TESIS YEKTI NURHAENI S501008069

(1)

i

PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR

UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN

PERILAKU ANAK DAN REMAJA

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga

Minat Utama Ilmu Biomedik

Oleh

Yekti Nurhaeni

S501008069

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015


(2)

ii

PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR

UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN

PERILAKU ANAK DAN REMAJA

TESIS

Oleh Yekti Nurhaeni

S501008069

Komisi Pembimbing Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Aris Sudiyanto dr. SpKJ(K) ...…. 5-3-2015 NIP 195001311976031001

Pembimbing II Prof. Dr. M. Fanani, dr. SpKJ(K) ……....…. 5-3-2015 NIP 195107111980031001

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 5 Maret 2015

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana UNS

Dr. Hari Wujoso, dr., SpF, MM NIP 196210221995031001


(3)

iii

PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK

MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU

ANAK DAN REMAJA

TESIS

Oleh Yekti Nurhaeni

S501008069

Telah dipertahankan di depan penguji dan dinyatakan telah memenuhi syarat

pada tanggal 20 Maret 2015 Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua Dr. Hari Wujoso, dr. SpF, MM .….…..……

NIP 196210221995031001

Sekretaris Prof. Dr. M. Syamsulhadi, dr. Sp.KJ (K) ...………..

NIP 194611021976091001

Anggota Penguji Prof. Dr. Aris Sudiyanto dr. SpKJ(K) ... NIP 195001311976031001

Prof. Dr. M. Fanani, dr. SpKJ(K) ... NIP 195107111980031001

Mengetahui :

Direktur Ketua Program Studi Program Pascasarjana Kedokteran Keluarga

Prof. Dr. Ahmad Yunus, Ir., MS Dr. Hari Wujoso, dr. SpF, MM NIP 196107171986011001 NIP 196210221995031001


(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN

PUBLIKASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul: “PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam karangan dan daftar pustaka. Apabila ternyata dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi, baik Tesis serta gelar magister saya dibatalkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus menyertakan tim promotor sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini maka saya bersedia mendapat sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 20 Maret 2015

Yekti Nurhaeni


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan tesis ini dapat terwujud. Tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam kurikulum Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang kami hormati:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, Drs., MS, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menggunakan fasilitas yang ada di lingkungan kampus.

2. Prof. Dr. Ahmad Yunus, Ir., MS, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk kelancaran penyusunan tesis ini.

3. Dr. Hari Wujoso, dr., Sp F., MM., selaku ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu terlaksananya ujian sehingga berjalan lancar.

4. Ari Natalia Probandi, dr., MPH., PhD., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Prof. Dr. H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ(K), selaku pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan mengarahkan dalam penyusunan tesis ini.

6. Prof. Dr. H. Moh. Fanani, dr. SpKJ(K), selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini.


(6)

vi

7. Prof. Dr. H. Muchamad Syamsulhadi, dr. SpKJ(K) selaku Guru Besar atas bimbingan dan saran penyusunan tesis ini.

8. Dosen Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi ilmu dan pengetahuan kepada penulis

9. Staf Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu terlaksananya ujian sehingga dapat berjalan dengan lancar.

10. Seluruh Rekan Residen PPDS I Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret / RSUD Dr Moewardi Surakarta yang memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penyusun selama menjalani pendidikan.

Tesis ini banyak terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mohon maaf dan sangat mengharapkan saran serta kritik dalam rangka perbaikan tesis ini.

Surakarta, Maret 2015

Penyusun


(7)

vii

Yekti Nurhaeni, S501008069. 2015. “PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA. TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ (K). Pembimbing II : Prof Dr. HM. Fanani, dr. SpKJ(K). Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Latar Belakang : Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja memberikan dampak negatif terhadap perkembangan, menimbulkan hendaya dan menurunkan produktifitas serta kualitas hidup yang bermanifestasi perilaku internalisasi (menarik diri) atau eksternalisasi (menentang) atau kedua-duanya. Selain itu akan menambah beban keluarga, mengganggu relasi orang tua-anak dan mempersulit pengasuhan. Analisis Transaksional adalah psikoterapi yang menekankan pada hubungan interaksional diharapkan mampu memperbaiki masalah relasi orang tua-anak, sehingga masalah emosi dan perilaku anak dan remaja bisa diperbaiki.

Tujuan : Mengetahui keefektifan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berbentuk studi kasus bertujuan untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja pada keluarga dengan masalah relasi orang tua-anak dengan melakukan terapi Analisis Transaksional Dasar menggunakan pedoman Aplikasi Analisis Transaksional Dasar pada Masalah Relasi Orang Tua-Anak.

Hasil : Analisis Transaksional Dasar dilakukan pada dua kasus anak dan remaja yang mengalami eksternalisasi dan internalisasi menunjukkan perbaikan pada tarafborderline

berdasarkan penilaian Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) dan perbaikan gejala (symptomatic relief) yang merupakan tahap awal keberhasilan terapi.

Kesimpulan : Analisis Transaksional Dasar dapat dipergunakan untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.

Kata kunci : Analisis Transaksional Dasar, masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.


(8)

viii

Yekti Nurhaeni, S501008069. 2015. APPLICATION OF BASIC TRANSACTIONAL ANALYSIS TO IMPROVE EMOTIONAL AND BEHAVIORAL PROBLEMS IN CHILDREN AND ADOLESCENT. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ(K). Supervisor II: Prof. Dr. HM. Fanani, dr. SpKJ(K). Postgraduate Program, Sebelas Maret University of Surakarta.

ABSTRACT

Background : The emotion and behavior problem in children and adolescent show a negative impact on the development, causing impairment and decreased in productivity and quality of life that manifests as a internalizing behavior (withdraw) or externalizing (against) or both. Additionally, it will increase the family burden, disrupt parent-child relationships and compound the nurturing. Transactional Analysis is a psychotherapy that emphasizes the interactional relationships which is expected to fix parent-child relationship problem, so that the child and adolescent's emotional and behavioral problems can be fixed.

Objective : To find out the effectivity of Basic Transactional Analysis therapy to improve emotional and behavioral problems in children and adolescent.

Methods : This study is a qualitative and use the case studies that aim to improve emotional and behavioral problems of children and adolescent in families that have the parent-child relationship problem using Basic Transactional Analysis as the therapy based on “Basic Application of Transactional Analysis on Parent-Child Relationships

problems”guidelines.

Results : Application of Basic Transactional Analysis performed on two cases of children and adolescent with externalizing and internalizing have showed improvement at the borderline level based on Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) assessment and improvement on symptoms (symptomatic relief) which is the initial phase of a succes therapy.

Conclusion : Application of Basic Transactional Analysis can be used to improve emotional and behavioral problems in children and adolescent.

Keywords : Basic Transactional Analysis, emotional and behavioral problems in children and adolescent.


(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN... ... iv

KATA PENGANTAR... v

ABSTRAK... ... . vii

ABSTRACT... ... viii

DAFTAR ISI... ... ix

DAFTAR GRAFIK.. ... xiii

DAFTAR SKEMA DAN TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Kajian Penelitian ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja... 6

a. Pengertian ... 6

b. Epidemiologi ... 7

c. Faktor Risiko... 7

d. Faktor Protektif ... 10 commit to user


(10)

x

e. Penilaian... 11

f. Perjalanan Penyakit dan Prognosis ... ... 13

g. Penatalaksanaan ... 14

2. Analisis Transaksional ... 15

a. Analisis Struktural ... 15

b. Analisis Transaksi ... 16

c. Analisis Permainan ... 17

d. Analisis Skrip ...………... 18

e. Hipotesis Keseimbangan... 18

f. Analisis Transaksional dalam Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja ... 19

3. Masalah Relasi Orang Tua-Anak ... 23

a. Diagnosis Masalah Relasi ... 23

b. Diagnosis Masalah Relasi Orang Tua-Anak ... 23

4. Aplikasi Analisis Transaksional Dasar (AATD) Pada Masalah Relasi Orang Tua-Anak... 24

a. Pengertian... 24

b. Proses Terapi... 25

c. Penilaian ... 27

5. Teori Metode Penelitian Kualitatif ... 27

a. Pengertian... 27

b. Studi Kasus ... 29

c. Metode Pengumpulan Data ... 30

d. Jumlah Sampel dan Proses Pengambilan Sampel ... 31 commit to user


(11)

xi

e. Keabsahan Data... 32

f. Triangulasi ... 32

g. Prosedur Analisis Data... 33

Kerangka teori 1... 35

Kerangka teori 2... 36

B.Kerangka Konsep…...…………...…………... 37

BAB III METODE PENELITIAN... 38

A. Desain Penelitian ... 38

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

C. Instrumen Penelitian ... 38

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

E. Definisi Konsep ... 40

F. Cara Pengambilan Sampel (Subjek) dan Besar Sampel ... 40

G. Metode Pengumpulan Data... 41

H. Analisis dan Penyajian Data ... 41

I. Pengujian Keabsahan Data... 41

J. Cara Kerja ... 42

K. Etika Penelitian ... 43

L. Kerangka Kerja ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN... ... 45

A. Gambaran Umum... ... 45

B. Gambaran Kasus I... ... 46

C. Gambaran Kasus II... 58


(12)

xii

BAB V PEMBAHASAN... ... 69

A. Pembahasan Kasus... ... 69

B. Pelaksanaan Terapi Analisis Transaksional Dasar... 71

C. Keterbatasan Penelitian... 77

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 78

A. Kesimpulan... ... 78

B. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN... ... 85


(13)

xiii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Grafik 4.2. Grafik 4.3. Grafik 4.4. Grafik 4.5. Grafik 4.6. Grafik 4.7. Grafik 4.8. Grafik 4.9. Grafik 4.10. Grafik 5.1.

Perbandingan egogram pasien R...…...

Perbandingan egogram ibu pasien R………... Perbandingan egogram ayah pasien R ...….

Penilaian SDQ sebelum terapi pasien R...…

Perbandingan SDQ sebelum dan sesudah terapi pasien R...…

Perbandingan egogram pasien G ...…

Perbandingan egogram ibu pasien G…... Perbandingan egogram ayah pasien G……...…

Penilaian SDQ sebelum terapi pasien G...…

Perbandingan SDQ sebelum dan sesudah terapi pasien G...…

Gambaran egogram yang dianggap normal atau ideal... 48 49 51 52 57 60 61 62 64 68 76


(14)

xiv

DAFTAR SKEMA DAN TABEL

Skema 2.1.

