PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) DALAM PELAJARAN IPS DI SD.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 5

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 7

D.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

E. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ... 13

BAB II : MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN HIDUP DALAM PELAJARAN IPS ... 16

A. Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Di SD ... 16

1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial ... 16

2 Karakteristik Pendidikan IPS SD ... 21

3 Tujuan Pengajaran IPS SD ... 22

4 Kurikulum dan Ruang Lingkup IPS SD... 30

B. Model Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 38

1 Hakikat dan Pengertian Kecakapan Hidup ... 38

2 Model-Model Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 53

3 Karakteristik Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 63 4 Landasan Filosofis dan Teoretis Pembelajaran Kecakapan Hidup 64


(2)

C. Hasil Penelitian Terdahulu ... 72

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 76

A. Metode Penelitian ... 76

B. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 86

C. Teknik Pengumpulan Data ... 87

D. Analisa Data ... 90

BAB VI : PENGEMBANGAN MODEL, INTERPRETASI DAN PEMBAHASAN ... 95

A. Hasil Studi Pendahuluan ... 95

B. Pengembangan Model Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 111

C. Validasi Model Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 149

D. Interpretasi Hasil Penelitian ... 160

E. Pembahasan ... 180

BAB V : SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 189

A. Simpulan Hasil Penelitian ... 189

B. Implikasi Hasil Pengembangan ... 195

C. Rekomendasi ... 198

DAFTAR PUSTAKA ... 201 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

2.1. Pengembangan Kecakapan Hidup pada Berbagai Jenis dan Jenjang Pendidikan 48

2.2. Posisi Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya ... 75

3.1. Instrumen Pengumpulan data dan Penggunaannya ... 89

4.1. Latar Belakang dan Pengalaman Guru Kelas V SD di Kota Tegal... 95

4.2. Pandangan Guru Terhadap Pelaksanaan Pembelajaran IPS SD Saat Ini ... 97

4.4. Pelaksanaan Pembelajaran IPS SD Saat Ini ... 102

4.5. Dukungan Sarana Prasarana/Lingkungan Sekolah dan Masyarakat Sekitar ... 105

4.6. Deskripsi Pembelajaran IPS Sebelum Pengembangan Model ... 106

4.7. Silabus Pelajaran IPS SD Kelas V Pada Semester Gasal ... 118

4.8. Integrasi Kecakapan Hidup Dengan Mata Pelajaran IPS Kelas V SD... 120

4.9. Deskripsi Hasil Uji Coba Terbatas Kesatu, Kedua, Dan Ketiga Kemampuan Melaksanakan Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 132

4.10. Deskripsi Hasil Uji Coba Lebih Luas Kesatu, Kedua, Dan Ketiga Kemampuan Melaksanakan Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 141

4.11. Nilai Pretes dan Postes dalam Setiap Ujicoba Terbatas ... 144

4.12. Hasil Uji – t Skor Pretes dan Postes ... 144

4.13. Hasil Uji t Skor Postes peningkatan Kecakapan Hidup Siswa Pada Ujicoba Terbatas Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 145

4.14. Nilai Pretes dan Postes dalam Setiap Ujicoba Lebih Luas ... 147

4.15. Hasil Uji – t Pretes dan Postes ... 147

4.16. Deskripsi Peningkatan Kecakapan Hidup Siswa Hasil Ujicoba Lebih Luas Pembelajaran Life Skill Dalam Hasil Uji – t Skor Postes ... 148

4.17. Kinerja Guru Sebelum dan Sesudah Pengembangan Model Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 150

4.18. Deskripsi Kompetensi Kecakapan Hidup Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol dalam Uji Validasi ... 153

4.19. Hasil Uji – t Skor Pretes Gabungan Antara Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 154


(4)

4.20. Hasil Uji – t Perolehan Skor Postes Gabungan Antara Kelas

Eksperimen dan Kontrol ... 155 4.21. Hasil Uji – t Perolehan Skor Postes Antara Kelas Eksperimen

(SD P) dan Kontrol (SD A) ... 156 4.22. Hasil Uji –t Perolehan Skor Postes Antara Kelas Eksperimen

(SD Q) dan Kontrol (SD B) ... 157 4.23. Hasil Uji – t Perolehan Skor Postes Antara Kelas Eksperimen


(5)

DAFTAR BAGAN

BAGAN HALAMAN

1.1 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian ... 6 3.1. Pentahapan Penelitian dan Pengembangan ... 81 4.1. Disain Perencanaan Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 114 4.2. Profil Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kecakapan

Hidup Siswa Dalam Mata Pelajaran IPS ... 115 4.3 Tujuan dan ruang lingkup IPS SD ... 117


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Format Model Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 207

2. Angket Studi Pendahuluan ... 208

3. Instrumen Observasi untuk Studi Pendahuluan ... 213

4. Perangkat Tertulis dan Tindakan Ujicoba Terbatas ... 216

5. Perangkat Tertulis dan Tindakan Ujicoba Lebih Luas... 227

6. Perangkat Tertulis dan Tindakan Uji Validasi ... 239

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Life Skill dan Modul ... 253

8. Validitas dan Reliabilitas Angket ... 286

9. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes Ujicoba Terbatas ... 301

10. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes Ujicoba Lebih Luas ... 331

11. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes Uji Validasi ... 361

12. Data Nilai Pretes, Postes dan Perhitungan Analisis Statistik Uji –t Hasil Ujicoba Terbatas ... 391

13. Data Nilai Pretes, Postes dan Perhitungan Analisis Statistik Uji –t Hasil Ujicoba Lebih Luas ... 400

14. Data Nilai Pretes, Postes dan Perhitungan Analisis Statistik Uji –t Hasil Uji Validasi ... 410

15. Standar Isi Rumpun Mata Pelajaran IPS dan Silabus Mata Pelajaran IPS Kelas V SD ... 451

16. Surat Ijin Penelitian ... 455


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan masyarakat berkembang begitu cepat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pun disadari telah mengubah pola hidup masyarakat. Percepatan kemajuan teknologi itu berdampak positif dan menguntungkan kehidupan manusia. Tetapi di pihak lain, tidak sedikit membawa berbagai persoalan baru, seperti terjadinya konflik budaya, tingginya ketergantungan manusia terhadap hasil-hasil teknologi, urbanisasi, sikap individualistik materialistik, kemacetan lalu-lintas, masalah kependudukan, dan permukiman.

Akibat negatif kemajuan teknologi sebagaimana dikemukakan di atas mempertanyakan bagaimana membenahinya agar berkembang menjadi perikehidupan yang lebih baik melalui upaya mengakomodasi tuntutan perubahan masyarakat. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bernilai strategis apabila dikaitkan dengan persoalan tersebut karena IPS sangat terikat oleh nilai sosial bangsa dan tidak dapat dilepaskan dari tata nilai dan norma yang hidup dalam suatu bangsa.

IPS sebagai suatu mata pelajaran merupakan perpaduan dari sejumlah disiplin ilmu sosial yang mengajarkan pengetahuan, nilai sikap, dan keterampilan kepada siswa untuk memahami lingkungan dan masalah sosial di sekitar siswa (Depdikbud, 1994). Lebih lanjut dijelaskan oleh Barr (1978), melalui pembelajaran IPS diharapkan akan terbentuk dan lahir warga negara yang baik


(8)

dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negara, serta mampu memainkan peranan yang positif dalam tatanan kehidupan masyarakat global.

Pendidikan IPS bertujuan: (1) memberikan seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan kepada siswa sebagai bekal untuk memahami lingkungan masyarakat sekitar dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Depdikbud, 1994); (2) memberikan pengetahuan awal dan sebagai media pelatihan warga negara sedini mungkin bagi siswa (Sumantri,1996: 21).

Di pihak lain, temuan penelitian terdahulu pada umumnya menyimpulkan sejumlah kelemahan dalam pembelajaran IPS. Hasil penelitian Al-Muchtar (1991) menemukan kelemahan pengajaran IPS yang terjadi di sekolah meliputi:

(a) kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada aspek pengetahuan; (b) proses belajar mengajar berpusat pada guru dalam pola satu arah; (c) bahan pelajaran yang berupa informasi tidak dijadikan media bagi pengembangan berpikir nilai; (d) budaya belajar IPS lebih cenderung berkembang menjadi budaya belajar menghafal dari pada budaya berpikir kritis.

Selain itu, siswa cenderung menganggap IPS sebagai bidang studi yang membosankan, kurang menantang minat belajar, bahkan sebagai ilmu

pengetahuan “kelas dua”. Kecenderungan tersebut dibenarkan oleh hasil

penelitian Syafruddin (2003:5) bahwa: (1) pelajaran IPS yang diberikan di sekolah-sekolah sangat menjemukan, akibat dari penyajiannya yang bersifat monoton dan ekspositoris sehingga siswa kurang antusias dan pelajaran kurang menarik; (2) rendahnya prestasi belajar IPS di SD disebabkan oleh kelemahan dan belum optimalnya proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru.


(9)

Pola pembelajaran IPS pun belum memenuhi harapan ideal dilihat dari esensi yang diemban oleh IPS. Indikasi tersebut ditunjukkan oleh pembelajaran yang masih berorientasi pada transfering pengetahuan belaka dan berpusat pada guru, dan mengabaikan pentingnya pembentukan sikap moral melalui pembelajaran IPS. Dengan kata lain, pembelajaran IPS lebih merupakan pemindahan sejumlah konsep dan informasi dari guru kepada siswa sebagaimana ditemukan melalui penelitian Blazely (Depdiknas, 2002: 7) bahwa pembelajaran lebih merupakan penumpukan faktor konsep dan teori semata. Guru hanya mengevaluasi hal-hal yang telah diberikan tanpa berusaha mengembangkan fakta, konsep, generalisasi, dan teori serta mengaplikasikannya ke dalam kehidupan nyata.

