ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN Analisis Ekspresi Topografi Untuk Pemetaan Longsorlahan Di Wilayah Kabupaten Kulonprogo.

(1)

ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI

UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN

DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1

Program Studi Geografi

Disusun Oleh : Moh. Fadhih Al Wahidy

NIM : E100120001

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013


(2)

HALAMAN PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI

UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN

DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: MOH. FADHIH AL WAHIDY

NIM : E100120001

Telah dipertahankan dihadapan Penguji pada Selasa, 26 Maret 2013

dan telah dinyatakan memenuhi syarat.

Tim Penguji:

Ketua : Dr. H. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si (……...……….) Sekretaris : Jumadi, S.Si., M.Sc (……...……….) Anggota : Drs. H. Suharjo, MS (……...……….)

Pembimbing I : Dr. H. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si (……...……….) Pembimbing II : Jumadi, S.Si., M.Sc (……...……….)

Surakarta, 30 Maret 2013 Disahkan,

Dekan Fakultas Geografi

(Drs. Priyono, M.Si) NIK. 331


(3)

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Bismillahirrahmanirrahim

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya

Nama : Moh. Fadhih Al Wahidy NIM/NIK/NIP : E 100120001

Fakultas/Jurusan : Geografi/Geografi Jenis : Skripsi

Judul : Analisis Ekspresi Topografi untuk Pemetaan Longsorlahan di Wilayah Kabupaten Kulonprogo

Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk:

1. Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan UMS atas penulisan karya ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan UMS tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UMS dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Surakarta, 30 Maret 2013 Yang menyatakan


(4)

ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI

UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN

DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO

Moh. Fadhih Al Wahidy mfadhih@gmail.com

Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK

Longsorlahan merupakan gejala fisik dari proses alam pada lereng perbukitan/ pegunungan, seperti halnya yang terjadi di Pegunungan Menoreh, Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan longsorlahan melalui interpretasi peta topografi berdasarkan ekspresi topografi dari garis kontur. Garis kontur menunjukkan suatu pernyataan atau kesan morfologi bumi yaitu ekspresi topografi tentang konfigurasi kelerengan seperti kemiringan lereng, bentuk lereng, panjang lereng dan ketinggian. Lereng menjadi variabel utama terhadap kejadian longsorlahan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan teknik sampling secara purposive. Metode survei bersifat deskriptif karena kajian longsorlahan mendasarkan pada interpretasi ekspresi topografi terhadap garis kontur divergen sebagai kunci pemetaan. Analisis ekspresi topografi melalui anomali bentuk kontur “u”, bentuk “v”, dan bentuk “n” dan pola kerapatan kontur sebagai indikator kejadian longsorlahan. Pola kontur yang rapat menunjukkan kecuraman lereng. Kombinasi dari bentuk dan pola kontur digunakan untuk mengidentifikasi longsorlahan karena dapat menunjukkan karakteristik lereng (cekung, cembung, lurus, bentuk bukit, lembah, cekungan). Identifikasi longsorlahan dipertajam dengan metode visualisasi topografi 3D berupa TIN (triangulated irregular network) dan pengetahuan longsorlahan lokal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian longsorlahan di lapangan paling banyak ditemukan di Kecamatan Kokap sebanyak 4 titik, yaitu di Desa Hargomulyo dengan kemiringan lereng 65%, Desa Hargotirto dengan kemiringan lereng 90%, dan di Desa Kalirejo dengan kemiringan lereng 65% dan kemiringan lereng 30%. Empat titik kejadian longsorlahan tersebut merupakan bukti kebenaran dari analisis ekspresi topografi dan TIN. Jenis longsorlahan dapat diketahui satu tipe longsornya berupa longsorlahan jenis rotational

slump di Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh, dari ekspresi kontur divergen yang

ditunjukkan dengan kunci interpretasi ekspresi topografi yaitu daerah pelongsoran dicirikan oleh bentuk kontur “n” dan rapat, sedangkan daerah timbunan material longsoran ditunjukkan oleh bentuk kontur “u” dan renggang.


(5)

TOPOGRAPHIC EXPRESSION ANALYSIS

FOR LANDSLIDE MAPPING

AT REGENCY OF KULONPROGO

Moh. Fadhih Al Wahidy mfadhih@gmail.com

University of Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACT

Landslide is the physical phenomena of natural processes on the slope of the hills or mountains, just as happened in the mountains of Menoreh, Kulon Progo regency. This research aims to landslide mapping through the interpretation of topographic maps based on topographic expression of contour lines. Contour lines indicate the morphology impression that is topographic expression of the slope configuration, such as slope gradient, shape, length, and elevation. The slope becomes the primary variable of the landslide occurrence.

This research use survey method with a purposive sampling technique based on the slopes. The survey method is descriptive because the study basing on the landslide interpretation of topographic expression of contour lines diverging as the key mapping. Analysis of topographic expression through the anomaly contour (divergent contours from “n” shape to “u” shape or “v” shape) and density contour patterns as indicator of landslide occurrences. Contour pattern of density shows the steepness of slope. The combination of shapes and contour patterns are used to identification of landslide, because it can show the feature of slope (concave, convex, gentle, hill, valley, depression). Identification of landslides sharped by the 3D topography visualization (TIN) and local knowledge.

The results showed that a landslide occurrence in the field are mostly found in the Kokap Subdistrict of as much as four points at Hargomulyo village with the gradient of the slope of 65%, 90% of the slope gradient at Hargotirto village, 30% and 65% of the slopes gradient at Kalirejo villages. Four-point of the landslide occurrence was truth evidence of TIN and Topographic Expression Analysis. Landslide type was ascertainable of one type is a rotational slump landslide at Pagerharjo village, Samigaluh subdistrict, from the expression of divergent contours shown with key of topographic expression interpretation is a slide area characterized by the shape of the contour of “n” and tightly, whereas a pik area of slide materials are shown by the contour of “u” shape and tenuous contours.


(6)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Longsorlahan merupakan proses alam yang biasa terjadi pada musim penghujan di lereng-lereng pegunungan/perbukitan sebagai perwujudan alam dalam mencari keseimbangan. Peristiwa longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya; sering terjadi pada lereng-lereng alam dan/atau buatan hasil aktivitas manusia. Longsorlahan merupakan gerakan lereng yang tidak stabil; dibedakan menjadi jatuhan, runtuhan, longsoran, sebaran, dan aliran (Varnes, 1978 dalam USGS, 2004).

