PERENCANAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN.
x DAFTAR ISI
PERNYATAAN... i
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
PENGHARGAAN DAN TERIMA KASIH ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Masalah ... 13
C. Pertanyaan Penelitian ... 14
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15
E. Paradigma Penelitian ... 17
F. Asumsi-asumsi Penelitian ... 21
BAB II TELAAH TEORETIK PERENCANAAN PENDIDIKAN YANG BERORIENTASI KEUNGGULAN MUTU LULUSAN . 23 A. Perencanaan Pendidikan dalam Konteks Administrasi Pendidikan ... 23
1. Proses Administrasi Pendidikan ... 23
2. Pengertian Perencanaan Pendidikan ... 31
3. Posisi Perencanaan dalam Administrasi Pendidikan ... 35
B. Konsep Dasar Perencanaan Pendidikan ... 38
1. Perencanaan Pendidikan sebagai Sistem ... 40
2. Perencanaan Pendidikan Bersifat Komprehensif ... 42
(2)
xi
4. Bentuk dan Pendekatan Perencanaan Pendidikan... 48
5. Visi Keunggulan dalam Perencanaan Pendidikan SMK .... 52
C. Perencanaan dan Manajemen Startegik ... 67
1. Konsep Manajemen Strategik ... 67
2. Posisi Perencanaan Strategik SMK ... 71
3. Tahapan Perencanaan Strategik SMK ... 74
D. Analisis Posisi Pendidikan dalam Perencanaan Pendidikan SMK ... 78
1. Peranan Analisis Posisi Pendidikan ... 79
2. Penggunaan Analisis Posisi Pendidikan ... 80
3. Sasaran Analisis Posisi Pendidikan ... 83
4. Langkah, Metode, dan Instrumen Analisis Pendidikan... 84
5. Menggambarkan Kondisi Internal Sistem Pendidikan ... 85
6. Menggambarkan Kondisi Eksternal Sistem Pendidikan .... 91
E. Mutu Sekolah ... 93
1. Konsep Mutu ... 93
2. Mutu Pendidikan di Sekolah ... 99
3. Mewujudkan Mutu Pendidikan di Sekolah ... 101
4. Dimensi Mutu Pendidikan di Sekolah ... 106
5. Perencanaan Mutu Sekolah ... 108
F. Studi Terdahulu yang Relevan ... 111
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 115
A. Metode Penelitian ... 115
B. Subyek dan Obyek Penelitian ... 118
(3)
xii
D. Sumber Data ... 121
E. Pengumpulan Data ... 122
F. Tahap Penelitian ... 124
G. Analisis Data ... 128
H. Validitas dan Reliabilitas Data ... 131
I. Teknik Penyusunan Model ... 134
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ... 136
A. Profil Eksternal Sistem Pendidikan SMK di Kota Semarang .... 136
1. Keadaan Geografis ... 136
2. Kependudukan ... 138
3. Mata Pencaharian Penduduk ... 141
4. Ketenagakerjaan ... 143
5. Lowongan Kerja ... 145
6. Keadaan Sekolah Menengah Kejuruan ... 148
B. Profil Internal Pendidikan di SMK ... 149
1. Keadaan Siswa ... 149
2. Keadaan Lulusan... 153
3. Masa Tunggu Lulusan untuk Mendapatkan Pekerjaan ... 157
4. Nilai Produktif Kumulatif Lulusan ... 158
5. Jumlah Pendaftar ... 160
6. Keadaan Tenaga Kependidikan... 162
7. Keadaan Sarana Prasarana ... 166
8. Unit Produksi Sekolah ... 169
9. Bursa Kerja Khusus ... 172
(4)
xiii
11. Pembiayaan Sekolah ... 187
C. Sistem Perencanaan Sekolah Menengah Kejuruan ... 191
1. Rumusan Visi Sekolah ... 191
2. Kurikulum ... 198
3. Kesiswaan ... 203
4. Program Pengujian Kompetensi dan Sertifikasi ... 207
5. Bursa Kerja Khusus ... 207
6. Pengembangan Guru ... 210
7. Pengembangan Sarana Prasarana ... 212
BAB V TEMUAN PENELITIAN, PEMBAHASAN, DAN MODEL HIPOTETIK ... 217
A. Pokok-pokok Temuan Penelitian ... 217
B. Pembahasan Temuan Penelitian ... 229
1. Peluang dan Tantangan Eksternal Sistem Pendidikan di SMK Negeri Semarang ... 230
2. Kekuatan dan Kelemahan Internal Sistem Pendidikan di Tiga SMK Negeri Penelitian ... 235
3. Karakteristik SMK yang Mengimplementasikan Perencanaan Pendidikan Berorientasi Keunggulan Mutu Lulusan ... 250
C. Model Hipotetik Perencanaan Pendidikan yang Berorientasi Keunggulan Mutu Lulusan ... 261
1. Konsep Model dan Modeling ... 261
2. Kategori Model ... 263
(5)
xiv
D. Alternatif Model ... 266
1. Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Peningkatan Mutu Proses Belajar Mengajar ... 269
a. Asumsi ... 269
b. Pengembangan Model Perencanaan Pendidikan Berorientasi Peningkatan Mutu PBM ... 271
c. Kriteria dan Implementasi Model ... 273
2. Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Pemenuhan Kebutuhan Dunia Kerja ... 280
a. Asumsi ... 280
b. Pengembangan Model Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Pemenuhan Kebutuhan Dunia Kerja ... 283
c. Kriteria dan Implementasi Model ... 286
3. Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Penguatan Daya Saing Sekolah ... 295
a. Asumsi ... 295
b. Pengembangan Model Perencanaan Pendidikan Berorientasi Penguatan Daya Saing Sekolah ... 296
c. Kriteria dan Implementasi Model ... 299
BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 303
A. Kesimpulan ... 303
B. Implikasi... 308
C. Rekomendasi ... 311
(6)
xv
(7)
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Fungsi Administrasi Menurut Para Ahli ... 29
2.2. Sistem Pendidikan Nasional dengan Perangkat Sub-sub Sistemnya ... 82
3.1. Macam Data/Informasi, Pejabat yang Dituju dan Informan/Responden Penelitian ... 122
3.2. Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Data ... 132
4.1. Penyebaran Penduduk Setiap Kecamatan di Kota Semarang ... 139
4.2. Kepadatan Penduduk Setiap Kecamatan di Kota Semarang ... 140
4.3. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur pada Tahun 1999 dan 2003 ... 141
4.4. Mata Pencaharian Penduduk di Kota Semarang ... 142
4.5. Pertumbuhan Angkatan Kerja Menurut Usia di Kota Semarang ... 143
4.6. Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan yang Terdaftar, Belum Ditempatkan, dan Ditempatkan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang 2003 ... 144
4.7. Sisa Pencari Kerja yang Mendaftar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang Belum Ditempatkan Per Desember 2002 ... 144
4.8. Banyaknya Lowongan Pekerjaan Menurut Lapangan Usaha di Kota Semarang ... 145
4.9. Perkembangan Lowongan Pekerjaan dan Pencari Kerja Tahun 2001 -2003 ... 146
4.10. Perkembangan Lowongan Pekerjaan dan Pencari Kerja Tahun 2001 -2003 di Jawa Tengah ... 147
4.11. Perkembangan Lowongan Pekerjaan Menurut Lapangan Usaha di Jawa Tengah Tahun 2001-2003 ... 147
4.12. Keadaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menurut Lingkup Kejuruannya di Jawa Tengah Tahun 2003 ... 148
4.13. Keadaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menurut Lingkup Kejuruannya di Kota Semarang Tahun 2003 ... 149
4.14. Keadaan Siswa di SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 149
(8)
xvii
4.15. Keadaan Jumlah Siswa Setiap Program Studi di SMK Negeri 2 Semarang
Tahun 2001/2002-2002/2003 ... 151 4.16. Keadaan Jumlah Siswa Setiap Program Studi di SMK Negeri 6 Semarang
Tahun 2001/2002-2002/2003 ... 152 4.17. Keadaan Jumlah Siswa Setiap Program Studi di SMK Negeri 7 Semarang
Tahun 2001/2002-2002/2003 ... 153 4.18. Banyaknya Lulusan pada SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7
Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 154 4.19. Jumlah Lulusan yang Mendapatkan Pekerjaan Sesuai dengan Bidangnya,
Mendapatkan Pekerjaan Tidak Sesuai dengan Bidangnya, dan Bekerja
Mandiri pada SMK Negeri 2 Semarang ... 155 4.20. Jumlah Lulusan yang Mendapatkan Pekerjaan Sesuai dengan Bidangnya,
Mendapatkan Pekerjaan Tidak Sesuai dengan Bidangnya, dan Bekerja
Mandiri pada SMK Negeri 6 Semarang ... 156 4.21. Jumlah Lulusan yang Mendapatkan Pekerjaan Sesuai dengan Bidangnya,
Mendapatkan Pekerjaan Tidak Sesuai dengan Bidangnya, dan Bekerja
Mandiri pada SMK Negeri 7 Semarang ... 157 4.22. Masa Tunggu Lulusan untuk Mendapatkan Pekerjaan di SMK Negeri
2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang ... 157 4.23. Nilai Produktif Komulatif Lulusan SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK
Negeri 7 Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 160 4.24. Jumlah Pendaftar dan Jumlah yang Diterima di SMK Negeri 2, SMK Negeri
6, dan SMK Negeri 7 Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003... 162 4.25. Keadaan Guru SMK Negeri 2 Semarang Menurut Tingkat Pendidikannya .. 163 4.26. Keadaan Tenaga Administrasi (Non-guru) di SMK Negeri 2 Semarang ... 163 4.27. Keadaan Guru SMK Negeri 6 Semarang Menurut Tingkat Pendidikannya .. 164 4.28. Keadaan Tenaga Administrasi (Non-guru) di SMK Negeri 6 Semarang ... 164 4.29. Keadaan Guru SMK Negeri 7 Semarang Menurut Tingkat Pendidikannya .. 165 4.30. Keadaan Tenaga Administrasi (Non-guru) di SMK Negeri 7 Semarang ... 166 4.31. Keadaan Sarana Prasarana Ruangan Pendidikan di SMK Negeri 2
Semarang ... 167 4.32. Keadaan Sarana Prasarana Ruangan Pendidikan di SMK Negeri 6
(9)
xviii
4.33. Keadaan Sarana Prasarana Ruangan Pendidikan di SMK Negeri 7
Semarang ... 168
4.34. Daftar Industri atau Institusi Pasangan SMK Negeri 2 Semarang ... 181
4.35. Daftar Industri atau Institusi Pasangan SMK Negeri 6 Semarang ... 183
4.36. Daftar Industri atau Institusi Pasangan SMK Negeri 7 Semarang ... 185
4.37. Penerimaan Keuangan Sekolah di SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 187
4.38. Unit Cost Per Siswa di SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 189
4.39. Pengeluaran Biaya Pendidikan di Tiga SMK Penelitian Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 190
