatu studi kasus
dan
tindakan yang bertujuan untuk mengetahui
masalah
penerapan Analisis Transaksional Dasar
menjalani
pada masalah emosi dan perilaku pada
Psikiatri RSUD dr. Moewardi Surakarta
anak dan remaja dengan menggunakan
dan Poli Tumbuh kembang Anak RSJD
pedoman AATD dari Maharatih dkk
Surakarta pada periode Januari-Februari
(2013). Alasan digunakannya pendekatan
2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan
kualitatif
eksklusi. Kriteria inklusi yaitu (1) Pasien
adalah
untuk
melihat
perilaku
pada
relasi
rawat
keluarga
orang
jalan
dengan
tua-anak
di
yang
Poliklinik
yang mengalami masalah emosi dan
dan
user yang menjalani rawat jalan di
perilaku
holistik, dimana hal tersebut tidak dapatcommit to
permasalahan
secara
mendalam
dilakukan dengan pendekatan kuantitatif.
Poliklinik Psikiatri RSUD dr. Moewardi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Surakarta dan Poli Tumbuh kembang
melakukan pengambilan sampel secara
Anak RSJD Surakarta, (2) Faktor risiko
purposif, maka penulis melakukan seleksi
masalah psikososial, (3) Usia 10-18 tahun,
terhadap sejumlah kasus untuk dapat
(4) Bisa membaca dan menulis, (5) Orang
diteliti secara mendalam. Dalam proses
tua minimal tamat SLTP, (6) Bersedia
penentuan sampel penelitian ini digunakan
menjadi
dan
kasus tunggal, yaitu masalah emosi dan
persetujuan
perilaku pada anak. Besar sampel yang
penelitian (Informed Consent). Kriteria
akan diambil ditetapkan 2 anak dan remaja
eksklusi yaitu adanya gangguan jiwa
dengan masalah emosi dan perilaku,
berat/psikotik.
berdasarkan
subjek
menandatangani
Definisi
penelitian
surat
konsep
penelitian
ini
internalisasi
dan
eksternalisasi. Metode pengambilan data
adalah (1). Analisis Transaksional Dasar :
dilakukan
melalui
analisis transaksional dasar yang diberikan
observasi partisipasi aktif. Sesi intervensi
oleh penulis sebanyak 6 sesi dengan durasi
analisis transaksional dilakukan sebanyak
120 menit tiap sesi pertemuan, 3 kali
6 kali, 3 kali setiap
seminggu menggunakan teknik pengajaran
masing selama 120 menit.
Teknik
analisis struktural dan analisis transaksi
wawancara
dan
minggu, masing-
analisis
data
yang
oleh
digunakan adalah analisis data kualitatif.
Maharatih dkk (2013). (2) Masalah emosi
Analisis data dilakukan dengan mengacu
dan perilaku : masalah emosi dan perilaku
pada metode perbandingan tetap (constant
pada anak dan remaja yang bermanifestasi
comperative method) oleh Glasser dan
internalisasi
atau
Strauss, secara umum proses analisis data
berdasarkan
wawancara
menggunakan
pedoman
AATD
eksternalisasi
psikiatri
dan
mencakup reduksi data, kategorisasi data
diukur dengan kuesioner SDQ, yang
dan
berada dalam keluarga dengan masalah
dilakukan
relasi
kategorisasi verbatim tidak terlalu banyak.
orang
tua-anak
berdasarkan
Pengambilan
sampel/subjek
penelitian dilakukan secara purposif, yaitu
dengan
secara
data.
Analisis
manual
data
dikarenakan
Penyajian data dalam bentuk data display
wawancara psikiatri.
pengambilan
sintesisasi
sumber
data
pertimbangan
dilakukan
tertentu.
yang berupa grafik dan matriks.