Bencana longsorlahan sering terjadi di Kabupaten Kulon Progo, terutama di empat kecamatan, yaitu Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, dan Kokap. Berdasarkan data dari BNPB, pada tahun 2006 terjadi longsor yang mengakibatkan 500 rumah rusak ringan. Data dari Kesbanglinmas dan BPBD Kabupaten Kulon Progo, pada tahun 2007 terjadi longsor di Kecamatan Kokap yang mengakibatkan 6 rumah rusak ringan. Di Kecamatan Girimulyo dan Kalibawang juga terjadi longsor yang merusak 4 rumah. Pada tahun 2010 dari BNPB, longsor terjadi di Kecamatan Samigaluh yang menimbulkan 6 warga untuk mengungsi karena rumah mengalami kerusakan; 2 rumah rusak ringan, 1 rumah rusak berat, juga material tanah menimbun ruas jalan dan mengakibatkan beberapa pohon terjatuh/roboh. Pada tahun 2011, terdapat 1 orang yang meninggal dan 1 orang mengalami luka-luka akibat longsor. Banyaknya kejadian longsorlahan di Kabupaten Kulon Progo akan dikaji menggunakan pendekatan ekspresi topografi terhadap konfigurasi lereng yang dicerminkan melalui garis kontur. Ekspresi topografi akan digunakan sebagai pendekatan untuk pemetaan longsorlahan untuk membuktikan kebenaran di lapangan

tentang daerah yang rawan dan pernah terjadi longsorlahan.

Menurut Rogers (2004), analisis ekspresi topografi dari peta topografi dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk pemetaan bahaya longsorlahan. Ekspresi topografi menunjukkan konfigurasi lereng melalui bentuk dan pola dari garis kontur, yang digunakan sebagai indikator untuk mengidentifikasi longsorlahan.

Peta topografi merupakan salah satu jenis data sekunder yang sangat baik untuk digunakan dalam studi kajian wilayah karena menyajikan unsur-unsur alami

(natural features) dan unsur-unsur buatan

manusia (man made features) di atas muka bumi. Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta topografi melalui garis kontur. Garis kontur menunjukkan suatu pernyataan atau kesan morfologi bumi yaitu ekspresi topografi tentang konfigurasi kelerengan seperti kemiringan lereng, bentuk lereng, panjang lereng dan ketinggian. Berdasarkan ekspresi topografi dilakukan identifikasi longsorlahan dengan metode interpretasi terhadap penyimpangan/perbedaan bentuk kontur “n” menjadi bentuk “u” atau bentuk “v”, dan melalui pola kontur yaitu rapat atau renggang/jarang yang menunjukkan tingkat kecuraman lereng berupa konfigurasi daerah lembah atau perbukitan/pegunungan. Bentuk dan pola garis kontur menunjukkan bentuk lereng, antara lain: landai seragam, cekung, dan cembung digunakan sebagai indikator untuk pemetaan longsorlahan. Metode interpretasi dipertajam dengan metode visualisasi topografi 3D menggunakan TIN (Triangulated Irregular Network) karena merepresentasikan permukaan bumi secara akurat, tidak hanya ketinggian lokasi, tetapi juga kenampakan alami yaitu bentuk pada permukaan lereng/kelerengan seperti punggung bukit, dan lembah aliran sungai (Zeiler, 1999).


(7)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi longsorlahan berdasarkan ekspresi topografi di daerah penelitian; (2) memetakan longsorlahan dengan interpretasi ekspresi topografi di daerah penelitian; (3) memetakan longsorlahan dengan visualisasi topografi 3D dan pengetahuan kebencanaan lokal; dan (4) menguji tingkat ketelitian hasil pemetaan dengan membandingkan kesesuaian secara keseluruhan melalui survei lapangan. 2. DASAR TEORI

Interpretasi peta merupakan kegiatan melihat dan mengamati sebuah peta dan mencari penjelasan terhadap pola dari objek tersebut (Muehrcke, 1978). Interpretasi peta topografi lebih menekankan pada pengamatan terhadap garis kontur untuk menafsirkan medan atau konfigurasi relief dan kelerengan suatu daerah.

Interpretasi garis kontur pada peta topografi juga dapat menunjukkan jenis atau bentuk lereng, yaitu lereng landai seragam (gentle), lereng curam (steep), lereng cembung (convex), dan lereng cekung (concave) (Aamli Kam, 2006; Department of The Army, 2001). Lereng landai dicirikan dengan garis kontur berbentuk “u” yang seragam dan tampak lembut serta pola kontur yang tidak rapat (sedang). Lereng curam dicirikan oleh garis kontur yang sangat rapat. Lereng cembung dicirikan dengan pola yang sangat rapat pada kaki lereng, dan pada atas lereng memiliki pola renggang. Sebaliknya pada lereng cekung sangat rapat garis konturnya pada atas lereng dan lebih renggang pada kaki lereng atau lereng bawah (Department of The Army, 2001). Pola dan bentuk garis kontur pada topografi yang mencerminkan konfigurasi relief dan lereng menunjukkan kesan kenampakan permukaan bumi yang merupakan ekspresi topografi.

Berbagai kombinasi yang digunakan sebagai indikator ekspresi topografi untuk mengidentifikasi tipe atau jenis longsorlahan (Rogers, 2004), sebagai berikut.

1. Divergent contours, kontur dimana

terdapat kurva lereng atas dan kurva lereng bawah (kontur berbentuk “n” dan kontur berbentuk “u”) yang menunjukkan anomali atau penyimpangan garis kontur.

2. Crenulated contours, kontur yang

menunjukkan pola gelombang atau lekukan pada kurva lereng atas maupun kurva lereng bawah.

3. Arcuate headscarp evacuation areas,

kontur berbentuk kurva lengkung pada batas bukit dari longsorlahan yang dibentuk karena terjadi penghilangan atau perpindahan material longsoran ke lereng bawah.

4. Isolated topographic benches, kontur

dengan kurva lengkung atas (bentuk kontur “n”) yang menunjukkan rotasi/putaran bidang luncur (slump) pada permukaan lereng atas.

5. Extended topographic ridges or

isolated topographic knobs, kontur

yang menunjukkan terjadi gerakan perpindahan geser yang menarik massa material punggung bukit ke lereng bawah.

6. Sudden up- or down-slope turns in

hillside contours, kontur dimana lereng

bukit bergerak turun. Sering disebabkan oleh gerakan lereng bawah dari bagian yang terisolasi atau terjadi pemisahan dari lereng bukit.