4.40. Penyaluran Lulusan oleh BKK pada SMK yang Diteliti Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 208
4.41. Keadaan Guru yang Telah Mengikuti Pendidikan dan Latihan, Studi Lanjut di SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang per Desember 2003 ... 212
4.42. Perkembangan Alokasi Dana Bagi Pengembangan Sarana Prasarana Pendidikan di SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang . 215 5.1. Peluang dan Tantangan Eksternal Sistem Pendidikan di SMK Negeri Semarang ... 218
5.2. Kekuatan dan Kelemahan Internal Sistem Pendidikan di SMK Negeri 2 Semarang ... 220
5.3. Kekuatan dan Kelemahan Internal Sistem Pendidikan di SMK Negeri 6 Semarang ... 223
5.4. Kekuatan dan Kelemahan Internal Sistem Pendidikan di SMK Negeri 7 Semarang ... 226
DAFTAR GAMBAR
(10)
xix
1.1. Paradigma Penelitian ... 20
2.1. Mapping Educational Administration ... 26
2.2. Interaksi Antar Komponen dalam Sebuah Sistem ... 42
2.3. Hierarchy of Plans ... 44
2.4. Aspek Primer Perencanaan Pendidikan ... 48
2.5. Visi Menentukan Kinerja Organisasi... 54
2.6. Hubungan antara Visi dengan Strategi, Program, Sasaran dan Kinerja Organisasi ... 55
2.7. Kerangka Kerja Analisis Sumber Daya dan Kemampuan Sekolah ... 56
2.8. Hubungan Sumber Daya, Kemampuan dan Keunggulan Bersaing ... 58
2.9. Kaitan antara Perencanaan dengan Efektivitas Sekolah Menengah Kejuruan 64 2.10. Kedudukan Visi Keunggulan dalam Perencanaan Pendidikan di SMK .... 67
2.11. Proses Manajemen Strategik ... 70
2.12. Kerangka Kerja Manajemen Strategik di SMK ... 73
2.13. Proses Perencanaan Strategik ... 75
2.14. Model Konseptual Perencanaan Strategik ... 76
2.15. Tahapan Proses Penyusunan Rencana Startegik ... 77
2.16. Analisis Posisi Internal Sistem/Organisasi Pendidikan ... 86
2.17. Kaitan Sistem Pendidikan dengan Sistem-sistem Lain ... 92
2.18. Konsep Mutu Berorientasi Pelanggan ... 98
2.19. Penilaian Pelanggan terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah... 102
2.20. Mekanisme Memahami Pelanggan Pendidikan ... 104
2.21. Perbaikan Mutu Pendidikan Berorientsi Kepuasan Total Pelanggan ... 106
2.22. Peta Jalan Perencanaan Mutu... 111
3.1. Model Interaktif Analisis Data ... 131
4.1. Program Pembelajaran di SMK Negeri 2 dan SMK Negeri 6 Semarang ... 205
(11)
xx
4.3. Mekanisme Tata Kerja Bursa Kerja Khusus SMK ... 209 5.1. Model Perencanaan Pendidikan di SMK Berorientasi Peningkatan Mutu
Proses Belajar Mengajar ... 272
5.2. Model Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Pemenuhan Kebutuhan
Dunia Kerja ... 285 5.3. Model Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Penguatan Daya Saing
Sekolah ... 298
DAFTAR LAMPIRAN
(12)
xxi
1. Riwayat Hidup Penulis ... 320
2. Pedoman Wawancara (Responden: Kepala Sekolah)... 321
3. Pedoman Wawancara (Responden: Karyawan Administrasi) ... 322
4. Pedoman Wawancara (Responden: Guru) ... 323
5. Pedoman Wawancara (Responden: Siswa) ... 324
6. Profil SMK Negeri 2 Semarang dilihat dari Aktivitas Pembelajarannya ... 325
7. Profil SMK Negeri 6 Semarang dilihat dari Aktivitas Pembelajarannya ... 326
8. Profil SMK Negeri 7 Semarang dilihat dari Aktivitas Pembelajarannya ... 327
9. Kegiatan Peneliti selama Penelitian ... 328
10. Surat-surat Keterangan ... 329
(13)
1 BAB I
P E N D A H U L U A N
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan sebagai proses pertumbuhan dan perubahan menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa, mempersyaratkan pendidikan sebagai sarana pencapaian tujuan pembangunan. Oleh karenanya, pendidikan memegang sejumlah peranan strategik dalam proses pembangunan. Pertama, mempersiapkan sumberdaya manusia yang dibutuhkan oleh pembangunan. Kedua, memberikan arah perubahan yang diinginkan oleh pembangunan. Ketiga, meningkatkan mutu pembangunan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keempat, memberikan arti bagi pembangunan dalam hal-hal yang bersifat kualitatif, mutu kehidupan dan penghidupan (Depdikbud, 1996: 6).
Keyakinan akan peran strategik pendidikan bagi pembangunan dibenarkan oleh Becker (1993: 31-33) dalam teori human capital. Menurut Becker, aktivitas pelatihan dan pendidikan sangat mempengaruhi tingkat produktivitas. Pendidikan dipandang sebagai investasi yang bertujuan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Produktivitas yang baik tidak akan muncul dengan sendirinya, tetapi akan lahir melalui proses pendidikan yang dilaksanakan secara tepat guna dan berhasil guna.
Sejalan dengan pandangan di atas, Fagerlind dan Saha (1986: 44-45) menyatakan bahwa pendidikan berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Menurut mereka, untuk berlangsungnya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, harus terdapat: (1)
(14)
kemajuan dan efisiensi yang tinggi atas penggunaan teknologi, sebab teknologi yang tinggi akan menghasilkan produksi yang besar; dan (2) kemampuan sumberdaya manusia dalam menggunakan teknologi. Sumberdaya manusia dinilai paling menentukan, karena berbagai keterampilan dan motivasi setiap manusialah yang akan menentukan terpakai atau tidaknya suatu teknologi, dan tinggi rendahnya produktivitas. Keterampilan dan motivasi tersebut hanya dapat dibangun melalui pendidikan.
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pasal 3 menggariskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Rumusan tujuan tersebut mencerminkan semakin besarnya harapan berbagai pihak terhadap pendidikan sebagai instrumen utama pengembangan sumberdaya manusia. Harapan tersebut, menurut Supriadi (1997: 39) mengandung dimensi pesan agar pendidikan bukan hanya melebar ke samping atau kuantitatif, melainkan kualitatif atau kedalaman dan intensitas proses dan produknya. Pesan itu mengisyaratkan pula agar setiap sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan semakin serius memperhatikan kualitas proses belajar mengajar dan produk pendidikan (lulusan) yang dihasilkannya.
Dalam hubungan ini, sekolah menengah sebagai salah satu jenjang pendidikan memiliki posisi yang strategik. Dilihat dari segi usia peserta didiknya, sekolah menengah bertugas mempersiapkan potensi dan kemampuan penduduk usia produktif (15-18 tahun). Demikian pula dari segi tujuannya,
(15)
sekolah menengah bertujuan: (1) meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian; (2) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya. Khusus bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), bertujuan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap profesional (Pasal 2 dan 3 PP No. 29 Tahun 1990).
Pada tingkat sekolah, proses belajar mengajar dan produk pendidikan yang berkualitas, memerlukan visi keunggulan yang diimplementasi ke dalam perencanaan pendidikannya. Dengan kata lain, sekolah perlu merencanakan pendidikan yang berorientasi keunggulan mutu lulusan. Hal itu dapat dimengerti karena setiap sekolah dituntut agar: (1) memiliki akuntabilitas langsung terhadap masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; (2) dapat mendayagunakan partisipasi masyarakat terutama dalam mengevaluasi kinerjanya selama menyelenggarakan pendidikan; dan (3) dapat menggunakan sumberdaya yang ada secara optimal dengan senantiasa mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungannya.
Di samping tuntutan di atas, pentingnya implementasi perencanaan pendidikan yang berorientasi keunggulan mutu lulusan dilandasi pula oleh aspek-aspek: (1) tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia; (2) kebijakan pemerintah tentang peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) kecenderungan bergesernya pola perencanaan pendidikan
(16)
yang sentralistik menjadi desentralistik. Ketiga aspek yang dimaksud, dapat dielaborasi secara ringkas berikut ini.
1. Tantangan Dunia Pendidikan di Indonesia
Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan ikhtiar memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari dimensi pendidikan, amanat tersebut mengandung beberapa implikasi. Pertama, pendidikan merupakan hak setiap warga negara, karenanya pemerintah berkewajiban menyelenggarakan sistem pendidikan nasional secara bermutu, merata, dan menyeluruh sehingga dapat menjangkau seluruh penduduk. Kedua, pendidikan diselenggarakan sejak usia dini sampai usia lanjut secara terus menerus sehingga merupakan pendidikan seumur hidup. Ketiga, usaha pendidikan harus senantiasa diarahkan pada peningkatan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan percaturan ekonomi global dalam abad ke-21 mengisyaratkan agar setiap bangsa memiliki sumberdaya manusia yang berdaya tahan kuat dan andal. Kualitas sumberdaya manusia sangat penting karena kemakmuran suatu bangsa tidak lagi ditentukan oleh sumberdaya alamnya, melainkan oleh kualitas sumberdaya manusianya. Dalam situasi seperti ini, aspirasi masyarakat terhadap pendidikan akan semakin meningkat.
Seiring dengan perubahan sosial-budaya dalam era global, Indonesia secara berangsur-angsur akan menjadi bagian dari masyarakat industri modern dan perdagangan bebas dunia. Masyarakat yang demikian diyakini akan
(17)
memiliki sistem nilai atau kebudayaan baru yang berbeda dengan masyarakat agraris.