Pengujian keabsahan data dalam
penelitian kualitatif meliputi
(1) Uji
credibility (validitas internal) dilakukan
melalui meningkatkan ketekunan dan
Pertimbangan tertentu itu misalnya orang
user
kualitas
keterlibatan penulis dalam
tersebut yang dianggap paling tahu tentangcommit to
apa
yang
kita
harapkan.
Dengan
kegiatan di lapangan, triangulasi sumber
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
dan keluarganya
data melalui persepsi dari subjek dan
penilaian dari keluarga subjek, penulis
serta
expert
diskusi
melalui
dengan
rekaman
psikiater/expert
video,
untuk
mendapatkan saran dan kritik dalam proses
penelitian, menggunakan bahan referensi
1.
untuk meningkatkan nilai kepercayaan
kebenaran data yang diperoleh dalam
2.
bentuk rekaman dan tulisan, (2) Uji
transferability
dilakukan
(validitas
dengan
eksternal)
3.
laporan
4.
membuat
penelitian dalam uraian yang rinci, jelas,
sistematis, dan dapat dipercaya sehingga
pembaca dapat mengerti dan memahami
hasil penelitian, (3) Uji dependability
(reliabilitas) dilakukan dengan melakukan
audit
terhadap
keseluruhan
proses
penelitian bersama dengan pembimbing
dan expert/psikiater.
Karakteristik orang tua
pasien
Ayah
Ibu
Usia : 47
Usia : 44
tahun
tahun
Jenis
8. Jenis
kelamin :
kelamin :
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan 9.
: Pendidikan :
SMP
Sarjana
Agama :
Agama
:
Islam
Islam
Pekerjaan : Pekerjaan :
Agen gas
PNS
Usia : 17
Usia : 46
Usia : 40
tahun
tahun
tahun
Jenis
10. Jenis
12. Jenis
kelamin :
kelamin :
kelamin :
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan 11.
: Pendidikan 13.
: Pendidikan :
SMA
SMA
SMA
Jumlah
Agama
: Agama
:
sibling : 1
Islam
Islam
Anak ke-1
Pekerjaan : Pekerjaan :
Sopir
Pedagang
baju
Karakterist
ik pasien
Usia : 14
tahun
Jenis
5.
kelamin :
Laki-laki
Pendidikan 6.
:
SMP
Jumlah
7.
sibling : 2
Anak ke-1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kasus I merupakan pasien anak
Penelitian ini dilakukan pada dua
keluarga
yang
anaknya
mengalami
masalah emosi dan perilaku serta terdapat
masalah
relasi
orang
tua-anak
yang
dilakukan intervensi AT Dasar dengan
menggunakan studi kualitatif.
laki-laki yang mengalami masalah emosi
dan perilaku dengan eksternalisasi yang
menonjol, sedangkan pada kasus II pasien
anak perempuan yang mengalami masalah
emosi dan perilaku dengan internalisasi
yang
menonjol
sesuai
dengan
yang
dituliskan Weisz et al. (1987) cit. Davison
et al. (2006) dan Shoval et al. (2013)
bahwa
perilaku
eksternalisasi
secara
konsisten lebih sering ditemukan pada
anak laki-laki dan perilaku internalisasi
commit to user
lebih sering terjadi pada anak perempuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari berbagai latar belakang budaya di
dunia.
Kasus
I
dengan
Skema 1. Matriks transaksi pasien R dengan
ibunya.
eksternalisasi
didapatkan seorang anak laki-laki sering
marah-marah, berperilaku agresif sering
membolos dari sekolah, melawan guru,
berbohong,
dan
mengancam
anggota
keluarga dengan menggunakan senjata
tajam. Sejak kecil biasa dipenuhi semua
keinginannya sehingga sampai saat ini
berperilaku agresif bila keinginannya tidak
segera
dipenuhi.