7. Stepped topography, kontur yang

menunjukkan penurunan lereng

(retrogressive slump) atau sebaran

lateral lereng (lateral spreading) dengan periode yang berulang.

8. Fan profiles, kontur yang berbentuk

kipas, seperti kenampakan geomorfologi berupa kipas aluvial, yang kemungkinan besar adalah


(8)

endapan cuping (depositional lobes) dapat berupa aliran runtuhan (debris flows), aliran tanah (earth flows), atau sebaran lateral (lateral spreads).

Lereng berbentuk cekung diperkirakan rawan terjadi longsorlahan karena air hujan mudah untuk jatuh/masuk ke dalam tanah dengan bidang cekung yang lebih cepat mengalami jenuh air dan menimbulkan gerakan geser di sekitar sumbu yang sejajar dengan permukaan tanah. Gerakan geser pada lereng cekung dapat tergolong jenis longsor rotasi

(rotational slide) atau slump karena

dicirikan dengan permukaan pecah dengan bidang cekung melengkung ke atas (Varnes, 1978 dalam USGS, 2004). Lereng curam dapat diperkirakan rawan terjadi debris flow karena aliran air permukaan yang kuat oleh curah hujan tinggi yang dapat mengikis dan memindahkan material tanah yang gembur atau batuan dengan cepat karena bidang kecuraman lereng (Varnes, 1978 dalam USGS, 2004). Bentuk lereng curam/terjal juga dapat menunjukkan terjadinya longsor jatuhan seperti tebing oleh adanya gravitasi, pelapukan dapat melepaskan gerakan material massa tanah dan batu/batuan.

3. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei karena kajian longsorlahan melalui interpretasi berdasarkan ekspresi topografi divalidasi dengan survei lapangan untuk pembuktian hasil analisis dengan pengamatan terhadap kejadian longsor sebelumnya, disertai wawancara masyarakat setempat dengan kriteria umur warga yang menghuni di daerah penelitian berpuluhan tahun. Teknik sampling penelitian secara purposif

(purposive sampling), berdasarkan pada

kondisi topografi berupa lereng daerah penelitian. Metode survei bersifat deskriptif karena kajian longsorlahan

dilakukan mendasarkan pada interpretasi peta topografi berdasarkan ekspresi topografi untuk mengetahui kondisi aktual lereng mengalami longsorlahan. Longsorlahan yang dikaji dari interpretasi ekspresi topografi merupakan analisis data secara kualitatif.

Metode penelitian diuraikan ke dalam tahapan penelitian, meliputi: (1) tahap persiapan, yaitu menyiapkan data peta topografi untuk pemetaan longsorlahan, data peta jaringan sungai sebagai penunjang terhadap identifikasi longsorlahan serta perangkat lunak pendukung pengolah data tersebut. Pengumpulan data-data dan informasi literatur yang diperlukan dalam penelitian serta studi kepustakaan terhadap kajian penelitian. (2) tahap pengolahan data, peta topografi dilakukan interpretasi berdasarkan ekspresi topografi dari bentuk dan pola garis kontur untuk mengidentifikasi longsorlahan. Identifikasi longsorlahan dipertajam dengan visualisasi topografi 3D berupa TIN ditambah pengetahuan lokal terhadap bencana longsorlahan. Bentuk lereng cekung, curam, dan tebing dapat diketahui secara jelas melalui TIN untuk mendukung dalam mengidentifikasi longsorlahan. (3) tahap kegiatan lapangan, melakukan survei lapangan untuk membuktikan kebenaran hasil identifikasi longsorlahan dari interpretasi ekspresi topografi dan TIN. Lereng digunakan sebagai dasar atau acuan penentuan sampel untuk survei di lapangan. Validasi kebenaran hasil pemetaan melalui pengamatan bekas kejadian longsorlahan sebelumnya, didukung dengan wawancara terhadap warga setempat. (4) tahap analisis, menganalisis ekspresi topografi sebagai kunci pemetaan longsorlahan hasil interpretasi. Pemetaan longsorlahan dipertajam dengan pemodelan TIN secara 3D ditambah dengan pengetahuan lokal dari aspek geomorfologi dan pedologi


(9)

(pedogeomorfik). Peta hasil interpretasi dan pemodelan TIN dilakukan reinterpretasi yang dilengkapi dengan data titik-titik longsor penelitian peneliti sebelumnya. Peta yang telah direinterpretasi dilakukan uji akurasi/ketelitian menggunakan matriks kesalahan. (5) tahap penyelesaian, berupa peta longsorlahan hasil interpretasi ekspresi topografi dan hasil visualisasi TIN. Peta hasil interpretasi ekspresi topografi menunjukkan kunci pemetaan jenis-jenis longsorlahan melalui ekspresi topografi.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara geomorfologis, Kabupaten Kulonprogo yang memiliki topografi perbukitan/pegunungan menjadi kajian

penelitian terhadap longsorlahan, seperti perbukitan Menoreh meliputi Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh dengan ketinggian antara 500 - 1000 mdpal menunjukkan kawasan rawan bencana longsorlahan.

Salah satu kunci interpretasi ekspresi topografi yang menunjukkan kejadian longsorlahan di daerah penelitian adalah kontur divergen. Jenis longsorlahan di daerah penelitian dapat diketahui berupa longsorlahan jenis rotational slump dari ekspresi kontur divergen yang ditunjukkan dengan kunci interpretasi ekspresi topografi yaitu daerah pelongsoran dicirikan oleh bentuk kontur “n” dan rapat, sedangkan daerah timbunan material pelongsoran ditunjukkan oleh bentuk kontur “u” dan renggang (Gambar 1.1.B).

Gambar 1.1 A) Kunci interpretasi ekspresi topografi untuk rotational slumps (Rogers, 2004) B) Kunci interpretasi ekspresi topografi rotational slumps daerah penelitian

A)Longsorlahan rotational slumps B) Longsorlahan rotational slumps di Desa

(Rogers, 2004) Pagerharjo Kec. Samigaluh

Gambar 1.2 Longsorlahan rotational slumps Rogers (kiri), Hasil Survei lapangan peneliti (kanan) Morfometri dari longsorlahan

rotational slumps yang ditemukan di Desa

Pagerharjo Kecamatan Samigaluh menujukkan dataran tinggi yang curam,

kemiringan lereng 72% dengan bentuk lereng cekung dan ketinggian antara 440 – 540 mdpal. Daerah kejadian longsorlahan tersebut menunjukkan morfografi


(10)

perbukitan berupa perbukitan Denudasional dan ditunjukkan dengan penggunaan lahan kebun campuran berupa tanaman perkayuan dengan kondisi vegetasi yang cukup rapat.