Dilihat dari urgensi pengembangan kecakapan hidup siswa, pembelajaran IPS SD belum mampu merealisasikannya secara optimal. Di samping itu aspek personal, sosial dan vokasional tidak menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran IPS di SD. Hasil penelitian Masitoh, dkk (2009) menemukan bahwa kurikulum berbasis kecakapan hidup di SD belum diterapkan secara optimal karena masih rendahnya tingkat pemahaman guru tentang pelaksanaan kurikulum tersebut. Diperkuat oleh pendapat Suderadjat (2003:6), ada beberapa mata pelajaran, termasuk IPS, yang tidak jelas aplikasinya dan belum menerapkan kecakapan hidup siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Uraian di atas menunjukkan kelemahan pembelajaran IPS SD, baik segi proses maupun orientasinya. Dari segi proses terjelaskan bahwa interaksi belajar mengajar IPS bersifat statis, karena komunikasinya berlangsung hanya satu arah


(10)

yaitu dari guru ke siswa. Dari segi orientasinya, pembelajaran IPS SD belum memuat keterpaduan antara harapan dengan kehidupan nyata siswa atau belum berdasarkan kecakapan hidup.

Dari sudut kinerja guru dalam proses pembelajaran, kenyataan tersebut mencerminkan rendahnya upaya inovatif guru dalam mengembangkan model pembelajaran. Selama ini guru-guru lebih terbiasa menerapkan model-model pembelajaran konvensional. Pembelajaran pun lebih didasarkan pada kebutuhan formal daripada kebutuhan riil siswa. Akibatnya pengelolaan proses pembelajaran lebih disikapi sebagai pekerjaan administratif dan belum diperankan untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal.

Permasalahan sebagaimana diuraikan di atas menuntut dikembangkannya model pembelajaran yang menekankan keterkaitan antara konsep-konsep dalam suatu kompetensi dasar dengan pengalaman siswa sehari-hari serta memampukan siswa menerapkan kembali konsep yang telah dikuasainya untuk keperluan kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut, permasalahan tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian dan pengembangan model pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan hidup dalam pelajaran IPS di SD. Model pembelajaran demikian, menurut Anwar (2004:33-34) harus mencukupi kriteria sebagai berikut: (1) tujuan pembelajarannya menekankan penguasaan kompetensi kecakapan hidup; (2) program pembelajarannya berbasis kecakapan hidup; (3) siswa mempelajari kenyataan hidup dan aktif; (4) medianya berupa situasi nyata/lingkungan sosial dan alam; dan (5) evaluasi belajarnya otentik.


(11)

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Menurunnya kesadaran eksistensi diri dan potensi diri, konflik sosial, sikap sosial, daya kritis, dan ketidakmampuan berkomunikasi merupakan permasalahan kehidupan individu dan sosial dewasa ini. Sehubungan dengan itu, mata pelajaran IPS memiliki arti penting untuk mengatasinya. IPS bertujuan memberikan seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan kepada siswa sebagai bekal untuk memahami lingkungan masyarakat sekitar dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Di pihak lain, para siswa menganggap IPS sebagai mata pelajaran yang membosankan, kurang menantang minat belajar, bahkan sebagai ilmu pengetahuan “kelas dua”. Proses dan orientasi pembelajarannya pun belum mengakomodasi harapan dan esensi pendidikan IPS. Interaksi belajar mengajarnya bersifat statis dan lebih berpusat pada guru. Dari segi orientasinya, pembelajaran IPS SD belum optimal memampukan siswa menerapkan kembali konsep-konsep yang telah dikuasainya untuk keperluan kehidupan mereka sehari-hari.

Persoalannya adalah bagaimana mengembangkan model pembelajaran yang mampu membekali kecakapan hidup siswa, dan mensinergikan mata pelajaran IPS menjadi kecakapan hidup yang meliputi kecakapan pribadi, sosial, intelektual dan vokasional yang diperlukan oleh siswa. Dalam kerangka menjawab persoalan inilah model pembelajaran berdasarkan kecakapan hidup perlu dikembangkan.


(12)

Tujuan umum model pembelajaran tersebut adalah memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi manusia peserta didik untuk menghadapi perannya di masa datang. Tujuan khusunya meliputi: (a) mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi; (b) mengembangkan pembelajaran yang fleksibel; dan (c) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat (Depdikbud, 2002 : 8).

Sesuai dengan identifikasi variabel penelitian di atas, maka variabel penelitian dapat dipetakan sebagai berikut: (1) kondisi pembelajaran IPS saat ini yang terkait dengan kinerja mengajar guru; (2) dukungan sarana prasarana dan lingkungan belajar; (3) model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar yang berupa kecakapan hidup siswa. Keterhubungan antar-variabel penelitian tersebut, disajikan dalam bagan 1.1.

BAGAN 1.1

KETERKAITAN ANTAR VARIABEL PENELITIAN

Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam menafsirkan istilah-istilah yang dipergunakan dalam penelitian dan pengembangan ini maka secara operasinal masing-masing istilah tersebut didefinisikan berikut ini.


(13)

a. Kecakapan Hidup Siswa

Kecakapan hidup siswa terdiri atas kecakapan pribadi (personal skill), kecakapan sosial (interpersonal skill), dan kecakapan pra-vokasional. Kecakapan pribadi adalah kecakapan hidup yang bersifat umum (general life skill), sering kali disebut kecakapan mengenal diri (self awareness). Indikator kecakapan personal, meliputi: kesadaran diri yang terdiri atas: (1) kesadaran eksistensi diri, dan (2) kesadaran akan potensi diri.

Dalam penelitian ini kecakapan personal yang dimaksudkan adalah meliputi kecakapan diri siswa, seperti keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pengembangan karakter siswa, belajar memelihara lingkungan. Kecakapan personal yang lain dalam penelitian adalah kesadaran akan potensi diri, yang terdiri atas: belajar menolong diri sendiri, dan belajar menumbuhkan kepercayaan diri

Kecakapan sosial adalah kecakapan hidup yang bersifat umum (general

life skill). Kecakapan sosial sering disebut dengan kecakapan antarpersonal

(interpersonal skill). Kecakapan ini menurut Depdiknas (2002 : 13) indikatornya meliputi: kecakapan komunikasi lisan dan tertulis, kecakapan komunikasi dengan empati, dan kecakapan bekerjasama.

Dalam penelitian ini kecakapan yang dimaksud adalah kecakapan sosial siswa dalam komunikasi dengan empati, dan kecakapan kerjasama dengan orang lain.


(14)

Dalam Diknas (2003:14) kecakapan akademik seringkali disebut kemampuan berpikir ilmiah. Indikator kecakapan akademik ini meliputi: menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah.

Dalam penelitian ini yang dimaksud kecakapan akademik atau intelektual meliputi: kecakapan menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan dan kecakapan memecahkan masalah.

Adapun kecakapan vokasional (vocasional skill) seringkali disebut kecakapan kejuruan, yaitu kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat” (Depdiknas (2002:14). Sementara itu Anwar (2004: 36) mengemukakakan bahwa pengembangan pre-vokasional dimaksudkan sebagai pemandu bakat dan minat. Kecakapan vokasional yang dikembangkan di tingkat SD baru pada tahap awal atau pengenalan, sehingga kecakapan yang ditumbuhkan adalah kecakapan pra-vokasional.

Kecakapan pre-vokasional yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pengenalan jenis-jenis pekerjaan kepada siswa.

b. Hasil Belajar Siswa

Sebagai objek evaluasi, hasil belajar adalah tingkat kecakapan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini ditegaskan dalam tujuan evaluasi menurut Hamalik (2002 : 212) yaitu untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa atau tingkat kecakapan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila dikaitkan dengan taksonomi tujuan pendidikan dari Bloom, terdapat tiga sasaran pokok pembelajaran IPS, yaitu : (1) pengembangan aspek


(15)

pengetahuan (cognitive), (2) pengembangan nilai dan kepribadian (affective), dan (3) pengembangan aspek keterampilan (psychomotoric).

Sementara itu Chapin, dan Banks (1977 : 4) merumuskan empat tujuan pokok yang harus dijadikan pilar tujuan IPS, yaitu : (a) pengetahuan (knowledge), (b) keterampilan (skill), (c) sikap dan nilai (attitudes and values), dan (d) perilaku kewarganegaraan (citizen action). Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa dalam pendidikan IPS meliputi kecakapan intelektual/hasil belajar siswa, sosial, pribadi dan pre-vokasional siswa.

c. Sarana Prasarana dan Lingkungan Belajar

Menurut Anwar (2004:151), sarana dapat diartikan “segala jenis fasilitas yang dapat menunjang berlangsungnya kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Sementara itu menurut Abdulhak (2000), sarana

dapat berfungsi sebagai: (1) fasilitas atau alat pembelajaran, dan (2) sumber belajar. Dalam pembelajaran kecakapan hidup, sarana prasarana serta fasilitas sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan belajar. Di samping itu keberadaan sarana prasarana juga dapat berfungsi sebagai fasilitas dan sumber belajar. Adanya sarana prasarana yang memadai sebagai tuntutan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Dalam penelitian ini sarana prasarana yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan pembelajaran kecakapan hidup IPS adalah media pembelajaran IPS seperti globe, peta, gambar, buku atlas, poster, diagram, grafik, OHP, dan tape


(16)

Lingkungan belajar menurut Anwar (2004:151) merupakan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap warga belajar. Faktor lingkungan turut mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran kecakapan hidup. Faktor lingkungan belajar seperti taman sekolah, laboratorium, perpustakaan, dan kondisi lingkungan sekitar yang difokuskan dalam penelitian ini.

d. Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kualitas Kinerja Guru dan Kecakapan Hidup Siswa

Menurut Depdiknas (2002:20), pembelajaran yang mengarah kecakapan hidup adalah: pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks kehidupan peserta didik, agar mereka belajar menerapkan isi mata pelajaran dalam pemecahan problema yang dihadapi dalam kehidupan keseharian.

Sementara Sukmadinata (2004: 37-38), menyebutkan bahwa karakteristik pembelajaran kecakapan hidup, adalah: kompetensi atau perilaku-perilaku yang harus dikuasai siswa dirumuskan secara spesifik, pengajaran menggunakan modul, evaluasi dan pemberian umpan balik, pembelajaran yang lebih memperhatikan karakteristik siswa dan pembelajaran di lapangan.

Menurut Joyce & Weil , (1980:1) dalam Rusman (2010:133) model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Model pembelajaran yang dikembangkan termasuk model pembelajaran


(17)

Model pembelajaran life skill dapat memperbaiki kinerja guru mulai dari tahap penyusunan dan pengembangan rencana program pembelajaran sampai pada tahap pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Model pembelajaran yang dikembangkan termasuk model pembelajaran

life skill juga dapat terjadinya peningkatan hasil belajar yang berupa kecakapan

hidup, seperti kecakapan pribadi, sosial, akademik, dan pra-vokasional.

