PUSAT PELATIHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI BANGLI.
LANDASAN KONSEPTUAL PERANCANGANTUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Periode Februari 2016
PUSAT PELATIHAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS DI BANGLI
Oleh:
IDA AYU DIAN KURNIANTARI
1204205009
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR (REGULAR)
2016
LANDASAN KONSEPTUAL PERANCANGANTUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Periode Februari 2016
PUSAT PELATIHAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS DI BANGLI
Oleh:
IDA AYU DIAN KURNIANTARI
1204205009
Dosen Pembimbing :
Ir. NENGAH KEDDY SETIADA, MT.
Ir. I NENGAH LANUS, MT.
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR (REGULAR)
2016
p
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK- JURUSAN ARSITEKTUR
Kampus Bukit Jimbaran – Bali
(0361)701806,703320,703384 Fax: 701806,703384
www.ft.unud.ac.id
PERNYATAAN
Mahasiswa
: Ida Ayu Dian Kurniantari
NIM
: 1204205009
Jurusan
: Teknik Arsitektur (Reguler)
Judul Seminar Tugas Akhir
: Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus Di Bangli
Dengan ini, saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Denpasar, April 2016
Ida Ayu Dian Kurniantari
NIM. 1204205009
Seminar Tugas Akhir
Abstrak
Pendidikan merupakan suatu sarana yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia, hal ini disebabkan karena pendidikan adalah sektor yang dapat
menciptakan kecerdasan manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Namun
pendidikan di Indonesia masih belum merata terutama pendidikan untuk anakanak bekebutuhan khusus (ABK). Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi
kepada masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan keterampilan bakat dan
kemampuan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus ini maka dibuat suatu
tempat pelatihan khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Pada awal proses desain dilakukan pengumpulan data dengan wawancara, studi
literatur dan observasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis sehingga
mendapatkan spesifikasi rancangan berupa spesifikasi umum dan spesifikasi
khusus. Dari spesifikasi tersebut akan didapat data berupa program fungsional,
program performansi, program arsitektural, dan program tapak. Setelah itu proses
perancangan dilanjutkan dengan proses konsep perancangan.
Kata kunci : pendidikan, desain.
Abstract
Education is very important for human beings, because it is a sector of human
intelligence which concerns on their life survival. Yet the education in Indonesia
is still not evenly distributed, especially education for the diffable children. This is
caused by the lack of public awareness about the importance of education for
diffable children. Therefore, in order to improve the skills, talent and capabilities
of diffable children, a special training place for diffable children is necessary.
In the beginning of the design process, data collection was done by interview,
literature review and observation. The data obtained will be analyzed to get the
design specifications, in the form of common specifications and special
specifications. The specification will be obtained from the collected data are the
functional programs, performance programs, architectural programs, and site
programs. Then, the design process will be continued with the process of design
concepts.
Keyword: education, design
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
i
Seminar Tugas Akhir
Kata Pengantar
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang
Widhi Wasa) karena berkat karunia-Nya penyusunan Landasan Konsepsual
Perancangan Tugas Akhir dengan judul “Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan
Khusus di Bangli” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Landasan Konsepsual Perancangan Tugas Akhir ini mencakup mengenai
pendahuluan dari latar belakang pemilihan judul, pemahaman mengenai teori, dan
aturan-aturan sampai dengan pra desain rancangan yang berupa pemrograman
baik dari program ruang, program tapak, konsep perancangan, serta hasil desain
dari perancangan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli. Semua
data-data yang diperoleh merupakan hasil dari studi literatur dan studi objek ke
beberapa sekolah SLB yang ada di Bali.
Dalam penyusunan Landasan Konsepsual Tugas Akhir ini tidak lepas dari
bantuan, bimbingan, petunjuk dan informasi dari berbagai pihak. Untuk itu dalam
kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Bapak Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT., Ph.D.,
selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana
2. Bapak Ir. I Made Suarya, MT. (Periode 2011-2015) dan Ibu Dr. Ir. Anak
Agung Ayu Oka Saraswati, MT. (Periode 2015-2019), selaku Ketua
Jurusan Program Studi Arsitektur Universitas Udayana.
3. Bapak Dr. Ir. Syamsul Alam Patusuri, MSP., selaku Koordinator Seminar
Tugas Akhir.
4. Bapak Ir. Nengah Keddy Setiada, MT., selaku Pembimbing I.
5. Bapak Ir. I Nengah Lanus, MT., selaku Pembimbing II.
6. Ibu Dr. Ir. Widiastuti, MT., selaku Penguji I
7. Bapak Dr. Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, ST., MA., selaku Penguji II
8. Bapak I Gusti Agung Bagus Suryada, ST., MT., selaku Penguji III
9. Tim Dosen Pengajar Seminar Tugas Akhir
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
iii
Seminar Tugas Akhir
10. Orang tua, saudara dan teman-teman yang telah mendukung dengan
sepenuh hati dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
landasan konsepsual tugas akhir ini, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa landasan konsepsual perancangan tugas akhir ini
jauh dari sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh sebab itu,
diharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca demi tercapainya suatu hasil
yang lebih sempurna. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih dan mohon maaf
apabila terdapat kesalahan maupun kekeliruan yang sengaja maupun yang tidak
disengaja dalam penyusunan landasan konsepual perancangan tugas akhir ini.