Selain longsorlahan jenis slump, pada saat survei di lapangan ditemukan longsorlahan pada daerah perbukitan dengan tebing yang tampak terjal dengan kemiringan 90%. (Gambar 1.3.B). Jenis longsorlahan diperkirakan berupa longsorlahan jatuhan melihat kondisi lereng tampak terjal, material yang jatuh

dapat diakibatkan oleh pengaruh gravitasi atau pelapukan mekanis. Kondisi lereng tersebut dilihat dari garis kontur bahwa lereng atas memiliki pola kontur yang rapat dengan ketinggian antara 750 mdpal – 800 mdpal. Garis konturnya menunjukkan ekspresi topografi berbentuk “n” dengan garis membuka lebar yang kemudian membentuk pola lurus yang renggang dan sedikit berbentuk “u”. Anomali atau kontur divergen tersebut menjadi indikasi terhadap kejadian longsorlahan.

Gambar 1.3 A) Kunci interpretasi ekspresi topografi daerah penelitian

B) Kondisi lereng dan longsorlahan di Desa Hargotirto Kec. Kokap Pemetaan longsorlahan dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan terhadap garis kontur yang mencerminkan konfigurasi lereng melalui interpretasi ekspresi topografi. Lereng merupakan unsur eksternal yang sangat berpengaruh/ signifikan terhadap kejadian longsorlahan sehingga lereng menjadi pendekatan utama dalam mengidentifikasi atau memetakan longsorlahan. Lereng sebagai pendekatan utama melalui ekspresi topografi ini untuk pemetaan longsorlahan menunjukkan lereng skala menengah hingga makro karena data peta topografi yang digunakan memiliki kontur interval 12,5 m dengan skala 25.000. Dalam hal ini pemetaan longsorlahan melalui interpretasi ekspresi topografi tidak mampu untuk dilakukan pada tingkat longsorlahan kecil. Pemetaan longsorlahan melalui ekspresi topografi ini menggunakan data peta topografi tahun

1999, sehingga pada saat survei di lapangan peneliti mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi longsorlahan. Bekas-bekas kejadian longsorlahan terdahulu menjadi sulit untuk ditemukan karena jarak waktu yang cukup lama dari penggunaan data topografi tahun 1999, sedangkan kajian longsorlahan melalui interpretasi ekspresi topografi dilakukan pada tahun 2013 tentunya membuat kondisi lahan mengalami perubahan lahan dari bekas terjadinya longsorlahan yang telah dimanfaatkan oleh penduduk.

Hasil survei di lapangan menunjukkan bahwa kejadian longsorlahan hasil interpretasi ekspresi topografi daerah penelitian hanya dapat ditemukan sebanyak 7 titik (Gambar 1.4) yang terdapat di Kecamatan Kokap sebanyak 3 titik, Kecamatan Samigaluh 2 titik,


(11)

Kecamatan Girimulyo 1 titik, dan Kecamatan Kalibawang 1 titik.

Pemetaan longsorlahan melalui ekspresi topografi yang dipertajam menggunakan visualisasi topografi 3D

berupa TIN sangat membantu dalam pengidentifikasian longsorlahan. TIN merepresentasikan konfigurasi lereng dengan baik. Konfigurasi lereng melalui TIN dapat terlihat dengan jelas.

Gambar 1.4 Bekas-bekas kejadian longsorlahan yang ditemukan di lapangan. A) delineasi longsorlahan, B) hasil survei lapangan

A)Delineasi Ekspresi Topografi B)Bekas Longsorlahan (Desa Pendoworejo

Kec. Girimulyo). Kemiringan lereng 70%.

A)Delineasi Ekspresi Topografi B)Bekas Longsorlahan (Desa Banjaroyo

Kec. Kalibawang). Kemiringan lereng 60%.

A)Delineasi Ekspresi Topografi B)Bekas Longsorlahan (Desa Hargomulyo


(12)

Kejadian longsorlahan yang berhasil ditemukan dari hasil TIN ini hanya 3 titik (Gambar 1.5) yang terdapat di Kecamatan Kokap 1 titik, dan di Kecamatan Samigaluh 2 titik, dimana 1 titik juga menunjukkan titik yang sama pada hasil interpretasi ekspresi topografi, yaitu di Desa Pagerharjo (Gambar 1.2.B). Kondisi lereng di lapangan yang pernah mengalami longsorlahan sudah tidak nampak karena tertutup vegetasi yang rapat dan lahan tersebut dimanfaatkan penduduk menjadi areal perkebunan tanaman perkayuan.

Delienasi area dari hasil analisis ekspresi topografi dan visualisasi topografi 3D (TIN) secara keseluruhan disajikan dalam Tabel 1.1. Hasil delineasi tersebut merupakan area yang diperkirakan rawan terjadi longsorlahan. Data kejadian longsorlahan digunakan sebagai

pembanding untuk validasi kebenaran terhadap hasil delineasi dari analisis ekspresi topografi maupun TIN. Hasil delineasi tersebut yang diperkirakan rawan terjadi longsorlahan dengan data kejadian longsorlahan relatif berbeda karena longsorlahan yang dipetakan dalam penelitian ini berbasis pada konfigurasi lereng skala makro, sehingga longsorlahan yang dikaji merupakan longsorlahan skala besar. Sedangkan data kejadian longsorlahan merupakan longsorlahan dengan skala campuran dari makro hingga mikro. Delineasi area hasil analisis ekspresi topografi maupun TIN dibuktikan kebenarannya di lapangan, namun kejadian longsorlahan yang dapat ditemukan atau diketahui di lapangan berjumlah sangat sedikit yaitu 9 kejadian dari 42 titik sampel.

Identifikasi longsorlahan melalui analisis ekspresi topografi merupakan longsorlahan eksisting yang sudah terjadi pada masa lampau dari kondisi aktual lereng mengalami longsor. Akan tetapi, longsorlahan dari analisis ekspresi topografi dapat menunjukkan akan terjadinya longsorlahan di masa mendatang. Hal ini dibuktikan pada saat survei di lapangan ditemukan longsorlahan yang terjadi dalam waktu yang belum lama pada titik hasil delineasi ekspresi topografi, yaitu di Desa Banjaroyo Kecamatan Kalibawang. Sehingga ekspresi topografi menunjukkan titik daerah rawan kejadian longsorlahan.