Skema 2.2.

Skema 2.3.

Skema 3.1.

Skema 4.1.

Skema 4.2.

Skema 4.3.

Skema 4.4.

Tabel 2.1.

Tabel 4.1

Kerangka teori 1...……….

Kerangka teori 2...………..…………

Kerangka konsep ...………...…….

Kerangka kerja penelitian……….……

Matriks transaksi pasien R dengan ibunya...

Matriks transaksi pasien R dengan ayahnya...

Matriks transaksi pasien G dengan ibunya...

Matriks transaksi pasien G dengan ayahnya...

Interpretasi SDQ...

Karakteristik subjek penelitian...………

35

36

37

44

50

52

62

63

12

45


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8

Data Peserta Penelitian………... Penjelasan Tentang Penelitian………...………...………....….. Persetujuan Penelitian………...………..

Daftar Tilik Implementasi Modul AT Dasar... Penilaian Ketrampilan Perilaku Interpesonal... Skala Egogram UNS... Strength and Difficulties Questionaire………...…………

Ethical Clearance...…………...………

85 86 88 89 94 96 101 102


(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN KATA

AATD : Aplikasi Analisis Transaksional Dasar

aCg24b : Broadmann area 24b/dorsal-perigenual anterior cingulate cortex a-ins : anterior insula

amg : amygdala

ANS :autonomic nervous sistem

AT : Analisis Transaksional bstem : brain stem

CBT :Cognitive Behavior Therapy

cd-vst : ventral caudate-ventral striatum D : Dewasa

DBS : deep brain stimulation of Broadmann area 25 hc : hippocampus

hth : hypothalamus

IPT :Interpersonal Psychotherapy

K : Kanak KB : Kanak Bebas KS : Kanak Sesuai

mb-sn : midbrain-subthalamic nuclei

mCg24c : Broadmann area 24c/dorsal anterior cingulate cortex MEDS : antidepressant medications

mF9/10 : medial frontal cortex O : Orang tua

oF11 : orbitofrontal cortex OK : Orang tua Kritikal OP : Orang tua Pembina Par40 : dorsal parietal


(17)

xvii pCg : posterior cingulate gyrus

PF9/46 : dorsolateral prefrontal cortex PM6 : premotor area

rCg24a : Broadmann area 24a/perigenual-subgenual cingulate cortex RSDM : Rumah Sakit Dr. Moewardi

RSJD : Rumah Sakit Jiwa Daerah

SDQ :Strengths and Difficulties Questionnaire

sgCg25 : Broadmann area 25/subgenual cingulate cortex SMA : Sekolah Menengah Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama thal : thalamus

WHO :World Health Organization


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja merupakan masalah yang cukup serius karena memberikan dampak negatif terhadap perkembangan, menimbulkan hendaya dan menurunkan produktivitas serta kualitas hidup mereka. Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku mempunyai kerentanan untuk mengalami hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, terutama dalam fungsi belajar dan sosialisasi (Wiguna dkk., 2010). Masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja mengakibatkan kesulitan dalam belajar karena tidak mampu berkonsentrasi terhadap pelajaran, kemampuan mengingat yang buruk, atau bertingkah yang tidak sesuai di dalam lingkungan sekolah, akan meningkatkan angka kenakalan dan kriminalitas di masa dewasa (Blanchardet al., 2006).

Insidensi di dunia menurutWorld Health Organization (WHO)didapatkan 1 dari 5 anak yang berusia kurang dari 16 tahun mengalami masalah emosi dan perilaku. Anak yang berusia 4-15 tahun yang mengalami emosi dan perilaku sebanyak 104 permil anak. Angka kejadian tersebut makin tinggi pada kelompok usia di atas 15 tahun, yaitu 140 permil anak (Damayanti, 2011). Sedangkan prevalensi di seluruh dunia sebesar 20% menurut WHO dalam European Ministerial Conference (Deenadayalan et al., 2010). Satu setengah juta anak di Amerika Serikat dilaporkan orang tuanya memiliki masalah emosional, perkembangan dan perilaku yang persisten. Orang tua tersebut 41% mengeluhkan anaknya mengalami kesulitan belajar dan 36% khawatir akan mengalami gangguan depresi atau anxietas (Blanchard et al., 2006). Di Singapura didapatkan


(19)

12,5% anak usia 6-12 tahun memiliki masalah emosi dan perilaku (Woo BSC et al., 2007). Sedangkan di Indonesia, penelitian Hartanto F. Dan Selina H. (2011) prevalensi masalah emosi dan perilaku sebesar 9,1% pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Semarang tahun 2009. Penelitian di Semarang pada tahun berikutnya didapatkan prevalensi masalah emosi dan perilaku 10-14,3% (Diananta, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari tahun 2009-2011. Pada kunjungan poli tumbuh kembang anak RSJD Surakarta pada tahun 2013 didapatkan prevalensi masalah emosi dan perilaku pada anak sebesar 26%.

Berbagai faktor biopsikososial sering dikaitkan dengan terjadinya masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja, seperti adanya penyakitfisik, pola asuh yang

inadekuat, kekerasan dalam rumah tangga, hubungan dengan teman sebaya yang inadekuat, serta kemiskinan yang mempengaruhi proses perkembangan kognitif anak sehingga anak lebih memandang negatif lingkungan sekitar dan persepsi negatif terhadap dirinya yang memicu terjadinya internalisasi dalam dirinya. Stresor biopsikososial juga berkaitan dengan eksternalisasi anak berupa peningkatan emosi negatif, perilaku disruptif dan impulsif, serta menimbulkan cara-cara interaksi yang negatif sehingga berdampak pada hubungan dengan teman sebaya yang tidak optimal (Gimbel & Holland, 2003 cit. Wiguna dkk., 2010; Blanchard et al., 2006). Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku seringkali mengalami perlakuan yang tidak sesuai dari lingkungannya yang dapat berupa stigma negatif. Guru merasa sulit mengajari mereka, melihat mereka sebagai anak-anak bodoh, sehingga jarang memberikan masukan yang positif. Teman sebaya menjauhi mereka, sehingga kesempatan untuk belajar bersosialisasi menjadi berkurang. Orangtua lebih banyak


(20)

memberikan kritik negatif sehingga tidak jarang interaksi antara orangtua dan anak terganggu (Collet et al., 2001). Selain itu menurut Blanchard et al., (2006) anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku akan menambah beban keluarga, mengganggu relasi orang tua-anak dan mempersulit pengasuhan.

Pola asuh orang tua sangat besar pengaruhnya bagi anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter, permisif danneglectful parentakan menyebabkan relasi orang tua-anak buruk dan mendukung terjadinya masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja (Levy, 1972; Adams & Gullotta, 1983). Dinamika dan relasi antara anggota dalam keluarga juga memainkan peran yang cukup penting bagi anak. (Adams & Gullotta, 1983: Soetjiningsih, 2004). Relasi orang tua-anak yang buruk akan menyebabkan hubungan interpersonal terganggu dan komunikasi terganggu. Dalam istilah Analisis Transaksional (AT) akan terjadi disfungsi komunikasi, yang disebabkan adanya transaksi silang. Akibat transaksi silang akan terjadi kemarahan serta menimbulkan masalah emosi dan perilaku pada anak, sehingga memerlukan psikoterapi AT (Corey, 2009).

Modalitas terapi untuk penangangan masalah emosi dan perilaku anak yang terbanyak dilakukan adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan Interpersonal

Psychotheraphy (IP) (Sadock et al., 2009). Penelitian RCT dengan CBT kelompok

terbukti efektif menurunkan gejala internalisasi dan eksternalisasi masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja (Barret et al., 2013). Penelitian CBT dan IP selama ini belum ada yang menggunakan setting keluarga dalam menangani masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja. Modalitas lainnya yang dapat digunakan adalah Analisis Transaksional (AT) untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku pada anak yang terdapat masalah relasi orang tua-anak dikarenakan AT menggunakan istilah-istilah


(21)

yang diambil dari bahasa sehari-hari (Orang tua, Dewasa, Kanak) sehingga mudah dimengerti oleh klien. Selain itu AT merupakan teori praktis tentang kepribadian dan teknik berkomunikasi yang canggih sehingga individu akan bisa mengenal dirinya sendiri, lebih mudah mengenal orang lain dan memudahkan berkomunikasi dengan sesamanya (Hukom, 1990). Namun sejauh ini masih belum banyak yang melakukan studi psikoterapi AT pada anak dan orang tuanya dalam memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak baik di dalam maupun di luar negeri. Penelitian kualitatif Maharatih (2011) penggunaan AT fokus pada masalah relasi orang tua-anak menunjukkan hasil yang baik.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian lanjutan tentang“Penerapan Analisis Transaksional Dasar untuk Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja.”

B. Fokus Kajian Penelitian

Bagaimana penerapan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui keefektifan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.


(22)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memperdalam psikoterapi pada ilmu kedokteran jiwa, khususnya Analisis Transaksional.

b. Dapat menjadi landasan penelitian selanjutnya tentang psikoterapi Analisis Transaksional, bahan untuk analisis kebutuhan layanan kesehatan khususnya pada masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui keefektifan psikoterapi Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.

b. Dapat digunakan sebagai landasan penyusunan Standart Operasional Procedure

(SOP)untuk penatalaksanaan masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.


(23)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja

1.1. Pengertian

Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja merupakan reaksi dan peningkatan keadaan emosional yang bermakna, terjadi pada usia yang tidak lazim yang disertai suatu derajat gangguan fungsi yang menetap yang tidak lazim (Departemen Kesehatan RI, 1993). Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja adalah ditandai dengan perilaku yang sering tidak sesuai dengan lingkungan dan sering menghambat proses belajar dan relasi. Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku sering menunjukkan internalisasi (menarik diri) atau eksternalisasi (menentang) atau kedua-duanya (Coleman & Webber, 2002; Conway, 2005; Rogers, 2004 cit. Handy et al., 2005). Demikian pula menurut Davison et al. (2006) masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dikelompokkan dalam gangguan eksternalisasi dan gangguan internalisasi. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku yang lebih diarahkan ke luar diri, seperti agresivitas, ketidakpatuhan, overaktifitas dan impulsifitas, dan termasuk berbagai kategori DSM-IV-TR yaitu ADHD, gangguan tingkah laku dan gangguan sikap menentang. Sedangkan gangguan internalisasi ditandai dengan pengalaman dan perilaku yang lebih terfokus ke dalam diri seperti depresi, menarik diri dari pergaulan sosial dan kecemasan, termasuk gangguan anxietas dan mood di masa kanak.