Dalam upaya mewujudkan amanat Pembukaan UUD 1945, dan mengantisipasi perkembangan keadaan seperti di atas, pembangunan pendidikan nasional berhadapan pula dengan beragam tantangan. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (1995: 2-9) mengidentifikasi enam tantangan yang harus dihadapi oleh pendidikan nasional kita.
Pertama, pertumbuhan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai
kurang lebih 350 juta pada tahun 2050, akan membawa dampak yang amat rumit terhadap seluruh aspek pembangunan. Untuk itu perlu dikembangkan strategi pembangunan pendidikan yang mampu memperkokoh struktur ekonomi, politik, dan sosial budaya sehingga kita dapat menjalani semua implikasi yang ditimbulkannya.
Kedua, dibutuhkannya sumberdaya manusia yang berkualitas untuk menyongsong era pasar bebas pada tahun 2003 dan era Asia Pasifik 2020 agar ke depan mampu memanfaatkan tantangan dan peluang yang ada. Dalam hal ini diperlukan pendidikan yang berkualitas yang bertumpu pada sekolah.
Ketiga, persaingan di bidang produk industri di masa mendatang yang biasanya bercirikan kualitas produk harus unggul, harga layak, dan ketepatan dalam pemasokan. Ketiga ciri ini berkenaan dengan penguasaan teknologi, efisiensi, dan manajemen. Kesemuanya ini membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas.
Keempat, perlunya pengukuhan dan penyegaran kembali paham
kebangsaan dalam rangka menghadapi fenomena globalisasi yang semakin massif dan ekstensif.
Kelima, munculnya kolonialisme baru di bidang IPTEK. Keenam, dengan informasi yang cepat menuntut suasana belajar di sekolah tidak hanya berorientasi pada penyelesaian kurikulum belaka, melainkan harus mampu menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan kreatif dan inovatif.
(18)
Depdikbud (1995: 5) menjelaskan bahwa dalam konstelasi persaingan global, sistem pendidikan yang bermutu dan relevan dengan pembangunan mutlak diperlukan. Jika tidak demikian, negara kita akan tertinggal oleh bangsa-bangsa lain di dunia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tidak mampu bersaing dalam merebut pasar internasional.
Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, memerlukan biaya yang sangat besar. Mengingat keterbatasan anggaran pendidikan maka peningkatan efisiensi pendayagunaan sumber-sumber pendidikan mutlak diperlukan, sehingga keluaran pendidikan tetap bermutu dan relevan.
Sejalan dengan itu, Gaffar (1987: 5-6) memerinci empat persoalan pokok pendidikan, yaitu: (1) jumlah populasi usia sekolah yang amat besar dan jumlah populasi angkatan kerja yang memerlukan pembinaan lebih lanjut guna meningkatkan produktivitasnya; (2) keterbatasan ekonomi untuk memperluas kesempatan pendidikan dan untuk meningkatkan jenjang pendidikan angkatan kerja yang memerlukan; (3) relevansi program pendidikan yang tepat dengan tuntutan pembangunan; dan (4) keseimbangan antara tuntutan kualitas dan kuantitas terutama bila dikaitkan dengan nilai ekonomi pendidikan.
Persoalan di atas diperparah lagi dengan rendahnya anggaran pendidikan secara nasional. Dari total APBN, Pemerintah hanya menyediakan anggaran pendidikan kurang dari 10%. Kondisi ini mengisyaratkan agar para pengelola pendidikan di lapangan mampu bekerja efektif dan efisien tanpa mengurbankan kualitas pendidikan. Untuk itu kemampuan membuat perencanaan menjadi sangat penting.
(19)
Tantangan berikutnya berkenaan dengan rendahnya mutu sumberdaya manusia Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang tergabung dalam ASEAN. Pada tahun 2000 mutu sumberdaya manusia Indonesia berada di urutan ke-109 dari 174 negara di Asia. Tahun 1997-1998 kedudukan mutu SDM Indonesia tidak jauh dari Filipina dan Thailand yaitu di urutan 99, tetapi sejak tahun 1999 Indonesia berada satu peringkat di atas Vietnam. Padahal Vietnam puluhan tahun mengalami perang saudara, dan sebaliknya Indonesia pada tahun 1990-an pernah termasuk dalam kelompok negara berpengharapan besar.
Rendahnya mutu sumberdaya manusia dapat pula dilihat dari angka pengangguran. Angka pengangguran pada tahun 1997-1999 terus meningkat yakni dari 4.197.306 jiwa menjadi 6.030.319 jiwa. Khusus untuk lulusan SMU/SMK meningkat dari 2.106.182 jiwa menjadi 2.886.216 jiwa (BPS, diolah Wahono, Kompas 6 Oktober 2000).
Dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Korea, dan Thailand, ketertinggalan dalam taraf kemajuan dan mutu pendidikan SLTA di Indonesia menjadi tantangan tersendiri dan memerlukan perhatian khusus. Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa sistem dan proses belajar mengajar di SLTA dewasa ini belum mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Oleh karena itu, tantangan lain yang dihadapi dalam pembangunan pendidikan adalah mewujudkan pendidikan di SLTA yang merata dan bermutu sehingga lulusannya menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas.
(20)
Dua di antara empat strategi dasar pendidikan nasional adalah peningkatan kualitas dan relevansi (Depdikbud, 1993). Namun demikian dalam penjabaran operasionalnya tetap memperhatikan keterkaitan sinergik keempat strategi dasar itu (pemerataan, efisiensi, kualitas, dan relevansi).
Bagi jenjang sekolah menengah, persoalan peningkatan kualitas dan relevansi menjadi sangat penting dibandingkan dengan peningkatan pemerataan. Hal ini didasari alasan bahwa pendidikan di jenjang ini harus dimaknai sebagai usaha produktif. Artinya, pihak penyelenggara pendidikan harus menyadari bahwa peserta didiknya tergolong usia produktif yang potensial sehingga lulusan yang dihasilkannya harus memiliki kemampuan untuk berproduksi.
Konsep kualitas selalu bercirikan: (1) meliputi usaha memenuhi harapan pelanggan; (2) merupakan kondisi yang bersifat dinamis dalam arti berubah, berkembang menyesuaikan tuntutan jaman; dan (3) dapat dilihat dari dimesi proses dan dimensi produk. Dalam aplikasinya di dunia pendidikan, ciri pertama menuntut sekolah mampu memahami kebutuhan pelanggan, keinginan pelanggan, dan mendorong upaya penciptaan produk (lulusan) yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan tersebut.
Ciri kedua menuntut pihak sekolah untuk melihat kecenderungan perkembangan iptek agar lulusan yang dihasilkan dapat menguasai iptek dengan baik. Sedangkan ciri ketiga menunjukkan perlunya sekolah menjaga kualitas proses dan kualitas produk secara seimbang, sehingga dapat dicapai tingkat efisiensi yang tinggi baik secara internal maupun eksternal.
(21)
Dari segi proses, suatu pendidikan disebut berkualitas apabila peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna, yang ditunjang oleh proses belajar mengajar yang efektif. Suyata (1996: 1) menjelaskan bahwa kualitas suatu sekolah ditentukan oleh pendayagunaan sumber-sumber instruksional secara optimal, efisiensi pengelolaan input-input material dan nonmaterial, yang secara keseluruhan ditransformasi melalui proses yang meyakinkan.
Menurut Zeithame, Berry dan Parasuraman sebagaimana dikutip oleh Tjiptono dan Diana (1995: 27-28), peningkatan kualitas proses dapat dilakukan dengan menitikberatkan aspek-aspek: (1) reliability, yakni memberikan layanan belajar mengajar yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan; (2) responsiveness, yakni adanya keinginan semua pihak untuk memberikan layanan secara proaktif; dan (3) emphaty, yakni kemudahan dalam komunikasi dan memahami kebutuhan siswa
Dari segi produk, pendidikan disebut berkualitas apabila siswa: (1) dapat menyelesaikan studi dengan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana telah diberikan dalam tugas-tugas belajarnya; (2) memperoleh kepuasan atas hasil pendidikannya karena ada kesesuaian antara penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kebutuhan hidupnya; (3) mampu memanfaatkan secara fungsional ilmu pengetahuan dan teknologi hasil belajarnya demi perbaikan kehidupannya; dan (4) dapat dengan mudah memperoleh kesempatan bekerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
(22)
Hasil pendidikan dari segi produk pada prinsipnya sama dengan tinjauan relevansi pendidikan. Dalam pengertian, hasil pendidikan secara nyata harus sesuai dengan kebutuhan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan dunia kerja. Kuliafikasi seperti itu, menurut Depdikbud (1995: 2) dapat diwujudkan apabila sistem pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan, keahlian, dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan sektor-sektor pembangunan, baik untuk bekerja maupun untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya.
3. Desentralisasi Perencanaan Pendidikan
Indonesia cukup lama menganut sistem pendidikan nasional yang cenderung terpusat dengan menempatkan pusat benar-benar sebagai “pusat” dan daerah hanya merupakan kepanjangan tangan dari pusat. Pusat bukan hanya bertindak sebagai pembuat kebijakan, decision maker atau regulator, melainkan juga pelaksana kebijakan, implementor, executing agency yang dengan bantuan Kanwil/Kandep/Kancam menjangkau ke tataran sekolah (Supriadi, 1997: 56).
Perencanaan pendidikan yang sentralistik ternyata tidak efektif bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Menurut Sidi (Suara Merdeka, 19 Oktober 2000) ada beberapa faktor yang menyebabkan tersendatnya upaya peningkatan mutu pendidikan.
Pertama, akuntabilitas sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat masih sangat rendah. Terlalu kuatnya dominasi pemerintah pusat dalam manajemen mikro penyelenggaraan pendidikan di sekolah, secara sistematik telah memendamkan akuntabilitas sekolah kepada masyarakat dan orang tua sebagai konsumen. Kepala Sekolah selama ini telah dibina oleh pemerintah menjadi birokrat-birokrat kecil yang lebih
(23)
takut kehilangan jabatannya daripada kegagalannya mencapai harapan dan aspirasi masyarakat.