Nilai ketelitian pemetaan pada matriks kesalahan dari interpretasi ekspresi topografi maupun TIN menunjukkan nilai ketelitian yang rendah yaitu 33,33% dan 14,29% karena jumlah kesesuaian longsorlahan yang ditemukan di lapangan adalah sedikit melihat adanya banyak perubahan pemanfaatan lahan di lapangan berupa perkebunan tanaman perkayuan. Kondisi lahan yang diamati di lapangan sulit untuk ditemukan bekas kejadian

longsorlahan terdahulu karena lahan tertutup vegetasi yang cukup rapat. Hal tersebut karena jangka waktu yang lama dari data yang digunakan peneliti dengan kondisi di lapangan saat ini.

Peneliti melakukan interpretasi ekspresi topografi dengan cara subjektif yaitu mendelineasi sebanyak mungkin ekspresi topografi dari garis kontur yang diperkirakan rawan terjadi longsorlahan. Sebaiknya interpetasi dilakukan secermat mungkin untuk mendapatkan nilai kebenaran yang sebenarnya (faktual) di lapangan.

Pemetaan longsorlahan melalui pendekatan analisis ekspresi topografi agar mendapatkan nilai ketelitian yang tinggi dari pembuktian kebenarannya di lapangan, maka perlu dilakukan interpretasi kembali (reinterpretasi) terhadap peta topografi dengan memahami secara benar karakteristik ekspresi topografi (baca indikator ekspresi topografi menurut Rogers, 2004) sebagai kunci untuk mengenali dan mengidentifikasi longsorlahan. Kontur divergen merupakan salah satu kunci


(13)

ekspresi topografi yang paling memudahkan untuk menunjukkan adanya longsorlahan, sehingga pada saat menginterpretasi ekspresi topografi sebaiknya difokuskan saja pada kontur divergen dengan mencermati kenampakan anomali yang paling besar sebagai indikasi bahwa di lapangan terjadi longsorlahan.

Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pengamatan dalam identifikasi longsorlahan di lapangan karena penggunaan data dari peta topografi adalah skala 25.000 dengan Ci 12,5 meter, yang menunjukkan bahwa longsorlahan yang dikaji adalah longsorlahan besar.

Tabel 1.1 Perbandingan Delineasi Area yang diperkirakan Rawan Longsorlahan Hasil Analisis Ekspresi Topografi dan Visualisasi Topografi 3D (TIN) dengan Data Kejadian Longsorlahan di Daerah Penelitian

No.

Delineasi Longsorlahan Data

Kejadian Kecamatan Desa

Longsor yang ditemukan Ekspresi

Topografi

Visualisasi 3D (TIN)

1. 1 - 1 Kalibawang Banjarharjo 0

2. 7 5 3 Banjaroyo 1

3. - - 2 Banjararum 0

4. 7 6 4 Banjarasri 0

5. 3 1 2 Samigaluh Banjarsari 0

6. 7 8 1 Gerbosari 0

7. 4 1 30 Kebonharjo 0

8. 10 12 3 Ngargosari 0

9. 16 7 1 Pagerharjo 2

10. 7 6 6 Purwoharjo 1

11. 9 2 1 Sidoharjo 0

12. 9 2 3 Girimulyo Giripurwo 0

13. 7 9 18 Jatimulyo 0

14. 6 3 7 Pendoworejo 1

15. 15 8 28 Purwosari 0

16. 2 1 1 Kokap Hargomulyo 1

17. 5 - 5 Hargorejo 0

18. 14 10 29 Hargotirto 1

19. 7 1 16 Hargowilis 0

20. 11 4 12 Kalirejo 2

21. 9 2 - Pengasih Sidomulyo 0

22. 1 - Tawangsari 0

23. - - 1 Nanggulan Tanjungharjo 0

24. 1 - - Temon Temon Wetan 0

159 88 166 Total 9


(14)

Gambar 1.5 Bekas-bekas kejadian longsorlahan yang ditemukan di lapangan. A) delineasi longsorlahan, B) hasil survei lapangan

Adanya penduduk sangat membantu dalam memberikan informasi untuk membuktikan kebenaran kejadian longsorlahan di lapangan. Penduduk yang bermukim di kawasan yang rawan

longsorlahan tentu memiliki cerita atau informasi dari peristiwa yang terjadi di daerahnya. Apabila hasil pemetaan yang akan di survei berada pada kawasan yang tidak ada permukiman penduduk, maka

A)Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Purwoharjo

Kec. Samigaluh). Kemiringan lereng 23%

A)Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Kalirejo

Kec. Kokap). Kemiringan lereng 30%.

A)Delineasi Ekspresi Topografi B)Bekas Longsorlahan (Desa Pagerharjo


(15)

menimbulkan kesulitan untuk pembuktiannya di lapangan. Penelitian yang dilakukan ini terdapat beberapa titik hasil pemetaan yang tidak berada pada kawasan permukiman penduduk, sehingga peneliti mengalami kesulitan untuk mencari tahu kebenaran dari kejadian longsorlahan. Tokoh masyarakat atau Pamong Desa ternyata belum tentu mengetahui informasi kejadian longsorlahan karena peneliti pernah menanyakan kejadian longsorlahan kepada Pamong Desa, akan tetapi orang tersebut tidak dapat memberikan penjelasan informasi. Masyarakat biasa justru lebih banyak mengetahui peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya penduduk pada objek pengamatan cukup signifikan berpengaruh terhadap tingkat kebenaran hasil pemetaan karena kajian longsorlahan yang dilakukan peneliti terbatas pada penggunaan data yang tidak update. Sehingga seringnya kejadian longsorlahan pada suatu daerah, khususnya daerah rawan bencana longsorlahan menjadikan peta topografi harus selalu di up to date.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari penelitian ini:

(1) Kejadian longsorlahan di daerah penelitian ditunjukkan dengan kunci interpretasi kontur divergen, yaitu daerah pelongsoran dicirikan oleh kontur yang semula berbentuk memanjang atau sedikit melintang “u” menjadi bentuk “n” sebagai indikator pergerakan/pergeseran bidang permukaan tanah, sedangkan daerah timbunan material pelongsoran ditunjukkan oleh bentuk kontur “u” dan renggang.

(2) Kecamatan Kokap merupakan daerah yang rawan terjadi longsorlahan dibuktikan dengan hasil survei di

lapangan dari delineasi ekspresi topografi dan TIN terbanyak pada daerah tersebut yaitu 4 titik dari 9 titik yang ditemukan. Kejadian longsorlahan juga terdapat di Kecamatan Girimulyo, Kecamatan Samigaluh, dan Kecamatan Kalibawang.