(24)

1.2. Epidemiologi

Prevalensi masalah emosi dan perilaku anak dan remaja sulit ditentukan dikarenakan luasnya tahap perkembangan dan keragaman perilaku anak dari bayi sampai remaja. Perilaku spesifik akan meningkat dan menurun berdasarkan usia. Sebagai contoh takut, khawatir, mimpi buruk,toilet problem, tantrum menurun saat usia sekolah sedangkan perilaku disruptif menurun saat usia pre sekolah dan meningkat saat menginjak remaja (Schroeder CS & Gordon BN, 2002). Namun demikian dalam sebuah review studi epidemiologi dari berbagai negeri oleh Bird (1996) didapatkan estimasi prevalensi masalah emosi dan perilaku anak sebesar 12,4% - 51,3%. Ketika yang dimasukkan adalah gangguan psikiatri berat pada anak akan menurun 5,9% - 19,4%. Prevalensi di Amerika Serikat berkisar 17,6% - 22% (Davisonet al., 2006). Sedangkan dari berbagai latar belakang budaya di dunia didapatkan perilaku eksternalisasi secara konsisten lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dan perilaku internalisasi lebih sering terjadi pada anak perempuan, terutama pada masa remaja (Weisz et al., 1987cit.

Davison et al., 2006; Shoval et al., 2013). Sebuah studi deskriptif mengenai masalah emosi dan perilaku pada anak oleh Wiguna dkk., (2010) di RSCM Jakarta dari 161 subjek didapatkan 65,90% berusia kurang 12 tahun dan mempunyai pendidikan setara dengan sekolah dasar. Proporsi terbesar adalah masalah hubungan dengan teman sebaya 54,81% dan masalah emosional 42,2%.

1.3. Faktor Risiko

Dapat bersifat individual, konstektual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai kerentanan psikososial dan resilience pada anak akan memicu terjadinya masalah emosi dan perilaku yang khas pada seorang anak (McGue & Iacono, 2005).


(25)

Yang termasuk faktor risiko terdiri dari faktor biopsikososial, meliputi:

1) Faktor Biologis

Faktor genetik. Berbagai masalah emosi dan perilaku mempunyai latar belakang genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah laku, ADHD, gangguan mood, dan gangguan psikologik lainnya. Sejumlah studi orang kembar berskala besar mengindikasikan adanya komponen genetik dalam ADHD dengan tingkat kesesuaian kembar monozigotik sebesar 70-80% (Levy dkk., 1997; Serman dkk., 1997; Tannock, 1998cit. Davison et al., 2006). Ibu yang mengalami depresi memicu terjadinya internalisasi terutama pada anak perempuan ( Lewis & Darby, 2004; Watsonet al., 2006 ). Keparahan dari masalah emosi dan perilaku pada anak berkorelasi dengan psikopatologi ibu (Alyanaket al., 2013).

Faktor perinatal dan pranatal. Kelainan yang didapat waktu prenatal akibat ibu yang kecanduan obat terlarang, peminum alhohol, perokok berat. Berbagai studi pada hewan menunjukkan pemaparan kronis pada nikotin meningkatkan pelepasan dopamin dalam otak dan menyebabkan hiperaktifitas (Fungs & Lau 1989; Johns dkk., 1982 cit. Davison et al., 2006). Infeksi (ensefalitis dan meningitis), trauma otak, intoksikasi, genetik, penyakit metabolik dan penyakit idiopatik yang menyerang otak bisa menjadi penyebabnya (Soetjiningsih, 2010).

Faktor hormon. Produksi hormon testosteron dan estrogen mempengaruhi fungsi otak, emosi, dorongan seksual dan perilaku remaja (Damayanti, 2011). Bila dirinya berbeda secara jasmani dengan teman sebayanya maka hal ini memicu terjadinya perasaan malu atau rendah diri (Erikson, 1972).

Faktor makanan. Ada berbagai pendapat bahwa makanan dapat berpengaruh terhadap perilaku anak, antara lain perubahan kadar gula di darah dapatcommit to user


(26)

mengakibatkan hiperaktifitas, kekurangan zat besi dapat berpengaruh pada daya konsentrasi. Keracunan logam berat, bahan tambahan pada makanan (food

additives), alergi makanan dan minuman beralkohol dapat berpengaruh terhadap

perilaku anak (Soetjiningsih dan Sugandi, 2010). 2) Faktor Psikologis

Setiap tahap perkembangan anak akan terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya, terutama menjelang masa remaja. Pada awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara berpikir yang abstrak, konseptual dan berorientasi ke masa depan (Phillips, 1969). Selain itu anak pada masa remaja dihadapkan pada 2 tugas utama, yaitu: (1) mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua; (2) membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi. Apabila remaja tidak bisa menyelesaikan krisis identitasnya dengan baik maka dia akan merasakan sense of role confusion atau identity diffusion, yaitu suatu istilah yang menunjukkan perasaan yang berhubungan dengan ketidakmampuan memperoleh peran dan menemukan diri (Soetjiningsih, 2004). Berbeda dengan orang yang mengembangkan pemahaman identitas, orang dengan difusi peran tidak memahami siapa dirinya sesungguhnya, tak tahu apakah pikirannya tentang dirinya sendiri sesuai dengan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya itu. Dan mereka juga tidak tahu bagaimana mereka bisa berkembang dengan cara ini atau ke mana arah perkembangan di masa depan sehingga akan merasa putus asa, hidup terlalu singkat, dan terlalu terlambat untuk memulai dari awal (Pervinet al.,2010).

Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi rasa takut, rendah diri, dan rasa tertekan. Ketidakharmonisan antara orang tua, perceraiancommit to user


(27)

orang tua, orang tua dengan penyalahgunaan zat dan gangguan mental, anggota keluarga yang meninggal, trauma emosional. Pola asuh orang tua yang cenderung tidak empatik dan otoriter, disiplin keras dan tidak konsisten serta kurangnya pengawasan yang konsisten mendukung terjadinya masalah emosi dan perilaku anak dan remaja (Adams & Gullotta, 1983).Overindulgent mothers, dominasi yang posesif tidak mempersiapkan anak menuju latensi. Anak overindulgent relatif menjadi anak yang tidak disiplin, yang menggunakan bentuk infantil dengan mengotot/bersikeras dan agresif sampai terpenuhi keinginannya. Ketika masuk komunitas lebih luas, dia berharap mendapatkan dalam segala hal dengan caranya, apabila tidak terpenuhi, dia akan mencoba strategi bullying, berkelahi, temper tantrum dan menghalangi (Cameron, 1963; Levy, 1972).

3) Faktor Sosial

Sekolah. Kesulitan transisi sekolah, kurikulum yang padat,bullyingdan hazing. Prevalensi bullying dan hazing diperkirakan sekitar 10-26%. Anak yang mengalami bullying menjadi tidak percaya diri, takut datang ke sekolah, kesulitan berkonsentrai sehingga penurunan prestasi belajar. Bullying danhazingyang terus menerus dapat memicu terjadinya depresi dan usaha bunuh diri (Perren et al., 2010; Satgas Remaja IDAI, 2010).

Masyarakat. Diskriminasi, isolasi, kemiskinan, tingkat pengangguran tinggi, kurangnya akses ke pelayanan sosial, kehidupan di kota besar, fasilitas pendidikan yang rendah (Davisonet al., 2006; Dulcan & Lake, 2012).

1.4. Faktor Protektif

Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua anak dan remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah


(28)

perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan jiwa tertentu. Rutter (1985) cit.

Damayanti (2011) menjelaskan bahwa faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi atau tidaknya masalah emosi dan perilaku, atau gangguan mental di kemudian hari (Satgas Remaja IDAI, 2010; Wiguna, 2010; Damayanti, 2011).

Yang termasuk faktor protektif, yaitu (Satgas Remaja IDAI, 2010; Adams & Gullotta, 1983) :

1) Faktor individu : Temperamen mudah, kemampuan sosial dan emosional yang baik, gaya hidup optimistik, pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

2) Faktor Keluarga : Keharmonisan keluarga, dukungan keluarga, relasi orang tua-anak yang baik, pola asuh yang demokratis dan kooperatif.

3) Faktor Sekolah : Suasana sekolah yang kondusif atau positif sehingga menimbulkan rasa memiliki dan hubungan yang baik dengan pihak sekolah.

4) Faktor Sosial : Berpartisipasi dalam organisasi, keamanan ekonomi, kekuatan sosial budaya.

1.5. Penilaian

Penilaian masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dapat dinilai dengan menggunakan wawancara psikiatri dan alat ukur. Alat ukur yanga digunakan diantarannya Pediatric Symptom Checklist (PSC), Child Behavior Checklist (CBCL)


(29)

skrining perilaku anak dan remaja usia 3-17 tahun, yang praktis, ekonomis dan mudah digunakan oleh klinisi, orang tua, maupun guru. Kuesioner SDQ dapat diisi sendiri oleh anak dan remaja usia 11-17 tahun. Sedangkan untuk anak usia kurang dari 11 tahun, maka selain diisi sendiri oleh anak, kuesioner juga diisi oleh orang tua atau guru anak tersebut (Damayanti, 2011; Hartanto & Selina, 2011). Di dalam penilaian SDQ, terdapat 25 poin penilaian aspek psikologi yang dibagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu : gejala emosional, masalah perilaku, hiperaktivitas/inatensi, masalah hubungan antar sesama, dan perilaku sosial. Masing-masing bagian tersebut terdiri dari 5 (lima pertanyaan). Setiap pertanyaan mengandung 3 (tiga) jawaban, yaitu : tidak benar, agak benar, dan benar. Setelah kuesioner terisi, jawaban diberi skor sesuai kelompok bagiannya masing-masing sesuai dengan nilai yang telah ditentukan. Kemudian dapat diintepretasi : Normal, Borderline, atau Abnormal (Hartanto & Selina, 2011).