2. Perumusan Masalah

Dari fenomena yang telah diungkapkan dalam latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, terlihat bahwa permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran IPS SD dewasa ini, adalah (1) kondisi pembelajaran IPS saat ini yang terkait dengan kinerja mengajar guru, yaitu rendahnya upaya inovatif guru dalam mengembangkan model pembelajaran dan masih menerapkan model-model pembelajaran konvensional; (2) rendahnya hasil belajar yang berupa kecakapan hidup siswa. Berkenaan dengan permasalahan di atas maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: apakah model pembelajaran kecakapan hidup yang dikembangkan dalam penelitian ini efektif untuk meningkatkan kecakapan hidup siswa dalam pelajaran IPS di SD? Masalah tersebut lebih lanjut penulis jabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran pembelajaran IPS di SD yang berjalan saat ini? 2. Bagaimanakah profil pengembangan model pembelajaran untuk meningkatkan


(18)

3. Bagaimanakah dampak pengembangan model pembelajaran kecakapan hidup terhadap kinerja guru dan kecakapan hidup siswa dalam pelajaran IPS di SD? 4. Bagaimanakah dukungan sarana prasarana dan lingkungan belajar dalam

penyelenggaraan model pembelajaran kecakapan hidup pada pembelajaran IPS di SD?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pembelajaran kecakapan hidup yang cocok diterapkan bagi siswa dalam pembelajaran IPS SD. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan kondisi pembelajaran IPS di SD yang berjalan saat ini. 2. Menghasilkan profil model pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan

hidup siswa dalam pelajaran IPS V SD.

3. Menguji efektivitas pengembangan model pembelajaran kecakapan hidup tersebut terhadap kinerja guru dan kecakapan hidup siswa dalam pelajaran IPS di SD.

4. Mendeskripsikan dukungan sarana prasarana dan lingkungan belajar dalam penyelenggaraan model pembelajaran kecakapan hidup pada pembelajaran IPS di SD.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran berupa dalil-dalil teoretis dan model konseptual pembelajaran yang menekankan


(19)

peningkatan kecakapan hidup siswa. Dalil dan model konseptual tersebut merupakan hasil dari implementasi model pembelajaran yang telah diujicoabakan dalam penelitian ini.

b. Manfaat Praktis

Hasil dari temuan penelitian diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama untuk para pengambil keputusan, pengelola satuan pendidikan, guru dan siswa.

Bagi pengambil kebijakan, hasil penelitian berupa model pembelajaran IPS SD berorientasi kecakapan hidup, dapat dijadikan sebagai alternatif untuk dikembangkan dan didiseminasikan pada jenjang Sekolah Dasar.

Bagi pengelola satuan pendidikan, dengan ditemukannya model pembelajaran IPS SD yang berdasarkan kecakapan hidup, maka para pengelola satuan pendidikan yang berada di tingkat pendidikan dasar (SD) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk diterapkan dalam satuan pendidikan yang berada dibawah pengelolaan dan pembinannya.

Bagi guru, dengan ditemukannya model pembelajaran IPS SD yang berdasarkan kecakapan hidup, maka terutama bagi guru IPS untuk dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam memperbaiki mutu penyempurnaan pembelajran IPS.

Bagi siswa, manfaat yang akan diperoleh melalui pengembangan model pembelajaran IPS SD yang berdasarkan kecakapan hidup adalah memperoleh bekal kecakapan hidup.


(20)

D. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

Asumsi-asumsi sebagai acuan dalam memahami dan menganalisis permasalahan penelitian ini, dikemukakan berikut ini.

Pertama, pendidikan IPS berusaha membantu peserta didik dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya. Tujuan pendidikan IPS pada dasarnya adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. IPS juga bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.

Kedua, pendidikan berdasarkan kecakapan hidup membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn). Di samping itu dapat menghilangkan pola pikir dan kebiasaan yang tidak tepat (learning to

unlearn), menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk dikembangkan dan

diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan, serta mampu memecahkannya secara kreatif.

Pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SLTP/MTS) kecakapan hidup yang dikembangkan lebih ditekankan kepada pengembangan generik (General


(21)

bersifat kecakapan akademik (academic Skill) maupun kecakapan vokasional (Vocational Skill) bersifat pengenalan dan diberikan sesuai dengan perkembangan fisik maupun psikologis siswa. Pengembangan academic skill dan

pre-vocational skill dimaksudkan sebagai pemandu bakat dan minat siswa, sedangkan general life skill sebagai bekal dasar untuk penyesuaian dalam hidup

bermasyarakat.

Ketiga, pembelajaran kecakapan hidup dicirikan oleh: (1) adanya kegiatan

belajar siswa dalam mengaplikasikan kemampuan atau kecakapan dasar dalam kehidupan sehari-hari, (2) bertujuan agar siswa menguasai dan memiliki kecakapan atau kemampuan dasar keilmuan atau kejuruan, (3) adanya student

active learning atau student centered dalam kegiatan pembelajaran; (4)

mensyaratkan pembelajaran tuntas (mastery learning), (5) adanya kegiatan siswa dalam mengaplikasikan kompetensi dasar dalam kehidupan sehari-hari (Suderadjat 2004 : 37).

Bertolak dari asumsi yang dikemukakan di atas dan mengacu kepada pertanyaan penelitian ketiga, maka dapat dirumuskan hipotesis kerja bahwa kinerja guru dan kecakapan hidup siswa yang menggunakan model pembelajaran kecakapan hidup lebih tinggi secara signifikan dibanding kinerja guru dan kecakapan hidup siswa yang tidak menggunakan model pembelajaran kecakapan hidup.


(22)

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan maksud penelitian, yaitu untuk menghasilkan dan mengembangkan sebuah model pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan hidup (life skill) dalam pelajaran IPS di SD, maka penelitian ini menggunakan metode Research and Development. Borg dan Gall (1979: 624) mengemukakan bahwa “Educational research and development is a process used to develop and validate educational product”. Lebih jauh

dikatakannya bahwa … “Our use of term “product” includes not only material

objects, such as texbooks, instructional films, and so forth, but it also intended to refer to established prosedures and processes, such as methods of teaching or methods of organizing instruction”. Ini berarti, bahwa terminologi “product” tidak

hanya terpaut pada pengertian material object, textbooks, instructional film semata, tapi juga diharapkan untuk meningkatkan dan mengembangkan prosedur serta proses pembelajaran, seperti pengembangan model pendekatan dalam pembelajaran, pengelolaan kegiatan belajar mengajar dan sebagainya.

Di samping itu, Akker (1997) menambahkan bahwa “Development

research is employed in domain of: curiculum, instrumentation (ICT, Multimedia), learning and instruction, teacher education, distance education, focus on examplary of prototypical program, cooperation/interaction with practice an practioners, formative evaluation, validation in more product and or contexts (generalization)”.


(23)

metode yang relevan dan tepat digunakan dalam studi ini. Karena research and

development merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan

memvalidasi suatu produk atau model. Penelitian dan pengembangan ini diharapkan menghasilkan suatu model pengembangan pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan hidup dalam pelajaran IPS di Sekolah Dasar.

Research and development menurut Borg and Gall (1979:626) terdiri dari

10 langkah , yaitu:

a. Research and information collecting, yakni studi pendahuluan,

pengumpulan data awal di lapangan yang mencakup ; studi literatur/kepustakaan, observasi kelas, mempersiapkan rancangan/disain kegiatan dan penelitian.

b. Planning ; yaitu tahapan di mana penelitian menyusun suatu

perencanaan guna untuk menentukan ; (1) skill/keahlian apa yang diperlukan dalam penelitian di lapangan nantinya ; (2) tujuan yang hendak dicapai ; (3) urutan kerja, dan (4) uji kelayakan dalam bentuk skala kecil atau terbatas.

c. Develop preliminary form of product ; yakni mengembangkan draf

awal sebuah prototipe atau hipotetik yang ingin dihasilkan. Pada langkah ini tercakup kegiatan menyiapkan perlengkapan atau instrument pembelajaran, dan instrument evalusi.

d. Preliminary field study ; yakni kegiatan uji coba lapangan awal

(pertama), yang dilakukan secara terbatas pada 1-3 sekolah dengan menggunakan 6-12 orang subjek penelitian. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dan angket, yang kemudian dianalisis. Langkah keempat ini dimaksudkan untuk mendapatkan data kualitatif awal dari model hipotetik (prototipe) yang akan diujicobakan pada langkah berikutnya.

e. Main product revision ; yaitu tahap menyempurnakan atau merevisi

prototipe (model hipotetik) yang sudah diujicobakan (uji coba awal). Perbaikan atau revisi draf model hipotetik, didasarkan pada hasil uji coba lapangan awal yang sudah dilakukan sebelumnya.

f. Main field testing ; yakni kegiatan uji coba lapangan utama yang

dilakukan pada 5 sampai 15 sekolah dengan menggunakan sekitar 30 sampai 100 subjek penelitian. Data kuantitatif berupa skor/nilai yang diperoleh subjek penelitian pada pre-test dan post test yang dikumpulkan, lalu hasil evaluasi tersebut diperbandingkan dengan data kelompok kontrol.


(24)

prototipe secara operasional dengan menggunakan informasi dan data yang terkumpul melalui uji coba lapangan tahap pertama, sehingga pada tahap selanjutnya dapat meningkatkan dan menyempurnakan produk penelitian ini.

h. Operational field testing ; yakni langkah menguji cobakan model secara

operasional, yang disebut juga sebagai uji-empirik. Uji coba ini idealnya dilakukan terhadap 10 – 30 sekolah dengan melibatkan 40 sampai 200 orang resonden/subjek penelitian. Data yang berasal dari wawancara, observasi dan angket dikumpulkan, lalu dianalisis. Pada langkah ini ditentukan apakah draf akhir model sudah benar-benar siap untuk disebarluaskan (didiseminasikan) di sekolah-sekolah.

i. Final product revision ; yaitu tahap revisi akhir dari prototipe (model

yang dihasilkan). Revisi dilakukan dengan memperhatikan masukan dan saran-saran yang diperoleh melalui monitoring, yaitu yang berasal dari: (1) wawancara dengan guru/mitra kerja, dan (2) observasi langsung terhadap pelaksanaan uji coba.

j. Dissemination and distribution; yaitu (1) mempublikasikan tentang

keberhasilan uji coba model melalui pertemuan-pertemuan dan jurnal ilmiah; (2) mengadakan kerja sama dengan para penerbit guna untuk mendistribusikan hasil-hasil penelitian; dan (3) melakukan distribution

monitoring, yaitu pemantauan dan kontrol terhadap distribusi hasil-hasil

penelitian yang sudah dipublikasikan.