Denpasar, 02 Oktober 2015
Penyusun,
Ida Ayu Dian Kurniantari
(NIM. 1204205009)
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
iv
Seminar Tugas Akhir
DAFTAR ISI
Abstrak
i
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi
v
Daftar Gambar
ix
Daftar Tabel
xii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
3
1.3 Tujuan
4
1.4 Metode Penelitian
4
1.4.1 Teknik Pengumpulan Data
4
1.4.2 Teknik Pengolahan Data
5
1.4.3 Teknik Penyimpulan Data
6
BAB II Pemahaman Terhadap Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus
2.1 Pemahaman Pusat Pelatihan
7
2.1.1 Pengertian Pusat
7
2.1.2 Pengertian Pelatihan
8
2.1.3 Jenis-Jenis dan Isi Pendidikan Nonformal
8
2.1.4 Sasaran Pendidikan Nonformal
9
2.2 Pemahaman Anap Berkebutuhan Khusus
9
2.2.1
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
9
2.2.2
Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
10
2.2.3
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
11
2.3 Pemahaman Terhadap Aturan dan Standar
18
2.3.1 Standar dan Aturan Kebutuhan Lahan
19
2.3.2 Standar dan Aturan Bangunan
20
2.3.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana
20
2.3.4 Ruang Pembelajaran Umum
21
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
v
Seminar Tugas Akhir
2.3.5 Ruang Pembelajaran Khusus
22
2.3.6 Ruang Penunjang
24
2.4 Pemahaman Terhadap Proyek Sejenis
28
2.4.1 SLB B Negeri Pembina Tingkat Nasional Jimbaran
28
2.4.2 SLB B Sidakarya
30
2.4.3 Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI Autism Center)
32
2.4.4 Kesimpulan Studi Banding Objek Sejenis
35
2.5 Spesifikasi Umum
36
2.5.1 Pengertian
36
2.5.2 Tujuan
36
2.5.3 Fungsi
36
2.5.4 Sarana dan Prasarana
37
2.5.5 Pelaku Kegiatan
37
BAB III Studi Pengadaan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di
Bangli
3.1 Kondisi Umum Kabupaten Bangli
38
3.1.1 Kondisi Fisik Kabupaten Bangli
38
3.1.2 Kondisi Nonfisik Kabupaten Bangli
40
3.1.3 Penderita Cacat di Bali
43
3.1.4 Regulasi
44
3.2 Pengadaan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
44
3.2.1 Analisa SWOT
44
3.2.2 Simpulan Analisa SWOT
46
3.3 Spesifikasi Khusus Pusat Peatihan Anak Berkebutuhan Khusus
47
3.3.1 Pengertian
47
3.3.2 Fungsi
47
3.3.3 Tujuan
48
3.3.4 Pengelolaan
48
3.3.5 Lokasi
50
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
vi
Seminar Tugas Akhir
BAB IV Tema dan Pemrograman Ruang
4.1 Tema Rancangan
52
4.1.1 Pendekatan Tema
53
4.1.2 Pemilihan Tema
54
4.1.3 Penerapan Tema
54
4.2 Program Fungsional
55
4.3 Program Performansi
68
4.4 Program Arsitektural
75
4.4.1 Studi Kapasitas Ruang
75
4.4.2 Studi Kegiatan
78
4.4.3 Studi Besaran Ruang
79
4.4.4 Pengelompokan Ruang
85
4.4.5 Hubungan Ruang
86
4.4.6 Sirkulasi Antar Ruang
89
4.4.7 Organisasi Ruang
91
4.5 Program Tapak
92
4.5.1 Kebutuhan Luas Site
92
4.5.2 Pemilihan Lokasi
92
4.5.3 Pemilihan Tapak
93
4.5.4 Analisa Site Terpilih
97
BAB V Konsep Perancangan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus Di
Bangli
5.1 Konsep Perancangan Tapak
103
5.1.1 Konsep Entrance
103
5.1.2 Konsep Zoning
105
5.1.3 Konsep Orientasi, Bentuk dan Pola Massa
107
5.1.4 Konsep Sirkulasi dan Parkir
108
5.1.5 Konsep Ruang Luar
110
5.2 Konsep Perancangan Bangunan
112
5.2.1 Konsep Entrance Banguan
112
5.2.2 Konsep Zoning Bangunan
113
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
vii
Seminar Tugas Akhir
5.2.3 Konsep Sirkulasi Bangunan
115
5.2.4 Konsep Tampilan Bangunan
116
5.2.5 Konsep Ruang Dalam
117
5.2.6 Konsep Struktur Bangunan
119
5.3 Konsep Utilitas Tapak dan Bangunan
119
5.3.1
Konsep Sistem Air Bersih dan Air Kotor
119
5.3.2
Konsep Sistem Penanganan Sampah
120
5.3.3
Konsep Distribusi Listrik
121
5.3.4
Konsep Pemadam Kebakaran
122
5.3.5
Konsep Sistem Komunikasi
123
5.3.6
Konsep Pencahayaan
123
5.3.7