(3) Kejadian longsorlahan di Kecamatan Kokap yang ditemukan sebanyak 4 titik, yaitu di Desa Hargomulyo dengan kemiringan lereng 65%, Desa Hargotirto dengan kemiringan lereng 90%, dan di Desa Kalirejo dengan kemiringan lereng 65% dan kemiringan lereng 30%. Di Kecamatan Samigaluh ditemukan 3 titik, yaitu di Desa Purwoharjo dengan kemiringan lereng 23%, dan di Desa Pagerharjo dengan kemiringan lereng 72% dan kemiringan lereng 64%. Pada Kecamatan Girimulyo ditemukan 1 titik di Desa Pendoworejo dengan kemiringan lereng 70%, dan 1 titik pada Kecamatan Kalibawang di Desa Banjaroyo dengan kemiringan lereng 60%.

(4) Hasil pemetaan longsorlahan dari interpretasi ekspresi topografi diperoleh nilai ketelitian dari penghitungan matriks kesalahan sebesar 33,33%, sedangkan hasil pemetaan longsorlahan dari TIN adalah 14,29%. Nilai ketelitian tersebut kecil karena pembuktian kebenaran longsorlahan hasil pemetaan memiliki kendala pada saat mengidentifikasi bekas kejadian longsorlahan di lapangan oleh kondisi lahan yang telah dimanfaatkan penduduk menjadi areal perkebunan yang tertutup vegetasi cukup rapat. Hal tersebut menjadi keterbatasan penelitian karena jangka waktu yang lama dari data yang digunakan


(16)

peneliti dengan kondisi di lapangan saat ini.

(5) Identifikasi longsorlahan melalui analisis ekspresi topografi dapat menunjukkan akan terjadinya longsorlahan di masa mendatang. Hal ini dibuktikan pada saat survei di lapangan ditemukan longsorlahan yang terjadi dalam waktu yang belum lama pada titik hasil delineasi ekspresi topografi, yaitu di Desa Banjaroyo Kecamatan Kalibawang. Sehingga ekspresi topografi menunjukkan titik daerah rawan kejadian longsorlahan. (6) Pemetaan longsorlahan melalui

analisis ekspresi topografi memiliki keunggulan/keunikan: pertama, kajian geomorfologi melalui pendekatan lereng yang dicerminkan oleh garis kontur; kedua, kajian kartografi melalui interpretasi berdasarkan ekspresi topografi dan pemodelan TIN secara 3D.

5.2 Saran

Penelitian ini memiliki beberapa saran untuk dikembangkan:

(1) Untuk mendapatkan hasil pemetaan longsorlahan secara detil atau mikro, dibutuhkan peta topografi skala besar 1 : 10.000 dengan interval kontur (Ci) 5 meter yang lebih detil dari 12,5 meter.

(2) Perlu studi pustaka lebih lanjut untuk memetakan longsorlahan hingga pada jenis-jenis longsorlahan yang spesifik (lihat Rogers, 2004) disertai penggunaan data topografi dengan skala yang besar.

(3) Untuk mengetahui tingkat akurasi hasil pemetaan longsorlahan, diperlukan survei lapangan pada kejadian longsor sebelumnya disertai wawancara terhadap masyarakat setempat, disertai pengukuran lereng (kemiringan, panjang, ketinggian) dan pengukuran ketebalan tanah, karena tanah tebal rawan terjadi longsorlahan.

(4) Pemetaan longsorlahan berdasarkan ekspresi topografi yang dipertajam menggunakan TIN perlu dikomparasi dengan pemodelan 3D lainnya untuk mengetahui tingkat ketelitian yang lebih akurat.

6. DAFTAR PUSTAKA

Aamli Kam, J. M. 2006. Practical Work in Geography. India: NCERT.

BPS. 2011. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2010. Kulon Progo: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo.

Department of The Army. 2001. Map Reading and Land Navigation. Washington DC: The United States Army.

Highland, Lynn. 2004. Landslide Types and Processes. USGS Fact Sheet 2004-3072. Virginia: USGS.

Muehrcke, P.C. 1978. Map Use: Reading, Analysis, and Interpretation. Madison: University of Wisconsin.

Rogers, J. D. and B. C. Doyle. 2004. Mapping of Seismically-Induced Landslippage in the Benton Hills and Crowley’s Ridge, New Madrid Seismic Zone, Missouri and Arkansas.

Department of Geological Sciences & Engineering. University of Missouri-Rolla.

Zeiler, Michael. 1999. Modeling our World. The ESRI Guide to Geodatabase Design. New York: Environmetal Systems Research Institute.


(1)

Kecamatan Girimulyo 1 titik, dan Kecamatan Kalibawang 1 titik.

Pemetaan longsorlahan melalui ekspresi topografi yang dipertajam menggunakan visualisasi topografi 3D

berupa TIN sangat membantu dalam pengidentifikasian longsorlahan. TIN merepresentasikan konfigurasi lereng dengan baik. Konfigurasi lereng melalui TIN dapat terlihat dengan jelas.

Gambar 1.4 Bekas-bekas kejadian longsorlahan yang ditemukan di lapangan. A) delineasi longsorlahan, B) hasil survei lapangan

A)Delineasi Ekspresi Topografi B)Bekas Longsorlahan (Desa Pendoworejo Kec. Girimulyo). Kemiringan lereng 70%.

A)Delineasi Ekspresi Topografi B)Bekas Longsorlahan (Desa Banjaroyo Kec. Kalibawang). Kemiringan lereng 60%.

A)Delineasi Ekspresi Topografi B)Bekas Longsorlahan (Desa Hargomulyo Kec. Kokap). Kemiringan lereng 65%.


(2)

Kejadian longsorlahan yang berhasil ditemukan dari hasil TIN ini hanya 3 titik (Gambar 1.5) yang terdapat di Kecamatan Kokap 1 titik, dan di Kecamatan Samigaluh 2 titik, dimana 1 titik juga menunjukkan titik yang sama pada hasil interpretasi ekspresi topografi, yaitu di Desa Pagerharjo (Gambar 1.2.B). Kondisi lereng di lapangan yang pernah mengalami longsorlahan sudah tidak nampak karena tertutup vegetasi yang rapat dan lahan tersebut dimanfaatkan penduduk menjadi areal perkebunan tanaman perkayuan.