Kedua, penggunaan sumberdaya tidak optimal dikarenakan pengelolaan anggaran yang terpusat. Cara seperti ini menandakan rendahnya kepercayaan kepada sekolah untuk mengelola sendiri anggaran yang ada. Pemerintah pusat seringkali mengasumsikan berbagai alat, bahan, dan input pendidikan lainnya yang dibutuhkan sekolah, harus diadakan oleh pusat lalu dikirimkannya ke sekolah. Cara lain yang sedikit agak maju adalah memberikan anggaran kepada sekolah yang sebagian besar atau seluruhnya sudah di earmarket untuk pembelanjaan alat, bahan atau input pendidikan lainnya sesuai dengan asumsi pusat. Namun demikian asumsi tersebut sering tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya dari setiap sekolah, sehingga menjadi tidak efektif dan efisien.
Ketiga, partisipasi masyarakat masih rendah yang ditunjukkan oleh ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban anggota BP3 dalam manajemen sekolah. Hal ini mengakibatkan lembaga BP3 yang seharusnya mewadahi partisipasi masyarakat tidak banyak diminati oleh anggotanya. Kondisi seperti ini tidak lepas dari upaya pembinaan pemerintah terhadap sekolah untuk dapat memberdayakan BP3 sebagai mitra manajemen sekolah dan bukan sekadar sumber dana tambahan bagi sekolah.
Keempat, sekolah tidak mampu mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungannya. Berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi sekolah berubah sangat cepat. Perubahan situasi sosial budaya, politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan teknologi terjadi begitu pesat dan cepat, akan tetapi sekolah mengalami kesulitan mengikuti dan mengadaptasi perubahan tersebut karena terbelenggu oleh rantai komando pusat, propinsi, kabupaten/kota, dan sekolah. Agar sekolah tetap dapat menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang terjadi dan tetap aspiratif sesuai dengan tuntutan masyarakat, maka rantai komando harus diperpendek sampai pada level yang paling rendah yaitu sekolah.
Implementasi kebijakan otonomi daerah telah mendorong terjadinya pergeseran pengelolaan pendidikan yang sentralistik menjadi desentralistik. Kewenangan seluruh urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan, yang sebelumnya berada pada pemerintah pusat, beralih kepada pemerintah daerah
(24)
(Kabupaten/Kota). Pergeseran struktur kewenangan sistem administrasi pendidikan ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi sistem pengelolaan pendidikan di sekolah.
Upaya perbaikan dan peningkatan pendidikan ditujukan untuk menciptakan suatu sistem pendidikan yang: (1) mampu melayani kebutuhan masyarakat dan pendidikan dalam arti kuantitatif, serta menjamin dihasilkannya lulusan yang secara kualitatif memenuhi harapan masyarakat; (2) menyelenggarakan pendidikan yang --dilihat dari segi program kurikuler serta materi dan jenis pengalaman belajar-- selaras dengan dunia pekerjaan yang akan dimasuki oleh para lulusan; dan (3) mampu mendayagunakan tenaga, dana, fasilitas, dan teknologi yang tersedia secara optimal bagi tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (Sutisna, 1989: 4).
Tujuan di atas dapat diwujudkan apabila sistem manajemen pendidikan senantiasa didasarkan pada filosofi mutu yang menurut Tampubolon (Suara Pembaharuan, 29 September 2000) mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut:
(1) pendidikan dipandang sebagai jasa, dan lembaga pendidikan sebagai industri jasa yang mengimplikasikan berkembangnya hubungan kemanusiaan yang mendasar dan sikap kepelayanan;
(2) mutu pendidikan adalah kesesuaian atribut-atribut jasanya dengan kebutuhan para pelanggannya, dan atribut-atribut itu adalah relevansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kemampuan akademis yang semuanya merupakan suatu keterpaduan; dan
(3) proses kegiatan pendidikan bersifat sirkuler, yang mengimplikasikan berkembangnya hubungan kemitraan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dan dunia usaha serta mutu berkelanjutan.
Sifat pelayanan yang manusiawi, kesesuaian dengan kebutuhan pelanggan, dan kemitraan dengan masyarakat sebagai prinsip sistem
(25)
manajemen pendidikan, hanya dapat dibangun melalui pemberian kewenangan secara utuh kepada setiap sekolah untuk merencanakan masa depannya sesuai dengan kemampuan dan tuntutan lingkungan. Dalam hubungan ini, desentralisasi perencanaan di setiap sekolah menjadi sangat penting karena: (1) dalam hal implementasinya terkandung ide community based education dan school based management; (2) setiap sekolah dapat melakukan pembaharuan desain pengelolaan sekolah ke arah peningkatan kinerja dan mutu pendidikan; (3) sekolah lebih mandiri dalam menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakat; dan (4) sangat dimungkinkan terwujudnya improving school effieciency di mana sekolah dengan kreatif dan bertanggungjawab dapat mengelola program-programnya secara efektif dan efisien.
Dengan demikian, penelitian tentang perencanaan pendidikan di tingkat sekolah memiliki urgensi dan relevansi, baik untuk kepentingan pengayaan teoretik maupun keperluan praktik. Sebagai penegasan posisi penelitian ini, penulis membandingkannya dengan penelitian terdahulu. Review terhadap penelitian terdahulu, menginformasikan temuan berikut ini.
1. Peningkatan keberhasilan SMK yang digambarkan oleh tingkat efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran dan hasilnya, sangat dipengaruhi oleh kemampuan kepala sekolah dalam menjabarkan dan menetapkan tujuan sekolah, serta manajemen program dan sumberdaya pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah harus mengacu pada struktur organisasi layanan, karena keberhasilannya terletak pada tingkat kepuasan siswa,
(26)
orang tua, dan dunia kerja sebagai external customers dan guru-guru sebagai internal customers (Suderadjat, 1998).
2. Kepala sekolah belum dapat menjawab dinamika tantangan perubahan yang terjadi di masyarakat. Hal ini dikarenakan perencanaan pendidikan belum diterapkan dengan baik di sekolah. Aspek-aspek yang ditemukan antara lain: (1) kelemahan substansial dari kepala sekolah yang tidak mampu membuat generalisasi dari sifat perencanaan yang multidisipliner dan interdisipliner; (2) kurang beraninya kepala sekolah memilih alternatif dan mengambil keputusan; dan (3) inisiatif dan kemandirian dalam upaya menjadikan sekolah lebih kondusif, responsif, dinamik belum terwujud sebagai akibat adanya gejala ketergantungan dan menunggu pengarahan dari atas (Wongkar, 1990).
3. Implementasi perencanaan dan manajemen pendidikan pada tatanan sekolah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pencapaian hasil dan upaya peningkatan mutu pendidikan. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas sebagai inti penghasil jumlah dan mutu lulusan, merupakan akumulasi dari jumlah dan kualifikasi masukan faktor-faktor penentunya (Somantri, 1999).
B. FOKUS MASALAH
Visi menjawab pertanyaan “apa yang sebaiknya dihasilkan oleh organisasi” terhadap macam-macam kebutuhan yang dihadapi. Dalam rangka mewujudkan keberhasilan organisasi agar memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, dibutuhkan rumusan visi yang mengandung keunggulan tertentu.
(27)
Visi merupakan: (1) suatu deskripsi tentang bagaimana seharusnya rupa dari suatu organisasi pada saat mencapai keberhasilan dengan sukses melaksanakan strateginya dan menemukan dirinya yang penuh potensi yang mengagumkan; (2) gambaran kondisi masa depan yang belum tampak sekarang, tetapi rumusan tentang gambaran masa depan tersebut secara konseptual sudah dapat dibaca dan dipahami oleh setiap orang.
Bagi satuan pendidikan seperti SMK, visi keunggulan yang dirumuskan senantiasa berorientasi pada fungsi edukatif sekolah, yaitu menciptakan lulusan yang berkemampuan mengaktualisasi segenap potensi yang ia miliki guna meraih prestasi dalam kinerja kehidupannya (Depdikbud, 1996: 16), yang dirujuk berdasarkan analisis misi SMK. Aktualisasi tersebut menyangkut kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik lulusan yang memiliki competitive and comparative advantage sehingga setiap lulusannya mampu meraih prestasi terbaik dalam aktivitas kehidupannya.
Menurut Naisbit (dalam Salusu, 1996: 131), visi seperti di atas adalah bagian dari keputusan strategik sehingga harus merupakan gambaran yang jelas tentang apa yang ingin dicapai, berikut rincian dan instruksi tentang langkah-langkah pencapaian tujuan itu. Rincian dan instruksi setiap langkah-langkah yang dimaksudkan, pada hakikatnya merupakan implementasi visi keunggulan ke dalam proses perencanaan pendidikan.
Terdapat empat hal yang berkaitan dengan implementasi perencanaan pendidikan yang bervisi keunggulan mutu lulusan, yaitu: (1) implementasi kebijakan link and match; (2) kajian tentang lingkungan internal sekolah sehingga dapat diidentifikasi kekuatan dan kelemahannya; (3) kajian tentang lingkungan
(28)
eksternal sekolah sehingga dapat diidentifikasi peluang dan tantangannya; dan (4) implementasi sistem perencanaan dalam keseluruhan proses manajemen sekolah.
Berdasarkan hasil kajian tersebut maka masalah penelitian ini difokuskan pada “model alternatif perencanaan pendidikan yang bagaimana yang cocok diimplementasikan untuk upaya-upaya pengembangan keunggulan mutu lulusan Sekolah Menengah Kejuruan?”
C. PERTANYAAN PENELITIAN
Dalam kerangka mengembangkan model alternatif perencanaan pendidikan tersebut, penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana visi yang dirumuskan oleh sekolah?
2. Bagaimana visi sebagai keputusan strategik disosialisasi kepada segenap warga sekolah?
3. Bagaimana sekolah mengembangkan dan melaksanakan program link and match dengan dunia usaha sebagai bentuk layanan belajar yang bermanfaat bagi siswa?
4. Bagaimana daya dukung lingkungan internal sekolah dalam kerangka kajian kekuatan dan kelemahan sekolah?
5. Bagaimana daya dukung lingkungan eksternal sekolah dalam kerangka kajian peluang dan tantangan yang ada?
6. Bagaimana implementasi perencanaan pendidikan dalam proses
(29)
7. Faktor-faktor apa saja yang harus dipertimbangkan guna merumuskan dan mengimplementasikan model alternatif perencanaan pendidikan yang berorientasi peningkatan mutu lulusan?