Konsep Penghawaan
124
Daftar Pustaka
xiv
Lampiran
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
viii
Seminar Tugas Akhir
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Peta Lokasi SLB B Negeri PTN Jimbaran
28
Gambar 2.2
Fasilitas SLB B Negeri PPTN Jimbaran
30
Gambar 2.3
Peta Lokasi SLB B Sidakarya
30
Gambar 2.4
Fasilitas SLB B Sidakarya
32
Gambar 2.5
Peta Lokasi YCHI Auitism Centre
32
Gambar 2.6
Struktur Organisasi YCHI
33
Gambar 2.7
a Kegiatan Seminar YCHI
35
Gambar 2.8
b Kegiatan Anak dan Orang Tua
35
Gambar 3.1
Kabupaten Bangli
39
Gambar 3.2
Pembagian Blok Wilayah Kecamatan
41
Gambar 4.1
Proses Kegiatan Fungsi Pelatihan
60
Gambar 4.2
Proses Kegiatan Fungsi Pelayanan Terapi
64
Gambar 4.3
Proses Kegiatan Fungsi Hunian
65
Gambar 4.4
Proses Kegiatan Fungsi Penyelenggaraan Pameran dan Pentas
Karya Seni
66
Gambar 4.5
Struktur Organisasi Pengelola Pusat Pelatihan
66
Gambar 4.6
Proses Kegiatan Fungsi Pengelolaan
67
Gambar 4.7
Proses Kegiatan Fungsi Servis
68
Gambar 4.8
Hubungan Ruang Makro
86
Gambar 4.9
Hubungan Ruang Fungsi Pelatihan
87
Gambar 4.10 Hubungan Ruang Fungsi Pelayanan Terapi
87
Gambar 4.11 Hubungan Ruang Fungsi Hunian
88
Gambar 4.12 Hubungan Ruag Fungsi Pengelolaan
88
Gambar 4.13 Hubungan Ruang Fungsi Servis
88
Gambar 4.14 Hubungan Ruang Fungsi Penunjang
89
Gambar 4.15 Sirkulasi Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di
Bangli
90
Gambar 4.16 Organisasi Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di
Bangli
92
Gambar 4.17 Alternatif Site 1
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
95
ix
Seminar Tugas Akhir
Gambar 4.18 Alternatif Site 2
95
Gambar 4.19 Alternatif Site 3
96
Gambar 4.20 Peta Lokasi Site
97
Gambar 4.21 Eksisting dan Bentuk Site
97
Gambar 4.22 Kondisi Iklim
98
Gambar 4.23 View Site
99
Gambar 4.24 Kontur dan Pola Drainase
100
Gambar 4.25 Sirkulasi dan Kebisingan
101
Gambar 4.26 Utilitas
102
Gambar 4.27 Sempadan
102
Gambar 5.1
Analisis Jumlah Entrance
104
Gambar 5.2
Entrance Tapak
105
Gambar 5.3
Analisis Zona Tapak
106
Gambar 5.4
Analisis Zoning Tapak Berdasarkan Sifat Ruang
106
Gambar 5.5
Zoning Tapak Berdasarkan Kelompok Ruang
107
Gambar 5.6
Analisis Orientasi, Bentuk dan Pola Massa Bangunan
108
Gambar 5.7
Analisa Sirkulasi dan Parkir
109
Gambar 5.8
Konsep Sirkulasi dan Parkir
110
Gambar 5.9
Analisa Penataan Ruang Luar
111
Gambar 5.10 Konsep Penataan Area Parkir
111
Gambar 5.11 Konsep Penataan Area Jalan
112
Gambar 5.12 Konsep Penataan Area Taman
112
Gambar 5.13 Konsep Entrance Bangunan
113
Gambar 5.14 Analisa Zoning Bangunan
115
Gambar 5.15 Konsep Zoning Bangunan
115
Gambar 5.16 Konsep Sirkulasi Bangunan
116
Gambar 5.17 Konsep Tampilan Bangunan
117
Gambar 5.18 Konsep Ruang Dalam
118
Gambar 5.19 Konsep Sub Struktur
120
Gambar 5.20 Konsep Super Struktur
120
Gambar 5.21 Konsep Upper Struktur
120
Gambar 5.22 Sistem Penanganan Sampah
121
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
x
Seminar Tugas Akhir
Gambar 5.23 Sistem Distribusi Listrik
122
Gambar 5.24 Sistem Zona Evakuasi
122
Gambar 5.25 Sistem Komunikasi
123
Gambar 5.26 Sistem Pencahayaan Alami
124
Gambar 5.27 Sistem Penghawaan
124
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
xi
Seminar Tugas Akhir
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Luas Lahan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang
Bergabung
19
Luas Lantai Bangunan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau
SMALB yang bergabung
20
Tabel 2.3
Kelengkapan Sarana dan Prasarana SDLB, SMPLB, dan SMALB 21
Tabel 2.4
Perbandingan Proyek Sejenis
35
Tabel 3.1
Jarak Setiap Kabupaten di Bangli Menuju Kabupaten Bangli
39
Tabel 3.2
Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid di Kabupaten Menurut
Kecamatan.