Apalagi
Skema 2. Matriks transaksi pasien R dengan
ayahnya.
pasien
bersekolah di SMP yang memiliki disiplin
tinggi, lingkungan sosial yang kurang baik
semakin meningkatkan perilaku agresif
pasien. Hal ini menunjukkan bahwa pola
asuh dan lingkungan sosial merupakan
faktor risiko
yang besar peranannya
(Adams & Gullota, 1983; Dulcan & Lake,
2012). Pasien memiliki egostate KB dan
Kasus
II
dengan
OK yang tinggi sehingga sering terjadi
didapatkan
transaksi silang dengan orang tuanya
dengan perilaku tidak mau sekolah, sering
terutama dengan ibunya yang memiliki
seorang
internalisasi
anak
perempuan
sedih, malas merawat diri, malas belajar,
mudah emosi bila ada yang tidak sesuai
egostate OK yang tinggi.
Grafik 1. Perbandingan egogram pasien R.
dengan
hatinya,
membatasi
pergaulan
dengan temannya dan merasa rendah diri.
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Pasien sejak kecil sering diperlakukan kasar
oleh kedua orang tuanya. Pola asuh yang
OK
OP
D
cenderung
tidak
empatik
dan
otoriter
membuat anak tertekan, didukung sekolah
KB
dengan disiplin yang tinggi dan ekonomi
KS
keluarga yang kurang (Adams & Gullota,
1983; Davison et al., 2006). Egostate ibu
commit to user
dan ayah pasien OK tinggi bertransaksi
perpustakaan.uns.ac.id
dengan
egostate
pasien
digilib.uns.ac.id
yang
tinggi
Proses terapi yang berlangsung
Kanaknya menyebabkan berulang kali
pada masing-masing subjek berbeda-beda
terjadinya transaksi silang.
tergantung kondisi subjek. Kasus I, anak
laki-laki
Grafik 2. Perbandingan egogram pasien G.
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
dengan masalah emosi
dan
perilaku eksternalisasi, sudah berulangkali
berobat ke psikiater dengan pola asuh
orang tua yang tidak konsisten, pendidikan
pasien dan ayahnya SMP sedangkan
OK
OP
ibunya sarjana. Pasien kurang begitu
D
antusias
KB
dibandingkan
KS
ketika
menjalani
terapi
orangtuanya.
Perlu
pendekatan lebih intensif dan penjelasan
lebih rinci tentang materi AT supaya bisa
dikuasai dengan baik. Kasus II, anak
perempuan dengan masalah emosi dan
Skema 3. Matriks transaksi pasien G
dengan ibunya.
perilaku internalisasi, baru pertama kali
berobat ke psikiater, pendidikan pasien dan
orangtuanya SMA dengan pola asuh
cenderung otoriter. Pasien antusias ketika
menjalani
terapi
dibandingkan
orangtuanya, sehingga perlu pendekatan
yang lebih mendalam kepada orang tua
pasien untuk menjalankan terapi ini yang
berlangsung hampir 4 minggu. Meskipun
demikian materi AT dapat dikuasai dengan
Skema 4. Matriks transaksi pasien G
dengan ayahnya.
baik dan lebih cepat daripada kasus I.
Penilaian
perilaku
pada
menggunakan
masalah
kedua
SDQ
emosi
pasien
didapatkan
dan
dengan
total
difficulties score abnormal (Hartanto &
Selina, 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Grafik 3. Penilaian total difficulties score
dari SDQ pasien R sebelum dan sesudah
terapi.
emosi dan perilaku pada pasien secara
komprehensif.
Sedangkan
penilaian
30
keberhasilan terapi berdasarkan pedoman
20
AATD yang digunakan baru pada tahap
25
15
awal symptomatic relief, yaitu terdapat
10
Pre AATD
5
Post AATD
0
perbaikan pada gejala yang membaik atau
mengalami kemajuan. Kontrak terapi AT
lanjutan sangat diperlukan untuk mencapai
egogram normal dan life position I’m OK
You’re
Grafik 4. Penilaian total difficulties score
dari SDQ pasien G sebelum dan sesudah
terapi
OK
serta
mencapai
tahapan
keberhasilan terapi pencapaian otonomi
pasien (Stewart & Tilney, 2011).