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk merumuskan alternatif model implementasi visi keunggulan ke dalam perencanaan pendidikan yang berbasis peningkatan mutu lulusan. Untuk itu diperlukan tujuan-tujuan antara (khusus) yang dapat dicapai melalui penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui rumusan visi keunggulan berikut upaya sosialisasinya kepada anggota organisasi bahwa visi tersebut merupakan keputusan strategik. 2. Mendeskripsikan program link and match yang telah dikembangkan dan
dilaksanakan oleh sekolah sebagai layanan belajar yang bermanfaat bagi siswa.
3. Mengetahui keadaan lingkungan internal sekolah yang memberikan daya dukung serta kajian kekuatan dan kelemahan sekolah.
4. Mengetahui keadaan lingkungan eksternal sekolah yang memberikan daya dukung serta kajian peluang dan tantangan sekolah.
5. Mendeskripsikan tentang implementasi perencanaan pendidikan dalam proses manajemen sekolah.
6. Mendeskripsikan faktor-faktor strategik yang dapat dipertimbangkan untuk merumuskan dan mengimplementasikan model alternatif
(30)
perencanaan pendidikan yang berorientasi peningkatan mutu lulusan di Sekolah Mengengah Kejuruan.
2. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, produk penelitian ini adalah dihasilkannya sebuah model alternatif perencanaan pendidikan yang berorientasi peningkatan mutu lulusan. Alternatif tersebut diharapkan bermanfaat baik secara teoretik maupun praktik. Secara teoretik diharapkan dapat melengkapi bahan bacaan tentang visi keunggulan pendidikan, dan perencanaan pendidikan di tingkat persekolahan. Sedangkan secara praktik hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan (pertimbangan) dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan manajemen sekolah menengah pada umumnya dan SMK pada khususnya.
(31)
E. PARADIGMA PENELITIAN
Moleong (1996: 30) menyatakan bahwa paradigma merupakan usaha untuk mengejar kebenaran yang dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu. Sebagai suatu model, paradigma penelitian dijadikan acuan (pedoman) oleh peneliti selama proses penelitian. Paradigma penelitian memuat seperangkat kepercayaan, nilai-nilai suatu pandangan sekitar (S. Nasution, 1988: 2).
Dipertegas oleh Bogdan dan Biklen (1992: 33) bahwa paradigma is a loose collection of logically health together assumption, concepts or propotions the orient thinking of research”. Isi paradigma penelitian adalah seperangkat asumsi, konsep atau proposisi yang diyakini kebenarannya.
Paradigma penting karena kerja penelitian pada hakikatnya merupakan proses kegiatan yang sistematik dan menggunakan metode tertentu guna memperoleh kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara ilmiah, setiap peneliti akan berorientasi dan berakhir pada kebenaran ilmiah. Konsep-konsep teoretik dan bukti-bukti empirik amat penting untuk mendukung kebenaran yang dimaksud.
Sebagai sebuah proses, penelitian menurut Moleong (1996: 30) merupakan wahana untuk menemukan atau membenarkan kebenaran. Usaha mengejar kebenaran tersebut ditempuh melalui model-model tertentu berupa sekumpulan asumsi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Merujuk pada definisi di atas, penelitian mengenai implementasi visi keunggulan ke dalam perencanaan pendidikan yang berbasis peningkatan mutu lulusan dapat divisualisasikan dalam gambar 1.1, dengan penjelasan berikut ini.
(32)
Sebagai lembaga pendidikan menengah, SMK mengemban misi sebagai berikut: (1) melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar; (2) menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya; dan (3) mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja dan pendidikan tinggi. Misi ini mendasari perumusan tujuan dan visi sekolah bagi setiap SMK.
Tujuan SMK adalah: (1) meningkatkan kemampuan siswa untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan tinggi; (2) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya; dan (3) mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional.
Dengan menganalisis misi dan memperhatikan perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi maka rumusan visi SMK harus mengandung keunggulan dengan indikator sebagai berikut: (1) memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif; (2) senantiasa memperhatikan kecenderungan perubahan lingkungan dan iptek; serta (3) memperhatikan kecenderungan perubahan tuntutan masyarakat.
Tujuan SMK yang didukung oleh rumusan visi keunggulan yang jelas membutuhkan sistem perencanaan pendidikan yang baik dalam proses manajemen sekolah. Perencanaan pendidikan di sekolah dapat dibedakan menjadi dua yaitu perencanaan strategik dan perencanaan operasional. Perencanaan strategik merupakan perencanaan yang disusun berdasarkan skala
(33)
prioritas sehingga berbagai sumberdaya pendidikan yang dimiliki oleh sekolah dapat dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin. Sedangkan perencanaan operasional merupakan perencanaan yang bersifat operasional sebagai pengembangan (penjabaran) yang lebih rinci dari perencanaan strategik.
Baik perencanaan strategik maupun perencanaan operasional pada prinsipnya harus dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan penyelenggaraan proses belajar mengajar di sekolah. Berbagai kebutuhan yang dimaksud mencakup: (1) layanan belajar mengajar yang lebih kondusif; (2) kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai; (3) kualitas sumberdaya manusia baik guru, tenaga administrasi, maupun siswa guna mendukung terciptanya proses belajar mengajar yang berkualitas; dan (4) pembaharuan kurikulum sesuai dengan kecenderungan perubahan yang ada. Keempat hal itu menjadi persyaratan bagi perencanaan pendidikan yang baik.
Sistem perencanaan pendidikan yang didasari rumusan tujuan kelembagaan, visi keunggulan, dan mengakomodasi keempat hal di muka, memungkinkan SMK mampu meningkatkan mutu lulusannya sebagaimana yang diharapkan. Artinya, lulusan SMK akan terserap ke dunia kerja atau ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jika dikaitkan dengan stakeholders, terserapnya lulusan SMK ke dunia kerja dan pendidikan tinggi, mengandung arti bahwa lulusan SMK tersebut mempunyai relevansi dan memberikan kepuasan, karena perolehan hasil belajar siswa selama di sekolah dapat didayagunakan secara maksimal.
(34)
Gambar 1.1. PARADIGMA PENELITIAN TEORI & STUDI MASALAH EMPIRIK
MISI SMK TUJUAN SMK
VISI KEUNGGULAN SMK STAKEHOLDERS SISTEM PERENCANAAN PERSYARATA N AMBANG PENINGKATAN MUTU LULUSAN OUTCOME MODEL HIPOTETIK
PERENCANAAN PENDIDIKAN BERORIENTASI KEUNGGULAN MUTU LULUSAN SMK
R E K O M E N D A S I R E K O M E N D A S I
(35)
F. ASUMSI-ASUMSI PENELITIAN
Penelitian ini bertolak dari asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Keberhasilan pelaksanaan sistem pendidikan nasional ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan sistem pendidikan di setiap sekolah sebagai jalur pendidikan yang berfungsi untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.
2. Keberhasilan pembangunan sebagai upaya pertumbuhan dan perubahan menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa, sangat ditentukan oleh meningkatnya kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia hanya dapat dibangun melalui pendidikan.
3. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan memerlukan peningkatan efisiensi dalam pendayagunaan sumber-sumber pendidikan, karenanya perencanaan yang tepat akan mampu mengarahkan penggunaan sumber-sumberdaya pendidikan secara optimal.
4. Visi keunggulan SMK yang diimplementasi secara baik mampu
meningkatkan daya antisipasi SMK terhadap kecenderungan perubahan yang terjadi, serta mampu memenuhi harapan, keinginan dari pihak-pihak yang berkepentingan yang setiap saat mengalami perkembangan.
5. Peningkatan layanan belajar mengajar yang didukung oleh kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan, kualitas sumberdaya manusia, dan pembaharuan kurikulum, mengisyaratkan perlunya dikembangkan model perencanaan pendidikan SMK yang berbasis peningkatan mutu lulusan. 6. Perencanaan yang disusun berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan
(36)
menjalankan operasional organisasi berupa alokasi sumberdaya manusia, fisik dan keuangan untuk mencapai interaksi optimal dengan lingkungan eksternal sekolah.
7. Sistem perencanaan pendidikan mikro di tingkat persekolahan merupakan indikator keberhasilan perencanaan pendidikan secara nasional yang berorientasi pada pelaksanaan desentralisasi pendidikan.
8. Ketepatan model dan implementasi perencanaan pendidikan,
memungkinkan SMK berkemampuan menciptakan lulusan yang dapat terserap oleh lapangan kerja dan pendidikan tinggi sesuai dengan tujuan institusionalnya.
(37)
115 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Produk akhir yang diharapkan dari penelitian ini adalah rumusan rancangan alternatif model perencanaan pendidikan yang berorientasi keunggulan mutu lulusan. Untuk mencapai maksud tersebut, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu berusaha memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang aktual melalui pengumpulan data, penyusunan data yang akhirnya dijelaskan dan dianalisis.
Metode deskriptif analitik dipilih karena dapat: (1) mengidentifikasi, mendeskripsi dan menganalisis implementasi visi keunggulan ke dalam perencanaan pendidikan di SMK sebagai dasar pengembangan alternatif model; (2) menggambarkan dan memberikan penafsiran data yang telah diperoleh di lapangan baik berkaitan dengan antar data maupun kecenderungan pengembangannya; dan (3) memecahkan permasalahan aktual melalui data yang telah dikumpulkan, disusun, dan dianalisis.
Berkenaan dengan metode deskriptif, Best (1997: 116) menjelaskan bahwa “a descriptive study described and interprets what is. It is concerned with conditions or relationship that exist, opinion that are held, processes that are going on, affects that are evidents, or trend that are developing”
Adapun syarat-syarat umum metode deskriptif, dijelaskan oleh Surahmad (1989: 40) sebagai berikut: (1) memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah-masalah-masalah aktual; (2) data
(38)
yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis, oleh karenanya disebut pula sebagai metode analitik
Penelitian ini dirancang tidak untuk menguji hipotesis, tetapi mendeskripsikan data, fakta dan keadaan atau kecenderungan yang ada, serta melakukan analisis dan prediksi tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai keadaan yang diinginkan di waktu yang akan datang. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dipilihnya pendidikan kualitatif didasarkan atas ancangan fenomenologi dan berfungsi untuk memberikan makna secara mendalam atas data atau fakta yang ada. Dalam ancangan fenomenologi seperti itu diyakini bahwa obyek ilmu tidak terbatas pada yang empirik saja, tetapi mencakup juga fenomena lainnya yaitu persepsi, pemikiran, kemauan, dan keyakinan subyek tentang sesuatu di luar subyek, ada sesuatu yang transeden di samping yang eposteriorik (Muhadjir, 1989: 21).