Tabel 2.1. Interpretasi SDQ

Normal Borderline Abnormal

Total diffficulties score 0-15 16-19 20-40

- Emotional symptoms scale 0-5 6 7-10

- Conduct problems scale 0-3 4 5-10

- Hyperactivity score 0-5 6 7-10

- Peer problems score 0-3 4-5 6-10

Prosocial behaviour score 6-10 5 0-4

Pada SDQ bagian prosocial behaviour score merupakan skor kekuatan yang menunjukkan faktor protektif. Sedangkan masalah emosi dan perilaku remaja didapatkan daritotal difficulties score.SDQ dapat digunakan untuk penilaian klinis dan evaluasi yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi sensitivitas 85% dan spesifitascommit to user


(30)

80% untuk mendeteksi gangguan psikiatri pada komunitas ( Brondo et al., 2011; Verhulst & Ende, 2006).

1.6. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Masalah emosi dan perilaku yang tidak diselesaikan dengan baik, maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan anak dan remaja tersebut di kemudian hari, terutama terhadap pematangan karakternya dan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang dapat berupa perilaku berisiko tinggi. Hal ini ditunjukkan dari 80% remaja berusia 11±15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau membolos) dan 50% diantara mereka juga menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku kriminal yang bersifat minor (Satgas Remaja IDAI, 2010). SKRT 1995 menyebutkan angka prevalensi pemakaian alkohol dan obat-obatan oleh remaja tahun 1991-1995 meningkat sebanyak 2 kali lipat dari 11% menjadi 21% (Soelaryo dkk, 2010). Healy and Bronner (1926) cit. Robins L.N. (1972) studi kohort prospektif 23 kasus anak bermasalah sekolah dan bermasalah dengan jaksa dan polisi, setelah 10 tahun berjalan, bila dibandingkan dengan anak normal ternyata didapatkan menderita neurosis dan psikotik.

Prognosis dari masalah emosi dan perilaku anak dan remaja sangat tergantung kemampuan anak dan keluarga (orang tua) untuk belajar mengatasi gangguan tersebut daripada tingkat keparahan gangguan. Resiliensi individu bisa jadi akan memperkuat simptom yang ada pada saat dewasa nanti. Kemampuan kompensasi dan peningkatan dukungan sosial akan memperbaiki prognosis (Dulcan & Lake, 2012).


(31)

1.7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dengan memperkuat faktor protektif dan menurunkan faktor risiko pada seorang anak, maka akan tercapailah kematangan kepribadian dan kemandirian sosial yang ditandai oleh :

Self awareness, yang ditandai dengan rasa keyakinan diri serta kesadaran akan

kekurangan dan kelebihan diri dalam konteks hubungan interpersonal yang positif.

Role of anticipation and role of experimentation, yaitu dorongan untuk

mengantisipasi peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya keberanian untuk bereksperimen dengan perannya tersebut yang tentunya disertai kesadaran akan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya.Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk meningkatkan kemampuan/ketrampilan dalam belajar dan berkarya. Oleh karena itu untuk mewujudkannya pada anak dengan masalah emosi dan perilaku diberikan psikoterapi dengan didukung psikofarmologi sesuai dengan psikopatologinya (Dulcan & Lake, 2010).

Terdapat dua jenis modalitas terapi yang paling banyak diteliti untuk masalah emosi dan perilaku anak dan remaja adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan

Interpersonal Psychotherapy (IP). Psikoterapi efektif dalam mengobati depresi pada

remaja baik berdiri sendiri maupun kombinasi dengan fluoxetine. CBT tidak lebih superior dibanding jenis psikoterapi yang lain. Juga diketahui bahwa efek terapi berkurang seiring waktu dan tak berpengaruh lagi setelah 1 tahun follow-up (Sadocket al.,2009). Penelitiancluster-randomized controlled trial di Inggris yang diikuti selama 6 bulan didapatkan penurunan signifikan gejala depresi, kecemasan danconductdengan diberikan terapi CBT kelompok pada anak usia 9-15 tahun dengan masalah internalisasi dan eksternalisasi (Barret et al., 2013). Selama ini penggunaan terapi Analisis


(32)

Transaksional sangat kurang, sebagian besar studi kasus digunakan sebagai penunjang. Hanya sejumlah kecil studi terkontrol tentang keefektifan terapi Analisis Transaksional seperti Smith, Glass and Miller pada tahun 1980. Metaanalisis dari 8 studi terapi AT terkontrol, melaporkan rata-rataeffect size AT adalah 0,67 sedikit lebih kecil dari

rata-rataeffect sizepsikoterapi jenis lain yaitu 0,85 (Corey, 2009).

2. Analisis Transaksional

Analisis Transaksional dipelopori oleh Erick Berne dan dikembangkan semenjak tahun 1950, menekankan pada hubungan interaksional yang digunakan untuk terapi individual dan kelompok. Transaksi merupakan proses pertukaran dalam suatu hubungan, yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun non verbal. Sedangkan yang dianalisis meliputi bagaimana bentuk, cara, dan isi dari komunikasi mereka. Bentuk, cara, dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak (Jones and Nelson, 2006). Dengan pemberian AT maka seseorang bisa mengenali dirinya sendiri dan dengan begitu mudah mengenal orang lain juga. AT telah terbukti memudahkan komunikasi dengan sesama, sehingga menjadi transaksi yang senada (Berne, 1961; Verhaar, 1989; Hukom, 1990; De Blot, 2009). Pendekatan AT terdiri dari (1) analisis struktural, (2) analisis transaksional, (3) analisis permainan, dan (4) analisis skrip (Jones and Nelson, 2006). 2.1. Analisis Struktural

Ego states adalah suatu pola konsisten dari perasaan dan pengalaman yang

secara langsung berhubungan dengan suatu pola perilaku konsisten yang sesuai. Setiap manusia memperlihatkan tiga macam tampilan anutan yaitu: Orang tua (O), Dewasa (D) dan Kanak (K). Penampilan anutan ataucommit to user ego state dapat dikenal secara fisik (gestur dan


(33)

postur) dan verbal (kata-kata dan kalimat serta nada suara). Penampilan Orang tua (O) ketika individu ber[erilaku seperti orang tua, dibagi menjadi: OK (Orang tua kritikal) dan OP (Orang tua pengasuh). Penampilan Dewasa (D) ketika individu bertigkah laku secara rasional, melakukan testing terhadap realita. Penampilan Kanak (K) ketika individu melakukan, berperasaan, bersikap seperti yang di lakukan pada waktu masih kecil, dibagi menjadi : Penampilan KB (Kanak bebas) dan Penampilan KS (Kanak sesuai) (Hukom, 1990).

Tiapego state dapat mempunyai ‘batas’ (boundery). Berne, mendefinisikanego

boundery sebagai suatu membran semipermiabel, melaluinya energi psikis dapat

mengalir dari satu ego state ke ego state yang lain. Ego boundary itu harus semipermiabel, karena kalau tidak energi psikis akan terbendung di satu ego state saja dan tidak dapat bergerak bebas spontan bila situasi berubah (Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008).

2.2. Analisis Transaksi

Ada tiga tipe utama transaksi yaitu: komplementer, menyilang, dan ulterior. Transaksi komplementer ada kecenderungan untuk berkelanjutan, sehingga setiap tanggapan kemudian menjadi suatu rangsangan baru lagi dan seterusnya. Sebaliknya transaksi silang akan segera memutuskan komunikasi, transaksi silang paling umum menyebabkan kesulitan pergaulan, perkawinan, percintaan, persahabatan atau dalam pekerjaan. Transaksi ulterior adalah transaksi yang tersembunyi sebagian dan ada agenda psikologis maupun sosial yang mendasari. Transaksi ulterior sering merupakan suatu game/permainan (Harris, 1973). Dalam Analisis Transaksional sebuah belaian

(stroke) dianggap sebagai unit fundamental dari interaksi sosial. Tukar menukar belaian

merupakan suatu transaksi. Setiap transaksi adalah pertukaran stroke. Strokes/belaian commit to user


(34)

dapat berupa:verbalataunon-verbal, positif atau negatif, bersyarat atau tidak bersyarat.

Stroke positif bilamana penerima pesan mengalami perasaan menyenangkan. Stroke

negatif bilamana penerima pesan mengalami perasaan menyakitkan (Honey, 2001). Adanya belaian atau strokes akan menyebabkan adanya posisi hidup seseorang. Belaian atau strokes positif (bersyarat atau tidak bersyarat) maka akan menimbulkan perasaan I’m Ok (ASAS = Aku Senang Aman Sentosa), dan lazimnya bila seseorang merasa SAS (Senang Aman Sentosa) maka orang tersebut ingin pula orang lain merasa SAS (posisi hidup l’m Ok, You’re Ok atau ASAS, ASAS). Terdapat 4 posisi hidup, adalah I’m Ok, You’re Ok atau ASAS, ASAS; I’m Ok, You’re not Ok atau ASAS, ATISAS;I’m not Ok, You’re Ok, ATISAS, ASAS;I’m not Ok, You’re not Ok, ATISAS, ATISAS. Tujuan terapi AT adalah untuk mencapai posisi hidupI’m Ok, You’re Okatau ASAS, ASAS (Berne, 1961 ; Hukom, 1990).

2.3. Analisis Permainan (Games)

Permainan adalah rangkaian transaksi yang bersinambungan yang berakhir dengan perasaan kurang enak dari paling tidak seorang pemain. Permainan itu berkembang dengan tujuan menopang keputusan asli, dan merupakan bagian dari suratan hidup/skrip seseorang. Jadi permainan itu merupakan bagian vital dari interaksi seseorang dengan orang lain. Dan ini perlu untuk disadari apabila orang itu ingin untuk mengurangi perilaku main permainan dan ingin hidup secara otentik. AT menolong orang memahami sifat transaksi mereka dengan orang lain sehingga mereka bisa memberi tanggapan terhadap orang lain dengan cara langsung, penuh dan akrab, sehingga melakukan permainan kemudian dikurangi (Corey, 2009).


(35)

2.4. Analisis Skrip

Analisis skrip harus menjaga agar tidak berperilaku dengan cara yang menguatkan skrip pasien. Maksud analisis skrip adalah membantu pasien untuk keluar dari skripnya dan setelah itu bertingkah laku secara otonom. Analisis skrip bermaksud untuk membantu pasien meninggalkan keputusan-keputusan awal, yang sebelumnya telah dibuat di berbagai keadaan dan dengan aparatus neopsikis atau dewasa yang tidak lengkap, dengan membuat kembali keputusan-keputusan ulang untuk membuat perubahan (Jones & Nelson, 2011).