Waktu
25
pelaksanaan
terapi
AT
20
Dasar dilakukan sesuai kesepakatan antara
15
terapis dan pasien serta keluarga. Dalam
10
Pre AATD
5
Post AATD
pelaksanaanya, penggunaan terapi AT
Dasar pada keluarga dengan masalah relasi
orangtua-anak
0
dengan
anak
yang
mengalami masalah emosi dan perilaku
dilakukan dalam 6 sesi masing-masing 2
jam. Pada awalnya pelaksanaan terapi
pada
yang ditawarkan kepada klien adalah
conduct,
seminggu 3 kali, sehingga diperhitungkan
sedangkan kasus II terutama pada masalah
menghabiskan waktu sekitar 2 minggu.
emosional. Setelah dilakukan proses terapi
Tetapi pada pelaksanaannya ada yang
selama enam sesi dengan menggunakan
mundur sampai 4 minggu dikarenakan
pedoman AATD didapatkan penurunan
kesibukan pasien, sekolah dan kegiatan
total
belajar tambahan di luar jam sekolah.
Pada
masalah
kasus
I
emosional
difficulties
berdasarkan
terutama
dan
score
pada
dari
semua
SDQ
penilaian.
Demikian
pula
menyesuaikan
dengan
Meskipun sudah terjadi penurunan skor
jadwal orang tua bekerja. Kedua keluarga
SDQ
bisa
namun
masih
dalam
penilaian
mengikuti
seluruh
sesi
terapi
sebanyak 6 sesi psikoterapi AT Dasar.
borderline, masih perlu dilakukan terapi
commit to user Teknik terapi AT menurut Stewart
AT lanjutan untuk memperbaiki masalah
& Tilney (2011) dapat menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
AT
menunjukkan bahwa semakin pendek jarak
merupakan terapi yang bersifat eklektik,
pemberian terapi, retensi memori terhadap
tidak terpaku pada satu modalitas seperti
materi sebelumnya masih baik. Waktu
dalam modul Maharatih dkk., (2013) yang
yang dianggap masih optimal dan rasional
digunakan dalam penelitian ini. Penelitian
adalah maksimal 3 x 24 jam. Secara umum
ini menggunakan teknik terapi dengan
waktu yang diberikan untuk sesi terapi
metode pengajaran kepada klien tentang
yaitu 6 sesi masing-masing 2 jam adalah
materi
menggunakan
mencukupi untuk penyampaian materi dan
presentasi power-point. Hasilnya cukup
untuk pemahaman materi yang diberikan.
efektif dilakukan pada klien terutama klien
Bahkan pada keluarga dengan kognitif
dengan kognitif yang tinggi. Mereka
yang tinggi, pemberian materi AT dasar
dengan
yang
dengan fokus analisis struktural dan
materi.
analisis transaksi yang diberikan dalam 2
Demikian pula teknik belajar dengan
sesi sudah tercapai penguasaan materinya.
bermain kartu yang mengandung unsur
Akan tetapi pelaksanaannya belum mampu
analisis struktural dan fungsional, serta
diterapkan sepenuhnya.
beragam
teknik,
AT
dengan
cepat
diberikan
dikatakan
menguasai
berupa
juga
teori
tanya-jawab
Penelitian kualitatif pada dasarnya
analisis transaksi. Teknik bermain kartu ini
menyenangkan,
dilakukan pada kondisi alamiah dan
meningkatkan keakraban di antara anggota
bersifat penemuan. Pada penelitian ini
keluarga dan juga terapis. Teknik role play
selain dilakukan di RS juga dilakukan di
dalam terapi sangat efektif, meskipun pada
rumah
awalnya agak malu namun pada akhirnya
pencapaian
bisa
pengetahuan
efektif,
lebih
antusias
dalam
pelaksanaannya.
klien.