Dengan demikian peneliti berusaha untuk dapat memasuki dunia konseptual subyek penyelidikan, agar dapat memahami bagaimana dan apa makna yang disusun oleh subyek tersebut di sekitar kejadian-kejadian yang ditemui di lapangan. Hal ini sejalan dengan pandangan Bogdam dan Biklen (1982: 31) yang menyatakan: “Researches in the phenomenological mode attempt to understand the meaning of events and interactions to ordinary people in particular situations”.
Data atau fakta yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi aktual lapangan, yang diangkat berdasarkan hasil studi kasus kualitatif di SMK 1, SMK 6, dan SMK 7 Semarang. Sedangkan konsep teoretik ke arah pengembangan model dikaji melalui studi eksploratif terhadap kepustakaan yang relevan.
(39)
Berangkat dari penjelasan tersebut maka penelitian ini termasuk dalam kategori Research and Development melalui studi eksplorasi dari pengembangan model. Melalui studi kasus tersebut dimungkinkan dapat mengungkap adanya sampel yang memiliki karakteristik tertentu (unik) sehingga dapat dianalisis lebih lanjut. Kemudian, deskripsi data dan fakta yang diperoleh digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun model.
Penggunaan studi kasus kualitatif ini sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (1996: 4-8) berikut ini.
(1) Berakar pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan. Hal ini dikarenakan tindakan pengamatan berpengaruh pada yang dilihat sehingga hubungan penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan dalam konteks untuk keperluan pemahaman, konteks sangat menentukan dalam menetapkan apakah suatu penemuan mempunyai arti bagi konteks lainnya, dan sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determinatif terhadap apa yang akan dicari;
(2) Manusia sebagai instrumen penelitian sehingga mampu
menyesuaikan dengan kenyataan dan mampu memahami kaitan antar kenyataan;
(3) Menggunakan pendekatan kualitatif untuk dapat lebih mudah menyesuaikan diri dengan kenyataan, dan lebih peka terhadap berbagai penajaman pengaruh bersama maupun terhadap pola-pola nilai yang dihadapi;
(4) Menganalisis data secara induktif untuk menemukan kenyataan-kenyataan ganda, membuat hubungan peneliti dengan responden lebih eksplisit, dapat mempertajam hubungan-hubungan, serta dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik;
(5) Menghendaki arah bimbingan teori substantif yang berasal dari data atau menemukan teori-teori yang bersifat deskriptif;
(6) Lebih mementingkan proses daripada hasil; (7) Adanya batas yang ditentukan oleh fokus;
(40)
(8) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data;
(9) Desain penelitian bersifat sementara agar secara terus menerus dapat menyesuaikan dengan kenyataan lapangan; dan
(10) Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama antara manusia yang dijadikan sumber data dengan penelitian
Bogdan dan Biklen (1982: 27-29) memerinci karakteristik penelitian kualitatif sebagai berikut: (1) Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and the research is the instrumen; (2) Qualitative research is descriptive; (3) Qualitative researchs are concerned with process rather than simply with outcomes or product; (4) Qualitative researchs tend to analyze their data inductively; dan (5) Meaning is essential concern to the qualitative approach.
B. SUBYEK DAN OBYEK PENELITIAN
Penjelasan mengenai subyek dan obyek penelitian dimaksudkan untuk menunjukkan wilayah kasus dan sekolah yang dijadikan kasus dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan karena dalam penelitian kualitatif tidak mengenal pengertian populasi (Nasution, 1996: 29). Namun demikian, hasil temuan penelitian kualitatif tetap dapat bermakna secara universal, artinya dapat digeneralisasikan tidak hanya pada latar substantif yang sama, tetapi juga pada latar yang lain (Moleong, 1996: 23).
Pengertian populasi yang tidak dikenal dalam penelitian kualitatif adalah populasi dalam pengertian banyaknya satuan subyek penelitian yang diharapkan menjadi responden dan biasanya memiliki karakteristik yang berbeda. Dengan kata laon, populasi dalam penelitian kualitatif lebih bersifat kontekstual yang merupakan kesatuan (entity). Oleh karena itu, analisisnya harus open ended, artinya terbuka bagi perubahan, perbaikan, dan
(41)
penyempurnaan data-data yang baru masuk (Nasution, 1996: 29). Kemudian diperkuat dengan penjelasan Moleong (1996: 165), dimana peneliti mulai dengan asumsi bahwa konteks itu kritis sehingga masing-masing konteks harus ditangani dari segi konteksnya sendiri.
Wilayah kasus dalam penelitian ini adalah implementasi model perencanaan pendidikan yang berorientasi keunggulan mutu lulusan di SMK. Sedangkan sekolah yang dijadikan kasus penelitian adalah SMK Negeri 1, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang.
Implementasi sistem perencanaan pada hakikatnya merupakan obyek penelitian, sementara tiga SMK yang dijadikan kasus merupakan subyek penelitian. Masing-masing sekolah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda karena lingkup kejuruannya berbeda, yaitu SMK Negeri 1 adalah kelompok Bisnis dan Manajemen, SMK Negeri 6 adalah kelompok Pariwisata, dan SMK Negeri 7 adalah kelompok Teknologi Industri.
Berangkat dari penjelasan di atas maka penentuan kasus penelitian berdasarkan tujuan tertentu (purposive) dan karenanya kasus-kasus dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik snowball sampling. Dipilihnya teknik tersebut dikarenakan dalam penelitian kualitatif, sampling merupakan pilihan peneliti tentang aspek apa dari peristiwa apa dan siapa dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu, dan karena itu dilakukan terus menerus sepanjang penelitian (Nasution, 1996: 29).
Hal ini berarti sampling dilakukan untuk tujuan memerinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik, bukan memusatkan pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi
(42)
(Moleong, 1996: 165). Sampling dalam hal ini digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber sehingga akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Teknik sampling ini bercirikan: (1) sampel tidak dapat ditentukan terlebih dahulu; (2) pemilihan sampel secara berurutan; (3) penyesuaian berkelanjutan dari sampel; dan (4) pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan (Moleong, 1996: 166). Dengan teknik ini diharapkan peneliti dapat memperoleh variasi yang memadai, dan dapat memperluas informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau dapat diisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui.
Untuk mendukung teknik tersebut, dalam penelitian ini digunakan pula teknik internal sampling dan time sampling. Internal sampling adalah memilih informasi-informasi yang sesuai dengan fokus studi yang ingin dikaji ketika peneliti berada pada latar penelitian. Tujuannya agar dalam waktu yang relatif singkat banyak informasi yang terjangkau oleh peneliti, karena informan diminta untuk berbicara, bertukar pikiran atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subyek lainnya. Time sampling adalah memilih waktu yang paling tepat untuk mengumpulkan data pada latar penelitian (Bogdan dan Biklen, 1982: 63).
C. DATA PENELITIAN
Data yang diperlukan dalam penelitian ini, meliputi data yang berkenaan dengan :
(43)
1. Keadaan umum sekolah yang dijadikan kasus yaitu SMK Negeri 1, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang guna diperoleh gambaran (profil) pada setiap sekolah.
2. Keadaan umum SMK di kota Semarang guna diperoleh aspek-aspek tertentu yang menjdai karakteristik dari ketiga SMK yang dijadikan kasus sehingga membedakan dengan SMK-SMK lainnya.
3. Rumusan visi keunggulan SMK berikut teknik sosialisasi visi tersebut kepada semua pihak yang terkait dengan sekolah yang bersangkutan. 4. Perkembangan di setiap SMK yang diteliti, yang mencakup murid, guru,
sarana prasarana, dan kurikulum yang diberlakukan.
5. Prestasi sekolah terutama adalah kualitas lulusan yang pernah dihasilkan. 6. Sistem perencanaan yang dilaksanakan di setiap SMK, khususnya
menyangkut kinerja sistem dari penetapan parameternya sehingga dapat diketahui tingkat ketercapaian pada setiap perangkatnya. Misalnya: efisiensi, efektivitas, produktivitas, relevansi, akuntabilitas, kesehatan organisasi, dan adaptabilitas.
7. Faktor-faktor yang mendukung ketajaman analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang diperkirakan dapat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja SMK.
D. SUMBER DATA
Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas informan dan keterangan dokumentatif. Kedua sumber data yang dimaksud, dapat penulis jelaskan berikut ini.
(44)
1. Informan atau Responden
Penentuan responden dipilih secara purposif dan ditetapkan dengan teknik bola salju, sehingga jika menjumpai pejabat yang intensitas kerjanya tinggi, peneliti dapat menghubungi bagian atau pejabat lain yang membidangi pekerjaan yang bersangkutan. Responden tersebut menjadi informan penting karena merupakan sumber data yang dapat memberikan data yang benar bagi kepentingan penelitian. Rincian responden yang digunakan selama penelitian dapat dilihat di dalam tabel 3.1.
2. Dokumen
Menurut Guba dan Lincoln (1985: 227) dokumen adalah setiap bahan tertulis maupun film, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang peneliti. Digunakannya dokumen sebagai sumber data karena beberapa alasan yaitu: (1) merupakan sumber data yang stabil dan kaya informasi; (2) berguna sebagai bukti pengujian; (3) sifatnya yang alamiah sesuai dengan konteks; (4) mudah dikaji isinya karena tidak reaktif; dan (5) dapat memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diteliti. Berbagai data yang diperoleh dari dokumen antara lain: statistik sekolah, kurikulum, foto-foto kegiatan, laporan sekolah, hasil-hasil keputusan rapat dan lain sebagainya.