Delienasi area dari hasil analisis ekspresi topografi dan visualisasi topografi 3D (TIN) secara keseluruhan disajikan dalam Tabel 1.1. Hasil delineasi tersebut merupakan area yang diperkirakan rawan terjadi longsorlahan. Data kejadian longsorlahan digunakan sebagai

pembanding untuk validasi kebenaran terhadap hasil delineasi dari analisis ekspresi topografi maupun TIN. Hasil delineasi tersebut yang diperkirakan rawan terjadi longsorlahan dengan data kejadian longsorlahan relatif berbeda karena longsorlahan yang dipetakan dalam penelitian ini berbasis pada konfigurasi lereng skala makro, sehingga longsorlahan yang dikaji merupakan longsorlahan skala besar. Sedangkan data kejadian longsorlahan merupakan longsorlahan dengan skala campuran dari makro hingga mikro. Delineasi area hasil analisis ekspresi topografi maupun TIN dibuktikan kebenarannya di lapangan, namun kejadian longsorlahan yang dapat ditemukan atau diketahui di lapangan berjumlah sangat sedikit yaitu 9 kejadian dari 42 titik sampel.

Identifikasi longsorlahan melalui analisis ekspresi topografi merupakan longsorlahan eksisting yang sudah terjadi pada masa lampau dari kondisi aktual lereng mengalami longsor. Akan tetapi, longsorlahan dari analisis ekspresi topografi dapat menunjukkan akan terjadinya longsorlahan di masa mendatang. Hal ini dibuktikan pada saat survei di lapangan ditemukan longsorlahan yang terjadi dalam waktu yang belum lama pada titik hasil delineasi ekspresi topografi, yaitu di Desa Banjaroyo Kecamatan Kalibawang. Sehingga ekspresi topografi menunjukkan titik daerah rawan kejadian longsorlahan.

Nilai ketelitian pemetaan pada matriks kesalahan dari interpretasi ekspresi topografi maupun TIN menunjukkan nilai ketelitian yang rendah yaitu 33,33% dan 14,29% karena jumlah kesesuaian longsorlahan yang ditemukan di lapangan adalah sedikit melihat adanya banyak perubahan pemanfaatan lahan di lapangan berupa perkebunan tanaman perkayuan. Kondisi lahan yang diamati di lapangan sulit untuk ditemukan bekas kejadian

longsorlahan terdahulu karena lahan tertutup vegetasi yang cukup rapat. Hal tersebut karena jangka waktu yang lama dari data yang digunakan peneliti dengan kondisi di lapangan saat ini.

Peneliti melakukan interpretasi ekspresi topografi dengan cara subjektif yaitu mendelineasi sebanyak mungkin ekspresi topografi dari garis kontur yang diperkirakan rawan terjadi longsorlahan. Sebaiknya interpetasi dilakukan secermat mungkin untuk mendapatkan nilai kebenaran yang sebenarnya (faktual) di lapangan.

Pemetaan longsorlahan melalui pendekatan analisis ekspresi topografi agar mendapatkan nilai ketelitian yang tinggi dari pembuktian kebenarannya di lapangan, maka perlu dilakukan interpretasi kembali (reinterpretasi) terhadap peta topografi dengan memahami secara benar karakteristik ekspresi topografi (baca indikator ekspresi topografi menurut Rogers, 2004) sebagai

kunci untuk mengenali dan

mengidentifikasi longsorlahan. Kontur divergen merupakan salah satu kunci


(3)

ekspresi topografi yang paling memudahkan untuk menunjukkan adanya longsorlahan, sehingga pada saat menginterpretasi ekspresi topografi sebaiknya difokuskan saja pada kontur divergen dengan mencermati kenampakan anomali yang paling besar sebagai indikasi bahwa di lapangan terjadi longsorlahan.

Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pengamatan dalam identifikasi longsorlahan di lapangan karena penggunaan data dari peta topografi adalah skala 25.000 dengan Ci 12,5 meter, yang menunjukkan bahwa longsorlahan yang dikaji adalah longsorlahan besar.

Tabel 1.1 Perbandingan Delineasi Area yang diperkirakan Rawan Longsorlahan Hasil Analisis Ekspresi Topografi dan Visualisasi Topografi 3D (TIN) dengan Data Kejadian Longsorlahan di Daerah Penelitian

No.

Delineasi Longsorlahan Data

Kejadian Kecamatan Desa

Longsor yang ditemukan Ekspresi

Topografi

Visualisasi 3D (TIN)

1. 1 - 1 Kalibawang Banjarharjo 0

2. 7 5 3 Banjaroyo 1

3. - - 2 Banjararum 0

4. 7 6 4 Banjarasri 0

5. 3 1 2 Samigaluh Banjarsari 0

6. 7 8 1 Gerbosari 0

7. 4 1 30 Kebonharjo 0

8. 10 12 3 Ngargosari 0

9. 16 7 1 Pagerharjo 2

10. 7 6 6 Purwoharjo 1

11. 9 2 1 Sidoharjo 0

12. 9 2 3 Girimulyo Giripurwo 0

13. 7 9 18 Jatimulyo 0

14. 6 3 7 Pendoworejo 1

15. 15 8 28 Purwosari 0

16. 2 1 1 Kokap Hargomulyo 1

17. 5 - 5 Hargorejo 0

18. 14 10 29 Hargotirto 1

19. 7 1 16 Hargowilis 0

20. 11 4 12 Kalirejo 2

21. 9 2 - Pengasih Sidomulyo 0

22. 1 - Tawangsari 0

23. - - 1 Nanggulan Tanjungharjo 0

24. 1 - - Temon Temon Wetan 0

159 88 166 Total 9


(4)

Gambar 1.5 Bekas-bekas kejadian longsorlahan yang ditemukan di lapangan. A) delineasi longsorlahan, B) hasil survei lapangan

Adanya penduduk sangat membantu dalam memberikan informasi untuk membuktikan kebenaran kejadian longsorlahan di lapangan. Penduduk yang bermukim di kawasan yang rawan

longsorlahan tentu memiliki cerita atau informasi dari peristiwa yang terjadi di daerahnya. Apabila hasil pemetaan yang akan di survei berada pada kawasan yang tidak ada permukiman penduduk, maka

A)Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Purwoharjo Kec. Samigaluh). Kemiringan lereng 23%

A)Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Kalirejo Kec. Kokap). Kemiringan lereng 30%.

A)Delineasi Ekspresi Topografi B)Bekas Longsorlahan (Desa Pagerharjo Kec. Samigaluh). Kemiringan lereng 72%.