Pada
setting
pembelajaran
AT
klinis
tentang
lebih
Teknik bisa untuk mengetahui sejauh
penyelesaiannya
mana
Kemungkinannya adalah karena
pemahaman
dari
pasien
dan
selama
2
tepat
minggu.
yang
keluarga, serta mengaplikasikannya dalam
diterapi di setting klinis kesan lebih formal
kehidupannya. Demikian pula untuk teknik
sehingga lebih serius dalam menjalani
pemberian PR (pekerjaan rumah) bisa
terapi. Kemungkinan lain adalah terkait
untuk mengetahui antusiasme dari pasien
dengan
dan keluarga dalam mengikuti perjalanan
mendapatkan
terapi.
mereka merasa sangat butuh, maka apapun
adanya
“kebutuhan”
terapi
itu
sendiri.
untuk
Bila
akan dikorbankan demi tercapainya
Pemilihan waktu 3 kali setiap
user
perbaikan
yang diinginkan, sehingga
minggu sedangkan pada pedoman AATDcommit to
2 kali seminggu, karena dari penelitian
pencapaian hasil menjadi lebih cepat dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lebih baik. Meskipun demikian hasil
Setting terapi pada penelitian ini
evaluasi penguasaan materi AT kurang
adalah setting keluarga pada seluruh sesi
baik
alami,
terapi, tidak menggunakan sesi terapi
kognitifnya
individu dalam pedoman AATD ini.
lebih rendah. Kemungkinan lain kondisi
Dengan setting keluarga akan melihat
keparahan pasien lebih berat.
secara langsung cara berinteraksi antara
dibandingkan
kemungkinan
setting
dikarenakan
Selain itu pada setting
klinis
anggota keluarga sehingga transaksi yang
penerapan tugas PR, simulasi, bermain
dilakukannyapun
peran ataupun percontohan keluarga sangat
dievaluasi serta efisiensi waktu. Namun
sulit terwujud. Hal ini kemungkinan
dengan setting keluarga seperti ini tanpa
karena
ada
berkaitan
dengan
kultur
dan
sesi
terapi
akan
lebih
individu
mudah
akan
sulit
budaya, yaitu adanya budaya atau rasa
mengungkapkan sebenarnya apa yang
malu dalam keluarga untuk menunjukkan
terjadi, karena ada rasa sungkan atau
perasaan marah, pertengkaran, ataupun
perasaan takut kalau menyinggung yang
pertentangan yang terjadi akibat transaksi
lain.
silang di antara mereka. Pada setting alami
Proses terapi ini telah dilakukan
atau rumah, pencapaian pembelajaran
perekaman video dan telah dilakukan
tentang pengetahuan AT lebih lambat
evaluasi oleh expert dengan hasil penilaian
penyelesainnya,
seharusnya
keterampilan perilaku secara keseluruhan
dilakukan 2 minggu dilakukan dalam 4
sudah terlaksana dengan baik, terutama
minggu. Hal ini terjadi karena terganggu
untuk membuat klien merasa nyaman,
karena ada tamu, anak rewel, ada acara
mampu membina hubungan baik dengan
mendadak dan sebagainya. Pada setting
klien,
mampu
alami terapis mendapatkan hasil observasi
cukup
baik,
secara langsung dan tidak dibuat-buat
pertanyaan terbuka dan tertutup yang
tentang transaksi-transaksi yang terjadi di
sesuai,
antara
Meskipun
persatu, banyak mengajukan pertanyaan
demikian hasil evaluasi penguasaan materi
yang mendalam, mengajukan pertanyaan
AT lebih baik daripada setting klinis,
disertai gerakan yang wajar. Mampu
kemungkinan
kognitifnya
mendengar aktif, mampu memberikan
lebih tinggi dan pendidikan formalnya
dorongan agar klien berpartisipasi dalam
yang
keluarga
pasien.