Mengingat adanya beberapa keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan ini, maka tanpa mengabaikan prinsip-prinsip serta prosedur dan langkah-langkah utama yang telah digariskan Borg & Gall (1979: 626), peneliti mencoba memodifikasi apa yang telah digariskan Borg tersebut dengan cara mengintergrasikan beberapa langkah yang mungkin dapat digabungkan menjadi satu tahapan, sehingga dalam studi yang akan dilakukan ini prosedur dan langkah-langkah penelitian menjadi tiga tahapan sebagaimana dijelaskan berikut ini.

Pertama, studi pendahuluan yang meliputi beberapa kegiatan sebagai


(25)

berkaitan dengan konsep/paradigma pengembangan pembelajaran, konsep kecakapan hidup atau yang berhubungan dengan model yang akan dikembangkan, (b) menelusuri dan mengkaji hasil-hasil penelitian tentang model pembelajaran dan pembelajaran life skill atau yang relevan.

2) Prasurvey lapangan (model faktual), mengumpulkan informasi/data yang berhubungan dengan: (a) peserta didik; (b) proses belajar mengajar; (c) pengajar atau guru dan (d) sarana, fasilitas serta lingkungan.

3) Draf model, yaitu yang meliputi kegiatan sebagai berikut: (a) perancangan model, terdiri atas merumuskan tujuan/kompetensi, menetapkan materi, dan menyusun rencana pembelajaran/langkah-langkah secara rinci, menentukan metode, alat/media, dan evaluasi/teknik penilaian; (b) Perencanaan uji coba, yakni menyusun disain pelaksanaan kegiatan uji coba, menentukan tempat/lokasi uji coba, menetapkan waktu pelaksanaan uji coba, dan menyiapkan hal lain-lain yang diperlukan selama uji coba.

Kedua, uji coba pengembangan model, yang meliputi kegiatan-kegiatan

berikut :

1) Uji coba terbatas, yaitu uji coba pertama yang dilakukan terhadap beberapa orang murid (secara terbatas) di kelas. Dalam uji coba ini dilakukan: (a)

pretest, (b) observasi/monitoring, (b) wawancara/interview dengan guru dan

murid (c) posttest dan (d) revisi atau perbaikan draf model akan diuji coba lebih luas.


(26)

sehabis uji coba awal. Dalam fase ini tercakup beberapa kegiatan, yakni; (a) melakukan tes awal (pretest), (b) melaksanakan onservasi, interview/wawancara, (c) melakukan tes akhir (posttest), dan (d) mengadakan perbaikan/revisi draf yang akan diuji validasi.

Ketiga, uji validasi model, yang memuat beberapa kegiatan sebagai

berikut:

1) Mengindentifikasi kelompok pembanding yang dalam studi ini disebut sebagai kelas kontrol (KK).

2) Melakukan tes awal (pretest) kepada kelompok uji coba lapangan atau kelas eksperimen (KE) dan kepada kelompok pembanding atau kelas kontrol (KK). 3) Menerapkan model pada kelompok uji coba lapangan atau kelas eksperimen

(KK) tanpa kehadiran peneliti.

4) Mengadakan tes akhir (posttest) kepada kelompok/kelas eksperimen (KE) dan kelompok/kelas kontrol (KK).

5) Merumuskan kesimpulan dan menyusun draf akhir model.

Pentahapan penelitian sebagaimana diuraikan di atas, dapat divisualisasi dalam bagan di halaman berikut.


(27)

Bagan 3.1 Pentahapan Penelitian dan Pengembangan Diadaptasi dari Sukmadinata (2007); Borg & Gall (1979)

1. Studi Pendahuluan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam fase pertama penelitian dan pengembangan ini, peneliti mengadakan studi pendahuluan dalam bentuk kegiatan: (1) kajian literatur, dan (2) prasurvai lapangan (3) draf awal model.

Kajian literatur yang dilakukan peneliti pada fase studi pendahuluan dimaksudkan untuk menemukan dan memperluas wawasan peneliti mengenai


(28)

pembelajaran life skill yang akan dikembangkan dalam pembelajaran IPS SD. Di samping itu, juga menelusuri dan mengkaji penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan para ahli yang dipandang cukup relevan dengan studi yang sedang dilakukan. Dalam hal ini peneliti mempelajari dan menelaah literatur/buku, laporan penelitian, tesis, disertasi yang releven dengan masalah. Dengan demikian diharapkan dapat memperluas wawasan peneliti mengenai teori-teori, prosedur, langkah-langkah dan cara-cara yang tepat digunakan dalam penelitian dan pengembangan (research and development) di lapangan nantinya.

Prasurvey lapangan dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang: (a) peserta didik, (b) proses belajar mengajar, (c) pengajar/guru, (d) sarana/fasilitas dan lingkungan. Menyangkut peserta didik/siswa, data dan informasi yang dibutuhkan adalah berkenaan dengan: (1) identitas diri siswa, (2) kegiatan siswa dalam belajar, (3) hasil belajar siswa. Sedangkan berkenaan dengan proses belajar mengajar, data dan informasi yang diperlukan yaitu mengenai bagaimana kondisi pembelajaran IPS yang sedang berlangsung di kelas V SD pada saat ini. Sementara itu yang menyangkut guru, data dan informasi yang diperlukan adalah ; (a). latar belakang dan pengalaman guru, (b) pandangan guru tentang pelaksanaan program pembelajaran IPS saai ini. Untuk itu dilakukan penelitian pada 32 orang guru dari empat kecamatan di wilayah kota Tegal. Kemudian yang berhubungan dengan kondisi sarana, fasilitas dan lingkungan, datanya diperoleh melalui observasi dan angket yang didisi oleh guru kelas V SD.


(29)

disusun draf model awal untuk dikembangkan. Penyusunan draf awal model ini karena didasarkan hasil studi literatur baik kesimpulan yang bersifat konseptual atau teoretis maupun hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan kecakapan hidup adalah model pembelajaran life skill.

Pada penyusunan draf awal model meliputi: (1) perencanaan model, (2) perencanaan uji coba, (3) penyusunan draf awal model, dan (4) desk evaluation. Selanjutnya draf awal model yang telah disusun dan direviu, maka siap diuji cobakan.

2. Pengembangan Model

Pada uji coba awal, draft model pembelajaran life skill ditetapkan kepada pada sebuah kelas/sekolah yang memiliki jumlah siswa tidak terlalu besar (23 orang). Selama uji coba berlangsung, peneliti melakuan monitoring langsung dan wawancara dengan guru IPS kelas V SD, dan melakukan observasi langsung dalam pelaksanaan uji coba tersebut, sehingga diperoleh data untuk bahan refleksi. Di samping itu, peneliti melakukan evaluasi pre-test dan post-test pada setiap pelaksanaan uji coba (single group). Semua data dari hasil monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan masukan untuk melakukan revisi dan uji coba berikutnya (uji coba lebih luas).

Draft model yang telah mendapat perbaikan seperlunya itu kemudian dikembangkan dalam uji coba lebih luas. Pelaksanaan uji coba lebih luas diawali dengan pre-test dan diakhiri dengan pos-test. Sepanjang pelaksanaan uji coba


(30)

model pembelajaran life skill yang dikembangkan, dan (b) implementasinya dalam pembelajaran IPS di kelas V SD.

Berbagai masukan dari hasil penelitian dan penilaian tersebut, baik menyangkut kekuatan dan kelemahan draft model pembelajaran maupun implementasinya, digunakan oleh guru bersama peneliti untuk merevisi model secara komprehensif, sehingga siap divalidasi.

3. Pengujian Validasi Model

Dalam fase ini dilakukan uji validasi terhadap model pembelajaran life

skill yang telah dikembangkan diujikan secara terbatas dan lebih luas. Adapun

kegiatan yang peneliti lakukan dalam proses uji validasi ini adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi kelompok pembanding.

Dalam pelaksanaan pengujian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua kelompok pembanding., yaitu kelompok eksperimen (KE) dan kelompok kontrol (KK). Dalam pelaksanaan uji validasi, terdapat tiga SD sebagai kelompok eksperimen dan tiga SD sebagai kelompok kontrol.

b. Melakukan pretest untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Setelah ditentukan yang masing-masing tiga SD sebagai kelompok eksperimen (KE) dan tiga SD sebagai kelompok kontrol (KK), kemudian dilakukan pretest terhadap kedua kelompok tersebut. Pretest dilakukan sebelum pembelajaran dimulai, kemudian kedua kelompok tersebut diberikan


(31)

kemampuan awal kedua kelompok tersebut, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

c. Menerapkan model oleh guru tanpa kehadiran peneliti.

Sebelum uji validasi dilakukan, terlebih dahulu disosialisasikan model pembelajaran life skill kepada guru-guru kelas V SD. Setelah dikuasai baru diimplementasikan di kelas sebanyak 3 (tiga) kali uji validasi tanpa didampingi peniliti. Tanpa kehadiran atau keterlibatan peneliti dimaksudkan agar diperoleh situasi yang sebenarnya di kelas, sehingga dapat diketahui seberapa keterapan model pembelajaran life skill tersebut.

d. Melakukan posttest untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Dalam pelaksanaan eksperimen guru pada kelas kelompok eksperiemen (KE) dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran life skill sedangkan pada kelompok kontrol (KK) menggunakan pembelajaran biasa. Setelah selesai eksperimen, kemudian dilakukan pemberian posttest. Tujuan pemberian posttest untuk perbedaan kemampuan akhir kedua kelompok tersebut, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

e. Menyimpulkan dan memfinalisasi draf model pembelajaran sehingga dihasilkan sebuah model yang benar-benar siap didiseminasi.