Tabel 3.3
42
Jumlah Sekolah Luar Biasa, Guru, dan Murid di Kabupaten
Menurut Kecamatan
Tabel 3.4
42
Jumlah Fasilitas Kesehatan, Apotek, dan Toko Obat di Kabupaten
Bangli Menurut Kecamatan
Tabel 3.5
43
Jumlah Penderita Cacat Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis
Cacatannya di Provinsi Bali tahun 2013
Tabel 3.6
43
Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru Sekolah Luar Biasa Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2012/2013
43
Tabel 3.7
Struktur Kurikulum Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus
49
Tabel 4.1
Kebutuhan
Ruang
Berdasarkan
Jenis
Kegiatan
Menurut
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Tabel 4.2
55
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Pelatihan
Tabel 4.3
56
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Pelayanan Terapi
Tabel 4.4
61
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Hunian
Tabel 4.5
64
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Penyelenggaraan Pameren dan Pentas Karya Seni
Tabel 4.6
65
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Sarana Pengelola
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
67
xii
Seminar Tugas Akhir
Tabel 4.7
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Sarana Servis
68
Tabel 4.8
Kelompok Ruang, Persyaratan Dan Tuntutan Ruang
68
Tabel 4.9
Jumlah Penderita Cacat Dalam Rentang Usia 5-19 Tahun di Bali
Pada Tahun 2013
Tabel 4.10
76
Jumlah Pengelola Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di
Bangli
77
Tabel 4.11
Jadwal Kegiatan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus
78
Tabel 4.12
Studi Besaran Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus
di Bangli
Tabel 4.13
79
Rekapitulasi Luas Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan
Khusus di Bangli
85
Tabel 4.14
Pengelompokan Ruang
85
Tabel 4.15
Pembobotan Kriteria Pemilihan Lokasi Site
93
Tabel 4.16
Studi Alternatif Lokasi Site
93
Tabel 4.17
Pembobotan Kriteria Pemilihan Tapak
94
Tabel 4.18
Studi Alternatif Tapak
96
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
xiii
Seminar Tugas Akhir
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang
menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan
tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok dari rumusan masalah dan tujuan dari
penelitian ini.
1.1
Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan
mental,
emosi
atau
fisik.
Anak-anak
yang
termasuk
berkebutuhan khusus adalah tunanetra, tunarunguwicara, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, autisme, kesulitan belajar, gangguan belajar, anak berbakat, hiperaktif,
ADHD, dan indigo. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak
tersebut memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan
dengan kemampuan dan potensi mereka (Yulia dan Hidayat, 2010:5).
Seperti yang telah dimuat dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas bahwa setiap anak berhak untuk meningkatkan segala
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
1
Seminar Tugas Akhir
potensi yang ada dalam dirinya melalui pendidikan. Kemudian dalam pasal 5 ayat
(1) menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan, pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa warga negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus, dan pasal 5 ayat (3) menyebutkan bahwa warga negara yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus (UU RI No. 20 Th. 2003).
Populasi anak berkebutuhan khusus di seluruh dunia mencapai 10%.
Diperkirakan 85% anak berkebutuhan khusus diseluruh dunia yang berusia
dibawah 15 tahun terdapat di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga populasi
tersebut terdapat di Asia (Chamidah, 2014:1). Jumlah anak yang berkebutuhan
khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak
(21,42%) berada dalam rentang usia 5-18 tahun (Mudjito,2015). Di Bali, menurut
data yang dimuat dalam Badan Pusat Statistik banyaknya penderita cacat pada
tahun 2013 yaitu sebanyak 16.157 orang dengan rincian penderita tunanetra
sebanyak 14%, tunawicara sebanyak 23%, cacat anggota badan sebanyak 48%,
dan cacat mental sebanyak 15% (Bali Dalam Angka, 2014). Selain itu penderita
tunarungu pada tahun 2013 ada sekitar 0,1% dari jumlah penduduk Indonesia
(Hendarmin, 2011). Sedangkan jumlah penderita autis di Indonesia pada tahun
2013
dalam
rentang
usia
5-19
tahun
ada
sekitar
112.000
anak
(https://id.wikipedia.org/wiki/Autisme, diakses tanggal 18 November 2015).
Bentuk perhatian pemerintah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus
agar mereka mendapatkan pendidikan yang layak serta pelatihan secara khusus
yaitu dengan didirikannya sekolah SLB dan program inklusi untuk di sekolah
umum. Selain itu, ada juga beberapa yayasan yang didirikan oleh pihak swasta
untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik Bali tahun 2012/2013, terdapat 16 sekolah SLB yang tersebar di
sembilan kabupaten/kota dengan jumlah siswa 1.734 siswa dan jumlah tenaga
pengajar sebanyak 289 guru.
Dari data-data tersebut ternyata ada beberapa anak berkebutuhan khusus
yang masih belum mendapatkan pendidikan secara khusus. Di Indonesia terdapat
245.027 anak belum mengenyam pendidikan, baik itu sekolah khusus maupun
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
2
Seminar Tugas Akhir
sekolah inklusi (Mudjito, 2015). Sedangkan di Bali, dari seluruh anak ABK yang
terdaftar kedalam sekolah SLB, ternyata telah tercatat ada sekitar 3,48% dalam
rentang usia 7-18 tahun yang masih belum mengenyam pendidikan maupun
pelatihan secara khusus (Susenas, 2012). Hal ini tentu sangat memperihatinkan
karena anak-anak yang seharusnya dapat mengenyam pendidikan tidak bisa ikut
serta dikarenakan hal-hal yang membuat mereka berbeda dengan anak-anak
lainnya yang seusia mereka.