(5)

menimbulkan kesulitan untuk pembuktiannya di lapangan. Penelitian yang dilakukan ini terdapat beberapa titik hasil pemetaan yang tidak berada pada kawasan permukiman penduduk, sehingga peneliti mengalami kesulitan untuk mencari tahu kebenaran dari kejadian longsorlahan. Tokoh masyarakat atau Pamong Desa ternyata belum tentu mengetahui informasi kejadian longsorlahan karena peneliti pernah menanyakan kejadian longsorlahan kepada Pamong Desa, akan tetapi orang tersebut tidak dapat memberikan penjelasan informasi. Masyarakat biasa justru lebih banyak mengetahui peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya penduduk pada objek pengamatan cukup signifikan berpengaruh terhadap tingkat kebenaran hasil pemetaan karena kajian longsorlahan yang dilakukan peneliti terbatas pada penggunaan data yang tidak update. Sehingga seringnya kejadian longsorlahan pada suatu daerah, khususnya daerah rawan bencana longsorlahan menjadikan peta topografi harus selalu di up to date.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari penelitian ini:

(1) Kejadian longsorlahan di daerah penelitian ditunjukkan dengan kunci interpretasi kontur divergen, yaitu daerah pelongsoran dicirikan oleh kontur yang semula berbentuk memanjang atau sedikit melintang “u”

menjadi bentuk “n” sebagai indikator

pergerakan/pergeseran bidang permukaan tanah, sedangkan daerah timbunan material pelongsoran

ditunjukkan oleh bentuk kontur “u”

dan renggang.

(2) Kecamatan Kokap merupakan daerah yang rawan terjadi longsorlahan dibuktikan dengan hasil survei di

lapangan dari delineasi ekspresi topografi dan TIN terbanyak pada daerah tersebut yaitu 4 titik dari 9 titik

yang ditemukan. Kejadian

longsorlahan juga terdapat di Kecamatan Girimulyo, Kecamatan

Samigaluh, dan Kecamatan

Kalibawang.

(3) Kejadian longsorlahan di Kecamatan Kokap yang ditemukan sebanyak 4 titik, yaitu di Desa Hargomulyo dengan kemiringan lereng 65%, Desa Hargotirto dengan kemiringan lereng 90%, dan di Desa Kalirejo dengan kemiringan lereng 65% dan kemiringan lereng 30%. Di Kecamatan Samigaluh ditemukan 3 titik, yaitu di Desa Purwoharjo dengan kemiringan lereng 23%, dan di Desa Pagerharjo dengan kemiringan lereng 72% dan kemiringan lereng 64%. Pada Kecamatan Girimulyo ditemukan 1 titik di Desa Pendoworejo dengan kemiringan lereng 70%, dan 1 titik pada Kecamatan Kalibawang di Desa Banjaroyo dengan kemiringan lereng 60%.

(4) Hasil pemetaan longsorlahan dari interpretasi ekspresi topografi diperoleh nilai ketelitian dari penghitungan matriks kesalahan sebesar 33,33%, sedangkan hasil pemetaan longsorlahan dari TIN adalah 14,29%. Nilai ketelitian tersebut kecil karena pembuktian kebenaran longsorlahan hasil pemetaan memiliki kendala pada saat mengidentifikasi bekas kejadian longsorlahan di lapangan oleh kondisi lahan yang telah dimanfaatkan penduduk menjadi areal perkebunan yang tertutup vegetasi cukup rapat. Hal tersebut menjadi keterbatasan penelitian karena jangka waktu yang lama dari data yang digunakan


(6)

peneliti dengan kondisi di lapangan saat ini.

(5) Identifikasi longsorlahan melalui analisis ekspresi topografi dapat menunjukkan akan terjadinya longsorlahan di masa mendatang. Hal ini dibuktikan pada saat survei di lapangan ditemukan longsorlahan yang terjadi dalam waktu yang belum lama pada titik hasil delineasi ekspresi topografi, yaitu di Desa Banjaroyo Kecamatan Kalibawang. Sehingga ekspresi topografi menunjukkan titik daerah rawan kejadian longsorlahan. (6) Pemetaan longsorlahan melalui

analisis ekspresi topografi memiliki keunggulan/keunikan: pertama, kajian geomorfologi melalui pendekatan lereng yang dicerminkan oleh garis kontur; kedua, kajian kartografi melalui interpretasi berdasarkan ekspresi topografi dan pemodelan TIN secara 3D.

5.2 Saran

Penelitian ini memiliki beberapa saran untuk dikembangkan:

(1) Untuk mendapatkan hasil pemetaan longsorlahan secara detil atau mikro, dibutuhkan peta topografi skala besar 1 : 10.000 dengan interval kontur (Ci) 5 meter yang lebih detil dari 12,5 meter.

(2) Perlu studi pustaka lebih lanjut untuk memetakan longsorlahan hingga pada jenis-jenis longsorlahan yang spesifik (lihat Rogers, 2004) disertai penggunaan data topografi dengan skala yang besar.

(3) Untuk mengetahui tingkat akurasi hasil pemetaan longsorlahan, diperlukan survei lapangan pada kejadian longsor sebelumnya disertai wawancara terhadap masyarakat setempat, disertai pengukuran lereng (kemiringan, panjang, ketinggian) dan pengukuran ketebalan tanah, karena tanah tebal rawan terjadi longsorlahan.

(4) Pemetaan longsorlahan berdasarkan ekspresi topografi yang dipertajam menggunakan TIN perlu dikomparasi dengan pemodelan 3D lainnya untuk mengetahui tingkat ketelitian yang lebih akurat.

6. DAFTAR PUSTAKA

Aamli Kam, J. M. 2006. Practical Work in Geography. India: NCERT.

BPS. 2011. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2010. Kulon Progo: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo.

Department of The Army. 2001. Map Reading and Land Navigation. Washington DC: The United States Army.

Highland, Lynn. 2004. Landslide Types and Processes. USGS Fact Sheet 2004-3072. Virginia: USGS.

Muehrcke, P.C. 1978. Map Use: Reading, Analysis, and Interpretation. Madison: University of Wisconsin.

Rogers, J. D. and B. C. Doyle. 2004. Mapping of Seismically-Induced Landslippage in the Benton Hills and Crowley’s Ridge, New Madrid Seismic Zone, Missouri and Arkansas. Department of Geological Sciences & Engineering. University of Missouri-Rolla.

Zeiler, Michael. 1999. Modeling our World. The ESRI Guide to Geodatabase Design. New York: Environmetal Systems Research Institute.