Sebagai anak-anak mungkin kita menemukan atau salah menerima pesan-pesan yang diberikan orang tua kita, dan oleh karena itu dalam beberapa hal kita berikan kepada diri kita injunksi kita sendiri untuk menghindari bahaya atau untuk tetap bertahan hidup. Meskipun banyak dari injunksi ini yang mungkin cocok untuk situasi tertentu di masa kanak-kanak, sekarang di alam dewasa semuanya tidak cocok lagi. Bagian utama dari terapi AT terdiri dari meningkatkan kesadaran akan sifat-sifat spesifik dari injunksi-injunksi yang membawa ke kesulitan-kesulitan di masa sekarang (Corey, 2009).

2.5. Hipotesis Keseimbangan

Energi profil penampilan pribadi adalah tetap, bila ada energi pada salah satu penampilan anutan bertambah, maka energi di penampilan anutan yang lain akan

berkurang. Yang dirumuskan sebagai hipotesis keseimbangan atau “constancy

hypothesis” sebagai berikut : (O+D+K) x a = T. Energi psikologik pada setiap orang

terbagi pada setiap penampilan anutan O, D dan K. Dengan fungsionalnya terbagi menjadi OK, OP, D, KB dan KS. Sedangkan a=faktor non psikologis yang mempengaruhi tersebarnya energi dalam suatu penampilan anutan. Misalnya :commit to user


(36)

imbalance hormone, gizi, ruda paksa, deprivasi sensoris. T = Faktor yang konstan, tetap, merupakan jumlah energi yang tersedia pada setiap orang. Maka energi intrinsik dikalikan dengan pengaruh ekstrinsik yang terlepas dari perkembangan psikologis, jumlahnya 100% energi psikologis yang tersedia pada seseorang (Hukom, 1973).

2.6. Analisis Transaksional dalam Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja

Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku seringkali mengalami perlakukan yang tidak sesuai dari lingkungannya yang dapat berupa stigma negatif. Guru merasa sulit mengajari mereka, melihat mereka sebagai anak-anak bodoh, sehingga jarang memberikan masukan yang positif. Teman sebaya menjauhi mereka, sehingga kesempatan untuk belajar bersosialisasi menjadi berkurang. Orangtua lebih banyak memberikan kritik negatif sehingga interaksi antara orangtua dan anak terganggu (Collet et al., 2001). Dengan kritik negatif orang tua terhadap anak akan terjadi transaksi silang. Akibat transaksi silang juga akan terjadi kemarahan, orang akan berpaling dan menjauh sehingga relasi orang tua anak terganggu. Relasi orang tua-anak yang buruk akan menyebabkan hubungan interpersonal terganggu dan komunikasi terganggu sehingga memerlukan psikoterapi AT (Corey, 2009).

Analisis Transaksional menyediakan suatu pendekatan terstruktur sehingga anak dapat melihat hubungan diantara apa yang mereka pelajari dalam keluarga mereka dengan perilaku mereka terhadap orang lain. Banyak anak usia muda mendapatkan bahwa pendekatan terstruktur ini bermanfaat sebab membantu mereka memahami bagaimana keluarga dan kebudayaan mereka mempengaruhi mereka. Tujuan utama AT pada anak adalah untuk memfasilitasi wawasan/insight sehingga mereka mampu mencapai kontrol yang lebih tinggi dalam hal pemikiran, perasaan dan tindakan. Karena


(37)

anak mengembangkan pemahaman diri/self understandingini, mereka juga memperoleh kemampuan membuat perubahan dalam diri mereka sendiri dan dalam transaksi mereka dengan orang lain (Corey, 2009). Terapi Analisis Transaksional akan menguatkan kemampuan seseorang untuk mengumpulkan, mengorganisir dan mengevaluasi informasi agar Dewasa (D) dapat menilai lebih akurat. Bila Dewasa (D) menjadi eksekutif, seseorang akan belajar untuk semakin banyak menerima stimulus melalui Dewasa (D). Ia akan berhenti sejenak, mengobservasi, melihat dan mendengar, dan berpikir sebelum membuat keputusan dan bertindak. Ia akan menentukan apa-apa dari Orang tua (O) dan dari Kanak (K) yang tepat dan pantas untuk digunakan (Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008).

Program terapi AT menggunakan berbagai pendekatan sesuai masalah yang diproritaskan untuk ditangani lebih dahulu, yaitu : (1). Pendekatan kontraktual, artinya terdapat kontrak antara terapis dengan klien, yang menyatakan tujuan dan arah proses terapi; (2). Pendekatan terapi Gestalt, sering digunakan dalam setting kelompok, yang mendorong anggota kelompok secara spontan terlibat dalam interaksi satu sama lain. Fokus terapi ditujukan pada kesadaran here and now; (3). Metode didaktik menjadi prosedur dasar bagi AT, karena berhubungan dengan proses kognitif; (4). Analisis struktural, dapat membantu klien dalam menemukan perwakilan ego yang menjadi landasan tingkah lakunya; (5). Analisis transaksi, menjabarkan apa yang dilakukan dan dikatakan oleh seseorang kepada orang lain; (6). Teknik kursi kosong, teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan sikapnya. Tujuannya untuk mengakhiri konflik yang tidak selesai di masa lampau; (7). Permainan peran, biasanya dikombinasikan dengan teknik psikodrama; (8). Percontohan keluarga. Klien diminta membayangkan suatu adegan yang melibatkan sebanyakcommit to user


(38)

mungkin orang yang berpengaruh di masa lampau termasuk dirinya (Corey, 2009; Stewart & Tilney, 2011).

Psikoterapi AT menurut Harris (1973) bertujuan membuat setiap klien yang mendapatkan terapi menjadi ahli/mahir dalam menganalisa transaksi-transaksinya sendiri. Peran klien mempelajari dasar-dasar ego Orang Tua, Dewasa dan Anak, kemudian klien bisa menggunakan dan merasakan kembali cara-cara transaksinya yang lama dalam kelompok AT. Inti penyembuhan dari AT yaitu jika seorang klien bisa menjelaskan dengan kata-katanya sendiri mengapa dia melakukan apa yang dilakukannya dan bagaimana dia menghentikannya, maka dia sembuh dalam arti bahwa dia mengetahui apa penyembuhan itu dan dia bisa menggunakannya berulang-ulang kembali. Menurut Berne penyembuhan merupakan proses progresif yang berlangsung dalam empat tahap yaitu kontrol sosial, penyembuhan gejala, penyembuhan transferensi dan penyembuhan skrip. Atau dengan kata lain tercapainya perubahan diri menjadi otonomi yang mampu memecahkan masalah dengan menggunakan sumber daya dewasa seseorang dengan secara utuh untuk berpikir, merasakan dan berperilaku dalam merespon realitas di sini dan saat ini secara sadar, spontanitas dan kemampuan untuk menjalin kedekatan dengan orang lain tanpa manipulasi (Stewart & Tilney, 2011).

Analisis Transaksional sebagai salah satu bentuk psikoterapi berhubungan dengan penurunan level kortisol, penurunan aktivasi sistem saraf simpatis, penurunan

level epinefrin dan norepinefrin, penurunan aktivasi sistem

renin-angiotensin-aldosteron, penurunan level IL-6, TNF-α, dan memperbaiki fungsi imun. Psikoterapi

juga mengaktivasi sistem saraf parasimpatis. Aktivasi sistem saraf parasimpatis ini berhubungan dengan suatu penurunan inflamasi. Aktivasi saraf parasimpatis ini dapat secara cepat dan spesifik menghambat makrofag di dalam jaringan, dan menurunkancommit to user


(39)

pelepasan sitokin proinflamasi termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-α sehingga meredakan

proses inflamasi. Sistem saraf parasimpatis mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan aktivitas simpatis, menyebabkan tubuh menjadi mereda (wind down) dan seimbang kembali (rebalance). Aktivasi saraf parasimpatis mempunyai pengaruh yang menghambat aktivasi saraf simpatis (Marslandet al.. 2007).

AT akan mempengaruhi kognitif dan psikomotor anak sehingga bisa memperbaiki emosi dan perilakunya melalui kortek frontal sedangkan psikofarmakologi pada regio subkortikal otak tengah. Proses kognitif, psikomotor dan sensorimotor berhubungan dengan korteks prefrontal dorsal, cinguli anterior dorsal, parietal, cinguli posterior dan hipokampus. Proses kognitif yang nyata distimulasi emosi berhubungan dengan korteks frontal medial, orbitofrontal dan cinguli anterior perigenual. Proses kognitif-emosi yang tersembunyi dihubungkan oleh regio subkortikal dan temporal medial, termasuk amigdala, ganglia basal ventral, nuklei dan struktur otak tengah. Proses homeostasis tubuh yang berhubungan dengan emosi berhubungan dengan kortek cinguli anterior subgenual, insula anterior dan hipothalamus. Nuklei batang otak dan monoaminergik juga berpengaruh dalam proses ini. Pada akhirnya berdasarkan koneksi dari berbagai regio dalam sirkuit dan kemampuan merespon yang sesuai, maka psikofarmakologi bisa merubah sampai korteks frontal, demikian pula sebaliknya, psikoterapi bisa merubah ke regio otak lebih dalam tidak hanya pada kortek frontal (Holtzheimer & Mayberg, 2008).


(40)

3. Masalah Relasi Orang Tua-Anak 3.1. Diagnosis Masalah Relasi

Masalah relasi (Relational Problem) menurutDiagnostic and Statistical Manual

of Mental Disorders (DSM-IV-TR) termasuk dalam kategoriOther Condition That May

be A Focus of Clinical Attention yaitu gangguan yang diberi kode“V”. Masalah relasi

merupakan fokus perhatian klinis yang dapat menyebabkan eksaserbasi atau mempersulit penanganan gangguan mental atau kondisi medis umum pada salah satu atau lebih anggota dalam unit relasi tersebut. Masalah relasi dapat sebagai akibat gangguan mental atau suatu kondisi medis umum atau independen terhadap kondisi lain yang ada atau dapat juga muncul tanpa adanya kondisi lain yang menyertai, bila masalah ini adalah fokus utama perhatian klinis, maka harus diletakkan pada Aksis I. Jika tidak menjadi fokus utama perhatian klinis maka diletakkan pada Aksis IV.