Terkait dengan kondisi anak-anak berkebutuhan khusus yang masih belum
mendapatkan pendidikan baik di sekolah khusus maupun sekolah inklusif tersebut,
maka penulis berkeinginan untuk merancang sebuah pusat pelatihan untuk anakanak berkebutuhan khusus yang akan berlokasi di Bangli. Bangli merupakan
lokasi yang cukup strategis karena jumlah anak berkebutuhan khusus di Bali
bagian timur dan selatan cukup banyak yaitu mencapai 62% dari 7133 anak ABK,
sedangkan fasilitas yang disediakan cukup sedikit. Selain itu, menurut
Permendiknas No. 33 tahun 2008 menyatakan bahwa lahan (site) terletak di lokasi
yang memungkinkan akses yang mudah ke fasilitas kesehatan.
Layanan yang diberikan pada pusat pelatihan yang akan dirancang
berorientasi pada prinsip kesamaan dan perbedaan yang ada pada masing-masing
tipe anak berkebutuhan khusus, mengedepankan potensi anak, dan memandang
bahwa kebutuhan khusus bukanlah hambatan melainkan kurangnya kesempatan
anak untuk melakukan sesuatu yang orang lain pada umumnya mampu lakukan.
Dengan adanya pusat pelatihan ini diharapkan mampu menjembatani hambatan
yang dialami anak dan memanfaatkan potensi anak untuk dapat mengakses
kesempatan hidup sebesar-besarnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diungkapkan
permasalahan yang ada dalam perencanaan “Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan
Khusus di Bangli” yang dirumuskan sebagai berikut.
1.
Apa saja fasilitas yang akan disediakan pada pusat pelatihan anak
berkebutuhan khusus?
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
3
Seminar Tugas Akhir
2.
Bagaimana perencanaan program ruang dan program tapak dari pusat
pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli?
3.
Bagaimana konsep perancangan dari pusat pelatihan anak berkebutuhan
khusus di Bangli?
1.3
Tujuan
Tujuan dari perencanaan“Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus”
yaitu sebagai berikut.
1.
Menentukan fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan
pada pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.
2.
Menentukan perencanaan program ruang dan program tapak yang sesuai
dengan persyaratan dan kebutuhan ruang pada pusat pelatihan anak
berkebutuhan khusus di Bangli.
3.
Menentukan konsep perancangan yang dapat mencerminkan karakteristik
anak berkebutuhan khusus serta tema perancangan dari pusat pelatihan anak
berkebutuhan khusus di Bangli.
1.4
Metode Penelitian
Metode yang digunakan terdiri dari teknik pengumpulan data, teknik
pengolahan data dan teknik penyimpulan. Sesuai dengan tahap-tahap tersebut
maka dapat diuraikan sebagai berikut.
1.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data terdiri dari dua macam yaitu sebagai berikut.
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik sebagai berikut.
a. Teknik Observasi, yaitu suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis yang terdiri dari proses
pengamatan dan ingatan. (Sugiono, 2014). Adapun lokasi observasinya
yaitu:
1) SLB B Negeri PTN Jimbaran yang berlokasi di Jl. By Pass Ngurah Rai,
Kecamatan Kuta Selatan.
2) SLB B Sidakarya yang berlokasi di Jl. Pendidikan No. 26, Denpasar.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
4
Seminar Tugas Akhir
b. Teknik Wawancara, digunakan sebagai teknik pengumpulan data oleh
peneliti yang ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan mengetahui hal-hal dari narasumber
yang lebih mendalam (Sugiono, 2014). Adapun narasumbernya yaitu:
1) Bapak Edi Prajitno sebagai narasumber di SLB B N PTN Jimbaran dalam
studi proyek sejenis untuk perancangan pusat pelatihan khusus di Bangli.
2) Kepala Sekolah SLB B Sidakarya sebagai narasumber di SLB B
Sidakarya dalam studi proyek sejenis untuk perancangan pusat pelatihan
khusus di Bangli.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik sebagai berikut.
a. Studi Literatur
Pengumpulan data penunjang sebagai bahan pertimbangan proses
perencanaan dan perancangan yang terdiri dari buku-buku, jurnal, dan
lainnya yang terkait dengan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus.
b. Data Internet
Yaitu memperoleh suatu data dengan mencari data tersebut melalui
browsing ataupun searching pada media internet.
c. Studi Instansional
Studi instansional dilakukan dengan mencari data yang diperlukan dalam
perencanaan dan perancangan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus.
Data-data tersebut dapat berupa data yang dikeluarkan oleh pemerintah
seperti data-data di bidang pendidikan dan jumlah anak berkebutuhan
khusus yang di dapat dari Badan Pusat Statistik (BPS), peraturan-peraturan
yang dimuat dalam RTRW, RDTR Bangli, dan lain sebagainya
1.4.2 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan adalah teknik analisis, yaitu
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi (Sugiyono, 2010: 89)
Metode yang digunakan dalam tahap analisis data yaitu sebagai berikut.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
5
Seminar Tugas Akhir
1.