Setelah dilakukan analisis dengan uji –t. yaitu guna untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa-siswa yang diberi perlakuan (treatment) dalam model pembelajaran life skill (KE) dan siswa-siswa yang tidak


(32)

dihasilkan kemudian didesiminasikan ke sekolah-sekolah.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Sejalan dengan kerangka penelitian dan pengembangan yang dikemukakan oleh Borg and Gall (1979:775), maka penelitian ini menggunakan istilah lokasi dan subjek penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di beberapa SD di empat kecamatan dalam Wilayah Kota Tegal, yang meliputi: Kecamatan Tegal Barat, Kecamatan Margadana, Kecamatan Tegal Timur, dan Kecamatan Tegal Selatan dengan melibatkan sejumlah guru dan siswa. Terdapat 32 orang guru yang dilibatkan untuk mengisi angket pada kegiatan prasurvey penelitian. Pada kegiatan uji coba terbatas dilakukan di sebuah SD dan dilanjutkan untuk uji coba utama atau lebih luas yang berjumlah 23 orang siswa. Sedangkan untuk kegiatan uji validasi dengan melibatkan tiga SD untuk kelas kontrol dan tiga SD untuk kelas eksperimen yang berjumlah 103 siswa. Penentuan sampel dilakukan berdasarkan stratified cluster random, yaitu diambil tiga SD yang memiliki akreditasi sekolah sangat baik, baik. dan sedang.

Subjek utama penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri di Wilayah Kota Tegal. Dipilihnya siswa kelas V SD didasari pertimbangan bahwa mereka: (1) telah mencapai tingkat usia yang cukup memiliki kematangan mental psikologisnya, (2) telah mencapai taraf perkembangan kepribadian yang relatif stabil, (3) telah menyadari keadaan dirinya, situasi, dan lingkungan mereka.

Sementara dipilihnya Kota Tegal sebagai lokasi penelitian, didasari oleh pertimbangan bahwa kota tersebut yaitu: (1) memiliki program sebagai Kota


(33)

skill di tiap jenjang pendidikan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian dan pengembangan ini pengumpulan data dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau sesuai dengan informasi dan data yang diperlukan. Mengingat pada penelitian ini memfokuskan kajiannya pada: (1) disain pengembangan model pembelajaran, dan (2) implementasi kegiatan pembelajaran, maka pengumpulan data dilakukan melalui beberapa instrumen penelitian sebagaimana dijelaskan berikut ini.

1. Observasi, Wawancara , Angket dan Tes

Observasi dilakukan guna untuk mendapatkan gambaran tentang: (1) aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran IPS yang sedang ditetapkan guru saat studi pendahuluan (pra-survey) berlangsung; dan (2) jalannya uji coba pengembangan model pembelajaran kecakapan hidup.

Pelaksanaan dan aspek-aspek objek observasi merujuk pada pedoman observasi. Sebelum digunakan, pedoman tersebut diuji validitasnya melaui expert

jugment dari para pembimbing disertasi ini.

Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi dan data yang belum diperoleh lewat angket dan observasi. Instrumen wawancara yang digunakan peneliti berupa pedoman wawancara yang mengungkap pertanyaan-pertanyaan yang berisi baik yang berhubungan dengan kondisi guru dan siswa, pembelajaran


(34)

coba berlangsung.

Sebelum digunakan, pedoman wawancara tersebut diuji validitasnya melaui expert jugment dari para pembimbing disertasi ini.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian juga menggunakan angket. Alat pengumpul data angket ini digunakan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan (1) kondisi guru seperti: latar belakang dan pengalaman serta tingkat pendidikan guru, melaksanakan proses belajar mengajar pembelajaran IPS saat ini,seperti: perumusan tujuan dan rencana pembelajaran IPS SD, pelaksanaan PBM program pembelajaran IPS SD, (2) sarana prasarana serta fasilitas dan lingkungan masyarakat sekitar.

Sebelum instrument atau alat pengumpul data, angket ini digunakan, maka terlebih dahulu dicari validitas dan reliabilitasnya.

Teknik lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Tes yang

digunakan adalah tes untuk mengukur hasil belajar berupa kecakapan hidup yang meliputi kecakapan pribadi, sosial, intelektual/akademik, dan pre-vokasional. Tes yang dikembangkan adalah tes kecakapan dalam bentuk pilihan ganda dan tindakan. Dalam penyusunan/pengembangan tes ini peneliti bekerja sama dengan guru mata pelajaran IPS kelas V SD.

Sebelum instrument tes hasil belajar ini digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas tes.


(35)

Digunakan untuk mempelajari serta menelaah dokumen-dokumen sekolah yang berkaitan dengan fokus penelitian dan pengembangan ini, seperti biodata dan nilai hasil belajar siswa, biodata guru,dokumen silabus,rencana pembelajaran, sistem evaluasinya dan sarana prasarana, fasilitas.

Secara ringkas instrumen pengumpul data dan penggunaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1

Instrumen Pengumpul Data dan Penggunaannya

Instrumen Responden/Objek/

Peristiwa Tahap Penelitian Fokus Pedoman

Wawancara Guru Pendahuluan

Persepsi tentang proses pembelajaran.

Lembar

Observasi Kelas

Pendahuluan Kinerja guru dan siswa dalam proses pembelajaran

Uji coba Kinerja guru dan siswa dalam proses pembelajaran

Lembar Tes

Hasil Belajar Siswa Uji coba

Prates Kelas Kontrol Prates Kelas Eksperimen Pascates Kelas Kontrol Pascates Kelas Eksperimen

Angket Siswa Pendahuluan Kesan siswa tentang kepuasan belajar saat ini.


(36)

D. Analisis Data

Data dan informasi yang terkumpul dalam penelitian dan pengembangan ini dianalisis melalui cara-cara yang relevan, yaitu sebagai berikut:

1. Hasil Studi Pendahuluan

Dalam prasurvey yang berhubungan dengan kondisi guru yaitu dianalisis secara deskriptif, yaitu melalui teknik analisis profil dengan melihat kecenderungan, sehingga didapatkan deskripsi atau gambaran tentang bagaimana: (1) latar belakang dan pengalaman serta tingkat pendidikan guru, (2) melaksanakan proses belajar mengajar saat ini, seperti: perumusan tujuan dan rencana pembelajaran IPS SD, pelaksanaan PBM program pembelajaran IPS SD.

Dalam prasurvey yang menggunakan angket mengungkap data yang berkaitan dengan sarana prasarana serta fasilitas dan lingkungan belajar dianalisis secara deskrifif, sehingga didapat gambaran tentang pemanfaatan, sarana prsarana serta fasilitas dan lingkungan belajar. Alat analisis yang digunakan baik untuk mengetahui gambaran tentang kondisi guru dan sarana prasarana serta fasilitas dan lingkungan di atas adalah dianalisis secara statistik deskriftif dengan prosentase.

2. Hasil Uji Coba Pengembangan Model Pembelajaran

Dalam uji coba pengembangan model pembelajaran life skill hasil-hasilnya sebagai berikut:


(37)

terbatas dan uji coba lebih luas dianalisis secara deskriptif kualitatif, kemudian dilakukan revisi dan dilanjutkan dengan uji coba secara berkesinambungan.

2). Nilai hasil belajar siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran atau sebelum pelajaran dimulai (pretest) dan nilai hasil belajar siswa yang diperoleh setelah model pembelajaran life skill diimplementasikan (posttest) diolah dengan: (a). Menggunakan analisis statistik uji t, yaitu dengan membandingkan

rata-rata hasil belajar setiap uji coba (hasil tes uji coba 1 dan 2, kemudian 2 dan 3, dan begitu seterusnya).

(b). Melakukan analisis butir soal.

3. Efektivitas Model Pembelajaran

Keberhasilan pengembangan model pembelajaran life skill dapat dilihat dari perbedaan hasil belajar antara siswa kelas eksperimen (KE) dengan hasil belajar siswa kelas control (KK). Dengan membandingkan hasil belajar pada kelompok (subjek penelitian) yaitu, antara siswa kelompok eksperimen (KE) dan kelompok kontrol (KK) pada kondisi sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) penerapan diukur dengan analisis statistik uji-t.

Adapun prosedur manual uji t untuk beda skor kelas eksperimen dengan kelas kontrol (uji- t untuk sampel independen) adalah sebagai berikut:

a. Merumuskan hipotesis (1). Pre tes


(38)

μ μ

eksperimen dengan kelompok kontrol.

Berdasarkan rumusan hipotesis tersebut di atas, maka hipotesis penelitian ini (pretest) adalah:

“ Perbedaan kemampuan hasil belajar yang diperoleh oleh kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretes kelompok eksperimen (KE) dengan kelas control (KK)”. Ha: μ1 ≠ μ2 terdapat perbedaan skor tes kecakapan hidup kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Berdasarkan rumusan hipotesis tersebut di atas, maka hipotesis penelitian ini (pretes) adalah:

“ Perbedaan kemampuan hasil belajar yang diperoleh oleh kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretes kelompok eksperimen (KE) dengan kelas control (KK)”.

(2) Pos tes

Ho: μ1 = μ2 tidak terdapat perbedaan skor tes kecakapan hidup kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Berdasarkan rumusan hipotesis tersebut di atas, maka hipotesis penelitian ini (pos test) adalah:

“ Perbedaan kemampuan hasil belajar yang diperoleh oleh kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pos tes kelompok eksperimen (KE) dengan kelas control (KK)”.


(39)

μ ≠ μ2

eksperimen dengan kelompok kontrol.

Berdasarkan rumusan hipotesis tersebut di atas, maka hipotesis penelitian ini (pos tes) adalah:

“ Perbedaan kemampuan hasil belajar yang diperoleh oleh kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pos tes kelompok eksperimen (KE) dengan kelas control (KK)”.

b. Menghitung nilai t

c. Menentukan nilai t-tabel untuk memastikan daerah penolakan atau penerimaan H0. Dalam hal ini digunakan pengujian two-tiled atau dua arah pada taraf signifikansi 0,05.

d. Memutuskan menerima atau menolak H0. Kriteria pengambilan keputusan atas hasil pengujian hipotesis ini adalah:

H0 ditolak apabila nilai thitung > ttabel atau probabilitas (sig) ≤ 0,05. Sebaliknya, H0 diterima apabila nilai thitung < ttabel atau nilai probabilitas (sig) > 0,05. Dalam hal menolak Ho berarti menerima Ha, atau skor kelompok eksperimen berbeda secara signifikan dibandingkan skor kelompok kontrol.