3.2. Diagnosis Masalah Relasi Orang Tua-Anak

Menurut DSM-IV-TR kategori masalah relasi orang tua-anak digunakan bila fokus perhatian klinis adalah suatu pola interaksi antara orang tua dan anak (misalnya hendaya komunikasi, overprotection, inadequate discipline) yang berhubungan dengan hendaya bermakna secara klinis secara fungsi individu atau keluarga atau berkembangnya gejala-gejala yang bermakna secara klinis pada orang tua atau anak. Sedangkan menurut DSM V, Masalah relasi orang tua-anak dihubungkan dengan hendaya fungsi dalam perilaku, kognitif atau afektif. Contoh masalah perilaku adalah kontrol, supervisi dan keterlibatan orang tua yang tidak adekuat; parental

overprotection; terjadinya kekerasan fisik; dan melarang tanpa memberikan solusi.

Masalah kognitif yang menyebabkan pengaruh negatif bagi yang lain seperti kata-kata commit to user


(41)

menjatuhkan atau mengkambinghitamkan yang lain dan perasaan khawatir. Masalah afektif termasuk perasaan sedih, apatis atau marah kepada yang lain dalam relasi yang disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan anak dan budaya setempat. Sedangkan pengertian orang tua adalah seseorang sebagai caregiver utama bagi anak, bisa orang tua biologis, adopsi, pengasuh atau saudara lainnya (kakek-nenek) yang mengganti peran orang tua untuk anak (APA, 2013).

Penilaian dilakukan pada anak maupun orang tua, mencakup hal-hal yang menimbulkan kesulitan atau gangguan pada proses interaksi orang tua anak. Masalah relasi orang tua-anak dinilai dari persepsi, sikap, afek dan perilaku Diagnosis ditegakkan tidak hanya pada perilaku yang diobservasi, tetapi juga melalui pengalaman subjektif orang tua terhadap anak yang sering terekspresi pada saat wawancara klinis. Dalam penjelasan kode V dari DSM-IV-TR dikatakan terdapat masalah relasi dalam keluarga apabila didapatkan : anak mengalami kesulitan terhadap aturan atau disiplin yang ditegakkan di rumah, orang tua khawatir masalah akademik anak,overprotection, membatasi kapasitas untuk tumbuh, orang tua curiga anak menggunakan obat/alkohol, orang tua memiliki konflik yang tidak terselesaikan (saling tidak menghargai), perceraian atau keluarga terpisah-pisah.

4. Aplikasi Analisis Transaksional Dasar (AATD) Pada Masalah Relasi Orang Tua-Anak

4.1. Pengertian

AATD merupakan pedoman psikoterapi analisis transaksional yang mencakup analisis stuktural dan analisis fungsional dengan penggunaan kartu yang difokuskan


(42)

pada masalah relasi orang tua-anak yang disusun oleh Gst. Ayu Maharatih dkk (2013) dengan ISBN 978-979-498-837-4, dibagi dalam 6 sesi terapi.

4.2. Proses Terapi

Sesi I. Dimulai membangun relasi dan kontrak terapi dengan klien. Terapis mengenalkan diri dan membina rapportdengan klien menggunakan perilaku attending, empati, refleksi, eksplorasi, menangkap pesan utama, bertanya untuk membuka percakapan, bertanya tertutup dan memberikan dorongan minimal kepada klien. Kontrak terapi agar klien mau terlibat aktif yang dilakukan 6 sesi, 120 menit, dilakukan perekaman suara dan gambar dengan video. Setelah kontrak terapi dilanjutkan mengenalkan analisis stuktural dengan menggunakan kartu-kartu analisis struktural penampilan anutan Orangtua, Dewasa dan Kanak.

Sesi II. Sesi ini terapis memperdalam penguasaan analisis struktural pribadi klien dengan memimpin arah pembicaraan, fokus pada pokok pembicaraan, mengkonfrontasi inkonsistensi klien, memberi nasehat bila diminta, menyimpulkan sementara setiap periode dan pemberian informasi jika diminta klien. Analisis fungsional yang menerangkan egostate berdasarkan fungsinya dijelaskan pada sesi ini dengan penilaian secara fisik dan pertanyaan yang mengandung unsur afektif, kognitif dan perilaku (behavior). Klien dijelaskan tentang egostate Orangtua Kritikal, Orangtua Pengasuh, Dewasa, Kanak Bebas dan Kanak Sesuai. Selanjutnya menggambarkan fungsi-fungsi egostate dalam bentuk perbandingan (egogram). AT diperdalam dengan menggunakan teknik interpretasi dan mengarahkan agar klien mengerti dan berubah sesuai interpretasi terapis. Langkah berikutnya klien dijelaskan mengenai analisis transaksi yang dibagi menjadi transaksi senada, transaksi silang dan transaksi terselubung. Pada sesi II membahas life position, strokes, games dan analisis script.


(43)

Sesi III.Masalah relasi orangtua-anak dan struktur keluarga, intervensi masalah relasi dengan AATD. Menjelaskan interaksi dalam keluarga dalam bentuk matriks transaksi, klien diminta menanggapi dan menggambarkan sendiri matriks transaksinya. Klien dijelaskan bahwa peristiwa, perkataan dan respon yang tidak menyenangkan yang dirasakannya dapat menyebabkan masalah relasi orangtua-anak. Selanjutnya klien dijelaskan struktur keluarga berdasarkan SFT.

Sesi IV. Intervensi masalah relasi dan masalah relasi orang tua-anak dengan AATD terkait struktur keluarga, strokes danlife position. Pada sesi ini klien diarahkan untuk memahami penyebab masalah relasi dan masalah relasi orangtua-anak itu sendiri. Dijelaskan juga struktur keluarga dan menggambarkan matriks struktur keluarga berdasarkan SFT. Klien diminta mengoleksi dan mengenali strokes sehingga akan meningkatkan pemberian strokes positif, mengurangi strokes negatif, tetapi tidak boleh meniadakan strokes.

Sesi V. Intervensi masalah relasi orangtua-anak dengan AATD melalui pendalaman strokes dan life position. Klien diminta melakukan role play berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam keluarga, kemudian dilakukan penilaian egostate, analisis transaksi dan strokes yang didapat atau diberikan. Klien dijelaskan tentang life position abnormal dengan memberikan feedback dari role play tersebut.

Sesi VI. Umpan balik, penilaian keberhasilan terapi dan negosiasi kontrak berikutnya. Klien bersama terapis mengevaluasi keseluruhan sesi terapi mengenai jalannya terapi yang sudah dilakukan, kemampuan terapis, keadaan klien sekarang dan rencana program kedepan. Klien juga dijelaskan penilaian keberhasilan terapi. Menutup sesi terapi dan menyusun kontrak baru.


(44)

4.3. Penilaian

Penilaian keberhasilan terapi berdasarkan tahap-tahapsymptomatic relief, social

control, transference cure dan autonomy.Symptomatic relief terdapat perbaikan gejala

atau mengalami kemajuan. Social control terdapat perbaikan meskipun masih terdapat hendaya, gejala masih dapat dikontrol ketika berinteraksi dengan orang lain.

Transference cure bahwa klien dapat keluar dari script mereka selama mereka berada

dekat terapis mereka secara harfiah ataupun secara mental. Autonomy dimana egostate dewasa klien mengambil alih peran terapis dengan mendapatkan kapasitas sikap yang positif, kesadaran, spontanitas dan keintiman.

5. Teori Metode Penelitian Kualitatif 5.1. Pengertian

Metode penelitian kualitatif adalah salah satu jenis metode penelitian yang melakukan pendekatan dengan memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, dan penuh makna. Holistik karena setiap aspek dari objek itu mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitian dilakukan pada kondisi objek yang alamiah (natural setting) dan penulis sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif yang berusaha menjelaskan hubungan sebab akibat, prediksi, serta generalisasi hasil. Penelitian kualitatif berusaha mendapatkan pencerahan, pemahaman terhadap suatu fenomena dan ekstrapolasi pada situasi yang sama (Golafshani, 2003; Sugiyono, 2005).


(45)

Penelitian kualitatif memiliki karakteristik adanya latar alamiah, langsung ke sumber data; manusia sebagai alat atau instrumen kunci; analisis data secara induktif, di mana pada saat penulis berusaha untuk memahami situasi yang sedang dipelajarinya, ia tidak membawa harapan atau dugaan tertentu yang sudah dimiliki sebelum penelitian berjalan; teori dari dasar (grounded theory); penelitian lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka; lebih mementingkan proses dari pada hasil; adanya batas yang ditentukan oleh focus; adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; desain yang bersifat sementara (Denzin dan Lincoln, 1994; Sugiyono, 2005).

Jenis-jenis penelitian kualitatif meliputi biografi, fenomenologi, grounded

theory, etnografi dan studi kasus. Biografi adalah studi yang berdasarkan kepada

kumpulan dokumen tentang kehidupan seseorang yang melukiskan momen penting yang terjadi dalam kehidupannya tersebut. Fenomenologi melihat dan memahami arti dari suatu pengalaman individual yang berkaitan dengan fenomena tertentu.Grounded

theory dikhususkan untuk menemukan atau menghasilkan teori dari suatu fenomena

yang berkaitan dengan situasi tertentu. Etnografi merupakan studi yang difokuskan pada penjelasan deskriptif dan interpretasi terhadap budaya dan sistem sosial suatu kelompok/masyarakat tertentu melalui pengamatan dan penghayatan langsung terhadap kelompok/masyarakat yang diteliti. Studi kasus: suatu model yang bersifat komprehensif, intens, terperinci, dan mendalam, serta lebih diarahkan untuk menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer (berbatas waktu) (Denzin dan Lincoln, 1994; Herdiansyah, 2010).


(46)

5.2. Studi Kasus

Studi kasus merupakan suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu sistem yang berbatas (bounded system) pada satu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data secara mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks (Creswell, 1998 cit. Herdiansyah, 2010). Studi kasus berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan how (bagaimana) dan why

(mengapa), dan pada tingkat tertententu juga menjawab what (apa/apakah), dalam kegiatan penelitian (Yin, 1996 cit. Bungin, 2012). Selain itu studi kasus dapat merupakan single-case studies (studi kasus tunggal), multi-case studies (studi multi kasus), dancomparative-case studies(studi kasus perbandingan) (Bungin, 2012).