Analisis Kualitatif
Menganalisis data mengenai pengertian, fungsi, tujuan, kegiatan serta fasilitas
yang ada pada Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli. Selain
itu, analisis juga dilakukan terhadap lingkup pelayanan maupun sistem
pengelolaanya dengan cara mendeskripsikan data yang berkaitan.
2.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisis kebutuhan ruang yang
menyangkut dimensi dan
luasan ruang yang diperlukan dalam Pusat
Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli. Hal ini didasarkan atas dan
standar yang berlaku dan perbandingan terhadap proyek sejenis.
1.4.3 Teknik Penyimpulan Data
Teknik penarikan kesimpulan yang digunakan adalah metode deduksi
yaitu dengan menguraikan hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat
khusus. Dari hasil analisis yang telah dilakukan akan ditarik suatu kesimpulan
sehingga akan didapat jenis-jenis fasilitas yang dibutuhkan dalam mewadahi
kegiatan-kegiatan yang ada kemudian akan dibuatkan suatu program ruang
maupun program tapak sehingga dapat disusun suatu konsep perancangan dalam
pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
6
Seminar Tugas Akhir
BAB II
PEMAHAMAN TERHADAP PUSAT PELATIHAN
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Pada bab ini akan membahas tentang pemahaman teori pusat pelatihan,
pemahaman teori anak berkebutuhan khusus, pemahaman proyek sejenis dan
spesifikasi umum pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus.
2.1
Pemahaman Pusat Pelatihan
2.1.1 Pengertian Pusat
Pengertian pusat yang dimaksud dalam pusat pelatihan anak berkebutuhan
khusus ini yaitu pusat kegiatan wilayah. Dimana pusat kegiatan wilayah
merupakan suatu bentuk pelayanan kegiatan dalam skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota
(http://pustaka.pu.go.id/new/istilah-bidang-detail.asp?id=1247,
diakses tanggal 1 November 2015).
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
7
Seminar Tugas Akhir
2.1.2 Pengertian Pelatihan
Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 4,
menyatakan bahwa lembaga pelatihan merupakan satuan pendidikan nonformal
disamping satuan pendidikan lainnya seperti kursus, majelis ta’lim, kelompok
belajar, kelompok bermain, taman penitipan anak, pusat kegiatan belajar
masyarakat dan satuan pendidikan sejenis. Dalam ayat 5 juga menyatakan kursus
dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Ahmad S. Ruky (dalam Marbun, 2009:2), pelatihan adalah suatu
usaha untuk meningkatkan atau memperbaikki kinerja karyawan dalam
pekerjaannya sekarang dan dalam pekerjaan lain yang terkait dengan yang
sekarang dijabatnya, baik secara individu maupun sebagai bagian dari sebuah tim
kerja. Menurut Nitisemito (dalam Marbun, 2009:2), pelatihan adalah suatu
kegiatan dari perusahaan yang bermaksut untuk dapat memperbaiki dan
memperkembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan diri dari
para karyawannya sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan
adalah pendidikan nonformal yang bertujuan untuk mengasah pengetahuan,
keterampilan dan kecakapan hidup seseorang.
2.1.3 Jenis-Jenis dan Isi Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal memiliki beberapa jenis yaitu sebagai berikut
(Rohmah, 2014:16).
1. Jenis pendidikan nonformal berdasarkan fungsinya yaitu:
a. Pendidikan Keaksaraan, berhubungan dengan populasi sasaran yang belum
dapat membaca dan menulis.
b. Pendidikan Vokasional, berhubungan dengan populasi sasaran yang
mempunyai hambatan di dalam pengetahuan dan keterampilannya guna
kepentingan bekerja atau mencari nafkah.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
8
Seminar Tugas Akhir
c. Pendidikan Kader, berhubungan dengan populasi sasaran yang sedang atau
bakal memangku jabatan kepemimpinan atau pengelola dari suatu bidang
usaha di masyarakat.
d. Pendidikan Umum dan Penyuluhan, berhubungan dengan berbagai variable
populasi sasaran, target pendidikannya terbatas pada pemahaman dan
menjadi lebih sadar terhadap sesuatu hal.
e. Pendidikan Penyegaran Jiwaraga, berhubungan dengan pengisian waktu
luang, pengembangan minat atau bakat serta hobi.
2. Isi program pendidikan nonformal yang berkaitan dengan peningkatan mutu
kehidupan yaitu:
a. Pengembangan nilai-nilai etis, religi, estetis, social, dan budaya.
b. Pengembangan wawasan dan tata cara berfikir.
c. Peningkatan kesehatan pribadi, keluarga dan lingkungan.
d. Peningkatan dan pengembangan pengetahuan di dalam arti luas (sosial,
ekonomi, politik, ilmu-ilmu kealaman, bahasa, sejarah, dan sebagainya).
e. Apresiasi seni-budaya ( sastra, teater, lukis, tari, pahat dan lain sebagainya).