dikarenakan
memberikan
mampu
mengajukan
informasi
menggunakan
pertanyaan
satu-
lebih tinggi. Kemungkinan lain kondisi
terapi dengan cara menunjukkan minat dan
commit to
user perhatian serta kreatif mengajak
keparahan pasien lebih ringan.
penuh
klien bermain peran (role play), mampu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menunjukkan non-verbal behavior yang
Pada
penelitian
ini
sebelum
baik, yaitu: wajah ramah, tersenyum, suara
dilakukan pembuatan egogram, diberikan
ramah, vokalnya jelas, kecepatan bicara
materi tentang egostate dan dilakukan
cukup, intonasi baik,
dan posisi tubuh
evaluasi penguasaan materi dengan kartu
yang baik. Selain itu mampu mengelola
egostate. Dari 20 kartu egostate yang
waktu
diberikan pada masing-masing anggota
dengan
baik
sehingga
dapat
memenuhi semua komponen kompetensi
keluarga
yang diharapkan dalam penelitian ini. Hal
dijawab dengan betul. Meskipun demikian
ini dibuktikan dengan kemampuan dalam
pada
menyelesaikan sesi-sesi terapi dengan baik
sebagian
dan
kenyataan
hasilnya
dapat
dilihat
melalui
didapatkan
penilaian
hasil
egogram
yang belum
yang
80%-100%
sendiri
sesuai
diobservasi
ada
dengan
terutama
penilaian terhadap ketrampilan komunikasi
dalam menilai orang lain. Kemungkinan
interpersonal ataupun ketrampilan dalam
karena merasa dirinya sudah cukup baik
penerapan AT Dasar.
dibandingkan
Tujuan terapi adalah tercapainya
egogram yang ideal. Penilaian egogram
yang baik adalah seperti “Bell shape” yang
mana egostate D yang tertinggi diapit oleh
egostate KB dan OP dan yang rendah
adalah egostate OK dan KS. Egogram
lainnya yang diharapkan adalah egogram
puncak datar (flat-top). Ini merupakan
suatu egogram yang mendekati ideal.
Orang
dengan
egogram
ini
jarang
40
0
yang
dirinya atau takut menyinggung perasaan
yang lain.
Penilaian egogram menggunakan
skala egogram dibandingkan observasi
yang
KB
Bell Shaped
Flat Top
dilakukan
terapis
menunjukkan
banyak ketidaksesuaian dalam penentuan
egostate
Dewasa.
Sebagian
besar
menunjukkan egostate D yang tinggi
dengan menggunakan skala egogram, oleh
nilai reliabilitas internal, yang saat ini baru
mencapai tingkat cukup tinggi dengan
D
10
mau
disalahkan, malu mengakui kekurangan
Cronbach alpha 0.78014 (Bagus, 2009).
OP
20
tidak
egogram tersebut untuk meningkatkan
OK
30
lain,
karena itu perlu dievaluasi kembali skala
bermasalah dengan orang lain.
Grafik 5. Gambaran egogram
dianggap ideal atau normal
orang
KS
Keterbatasan dalam penelitian ini
adalah
pemberian
terapi
AT
Dasar
dilakukan
sebanyak enam sesi terapi dan
commit to
user
semua sesi dalam setting keluarga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terapi
direncanakan selama 2 minggu menjadi 2-
belum
4 minggu karena kondisi pasien dan
tercapai. Menurut Steenbarger, et al.,
keluarga. Tempat pelaksanaan pada subjek
2004, rata-rata jumlah sesi psikoterapi:
I di Poliklinik Tumbuh Kembang RSJD
kurang dari 10 sesi pada terapi perilaku,
Surakarta dan subjek II di rumah pasien.