Sedangkan prosedur manual uji t untuk beda skor pos tes sesudah perlakukan model pembelajaran kecakapan hidup (uji- t untuk sampel berpasangan antara KE dan KK) adalah sebagai berikut:

a. Merumuskan hipotesis

Ho: μ1 = μ2 tidak terdapat perbedaan skor pos tes hasil belajar siswa sesudah perlakuan model pembelajaran kecakapan hidup.


(40)

“ Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pos tes kelompok eksperimen (KE) dengan kelompok control (KK)”.

Ha: μ1 ≠ μ2 terdapat terdapat perbedaan skor pos tes hasil belajar siswa sesudah perlakuan model pembelajaran kecakapan hidup.

Bunyi hipotesisnya sebagai berikut:

“Terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pos tes kelompok eksperimen (KE) dengan kelompok kontrol (KK)”.

b. Menghitung nilai t

c. Menentukan nilai t-tabel untuk memastikan daerah penolakan atau penerimaan H0. Dalam hal ini digunakan pengujian two-tiled atau dua arah pada taraf signifikansi 0,05.

d. Memutuskan menerima atau menolak H0. Kriteria pengambilan keputusan atas hasil pengujian hipotesis ini adalah:

H0 ditolak apabila nilai thitung >ttabel atau probabilitas (sig) ≤ 0,05. Sebaliknya, H0 diterima apabila nilai thitung<ttabel atau nilai probabilitas (sig) > 0,05. Dalam hal menolak H0 berarti menerima Ha, atau skor hasil belajar pos tes berbeda secara signifikan antara kelas eksperimen (KE) dengan kelas kontrol (KK).


(41)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan

Berdasarkan fokus permasalahan dan tujuan penelitian serta interpretasi hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat dikemukakan simpulan berikut ini.

1. Kondisi pembelajaran IPS SD saat ini. Hasil studi pendahuluan tentang

kondisi pembelajaran IPS di SD saat ini, menunjukkan bahwa masih terdapat: (a) guru belum mendeskripsikan kemampuan life skill ke dalam program pembelajaran IPS SD, (b)guru belum sepenuhnya mengembangkan bahan ajar yang relevan dengan kebutuhan siswa, (c) bahwa mata pelajaran IPS SD saat ini terlalu sarat dengan materi, sehingga membosankan dan kurang diminati siswa, (d) guru sudah merasa puas dengan menguasai materi IPS di kelas V SD saat ini, (e) guru belum sepenuhnya mengembangkan bahan ajar yang berorientasi kecakapan hidup, (f) bahwa layanan pembelajaran IPS SD saat ini rendah kualitasnya sehingga perlu diperbaiki atau ditingkatkan, (g) bahwa dalam menerapkan strategi pengalaman pembelajaran IPS SD saat ini guru belum sepenuhnya mengembangkan kecakapan hidup siswa, (i) bahwa program pembelajaran IPS SD saat ini guru belum sepeunya menerapkan metode mengajar yang bervariasi dan masih monoton dengan sistem ceramah, (j) bahwa program pembelajaran IPS SD guru belum sepenuhnya mengembangkan format life skill ke dalam lembar kerja siswa, dan (k) bahwa


(42)

program pembelajaran IPS SD saat ini guru belum sepenuhnya mengukur kemampuan atau life skill siswa dalam kegiatan evaluasi.

2. Model pembelajaran yang dikembangkan dapat meningkatkan kecakapan hidup siswa. Model pembelajaran life skill, sebagai suatu model

pembelajaran secara konseptual dan empirik dapat diterapkan pada pembelajaran IPS SD. Model yang dihasilkan meliputi tiga komponen pokok, yaitu: (a) disain pembelajaran, (b) implementasi, dan (c) evaluasi. Disain pembelajaran memuat tujuan (indikator), jenis kecakapan hidup yang dicapai, materi, kegiatan belajar mengajar, alat/media, dan sumber belajar, penilaian/evaluasi. Implementasi merupakan aktualisasi disain pembelajaran. Evaluasi yaitu penilaian terhadap implementasi model.

Tujuan pembelajaran, sejalan dengan karakteristik pembelajaran life

skill yang mendasarkan kepada penguasaan kompetensi berupa kecakapan

hidup siswa. Tujuan pembelajaran life skill, yang diharapkan siswa mampu mengembangkan sikap, kemampuan, kecakapan hidup dan mampu beradaptasi dengan lingkungan. Dengan tujuan pembelajaran life skill yang berdasarkan kompetensi yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi/kecakapan dan harus dicapai oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran. Isi atau materi pembelajaran merupakan seperangkat kompetensi yang berupa kecakapan hidup (kesadaran diri, berfikir rasional, kecakapan sosial) yang harus dikuasai siswa yang pengembangannya disesuaikan dengan isi kurikulum/GBPP mata pelajaran IPS SD. Metode pembelajaran menekankan kepada pemecahan masalah yang dikaitkan


(43)

dengan kondisi lingkungan hidup siswa. Media atau sumber belajar yang dikembangkan melalui pemanfaatan lingkungan sekitar yang disesuaikan dengan pokok bahasan.

Kegiatan pembelajaran life skill merupakan kegiatan yang melibatkan fisik maupun mental siswa dalam berinteraksi dengan bahan ajar. Implementasi pembelajaran life skill dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu kegiatan pendahuluan meliputi melakukan pretes, menjelaskan kompetensi yang akan dicapai siswa, menjelaskan prosedur pembelajaran, menjelaskan pedoman observasi, membagi masing-masing kelompok diskusi. Kegiatan inti merupakan proses pelaksanaan pembelajaran life skill dengan mendasarkan kepada pembelajaran yang secara spesifik mengembangkan kompetensi berupa kecakapan hidup siswa. Proses pelaksanaan pembelajaran

life skill juga mendasarkan kepada pendekatan-pendekatan pembelajaran

berorientasi kompetensi dan pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran

life skill yang dikembangkan secara kreatif melalui pengembangan bahan ajar

penggunaan metode dan pemilihan media serta pemanfaatan sumber-sumber belajar. Implementasi pembelajaran life skill pada tahap kegiatan inti meliputi 1) Di lapangan seperti: (a) siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas kelompok, (b) siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan sesuai dengan alat observasi yang telah disusun sebelumnya, 2) Di dalam kelas seperti: (a) siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompok masing-masing, (b) siswa melaporkan hasil diskusi, (c) setiap kelompok saling menjawab terhadap pertanyaan yang diajukan oleh


(44)

kelompok lainnya, (d) presentasi pelajaran dengan mengintegrasikan aspek

life skill ke dalam kehidupan sehari-hari, (e) mengoptimalkan siswa secara

kelompok dalam mengikuti diskusi kelas.

Evaluasi pembelajaran life skill dikembangkan dengan evaluasi tertulis dan tindakan. Pelaksanaan evaluasi pembelajaran secara konsisten mengukur kompetensi berupa kecakapan hidup siswa dalam aspek pemahaman, sikap dan keterampilan. Format model yang telah dikembangkan dapat dilihat pada lampiran.

3. Hasil belajar menggunakan model pembelajaran yang dikembangkan pada pelajaran IPS SD. Hasil penelitian uji coba menunjukkan peningkatan

nilai hasil belajar, sedangkan hasil penelitian uji validasi memperlihatkan nilai hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelompok eksperimen lebih tinggi secara signifikan, bila dibandingkan dengan nilai hasil belajar yang diperoleh siswa kelompok kontrol. Berdasarkan hasil temuan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran life skill adalah efektif dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Faktor pendukung pelaksanaan model pembelajaran yang dikembangkan pada pembelajaran IPS di SD. Salah satu kondisi yang

diharapkan sudah siap dan memadai dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di SD adalah sarana prasarana yang mendukung serta pemanfaatan lingkungan yang optimal. Di samping itu dukungan kepala sekolah dan guru juga sangat diperlukan.


(45)

Temuan lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru kelas V SD di Kota Tegal telah melaksanakan pembelajaran IPS dengan memanfaatkan media pembelajaran dan lingkungan sekolah. Sebagian besar SD telah memiliki media peta, sebagian besar SD telah memiliki media globe, sebagian besar sekolah telah memiliki media gambar, sebagian besar SD telah memiliki media buku atlas.

Bila dilihat dari pemanfaatan lingkungan, sebagian besar guru kelas V SD memanfaatkan sumber-sumber belajar di lingkungan masyarakat untuk menunjang kecakapan hidup siswa dalam pembelajaran IPS SD, sebagian besar guru kelas V SD memanfaatkan lingkungan masyarakat di sekitar sekolah seperti industri rumah, sebagian besar guru kelas V SD memanfaatkan lingkungan masyarakat di sekitar sekolah seperti peternakan, dan sebagian besar guru kelas V SD memanfaatkan lingkungan masyarakat di sekitar sekolah seperti pertanian.

Berdasarkan hasil temuan di atas, hampir boleh dikatakan tidak ada lagi SD yang tak memiliki peta, globe, media gambar, buku atlas. Dengan demikian berarti bahwa fasilitas yang diperlukan untuk mendukung kelancaran implementasi pembelajaran life skill pada mata pelajaran IPS SD yang ada di kota Tegal adalah cukup tersedia.

5. Keterbatasan model pembelajaran yang dikembangkan pada pelajaran IPS di SD. Keterbatasan yang dijumpai dalam pelaksanaan model

pembelajaran baik pada uji coba terbatas dan uji lebih luas yakni terkait dengan guru itu sendiri, siswa, dan sarana prasarana yang ada.


(46)

Keterbatasan yang terkait dengan guru itu sendiri adalah keraguan dalam melaksanakan model pembelajaran life skill. Keraguan tersebut nampak ketika guru saat mencoba model pembelajaran life skill tersebut, karena hal ini merupakan sesuatu yang baru. Guru telah terbiasa memberi pembelajaran melalui pola konvensional sehingga merasa enggan atau malas mencobanya. Dalam penjelasaanya, beberapa guru yang penulis wawancarai mengemukakan seringnya pergantian kurikulum sehingga merasa malas dalam menerapkan model pembelajaran yang baru. Namun demikian dengan pendekatan penulis dapat mengajak dan menjelaskan kepada para guru untuk mencoba hal baru tersebut.