2.1.4 Sasaran Pendidikan Nonformal
Menurut Rohmah (2014), sesuai dengan rancangan Peraturan Pemerintah
sasaran pendidikan nonformal meliputi:
1. Usia Pra-Sekolah (0-6 tahun), pelatihan menjelang pendidikan formal.
2. Usia Pendidikan Dasar (7-12 tahun), penyelenggaraan program kejar paket A
dan kepramukaan yang diselenggarakan secara terpadu.
3. Usia Pendidikan Menengah (13-18 tahun), pelatihan tambahan pendidikan
sebagai pelengkap dan penambah program pendidikan bagi mereka.
4. Usia Pendidikan Tinggi (19-24 tahun), pelatihan keterampilan untuk siap
menjadi tenaga kerja yang produktif, siap kerja, dan siap untuk usaha mandiri.
2.2
Pemahaman Anak Berkebutuhan Khusus
2.2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Mangunsong (dalam Wikasanti, 2014:8), anak berkebutuhan
khusus atau anak luar biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak
normal dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan neuromuskular,
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
9
Seminar Tugas Akhir
perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi maupun kombinasi dua
atau lebih dari hal-hal diatas.
Sementara itu, menurut Suran dan Rizzo (dalam Wikasanti, 2014:8), anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa
dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis,
kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan) dan
potensinya secara maksimal. Meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai
gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, dan juga gangguan emosional.
Juga anak-anak yang berbakat dengan inteligensi yang tinggi, dapat dikategorikan
sebagai anak khusus karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga
profesional.
Menurut Wikasanti (2014), ada beberapa faktor penyebab timbulnya
kebutuhan khusus pada seorang anak yang dapat dikelompokkan menjadi:
1. Faktor internal, kebutuhan khusus timbul karena kondisi yang ada pada diri
anak tersebut seperti tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.
2. Faktor eksternal, kebutuhan khusus timbul karena sesuatu yang berasal dari
luar diri anak, yang mengakibatkan anak memiliki hambatan perkembangan
dan hambatan belajar.
3. Kombinasi faktor eksternal dan internal, kebutuhan khusus yang disebabkan
oleh kombinasi faktor eksternal dan internal diperkirakan akan membuat anak
memiliki kebutuhan khusus yang lebih kompleks.
2.2.2 Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 pasal 129 ayat 3
menjelaskan bahwa peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang :
a. Tunanetra
h. Lamban belajar
b. Tunarungu
i. Autis
c. Tunawicara
j. Memiliki gangguan motorik
d. Tunagrahita
k. Menjadi korban penyalah gunaan
e. Tunadaksa
narkotika, obat terlarang, dan zat
f. Tunalaras
aditif lain.
g. Berkesulitan Belajar
l. Memiliki kelainan
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
10
Seminar Tugas Akhir
2.2.3
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda begitu pula dengan
anak berkebutuhan khusus. Karakteristik tersebut dapat diidentifikasi sebagai
berikut.
a. Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra)
Tunanetra
adalah
individu
yang
mengalami
hambatan
dalam
penglihatannya. Menurut Kaufman dan Hallahan tunanetra disebut sebagai
individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari
6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan (Murtie, 2014:283).
Menurut Direktorat PK dan PKL Dikmen, ada empat klasifikasi
penyandang tunanetra, yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014:283).
1) Berdasarkan daya penglihatan.
a) Total blind (buta total). Tunanetra jenis ini dikatakan sebagai buta
total / sama sekali tidak memiliki persepsi visual. Didalam medis total
blind dikatakan hanya memiliki ketajaman penglihatan/visus 1/8
seperti jarak lambaian tangan sekitar satu meter saja.
b) Partially sighted (tunanetra setengah berat). Tunanetra jenis ini
memiliki kemampuan untuk melihat namun tidak seutuhnya/sebagian
saja.
c) Low vision (tunanetra ringan). Tunanetra jenis ini diatakan sebagai
tunanetra
dengan klasifikasi ringan dan biasanya masih dapat
beraktifitas mengguakan fungsi penglihatannya.
2) Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan.
a) Terjadi semenjak didalam kandungan
b) Terjadi saat masih kanak-kanak
c) Terjadi saat usia sekolah/remaja
d) Terjadi saat dewasa
e) Terjadi saat lanjut usia
3) Berdasarkan pemeriksaan klinis.
a) Ketajaman penglihatan kurang dari 20/200. Sudah termasuk permanen
dan sulit diperbaiki fungsi penglihatannya.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
11
Seminar Tugas Akhir
b) Ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200. Masih
bisa diperbaiki fungsi penglihatannya.
4) Berdasarkan kelainan pada mata.
a) Myopia, adalah gangguan peglihatan ketika seseorang sulit melihat
dari jarak dekat.
b) Hyiperopia, adalah gangguan penglihatan ketika seseorang sulit
melihat dari jarak jauh.
c) Astigmatisme, adalah gangguan penglihatan ketika penglihatan
menjadi kabur akibat adanya sesuatu yang tidak beres pada bola
matanya.