Studi kasus mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan desain penelitian lain, yaitu : bersifat luwes berkenaan dalam hal pengumpulan data yang digunakan dapat lebih menjangkau dimensi yang lebih spesifik dari topik yang diselidiki, dapat dilakukan secara lebih praktis pada banyak lingkungan sosial, studi kasus dapat digunakan sebagai penguji suatu teori, dapat dilakukan dengan dana sedikit jika dilakukan dengan metode pengumpulan data yang sederhana (Black & Champion, 1992 cit. Herdiansyah, 2010). Akan tetapi, di samping keunggulan yang ditawarkan, studi kasus juga mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut : studi kasus kurang memberikan dasar yang kuat untuk melakukan suatu generalisasi ilmiah, kedalaman studi yang dilakukan tanpa banyak disadari justru dapat mengorbankan tingkat keluasan yang seharusnya dilakukan, sehingga sulit digeneralisasikan pada keadaan yang berlaku umum dan studi kasus cenderung kurang mampu mengendalikan bias subjektivitas peneliti (Bungin, 2012).


(47)

5.3. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dengan Wawancara, Observasi, Studi dokumentasi danFocus Group Discussion (FGD). Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara dilakukan untuk mengetahui apa yang ada di pikiran individu dan memperoleh pemahaman terhadap perspektif individu dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan dalam observasi. Pewawancara tidak membawa hal-hal atau asumsi tertentu yang sudah dimilikinya ke dalam pemikiran individu yang diwawancarai (Stainback, 1988 cit. Sugiyono 2005). Berdasarkan prosesnya, wawancara dibagi menjadi 3 macam yaitu stuctured interview, unstructured interview,

dan semi structured/focused interview (Esterberg, 2002 cit. Sugiyono 2005;

Herdiansyah, 2010).

Observasi dilakukan sebagai metode penunjang pengumpulan data yang esensial dalam penelitian, terutama penelitian dengan metode pendekatan kualitatif. Metode observasi digunakan sebagai metode penunjang dengan dasar pemikiran bahwa melalui observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian, dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi lapangan yang nyata, kecenderungan untuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi (yang ada sebelum penelitian dilaksanakan) tentang topik yang diamati akan berkurang. Dalam penelitian kualitatif, bentuk observasi yang dapat digunakan, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur (Sugiyono, 2005).


(48)

Studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Bentuk dokumen dapat berupa catatan harian, surat pribadi, autobiografi, dokumen pemerintah/swasta, rekam medik, dan lain-lain (Herdiansyah, 2010).Focus Group Discussion(FGD) adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok (Herdiansyah, 2010; Bungin, 2012).

5.4. Jumlah sampel dan proses pengambilan sampel

Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif tidak didasarkan perhitungan statistik. Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimal, bukan untuk digeneralisasi. Penetapan jumlah tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah, baik dalam jumlah maupun karakteristik sampel, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian. Hal ini berhubungan dengan konsep saturasi, yaitu peneliti yang melakukan pengambilan sampel teoritis akan terus menambahkan unit-unit baru dalam penelitiannya dan akan berhenti pada titik di mana penambahan data dianggap tidak lagi memberikan informasi baru dalam analisis. Selain itu, jumlah sampel juga tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak) melainkan pada kecocokan konteks. Pengambilan sampel yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu purposive sampling dan

snowball sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sumber data dengan

pertimbangan tertentu. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sumber data, yang pada awalnya jumlah data sedikit belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari sumber data lain berdasarkan sumber data yang sudah ada sebelumnya (Sugiyono, 2005). commit to user


(49)

5.5. Keabsahan data

Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi credibility,

transferability, dependability dan confirmability. Credibility (validitas internal)

dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi, analisis kasus negatif, dan member check.Transferability(validitas eksternal) dilakukan dengan membuat laporan penelitian dalam uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya sehingga pembaca dapat mengerti dan memahami hasil penelitian. Dependability (reliabilitas) dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Confirmability (objektivitas) adalah menguji hasil penelitian, prosesnya mirip dengan uji dependability sehingga dapat dilakukan secara bersamaan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standarconfirmability(Faisal, 1998

cit. Sugiyono, 2005). 5.6. Triangulasi

Definisi triangulasi adalah penggunaan dua atau lebih sumber untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu fenomena yang akan diteliti. Sumber yang dimaksud dapat berarti perspektif, metodologi, teknik pengumpulan data, dan lain sebagainya (Herdiansyah, 2010). Empat tipe triangulasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif meliputi theory triangulation, methodological triangulation,

data triangulationdanobserver triangulation. Theory triangulation adalah penggunaan

multipel teori (lebih dari satu teori utama) atau beberapa perspektif untuk menginterpretasi sejumlah data. Methodological triangulation adalah penggunaan beberapa metode penelitian kualitatif.Data triangulation adalah penggunaan lebih dari satu metode pengumpulan data pada satu kasus tunggal,commit to user Observer triangulation adalah


(1)

36. Saya tidak perlu membetulkan suatu pendapat yang keliru.

37. Walaupun tidak kenal saya senang menolong orang yang bermasalah.

38. Saya harus membetulkan orang-orang yang mengemukakan pendapat yang bodoh. 39. Bila ada suatu yang salah, lebih baik dibiarkan daripada mencela dan

mengkritiknya.

40. Anak-anak tidak perlu diatur dengan ketat, karena mereka perlu kebebasan.

41. Teman-teman mengatakan bahwa tanpa kehadiran saya maka pesta mereka menjadi tidak menarik dan membosankan.

42. Saya mudah putus pacaran dan segera dapat gantinya lagi. 43. Saya tidak menyesali perbuatan yang telah saya lakukan.

44. Saya mudah secara terbuka menyatakan perasaan suka terhadap seseorang yang saya sukai.

45. Saya merasa trampil berkendara sehingga tidak masalah bagi saya menyalip kendaraan-kendaraan lain dengan kecepatan tinggi.

46. Saya senang masalah pribadi saya disampaikan kepada orang lain, agar mereka dapat membantu.

47. Saya bersedia mengambil tanggungjawab atas kesalahan orang lain.

48. Saya cenderung tidak percaya diri melakukan pekerjaan tanpa bantuan orang lain. 49. Saya membutuhkan kritik dan pendapat orang lain atas tindakan saya.

50. Saya ingin agar setiap pekerjaan tulisan saya teliti, rapi dan tersusun dengan baik agar orang lain senang.

51. Saya tidak dapat mempercayai orang yang belum kukenal walaupun disertai bukti otentik.

52. Segala sesuatu hendaknya perlu dipertimbangkan dan direncanakan sebelumnya. 53. Perencanaan sering tidak diperlukan karena akan menghambat jalannya kegiatan. 54. Membuat perkiraan secara cermat akan memudahkan kegiatan.

55. Membuat rencana adalah sesuatu yang sulit dilakukan.

56. Saya adalah tokoh pendidik yang bersikap sangat keras terhadap anak-anakku. 57. Saya sangat marah bila seseorang menentang pendapatku.

58. Saya harus bersikap kasar terhadap orang-orang yang tidak sopan.

59. Saya merasa perlu menegur, bila seseorang mencoba mendahuluiku sewaktu antri. 60. Saya lebih mengetahui sesuatu daripada orang lain.

61. Saya tidak akan memberi saran bila tidak diminta.

62. Orang yang sering mengkritik dan mencela orang biasanya untuk menutupi kekurangannya.

63. Bila seseorang melanggar aturan, tentunya dilakukan karena sesuatu yang mendesak.

64. Kritik membangun itu penting, karena dengan itu kita banyak mendapat masukan. 65. Saya kasihan melihat seseorang yang dibentak karena ketahuan bersalah.

66. Saya mudah sedih dan menangis bila ada hal yang menyusahkan saya. 67. Hal tersulit adalah bila membuat sesuatu tanpa ada contohnya .

68. Susah bagi saya mengumpat orang yang telah menyusahkan saya. 69. Tabu bagi saya menunjukkan amarah pada orang lain.

70. Si “Gaptek” (gagap teknologi) adalah julukan saya.

71. Agar teman- teman saya senang, saya menceritakan lelucon yang menarik.

72. Saya suka mengerjakan pekerjaan rumah walaupun saya sedang tidak enak badan. 73. Kadang- kadang saya berkeringat dingin ketika sedang berbicara di depan umum. 74. Saya selalu datang lebih awal waktu dalam setiap pertemuan.commit to user


(2)

75. Saya berusaha melakukan segala sesuatu dengan lancar dan tertib. 76. Dalam mengambil keputusan perlu fakta dan data yang akurat.

77. Seringkali keputusan harus segera diambil dengan cepat meski fakta terbatas. 78. Dalam bertindak saya sangat memperhitungkan risiko untung rugi yang akan saya

terima.

79. Saya senang cepat memutuskan walaupun data pendukungnya belum ada. 80. Mengambil keputusan yang cepat lebih baik daripada mencari data dan fakta. 81. Kadang-kadang saya penuh semangat mengkritik seseorang yang ketahuan

bersalah.

82. Saya tidak menyenangi kanak-kanak yang bandel.

83. Saya tidak setuju memberi uang kepada pengemis, karena mereka pemalas. 84. Yang muda harus mematuhi kata-kata orang yang lebih tua.

85. Saya tidak pernah bersikap kasar terhadap orang yang berbuat seenaknya.

86. Saya suka menolong teman- teman bila mereka mengalami kesulitan walaupun terkadang saya kena dampaknya.

87. Saya merasa bertanggung jawab terhadap perkembangan dunia ini. 88. Memberitahu kesalahan orang lain adalah perbuatan yang bodoh. 89. Orang cenderung tidak menyukai kalau dikoreksi kesalahannya. 90. Kelemahan kita tidak perlu diketahui orang karena akan dilecehkan. 91. Saya cenderung menyukai keteraturan dan kemapanan.

92. Saya selalu tunduk pada peraturan yang sedang berlaku. 93. Saya tidak pernah memulai pertengkaran dengan orang lain. 94. Saya jarang ingin tahu tentang sesuatu hal yang baru. 95. Saya mudah jatuh kasihan pada orang lain.

96. Saya biasanya berminat menulis sesuatu yang sifatnya menyadur tulisan orang lain. 97. Saya akan terus melakukan suatu pekerjaan yang telah dijanjikan walaupun

pekerjaan itu berat.

98. Saya seringkali ragu-ragu dalam mengemukakan pendapat.

99. Sulit bagi saya mengungkapkan perasaan suka/cinta pada seseorang. 100. Membuat orang lain senang adalah sangat penting buat saya.