Keterbatasan yang terkait dengan siswa sebagai pelaku yang aktif belajar yakni pada motivasi belajar rendah. Kondisi rendahnya motivasi belajar siswa menjadi kendala dalam penyelenggaraan model pembelajaran

life skill. Hal ini dapat dilakukan guru dalam menerapkan model

pembelajaran life skill dengan menggunakan metode yang bervariasi dan media juga bervariasi serta pembelajaran yang kontekstual maka motivasi belajar siswa dapat meningkat.

Keterbatasan sarana dan prasarana, khususnya sekolah belum memiliki laboratorium IPS. Kondisi riil ini memang menjadi kendala untuk menyelenggarakan model pembelajaran life skill. Hal dapat dilakukan adalah guru harus memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar siswa.


(47)

B. Implikasi Hasil Pengembangan

Dengan dihasilkannya produk model pembelajaran life skill dalam pembelajaran IPS di SD melalui penelitian dan pengembangan ini, memberikan implikasi praktis dan teoretis bagi pengembangan kurikulum.

1. Implikasi Praktis. Sebagaimana dirumuskan pada bab I bahwa tujuan

penelitian dan pengembangan adalah menemukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kecakapan hidup siswa dalam pembelajaran IPS SD. Berdasarkan temuan hasil penelitian dan pengembangan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kecakapan hidup (life skill) IPS SD dapat memberi manfaat secara bermakna, yaitu dapat memberi sumbangan hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang tidak menggunakan model pembelajaran kecakapan hidup (life skill) pada pembelajaran IPS SD. Dari manfaat yang demikian itu terkandung sejumlah implikasi bagi pelaksanaan belajar mengajar.

Temuan model pembelajaran life skill yang teruji dan dapat diterapkan dalam program pembelajaran IPS SD, memiliki implikasi-implikasi yang berkaitan penerapan (praktis) sebagai berikut:

a. Model pembelajaran life skill memberi implikasi tersendiri pada pengembangan kurikulum terutama pada penerapan pembelajaran IPS SD. Hambatan-hambatan yang telah dialami oleh guru selama ini dalam pelaksanaan pembelajaran IPS SD bisa diperbaiki kualitasnya melalui pembelajaran life skill, maka diperlukan pelatihan tentang desain model


(48)

pembelajaran life skill yang telah dikembangkan bagi guru IPS SD di kelas V, kemudian dilanjutkan melalui kegiatan penelitian tindakan kelas.

b. Model pembelajaran life skill memberi implikasi tersendiri pada pengembangan kurikulum. Dengan hadirnya pembelajaran life skill memberi keleluasaan pada guru sebagai pengembang kurikulum di kelas. Oleh karena itu guru perlu ditumbuhkembangkan dalam mengembangkan kurikulum, seperti mempelajari dan memahami kurikulum/silabus yang akan dikembangkan untuk menjadi rencana program pengajaran. Dengan demikian model pembelajaran life skill bisa diterapkan dan menjadi salah satu alternatif yang dapat mendorong guru kearah kinerja yang lebih baik. c. Penerapan model pembelajaran life skill, di samping memerlukan kinerja

guru dengan semangat tinggi, sarana pendukung, metode mengajar yang bervariasi, media belajar yang disesuaikan dengan pokok bahasan, sumber belajar yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa, juga diperlukan kesiapan siswa untuk melaksanakan pembelajaran, dan motivasi tinggi siswa, serta menuntut bimbingan optimal guru dalam memecahkan masalah yang dikaitkan dengan minat dan kebutuhan siswa. Dengan demikian interaksi pembelajaran antara guru dan siswa diharapkan akan lebih baik, serta diperlukan kesamaan sikap dan pemahaman yang sejalan antara guru dan siswa dalam penerapan model tersebut.


(49)

2. Implikasi Teoretis. Dari temuan hasil penelitian dan pengembangan

sebagaimana diungkapkan pada bab IV, dapat dibangun sejumlah prinsip dan dalil untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif dalam kerangka pemaparan implikasi teoretis.

a. Pembelajaran life skill memerlukan pendekatan pemecahan masalah. Pembelajaran IPS SD selama ini yang dilaksanakan oleh guru masih dalam pola satu arah belum berpusat pada diri siswa, bahan pelajaran yang berupa informasi tidak dijadikan media bagi pengembangan berpikir nilai, siswa disuruh menghafal dan belum dikembangkan proses pembelajaran dalam pendekatan pemecahan masalah. Kondisi yang sedemikian itu program pembelajaran tersebut yang dilaksanakan oleh guru dapat menyebabkan hasil belajar yang kurang optimal. Secara konseptual, pembelajaran life skill semestinya merupakan kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan dengan mendasarkan kepada pendekatan pemecahan masalah yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Permasalahan yang dihadapi guru IPS SD di lapangan adalah kendala dalam mengintegrasikan life skill terutama dalam pemecahan masalah siswa ke dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran life skill. Dari studi lapangan dijumpai guru belum seluruhnya menerapkan metode pemecahan masalah dalam pembelajaran. Dengan demikian diperlukan keterampilan guru dalam mengintegrasikan aspek life skill tersebut secara tepat dalam pembelajaran IPS SD. Salah satu model pembelajaran life skill


(50)

yang mengintegrasikan aspek-aspek life skill dengan pemecahan masalah siswa seperti yang dikembangkan ini.

b. Pembelajaran life skill merupakan wujud penerapan pembelajaran berbasis kompetensi. Pembelajaran life skill, sebagaimana diharapkan, dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu mendasarkan kepada pembelajaran berbasis kompetensi. Salah satu karakteristik pembelajaran berbasis kompetensi adalah kecakapan proses dalam rumusan tujuan pembelajaran berbasis kompetensi merupakan bagian integral dari kecakapan hidup yang bersifat generik (generic life skill ), yang mampu memberikan fondasi yang luas kepada siswa, sebagai kecakapan yang dipersyaratkan agar mampu meraih kecakapan hidup yang spesifik, seperti kecakapan akademik, kecakapan pribadi, sosial dan kecakapan pravokasional. Dari studi lapangan dijumpai bahwa guru belum sepenuhnya mengembangkan pendekatan pembelajaran dengan kecakapan hidup seperti intelektual siswa, pribadi dan sosial. Dengan demikian, model pembelajaran life skill merupakan pembelajaran yang menerapkan pendekatan kompetensi.

C. Rekomendasi

Berdasarkan simpulan hasil penelitian yang telah dirumuskan, berikut ini diajukan rekomendasi, dan ditujukan kepada berberapa pihak, yaitu: pengambil kebijakan, pengelola satuan pendidikan, guru SD, dan peneliti berikutnya.


(51)

1. Rekomendasi untuk pengambil kebijakan. Bahwa hasil penelitian dan

pengembangan model pembelajaran life skill yang telah terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa, kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk dikembangkan dan didiseminasikan pada jenjang SD dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran IPS SD. Untuk merealisir hal tersebut kiranya para pengambil kebijakan dapat meninjau kurikulum mata pelajaran IPS yang sedang diimplementasi saat ini. Menurut hemat penulis, model pembelajaran life skill memberi peluang diadopsi dan didiseminasikan sebagai model alternatif dalam pembelajaran IPS SD.

2. Rekomendasi untuk para pengelola satuan pendidikan. Bahwa dengan

telah dihasikannya model pembelajaran life skill dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS SD, maka dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran serta hasil belajar siswa SD kiranya para pengelola satuan pendidikan yang bergerak pada SD dapat menjadikan model ini sebagai salah satu alternatif untuk diterapkan pada satuan pendidikan yang dikelolanya.

3. Rekomendasi untuk guru. Berkaitan dengan temuan model pembelajaran life skill, berikut ini diberikan rekomendasi kepada guru. Model yang

dikembangkan ini secara disain maupun penerapannya, telah teruji secara signifikan meningkatkan kecakapan hidup siswa. Dengan demikian model pembelajaran life skill ini dapat diadopsi dan dikembangkan oleh guru dalam pembelajaran selain mata pelajaran IPS.


(52)

4. Rekomendasi untuk peneliti berikutnya. Penelitian dan pengembangan ini

terbatas pada mata pelajaran IPS SD kelas V, dan itupun hanya beberapa SD yang berada di Kota Tegal yang terpilih sebagai subyek penelitian. Walaupun dari serangkaian metodologi yang diterapkan menunjukkan hasil secara signifikan, khususnya dalam meningkatkan kecakapan hidup siswa. Untuk penerapan mata pelajaran yang berbeda dan wilayah yang berbeda maka diperlukan penelitian lebih lanjut.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak (2000). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira.

Akker. (1997). Development Research. Background Information.

Al Muchtar, Suwarma. (1992). Pengembangan Kemampuan Berfikir dan Nilai dalam

Pendidikan IPS (Disertasi) Tidak Diterbitkan. Bandung: PPs IKIP Bandung.

Amstrong.G (1996). Social Studies in Secondary Education. New York: Macmillan Publishing, Inc.

Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education) Konsep dan

Aplikasi. Bandung: Alfabeta.

Banks, J.A. (1977). Teaching Strategies for the Social Studies, Inquiry, Valuing, and

Decision Making, Reading, Addison- Wesley Publishing.

Barr. (1980). Defining the Social Studies. Virginia: National Council for The social Studies.

Borg & Gall. (1979). Educational Research. New York: An Introduction.

Brolin. D.E. (1989). Life Centered Career Education: A Competency-Based

Approach. Reston VA: The Council for Exceptional Children.

Chapin dan Messich. (1985).Elementary Social Studies: A Practical Guide. New York & London: Long Man Group Ltd.

Darmadi,Hamid. (2002). Model Pembelajaran IPS Berorientasi Lingkungan

Berdasarkan Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (Disertasi) Tidak

Diterbitkan. Bandung: PPs UPI Bandung.

Davis (2003). Life Skills. (http://www.lifeskills4kids.com/archives/intro2-2000.html).


(54)

Depdiknas (1993). Kurikulum 1994 Pendidikan Dasar dan Pendidikan

Menengah.Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (1994). Kurikulum Sekolah Dasar,GBPP. Bidang Studi IPS.Jakarta.

Depdiknas. (1994). Metodik Khusus Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah

Dasar. Jakarta.

Depdiknas. (1995). Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP SD.Jakarta.

Depdiknas. (1999). Supplemen GBPP Mata Pelajaran IPS SD/MI. Jakarta:Diknas

Depdiknas. (2002). Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui

Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas (Broad Based Education). Jakarta:

Tim BBE

Depdiknas. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Diknas.