Tabel 3.1
MACAM DATA/INFORMASI, PEJABAT YANG DITUJU, DAN INFORMAN/RESPONDEN PENELITIAN
DATA/INFORMASI YANG DITUJU INFORMAN/RESPONDEN
1. Keadaan umum SMK di kota Semarang
2. Keadaan umum setiap SMK yang dijadikan kasus dalam penelitian
Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru
Kasubdin; Pendidikan Menengah dan Kejuruan; Pengawas Pendidikan Menengah Kejuruan Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru
(45)
3. Rumusan visi keunggulan dan teknik sosialisasi visi 4. Perkembangan di setiap
SMK
5. Prestasi sekolah terutama kualitas lulusan
6. Sistem perencanaan
7. Data kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, siswa Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staf non guru, Komite Sekolah
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Komite Sekolah, masyarakat pengguna lulusan, alumni
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, Komite Sekolah, Siswa, masyarakat pengguna lulusan
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, Komite Sekolah, Siswa, masyarakat pengguna lulusan, alumni
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, siswa Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, Komite Sekolah
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Komite Sekolah, masyarakat pengguna lulusan, alumni
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, Komite Sekolah, Siswa, masyarakat pengguna lulusan
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, Komite Sekolah, Siswa, masyarakat pengguna lulusan, alumni
E. PENGUMPULAN DATA
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (1) wawancara; (2) observasi; (3) studi dokumentasi; dan (4) prediksi atau studi kecenderungan. Wawancara, digunakan untuk menggali informasi dari responden secara mendalam menyangkut persepsi, perasaan, dan reaksi psikologis lainnya yang dapat diungkapkan. Wawancara dilakukan dengan para responden (informan) yang menurut peneliti akan memberikan data/informasi sebanyak-banyaknya.
Observasi, yaitu mengamati secara langsung tentang suasana kerja, kinerja sekolah serta implementasi visi ke dalam perencanaan pendidikan. Untuk kepentingan ini peneliti berusaha berada pada latar penelitian jangka waktu tertentu agar dapat melakukan pengamatan secara lebih mendalam. Studi dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari berbagai dokumen yang diperlukan oleh penelitian. Prediksi atau studi kecenderungan, yaitu teknik yang digunakan untuk memaknai data-data atau informasi yang
(46)
diperoleh selama penelitian serta implikasinya lebih lanjut sesuai dengan kecenderungan yang ada.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah manusia (peneliti sendiri) di mana peneliti sendirilah yang menjadi instrumen utama dan yang harus terjun ke lapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara. Alasannya adalah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti dan jelas sebelumnya, baik itu berkaitan dengan masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, data yang dikumpulkan, hipotesis yang digunakan maupun hasil yang diharapkan (Nasution, 1996: 55). Selama proses penelitian kesemuanya itu perlu dikembangkan agar diperoleh temuan penelitian yang benar-benar bermakna.
Peneliti sebagai instrumen penelitian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) peneliti sebagai alat paling peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakan bermakna bagi penelitian; (2) peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus; (3) manusia sebagai instrumen dapat memahami situasi dalam segala bentuknya oleh karena setiap situasi pada latar penelitian adalah merupakan suatu keseluruhan; (4) suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata dan karenanya perlu merasakannya, menyelaminya berdasarkan penghayatan kita; (5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh mulai menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera guna menentukan arah pengamatan, maupun mengetes hipotesis yang timbul
(47)
seketika; (6) manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan, atau penolakan; dan (7) manusia sebagai instrumen akan mampu memberikan perhatian yang penuh terhadap adanya respon yang aneh, yang menyimpang, yang bertentangan untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diselidiki (Nasution, 1996: 55-56).
Senada dengan penjelasan di atas, Moleong (1996: 123) menguraikan ciri-ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup segi responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses data secara secepatnya, memanfaatkan kesempatan untuk mengklasifikasikan dan mengikhtisarkan, serta memanfaatkan kesempatan untuk mencari respon yang lazim.
F. TAHAP PENELITIAN
Ada empat tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu tahap persiapan (pra lapangan), tahap orientasi, tahap pelaksanaan penelitian lapangan, dan tahap penyusunan laporan. Masing-masing tahapan dapat dijelaskan sebagai berikut:
(48)
1. Tahapan Persiapan (Pralapangan)
a. Melakukan studi penjajagan ke arah fokus telaahan atau permasalahan penelitian.
b. Menyusun rancangan penelitian.
c. Melakukan studi kepustakaan guna menemukan acuan dasar penelitian. d. Mempresentasikan rancangan penelitian dalam forum seminar di bawah
arahan Bapak Prof. Dr. H. Abdul Azis Wahab, MA., Prof. Dr. Moh. Fakry Gaffar, M.Ed., Prof. Dr. Bambang Soewarno, MA., Prof. Dr. Ahmad Sanusi, SH, MPA., dan Prof. Dr. Jam’an Satori, MA. Selama seminar banyak masukan yang dapat digunakan untuk memperbaiki rancangan penelitian.
e. Konsultasi lebih lanjut tentang rancangan penelitian untuk memperbaiki dan mendapatkan pengesahan dari para dosen pembimbing disertasi. f. Mengurus perijinan yang diperlukan dalam rangka pengumpulan data
baik baik untuk kepentingan pelaksanaan penelitian di lapangan.
2. Tahap Orientasi
a. Mengadakan pembicaraan pendahuluan dengan Kepala Dinas
Pendidikan, Kepala Subdin Pendidikan Menengah dan Kejuruan, Kepala Sekolah di tiga SMK yang dijadikan kasus penelitian.
b. Mengumpulkan data-data awal melalui studi dokumentasi dan observasi di SMK yang dijadikan kasus penelitian guna mempertajam fokus penelitian.
(49)
c. Menjalin keakraban antara peneliti dengan informan serta memahami latar penelitian yang sesungguhnya guna memperoleh kemudahan-kemudahan di saat pelaksanaan penelitian.
(50)
3. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Mengumpulkan data dan menggali informasi melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi dan penelusuran terhadap subyek-subyek yang dipandang perlu dan ditentukan secara snow-ball dengan memperhatikan saran-saran atau pendapat dari informan terdahulu. b. Menginterpretasikan, menganalisis dan memprediksi data dan informasi
yang diperoleh di lapangan dengan merujuk pada kajian teoretik yang ada. c. Melakukan pemeriksaan yaitu melakukan pengecekan kebenaran dari
data dan informasi yang dikumpulkan dengan cara member check (proses pengecekan ulang) dan audit trail (mengecek keabsahan data dari sumber aslinya).
4. Tahap Pengembangan Model
Karena model yang peneliti kembangkan adalah model konseptual maka tahapan-tahapannya dilakukan sebagai berikut:
a. Menelaah sistem perencanaan yang sudah ada di setiap SMK yang dijadikan kasus.
b. Mendiskusikan dengan Kepala Sekolah bersama tim perencana di SMK tentang sistem perencanaan yang sudah dilaksanakan.
c. Menelaah teori yang relevan untuk dapat mendefinisikan secara tepat tentang isu-isu yang menjadi fokus integrasi dan ukuran-ukuran kinerja sistem sebagai dasar evaluasi.
d. Melakukan simulasi model bersama para guru yang kebetulan termasuk tim perencana sekolah antara lain: Drs. Marsono (SMK Negeri 2), Dra. Tuti Yuliati (SMK Negeri 6), dan Drs. Tikno (SMK Negeri 7). Selain itu dibantu
(51)
pula oleh seorang staff Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan Kota Semarang yaitu Wahyu W, S.H., M.Pd.
e. Menelaah hasil-hasil simulasi model untuk memperbaiki model yang dikembangkan.
f. Mendiskusikan model dengan para praktisi perencana yaitu Kepala Sekolah pada SMK yang diteliti. Untuk lebih memberikan tambahan wawasan peneliti juga mendiskusikan model tersebut dengan Drs. Anjar Gunadi, M.Pd. (Kasubdin Sekolah Menengah Kabupaten Demak). g. Menggunakan pengalaman dan intuisi.
h. Mendiskusikan dengan para dosen pembimbing untuk lebih
menyempurnakan model yang hendak ditawarkan dalam penelitian ini.
5. Tahap Penyusunan Laporan
a. Melakukan konsultasi hasil deskripsi dan analisis data kepada para pembimbing untuk mendapatkan arahan sehingga lebih mempertajam kajian dan temuan penelitian.
b. Menyusun laporan penelitian secara sistematis dalam bentuk disertasi dengan hasil akhir berupa rekomendasi implementasi visi keunggulan ke dalam perencanaan pendidikan yang berorientasi pada peningkatan mutu lulusan di SMK. Bentuknya adalah alternatif model perencanaan pendidikan di SMK yang berorientasi pada peningkatan mutu lulusan. c. Mempertanggungjawabkan secara ilmiah laporan penelitian dalam
(52)
d. Menyempurnakan laporan penelitian berdasarkan masukan-masukan yang diterima selama ujian hingga akhirnya disertasi tersebut siap untuk digandakan.
(53)
G. ANALISIS DATA
Pentingnya analisis data sebagai tahap dalam penelitian dikarenakan: (1) data adalah benda mati karena hanya berupa sekumpulan kata-kata, angka-angka, atau benda-benda lain sebagaimana adanya; (2) data yang berhasil dikumpulkan biasanya masih berserakan, tercecer dan bercampur menjadi satu tanpa menghiraukan maksud penelitian; dan (3) data sebenarnya menggambarkan gejala variabel yang dapat kita tangkap, tetapi seringkali tidak memberikan makna yang jelas sehingga perlu dianalisis untuk memperoleh makna yang jelas.
Pekerjaan analisis data dimaksudkan sebagai pekerjaan yang mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikan data sehingga data yang terkumpul dapat diorganisir dan mudah untuk diolah. Tujuannya adalah untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang pada akhirnya dapat diangkat menjadi teori substantif. Hal ini senada dengan Patton (1980) yang mengatakan bahwa analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar – sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 1996: 103). Kemudian dipertegas oleh S. Nasution (1988: 126) yang mengemukakan bahwa analisis data kualitatif adalah proses menyusun data (menggolongkannya dalam tema atau kategori) agar dapat ditafsirkan dan diinterpretasikan. Dengan demikian dalam proses analisis diperlukan daya kreatif dari peneliti untuk mengolah data tersebut menjadi bermakna.
(54)
Bogdan dan Biklen (1982: 145-149) mengemukakan beberapa saran dalam menganalisis data penelitian kualitatif, antara lain: (1) force yourself to make decisions that narrow the study; (2) force yourself to make decisions concerning thetype of study you want to accomplish; (3) develop analytic question; (4) plan data collection sessions in light of what you find in previous observation; (5) write many “observer’s comments” about ideas you generate: (6) write memos to yourself about what you are learning.