10-20 sesi atau lebih pada terapi dengan
Pedoman AATD ini dapat digunakan pada
restrukturisasi kognitif, 2-3 sesi pada terapi
setting klinis (poliklinik) maupun setting
berfokus solusi. Jumlah sesi psikoterapi
alami (rumah). Pada evaluasi proses terapi
singkat
lamanya
setting klinis lebih baik daripada setting
sejarah
alami (rumah subjek). Proses terapi juga
sehingga
tahapan
pencapaian
keberhasilan
otonomi
tergantung
menyampaikan
pasien
dari:
permasalahan,
interpersonal, beratnya masalah, level
berbeda
tergantung
pemahaman dan dukungan sosial.
pendidikan, sosial-ekonomi dan situasi
kondisi
yang
dengan
dihadapi
tingkat
pasien
dan
keluarganya. Setelah intervensi AT Dasar
didapatkan perbaikan masalah emosi dan
KESIMPULAN DAN SARAN
perilaku pada anak namun masih pada
Dari hasil penelitian ini didapatkan
taraf borderline dengan parameter SDQ,
bahwa AT Dasar bisa diterapkan pada
sedangkan penilaian keberhasilan terapi
anak dan remaja yang mengalami masalah
berdasarkan
emosi dan perilaku dan keluarga yang
digunakan
mengalami masalah relasi orang tua-anak
symptomatic
yang telah melakukan pemeriksaan di
perbaikan pada gejala yang membaik atau
Poliklinik Psikiatri RSUD dr. Moewardi
mengalami kemajuan.
pedoman
baru
pada
relief,
AATD
yang
tahap
awal
yaitu
terdapat
dan Poliklinik Tumbuh Kembang RSJD
Surakarta. Pasien pertama laki-laki dengan
Disarankan pemberian psikoterapi
masalah eksternalisasi yang menonjol,
AT lanjutan setelah selesai sesi terapi
sedangkan
dengan
dengan
pasien
masalah
kedua
perempuan
internalisasi
yang
komprehensif
Kontrak
Waktu dan tempat pelaksanaan sesi
terapi
bersifat
fleksibel,
tergantung
modul
terapi
AATD. Tujuannya adalah untuk perbaikan
secara
menonjol.
menggunakan
diperlukan
terapi
untuk
AT
terhadap
pasien.
lanjutan
sangat
mencapai
egogram
normal dan life position I’m OK You’re
kesepakatan dengan subjek. Pelaksanaan 6
OKuserserta pencapaian otonomi pasien.
commit to
sesi
terapi
yang
pada
awalnya
Sangat disarankan perlunya ditambahkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sesi dengan setting individu diantara sesi
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terapi dengan setting keluarga untuk
pada masalah emosi dan perilaku pada
mengurangi bias yang bersumber dari
anak dengan jumlah subjek lebih banyak
subjek dan pencapaian keberhasilan terapi.
dan variasi dalam diagnosis maupun terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Davison GC, Neale JM, Kring AM. 2006.
Psikologi Abnormal. Terjemahan
dari Abnormal Psychology-Ninth
Edition. PT Raja Grafindo persada.
Jakarta.
Adams GR. & Gullotta T. 1983. Family
Relations in Adolescent Life
Experiences. Wadsworth, Inc.,
Belmont, California. 231-263.
Barrett
M, Topper
L, Al-Khudhairy
N, Pihl
RO, Castellanos
RN, Mackie CJ, Conrod PJ, 2013.
Two-year impact of personalitytargeted,
teacher-delivered
interventions on youth internalizing
and externalizing problems: a
cluster-randomized trial. J Am
Acad
Child
Adolesc
Psychiatry. Sep;52(9):911-20.
Blanchard LT, Gurka MJ, Blackman JA.
2006. Emotional, developmental,
and behavioral health of American
children and their families : A
report from the 2003 national
survey of children’s health.
Pediatrics. 117:1202-12.
Collet BR, Gimpel GA, Greenson JN,
Gunderson TL, 2001. Assesment of
Discipline Styles among Parents of
Preschool through School-age
Children. J. Psychopathol and
Behavior Asses, 23; 163-170.