Depdiknas. (2004). Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup (Life

Skills) Pendidikan Non Formal Jakarta: Ditjen. Diklusepa.

Dimyati. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Direktorat Pendidikan Menengah Umum. (2002). Pendidikan Berbasis Luas dengan

Pembekalan Kecakapan Hidup (Life Skill). Jakarta: Diknas.

Dunkin, J (ed). (1979). The International Encyclopedia of Teaching and Teacher

Education, Pergamon Press, Oxford.

Enoh, Mochammad. (2007). Optimalisasi Pendidikan Kecakapan Hidup Melalui

Mata Pelajaran Geografi di SMA. Abstrak. Jurnal Penelitian. Tahun 34,

Nomor. 1. Januari 2007. Surabaya: UNESA (www..Malang ac.id/jurnal/fip/apem/2007/a.htm).

Fraenkel and Wallen. (1996). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: NSSE. Chicago Press


(55)

Fullan, Michael G. (1991). The New Meaning of Educational Change. Second Edt. New York: Teacher College Press Published

Haenilah, E.Y .(1995). Pengembangan Pembelajaran Konsep dalam Bidang Studi

IPS SD. Tesis tidak dipublikasikan. Bandung: PPs IKIP Bandung.

Hamalik, Oemar. (2002). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara.

Hamalik,Oemar. (2004). Implementasi Kurikulum. Bandung: PPS UPI (Diktat Perkuliahan).

Hasan, S. Hamid. (1993). Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (buku I). Bandung: Jurusan Sejarah FPIPS Bandung.

Hasan,S.Hamid. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.Jakarta.

Hasan,S.Hamid. (1996). Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (buku II). Bandung: Jurusan Sejarah FPIPS Bandung.

Hermawan,A.H. (2009). Pembelajaran Terpadu di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Hermawan,A.H. (2010). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

http :// www.usoe.k.ut.us.curr/life skills/

http://bamslie.blogspot.com/2012/07/mutu-pembelajaran.html.

Ibrahim,Marwah D. (2003). Basic Life Skills: Mengelola Hidup dan Merencanakan

Masa Depan. Jakarta: MHMMD Production.

Irma Yulia Basri. (2007). Peningkatan Keaktifan, Kreativitas dan Kompetensi

Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Life Skill. Abstrak. Jurnal

Penelitian. Tahun 34.Nomor 2. Juli 2007. Malang:UM (www..Malang c.id/jurnal/fip/apem/2007/a.htm).


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak (2000). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira.

Akker. (1997). Development Research. Background Information.

Al Muchtar, Suwarma. (1992). Pengembangan Kemampuan Berfikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS (Disertasi) Tidak Diterbitkan. Bandung: PPs IKIP Bandung. Amstrong.G (1996). Social Studies in Secondary Education. New York: Macmillan

Publishing, Inc.

Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education) Konsep dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.

Banks, J.A. (1977). Teaching Strategies for the Social Studies, Inquiry, Valuing, and Decision Making, Reading, Addison- Wesley Publishing.

Barr. (1980). Defining the Social Studies. Virginia: National Council for The social Studies.

Borg & Gall. (1979). Educational Research. New York: An Introduction.

Brolin. D.E. (1989). Life Centered Career Education: A Competency-Based Approach. Reston VA: The Council for Exceptional Children.

Chapin dan Messich. (1985).Elementary Social Studies: A Practical Guide. New York & London: Long Man Group Ltd.

Darmadi,Hamid. (2002). Model Pembelajaran IPS Berorientasi Lingkungan Berdasarkan Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (Disertasi) Tidak Diterbitkan. Bandung: PPs UPI Bandung.

Davis (2003). Life Skills. (http://www.lifeskills4kids.com/archives/intro2-2000.html).


(2)

Depdiknas (1993). Kurikulum 1994 Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (1994). Kurikulum Sekolah Dasar,GBPP. Bidang Studi IPS.Jakarta.

Depdiknas. (1994). Metodik Khusus Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jakarta.

Depdiknas. (1995). Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP SD.Jakarta.

Depdiknas. (1999). Supplemen GBPP Mata Pelajaran IPS SD/MI. Jakarta:Diknas

Depdiknas. (2002). Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas (Broad Based Education). Jakarta: Tim BBE

Depdiknas. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Diknas.

Depdiknas. (2004). Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup (Life Skills) Pendidikan Non Formal Jakarta: Ditjen. Diklusepa.

Dimyati. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Direktorat Pendidikan Menengah Umum. (2002). Pendidikan Berbasis Luas dengan Pembekalan Kecakapan Hidup (Life Skill). Jakarta: Diknas.

Dunkin, J (ed). (1979). The International Encyclopedia of Teaching and Teacher Education, Pergamon Press, Oxford.

Enoh, Mochammad. (2007). Optimalisasi Pendidikan Kecakapan Hidup Melalui Mata Pelajaran Geografi di SMA. Abstrak. Jurnal Penelitian. Tahun 34, Nomor. 1. Januari 2007. Surabaya: UNESA (www..Malang ac.id/jurnal/fip/apem/2007/a.htm).

Fraenkel and Wallen. (1996). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: NSSE. Chicago Press


(3)

Fullan, Michael G. (1991). The New Meaning of Educational Change. Second Edt. New York: Teacher College Press Published

Haenilah, E.Y .(1995). Pengembangan Pembelajaran Konsep dalam Bidang Studi IPS SD. Tesis tidak dipublikasikan. Bandung: PPs IKIP Bandung.

Hamalik, Oemar. (2002). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara.

Hamalik,Oemar. (2004). Implementasi Kurikulum. Bandung: PPS UPI (Diktat Perkuliahan).

Hasan, S. Hamid. (1993). Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (buku I). Bandung: Jurusan Sejarah FPIPS Bandung.

Hasan,S.Hamid. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.Jakarta.

Hasan,S.Hamid. (1996). Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (buku II). Bandung: Jurusan Sejarah FPIPS Bandung.

Hermawan,A.H. (2009). Pembelajaran Terpadu di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Hermawan,A.H. (2010). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

http :// www.usoe.k.ut.us.curr/life skills/

http://bamslie.blogspot.com/2012/07/mutu-pembelajaran.html.

Ibrahim,Marwah D. (2003). Basic Life Skills: Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan. Jakarta: MHMMD Production.

Irma Yulia Basri. (2007). Peningkatan Keaktifan, Kreativitas dan Kompetensi Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Life Skill. Abstrak. Jurnal Penelitian. Tahun 34.Nomor 2. Juli 2007. Malang:UM (www..Malang c.id/jurnal/fip/apem/2007/a.htm).


(4)

Ischak,dkk. (2003). Pendidikan IPS Di SD. Jakarta: UT.

Jarolimek John. (1977). Social Studies in Elementary Education. New York: Mc Millan Publishing.

Johnson, Elaine B. (2011) CTL : Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna (Terjemahan) . Bandung: Penerbit Kaifa.

Joyce and Weil. (1980). Models of Teaching. Second Edition,Prentice-Hall International. Inc. Englewood Cliffs.

Krathwohl,David R (Ed). (1964) . Methode of Educational and Social Science Research. New York: Longman.

Masitoh,dkk. (2009). Studi Implementasi Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) pada Jenjang Sekolah Dasar, Vol.9.No.2 Oktober 2009,Bandung: Jurnal UPI.

Mukhadis, Amat.(2002). Model Pembelajaran Berbasis Kecakapan Hidup Di SMK: Abstrak Tahun.13.Nomor 2.Desember 2003. Jurnal Penelitian UM: Malang.

Nasution. (1986). Didakdik Asas-Asas Mengajar, Bandung: Jemmars.

NCCS. 1994). Curriculum Standards for Social Studies.Washington.

NCCS.(1983). Charting A Course:Social Studies for the 21 Century.Washington: National Commission on Social Studies in Schools

Nurdin, Syafruddin .(2001). Penerapan Model Pendekatan Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam Pembelajaran IPS Di SD. (Disertasi) Tidak Diterbitkan. Bandung: PPs UPI Bandung.

Parker,W.C.N. (1993). Educating”World Citizens”: Toward Multinational Curriculum Development. Washington: Washington University.


(5)

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sanusi,Achmad. (1971).Kapita Selekta Pembahasan Masalah Sosial dan Pendidikan. Bandung: FPS IKIP Bandung.

Satori. (2002). Implementasi Life Skill dalam Konteks Pendidikan di Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No.034 (8) Januari 2002. (hal.25-37).

Senge, Peter.et.all. (2000). Shool That Learn: A Fifth Discipline Resource. London: Nicholas Brealey Publishing.

Slamet.PH. (2002). Pendidikan Kecakapan Hidup Konsep Dasar. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Nomor 037 (hal.541-561). Jakarta: Balitbang Diknas. Suderajat, Hari. (2003). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi :

Pembaharuan Pendidikan dalam UU Sisdiknas 2003.Bandung: Cipta Cekas Grafika.

Suderajat,Hari. (2002). Landasan Teoretis BBE-Life Skill. Bandung: Cipta Cekas Grafika.

Sukardi (2008).Analisis Pendidikan Life Skill dalam Implementasi Pelajaran IPS. Jurnal Ilmiah, Vol V, No.2 Juli 2008.

Sukmadinata, Nana. S. (2004). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, S. Nana. (2001).Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sukmadita, Nana. S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata,Nana. S. (2012). Kurikulum & Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Refika Aditama.


(6)

Sumaatmadja, Nursid. (1996). Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial.Edisi Kedua IKIP Bandung.

Sumantri, M. Numan. (1996). Pendidikan IPS ditinjau dari Perspektif Aktualisasinya: Strategi dan Pengembangan Pendidikan IPS dalam Menghadapi Abad XXI.Jakarta: IKIP Jakarta.

Sunal & Haas. (1993). Social Studies and The Elementary/Middle School Student.Toronto.Harcourt.Brace Javanovich College Publishers.

Tim BBE,Depdiknas. (2003). Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup. (Life Skills Education). Jakarta: Depdiknas.

Wartanto. (2008). Pengembangan Model Keterampilan Berbasis Life Skill. Disertasi. Semarang: UNNES.

Welthon,D.A, dan Mallan,J.T. (1988). Children and Their World: Strategies for Teaching Social Studies.Boston: Houghton Mifflin Co.