101. Dalam menerima tugas harus jelas siapa, apa, bilamana, di mana dan bagaimana pekejaan itu.

102. Pekerjaan secepatnya dikerjakan, hasil dipikirkan kemudian.

103. Apa yang saya pertimbangkan seringkali berbeda dengan fakta yang ada.

104. Untuk pemecahan permasalahan lebih lanjut, saya mencari data yang lebih terinci. 105. Sesulit apapun pertanyaannya saya berusaha untuk menjawab dengan benar. 106. Berusaha untuk mengerti permasalahan dari berbagai sudut pandang sangatlah

penting.

107. Dengan mengetahui situasi lebih terinci membuat kita jadi peragu. 108. Saya optimis dengan perkataan dan perbuatan yang saya lakukan. 109. Pernyataan orang di sekitar saya cenderung tidak berkualitas. 110. Pantang bagi saya untuk mengkritisi seseorang di muka umum.

111. Menunjukkan yang benar lebih baik dari pada menunjukkan kesalahan.

112. Walaupun sangat menggangu, saya dapat mentoleransi kelemahan atau kebodohan seseorang.

113. Sesuatu yang memalukan bila kelemahan kita diketahui orang. 114. Manusia yang lambat daya tangkapnya tidak perlu dibimbing. 115. Saya selalu tertawa mendengarkan lelucon porno.commit to user


(3)

116. Saya senang terlibat dalam beberapa permainan karena permainan itu mengurangi ketegangan.

117. Saya menyenangi kanak-kanak yang lincah, bebas bersorak dan berlarian.

118. Saya menolak ikut serta dalam beberapa permainan karena saya merasa permainan itu membuang waktu.

119. Orang harus berbohong untuk menghindarkan kesulitan. 120. Ketika kecil, saya tidak pernah membolos.

121. Orang yang melakukan kesalahan tidak ada gunanya dibimbing. 122. Bukan masalah bagi saya bila diberi tugas tanpa petunjuk pelaksanaan. 123. Saya suka dengan kegiatan hura- hura.

124. Terlambat adalah hal biasa bagi saya.

125. Saya suka menerobos lampu merah bila keadaan sepi. 126. Seringkali saya ragu dengan keputusan yang sudah diambil.

127. Bila orang lain mampu melakukan sesuatu tentunya saya juga mampu. 128. Saya senang memecahkan permasalahan sendiri daripada dibantu orang lain. 129. Saya cenderung menyukai oang yang mampu mengkritisi kesalahan orang lain. 130. Koreksi terhadap pekerjaan sering menghambat hasil akhir tugas.

131. Kelemahan kita perlu diketahui orang lain agar diperbaiki. 132. Tidak perlu malu menceritakan kelemahan kita pada orang lain. 133. Banyak kelemahan yang tidak bisa diperbaiki.

134. Kita menunjukkan kesalahan berulang kali tidak perlu dibimbing.

135. Perempuan yang merokok adalah perempuan yang mengekspresikan hak kebebasannya.

136. Sangat mengasyikkan bila dapat menonton tanpa karcis.

137. Setiap orang pasti akan berbohong untuk menghindari tanggung jawab.

138. Saya suka menceritakan cerita-cerita yang menarik dan lelucon-lelucon dalam pesta agar orang lain terhibur.

139. Saya suka bertamasya dengan teman-teman. 140. Bila memungkinkan, saya akan menerobos antrian. 141. Adakalanya peraturan boleh dilanggar.

142. Kita boleh mendebat orang tua bila merasa benar. 143. Bila lingkungan tidak tertib, saya akan ikut tidak tertib. 144. Saya tidak suka kegiatan yang terjadwal.

145. Tidak perlu sebal melihat orang yang melakukan kesalahan. 146. Saya kasihan melihat orang yang melakukan kesalahan. 147. Saya cenderung tidak mengkritik orang lain secara langsung.

148. Saya tidak perlu membagikan pengetahuan yang saya miliki kepada orang lain. 149. Kita tidak perlu memberikan bimbingan bila tidak diminta.

150. Saya lebih baik melihat pekerjaan orang lain waktu ujian daripada mendapat nilai buruk.

151. Situasi yang asing sering membuatku tegang. 152. Dalam banyak hal sering tidak nyaman. 153. Saya senang mencoba hal yang baru. 154. Saya menyukai situasi yang serba tertib.

155. Rencana kerja / agenda tidak penting bagi saya. 156. Sebaiknya orang- orang mengerti keinginanku.

157. Saya tidak perduli mengenai penilaian orang terhadap saya. 158. Saya cenderung serius menghadapi permasalahan yang ada.commit to user


(4)

159. Saya merasa senang bila melanggar tidak ketahuan. 160. Kesalahan bukan patokan kemampuan seseorang.

161. Kritik terhadap kesalahan berarti merendahkan martabat orang tersebut. 162. Pantangan bagi saya meengatakan ”Kesalahan anda banyak sekali”.

163. Marah atas kebodohan orang lain adalah pekerjaan yang sia-sia. 164. Membimbing orang lain bukan urusan saya.

165. Anak “Manis“ selalu lebih baik dari pada anak “nakal“.

166. Saya enggan menikmati hidup yang serba menarik ini.

167. Hidup ini adalah panggung sandiwara, penuh aksi yang menyenangkan. 168. Saya sering sulit beradaptasi terhadap sesuatu yang baru.

169. Kesalahan yang sudah terjadi tidak perlu diperbaiki oleh karena akan baik sendiri. 170. Anda sering mengerjakan sesuatu sampai saat terakhir atau tuntas.

171. Biarkan sesuatau berjalan apa adanya.

172. Pernah saya berpura-pura sakit untuk menghindari tugas yang berat. 173. Bila mendapatkan tugas akan saya kejakan sekuat tenaga.

174. Saya tidak senang dipuji.

175. Orang tidak harus ditegur agar tahu kesalahannya. 176. Orang harus tahu yang benar agar tahu kesalahannya. 177. Saya cenderung dapat menerima kesalahan orang lain.

178. Tidak baik mencela oleh karena sertiap orang mempunyai alasan atas tindakannya.

179. Kebiasaan mengkritik orang lain perlu dihilangkan. 180. Mengkritik adalah tindakan yang tidak terpuji.

181. Akan lebih baik berdusta daripada membuka rahasia yang dipercayakan kepadaku.

182. Lebih baik tinggal di rumah diwaktu hujan daripada pergi ke tempat pekerjaan. 183. Kalau bisa sebaiknya kita menghindari tanggung jawab.

184. Dengan diskusi kita dapat memecahkan masalah bersama. 185. Saya dapat mengerti pendapat orang yang menentangku.

186. Perbuatan bodoh adalah tanggungjawab pribadi masing-masing. 187. Sebenarnya masing-masing orang tahu akan kelemahannya sendiri. 188. Saya takut melakukan koreksi atas kesalahan orang lain.

189. Orang yang melakukan kesalahan sebaiknya dibimbing bukan ditegur. 190. Beberapakali melakukan kesalahan yang sama bisa ditoleransi.

191. Melakukan kesalahan yang sama berulangkali perlu banyak belajar. 192. Generasi muda sekarang sangat disiplin dan taat pada peraturan.

193. Seorang pembela dapat membebaskan terdakwa karena bukti dan informasi yang akurat.

194. Banyak orang berhasil karena keberuntungan.

195. Saya cenderung tidak berani melakukan koreksi terhadap orang lain.

196. Saya cenderung tidak menyukai sifat orang yang sering mengkritik orang lain. 197. Saya cenderung sulit untuk menghukum seseorang.

198. Mengkritik seseorang membuatku sering merasa bersalah. 199. Saya mudah menutup mata terhadap kesalahan orang lain.

200. Kita harus selalu siap membimbing orang yang melakukan kesalahan.


(5)

Lampiran 7

Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan pada Anak (Stregth and Difficulties Questionaire )

Petunjuk :

Berilah tanda rumput ( ) pada kolom tidak benar, agak benar, atau benar. Jawablah sesuai dengan yang telah terjadi pada dirimu selama enam bulan terakhir.

Pertanyaan Tidak

benar

Agak benar

Benar 1. Saya berusaha bersikap baik kepada orang lain. Saya peduli dengan

perasaan mereka

0 1 2

2. Saya gelisah, saya tidak dapat diam untuk waktu yang lama 0 1 2

3. Saya sering sakit kepala, sakit perut, atau macam-macam sakit lainnya

0 1 2

4. Kalau saya memiliki, CD, mainan, atau makanan, saya biasanya berbagi dengan orang lain

0 1 2

5. Saya menjadi sangat marah dan sering tidak dapat mengendalikan kemarahan saya

0 1 2

6. Saya lebih suka sendirian daripada dengan orang-orang yang seumur dengan saya

0 1 2

7. Saya biasanya melakukan apa yang diperintahkan oleh orang lain 2 1 0

8. Saya banyak merasa cemas atau khawatir terhadap apapun 0 1 2

9. Saya selalu siap menolong jika ada orang yang terluka, kecewa atau merasa sakit

0 1 2

10. Bila sedang cemas atau gelisah, badan saya sering bergerak ± gerak tanpa saya sadari

0 1 2

11. Saya mempunyai satu orang teman atau lebih 2 1 0

12. Saya sering bertengkar dengan orang lain. Saya dapat memaksa orang lain melakukan apa yang saya inginkan

0 1 2

13. Saya sering merasa tidak bahagia, sedih, atau menangis 0 1 2

14. Orang lain seumur saya pada umumnya menyukai saya 2 1 0

15. Perhatian saya mudah teralihkan, saya sulit memusatkan perhatian pada apapun

0 1 2

16. Saya merasa gugup dalam situasi baru, saya mudah kehilangan rasa percaya diri

0 1 2

17. Saya bersikap baik terhadap anak ± anak yang lebih muda daripada saya

0 1 2

18. Saya sering dituduh berbohong atau berbuat curang 0 1 2

19. Saya sering diganggu atau dipermainkan oleh anak-anak remaja lain 0 1 2

20. Saya sering menawarkan diri untuk membantu orang lain ( orang tua, guru, anak-anak )

0 1 2

21. Saya melakukan sesuatu saya berpikir dahulu tentang akibatnya 2 1 0

22. Saya mengambil barang yang bukan milik saya dari rumah, sekolah, dari mana saja

0 1 2

23. Saya lebih mudah berteman dengan orang dewasa daripada dengan orang-orang yang seumur saya

0 1 2

24. Banyak yang saya takuti, saya mudah menjadi takut 0 1 2

25. Saya menyelesaikan pekerjaan yang sedang saya lakukan. Saya mempunyai perhatian yang baik terhadap apapun

2 1 0


(6)