Dalam penelitian ini analisis data dilakukan dengan menggunakan tiga langkah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan – untuk dapat menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisir data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (MB. Miles and AM. Huberman, 1994: 11). Dengan demikian laporan yang diperoleh dari kerja lapangan dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan dalam hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya dalam suatu susunan yang sistematis (S. Nasution, 1996: 129). Manfaat dari hasil reduksi data adalah memberikan gambaran yang lebih matang dari hasil pengamatan, mempermudah dalam pencarian kembali, serta membantu dalam memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
(1)
139
mendefinisikan secara tepat tentang isu-isu yang menjadi fokus integrasi dan ukuran-ukuran kinerja sistem sebagai dasar evaluasi; (4) menelaah hasil-hasil simulasi model untuk memperbaiki model yang dikembangkan; (5) menggunakan pengalaman atau instuisi; dan (6) mendiskusikan model dengan para praktisi perencanaan pendidikan di SMK untuk meningkatkan aktualitas implementasi dari model yang dimaksud.
Keenam cara tersebut dipertegas oleh Sudarwan (1998: 28) menjelaskan bahwa upaya mengembangkan model dengan face validity yang tinggi dapat dilakukan dengan cara: (1) diskusi dengan para ahli; (2) observasi terhadap sistem; (3) menelaah teori yang relevan; (4) menelaah hasil-hasil simulasi model yang relevan; dan (5) menggunakan pengalaman dan intuisi.
(2)
315
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1988. Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Jakarta: Depdikbud.
Atmosudirdjo, Prajudi. 1982. Administrasi dan Management Umum. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Balitbang. 1995. Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan Pembangunan. Jakarta: Depdikbud.
Balitbang. 1996. Analisis Misi dan Visi Pembangunan Pendidikan. MP.02. Jakarta: Depdikbud.
Banghart, Frank W; Trull, Jr. Albert. 1973. Educational Planning. New York: The Mac Millan Company.
Bastian, Aulia Reza. 2002. Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.
Beach, Lee Roy. 1993. Making the Right Decision Organizational Culture, Vision, and Planning. New Jersey: Prentice Hall.
Becker, Gary S. 1993. Human Capital. Chicago: The University of Chicago Press. Biro Perencanaan. 1996. Stakeholder yang Berkaitan dengan Pembangunan dan
Pendidikan di Propinsi. Jakarta: Depdikbud.
Bogdan, R.C. and Bicklen, S.K. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Allyn and Bacon, Inc.
Bolton, R.N. and J.H. Drew. 1991. “Multistage Model of Costumer Assessment of Service and Value”. Journal of Consumer Research. March. Page 375-384. Bryson, John M. 2000. (Alih Bahasa oleh M. Miftahuddin). Perencanaan Strategis
Bagi Organisasi Sosial Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djojonegoro, Wardiman. 2001. Dimensi Pembaruan Pendidikan Kejuruan. http://www.dikmenjur.freehosting.net/kebijak/dimensi:htm. Diakses, 23 April 2001.
Elain, Stanley; Swanson, I Gordon, Ed. 1969. Educational Planning in the United States. New York: FE Peacock Publishers.
(3)
316
Enoch, Jusuf. 1995. Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Fagerlind, Ingemar; Saha, J. Lawrence. 1986. Educational and National Development.
New York: Pergamon Press.
Fitzsimmons, JA. and MJ. Fitzsimmons. 1994. Service Management for Competitive Advantage. New York: Mc Graw Hill, Inc.
Gaffar, Moh. Fakry. 1987. Perencanaan Pendidikan: Teori dan Metodologi. Jakarta: Depdikbud.
Harjodipuro, Siswojo. 1979. System Planning. Jakarta: Erlangga.
Hopkins, David SP. and William F. Massy. 1981. Planning Models for Colleges and Universities. California: Stanford University Press.
Hornby, AS. 1994. Oxford Advanced Learner Dictionary. Great Britain. Oxford University Press.
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia. 1995. Pendidikan dan Prospeknya terhadap Pembangunan Bangsa dalam PJP II. Bandung: PT. Karyaputri Wardhani. Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah. Yogyakarta: Adicita.
Johansson, R. 1993. System Modelling and Identification. New York: Prentice Hall International, Inc.
Juran, JM. 1995. Kepemimpinan Mutu (Alih Bahasa oleh Edi Nugroho). Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Kaufman, Roger. 1988. Planning Educational Systems. New Holland Avenue: Technomic Publishing Company, Inc.
Knezevich, K. Stephan. 1984. Administration of Public Education. New York: Harper & Row Publisher, Inc.
Komarrudin. 2000. Principles of Management Planning. Bandung: Koppa Sigma Publishers.
Koontz, Harold, et al. 1995. (Alih Bahasa oleh Alfonsus Sirait). Manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kotler, P. 1997. Marketing Management: Planning, Implementation and Controll, 9th
(4)
Krajewski, L.J. and LP. Ritzman. 1990. Operating Management: Strategy and Analysis, 2nd. New York: Addison. Wesley Publishing Hall Inc.
Law, A.M. and Kelton, W.D. 1997. Simulating Modeling and Analysis. New York: Mc Graw Hill, Inc.
Le Breton, Preston P; Dale, A. Henning. 1964. Planning Theory. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Makmun, Abin Syamsudin. 1996. Analisis Posisi Pendidikan. Jakarta: Biro Perencanaan Depdikbud.
Mazzoni L, Team. 1991. Analyzing State School Policy Making: An Area Model. University of Minesotta: Journal of Educational Evaluation and Policy Analysis. Volume 13, No. 2.
Miles, M.B. and Huberman, A.M. 1994. Qualitative Data Analysis. London: Soge Publications.
Moleong, Lexy J. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Morrisey, GL. 1996. Pedoman Pemikiran Strategis Membangun Landasan Perencanaan Anda (Alih Bahasa oleh Gianto Widianto). Jakarta: Prenhallindo.
Mudrick, R.G. et. al. 1990. Service Operating Management. Allyn and Bacon.
Muhadjir, Noeng. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nawawi, Hadari. 1989. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
Orlosky, DE. et. al. 1984. Educational Administration Today. Colombus Ohio: Bell & Howell Company.
Parasuraman, A; V.A. Zeithome; LL. Berry. 1988. “Servqual: A Multiple Items Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality”. Journal of Retailing. Vol. 49 (Spring): Page 12-40.
Payne, A. 1997. The Essence of Service Marketing. New York: Prentice Hall.
Pressman, RS. 1997. Software Engineering: A Practicioner’s Approach. New York: The Mc Graw Hill Companies Inc.
Purwanto, Ngalim. 1993. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
(5)
318
Quigley, Joseph V. 1993. Vision How Leaders Develop It, Share It and Sustain It. New York: Mc Graw Hill, Inc.
Reynolds, D. and Cuttance, P., Ed. 1992. School Effectiveness Research, Policy and Practice. New York: Cassell Inc.
Rowe, Mason, Dickel, and Snyder. 1990. Strategic Management : A Methodological Approach. Canada : Addison Wesley Publishing Company.
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. Jakarta: Gramedia.
Sergiovanni, Thomas J. et. al. 1987. Educational Governance and Administration. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Sidi, Indra Djati. “Otonomi Pendidikan Suatu Keharusan”. Suara Merdeka, tanggal 19 Oktober 2000.
Siswoyo, Rasdi Eko. 2003. “Pengaruh Pemberdayaan, Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK Eks SMEA Pembina di Jawa Tengah”. Disertasi. PPS UPI Bandung.
Soepardi, Imam. 1988. Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud. Somantri, Manap. 1999. “Pengembangan Model Perencanaan Strategis
Perencanaan Wajib Belajar dan Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar”. Disertasi. Bandung: PPS IKIP Bandung.
Steiner, G. A. 1979. Strategic Planning. New York : The Free Press A Division of macmillan Publishing Co, Inc.
Stoner, James AF; Freeman R. Edward. 1992. Management. Jakarta: Intermedia. Sudarwan. 1998. “Model Pengelolaan Terpadu Sistem Pendidikan Tenaga
Kependidikan di Tingkat Wilayah”. Disertasi. PPS IKIP Bandung.
Suderadjat, Herry. 1988. “Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Intrapreneur Kepala Sekolah yang Meningkatkan Keberhasilan Sekolah”. Disertasi. Bandung: PPS IKIP Bandung.
………. Ed. 2002. Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia–Membangun Manusia Produktif. Jakarta: Depdiknas.
Supriadi, Dedi. 1997. Membangun Bangsa Melalui Pendidikan: Beberapa Tantangan dan Agenda Pendidikan Nasional. Bandung: PPS. IKIP Bandung.
(6)
Surachmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.
Sutisna, Oteng. 1989. Administrasi Pendidikan Dasar untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.
Suyata. 1996. “Optimalisasi Efektifitas (Mutu) Sekolah Melalui Pemetaan Sosioakademik dan Penerapannya”. Jurnal Penelitian Pendidikan Dasar, No. 2 tahun I, halaman 1-14.
Tampubolon, Daulot P.. “Reformasi Pendidikan”. Suara Pembaharuan, 29 September 2000.
Thomas, J. Allan. 1971. The Productive School – A System Analysis Approach to Educational Administration. New York: John Willy & Sons Inc.
Tim Re-Engineering SMK. 2001. “Peningkatan Pemberdayaan SMK melalui Program Re-Engineering”. http://www.dikmenjur.freehosting. net/kebijak/dimensi.htm. Diakses, 23 April 2001.
Tjiptono, Fandy, dan Diana A. 1995. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Offset.
Tjiptono. 1996. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi Offset.
Turney C. et. al. 1992. The School Manager. North Sidney: Allen & Unwin Pty Ltd. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: BP. Cipta Jaya.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 2 Th. 1989) dan Peraturan Pelaksanaannya. Jakarta: Sinar Grafika.
Vincent Gasperz. 2002. Manajemen Kualitas dalam Industri Jasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
……….. 2002. Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wahyudi, Agustinus Sri. 1996. Manajemen Strategik Pengantar Proses Berpikir Strategik. Jakarta: Binarupa Aksara.
Wongkar. 1990. “Model Perencanaan Terpadu Pengembangan Sekolah”. Disertasi. Bandung: PPS IKIP Bandung.