Corey G. 2009. Teori dan Praktek
Konseling Psikoterapi, cetakan
keempat,
Refika
Aditama.
Bandung.
Deenadayalan Y, Perraton L, Machotka Z,
Kumar S. 2010. Day Therapy
Programs for Adolescents with
Mental Health Problems : A
Systemic Review. The Internet
Journal Of Allied Health Sciences
And Practises. 8;1-14.
Diananta GS., 2012. Perbedaan Masalah
Mental
Dan
Emosional
Berdasarkan
Latar
Belakang
Pendidikan Agama. Studi Kasus
SMP Negeri 21 Semarang dan
SMP Islam Al Azhar 14 Semarang.
Dulcan MK & Lake M. 2012. Concise
Guide to Child and Adolescent
Psychiatry. 4th ed. Washington,
DC.
American
Psychiatric
Publishing, Inc.
Hartanto F, Selina H. 2011. Prevalensi
Masalah Mental Emosional pada
Remaja di Kota Semarang dengan
Menggunakan
Kuesioner
Kekuatan dan Kesulitan (SD ).
Paediatrica Indonesiana; Volume
51 ( Suppl 4 ) Juli; Jakarta.
Hukom, A J. 1990. Analisis Transaksional,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Damayanti M. 2011. Masalah Mental
Emosional pada Remaja : Deteksi
Maharatih GA, Irawati I, Sudiyanto A,
dan Intervensi. Sari Pediatri.
Prasetyo, J. 2013. Aplikasi Analisis
Volume 13 ( Suppl 1) Juni 2011:
Transaksional
Dasar
Pada
Jakarta; hal.45-51.
commit to user Masalah Relasi Orang tua Anak.
UNS Press, Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Maharatih GA. 2011. Intervensi analisis
transaksional dasar pada masalah
relasi orangtua-anak. Tesis (belum
publikasi).
Soetjiningsih, 2010. Perkembangan Anak
dan
Permasalahannya
dalam
Tumbuh kembang Anak. Sagung
Seto. Jakarta.
Levy DM. 1973. Maternal Overprotection
pp. 290-5, dalam Saul IH and John
FM
(edt).
Childhood
Psychopatology.
International
Universities Press, Inc. New York.
Stewart I & Tilney T. 2011. Analisis
Transaksional dalam Stephen P.
(Edt.) Konseling dan Psikoterapi.
Terjemahan dari Introduction to
Counselling and Psychotherapy.
Pustaka Pellajar. Yogyakarta.
Sadock, B. J.; Sadock, V. A. and Ruiz, P.
2009. Kaplan and Sadock,
Comprehensive
textbook
of
psychiatry, ninth edition, volume 3,
Lippincott Williams and Wilkins.
Shoval
G, Kleinfeld
IM, Farbstein
I, Kanaaneh R, Valevski A, Apter
A, Weizman A, and Zalsman G.
2013. Gender differences in
emotional and behavioral disorders
and service use among adolescent
smokers: A nationwide Israeli
study. European Psychiatry. 201309-01, Volume 28, Issue 7, Pages
397-403. Copyright © © 2012
Elsevier Masson SAS.
Steenbarger, B N., Greenberg,RP., Dewan,
MJ., 2004. An Introduction to the
Art and Science of the Brief
Psychotherapies.
American
Psychiatric Press, Inc.
Wiguna T, Manengkei P, Pamela C, Rheza
A, Hapsari W. 2010. Masalah
emosi dan perilaku pada anak di
poliklinik jiwa anak RSUPN dr.
Ciptomangunkusumo
(RSCM),
Jakarta. Sari Pediatri; 12(4): 2707.
Woo BSC, Ng TP, Fung DSS, Chan YH,
Lee YP, Koh JBK. 2007.
Emotional and behavioral problems
in Singaporean children based on
parent, teacher, and child reports.
Singopre Med J.; 48 : 1100-6.
commit to user