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunanetra yaitu
sebagai berikut.
a) Secara kognitif mengalami gangguan karena memiliki keterbatasan dalam
variasi dan rentang pengalaman yang didapatkan, mobilitas dan interaksi
dengan lingkungan menjadi terhambat.
b) Secara akademis apabila ia tidak mengalami keterbatasan secara kognitif
maka ia dapat memperlihatkan hasil belajar yang baik asalkan lingkungan
sekitar memberikan dukungan yang penuh dengan alat-alat bantu yang
memadai.
c) Secara sosial dan emosional anak dengan kehilangan kemampuan
penglihatan
dapat
mengalami
kesulitan
untuk
mengembangkan
keterampilan-keterampilan sosial karena ia sulit untuk dapat mengamati,
menirukan dan menunjukkan tingkah laku sosial yang tepat.
d) Dalam berperilaku seringkali terlihat kurang matang, merasa terisolasi dan
kurang asertif terutama jika lingkungan kurang kondusif. Selain itu ada
perilaku
stereotip
yang
dimunculkan
seperti
mengejapkan
mata,
menjentikan jari, menggoyangkan badan atau kepala, atau menggeliatkan
badan. Hal ini sering muncul dikarenakan mereka kehilangan stimulasi
sensori, terbatasnya gerakan dan aktivitas mereka dilingkungan, kurangnya
interaksi sosial.
Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunanetra yaitu sebagai
berikut.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
12
Seminar Tugas Akhir
1) Faktor keturunan/genetis
2) Faktor penyakit saat didalam kandungan
3) Kurangnya nutrisi pada saat ibu hamil
4) Faktor gangguan pada saat persalinan
5) Faktor penyakit tertentu
6) Faktor kecelakaan.
Penanganan yang dapat dilakukan bagi penyandang tunanetra yaitu
sebagai berikut (Murtie, 2014).
1) Mengasuh sendiri dan memilihkan sekolah terbaik.
2) Menerima kenyataan bahwa anak lemah penglihatan dan memberikan
pemahaman kepada mereka.
3) Kesabaran untuk membangun kemandirian kepada penyandang tuna netra
4) Menumbuhkan kemampuan untuk berinteraksi secara sosial.
5) Rehabilitasi medis dan sosial.
b. Anak dengan gangguan pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu
adalah
individu
yang
mengalami
gangguan
pada
pendengarannya. Tunarungu biasanya diikuiti dengan tunawicara karena
mereka sulit belajar tentang kata dan suara sehingga sulit pula untuk
mengeluarkan kata dan suara tersebut (Murtie, 2014:290).
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), tunarungu diklasifikasikan kedalam
empat kategori yaitu:
1) Ketunarunguan ringan, yaitu kondisi dimana orang masih dapat
mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB.
2) Ketunarunguan sedang, yaitu kondisi di mana orang masih dapat
mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB.
3) Ketunarunguan berat, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar
bunyi dengan intensitas 65-95 dB.
4) Ketunarunguan parah , yaitu kondisi di mana orang hanya dapat
mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras.
Ciri-ciri anak tunarungu yaitu sebagai berikut:
a) Tidak mampu dengar.
b) Terlambat perkembangan bahasa.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
13
Seminar Tugas Akhir
c) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
d) Kurang / tidak tanggap bila diajak bicara.
e) Ucapan kata tidak jelas.
f)
Kualitas suara aneh/monoton.
g) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
h) Banyak perhatian terhadap getaran.
i)
Keluar nanah dari kedua telinga.
j)
Terdapat kelainan organis telinga.
Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunarungu yaitu sebagai
berikut.
1) Fakor genetis.
2) Faktor penyakit pada saat ibu hamil.
3) Faktor infeksi pada saat kelahiran bayi.
4) Faktor penyakit radang telinga.
5) Faktor penyakit meningitis/radang selaput otak.
Penanganan yang dapat dilakukan pada penyandang tunarungu yaitu
sebagai berikut (Murtie, 2014).
1) Sabar dan iklas menghadapi amanah anak penyandang tunarungu.
2) Memeriksakan anak dengan seksama dan memeberikan sarana penunjang
untuk mendengar.
3) Terapi visual
4) Terapi musik
5) Terapi bermain
6) Terapi wicara
7) Terapi terpadu (terapi visual, terapi mendengar, dan terapi wicara).
c. Anak redartasi mental (Tunagrahita)
Tunagrahita merupakan anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan
jauh dibawah anak-anak dengan tingkat kecerdasan normal sehingga
membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Menurut Peraturan Pemerintah RI
No. 72 tahun 1991, anak berkebutuhan khusus yang mengalami retardasi
mental disebut sebagai tunagrahita (Murtie, 2014:261). Tunagrahita dapat
diklasifikasikan kedalam tiga kelompok :
1) Kelompok mampu didik, IQ 68-78
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
14
Seminar Tugas Akhir
2) Kelompok mampu latih, IQ 52-55
3) Kelompok mampu rawat, IQ 30-40
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunagrahita yaitu
sebagai berikut:
a) Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal yang
dapat dilihat dari penggolongan IQ mereka yaitu, keterbelakangan mental
ringan
(IQ=55–69),
keterbelakangan
mental
sedang
(IQ=40-54),
keterbelakangan mental berat (IQ=25–39), keterbelakangan mental sangat
berat (IQ = di bawah 25).
b) Secara sosial, banyak anak dengan keterbelakangan mental mengalami
kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
c) Tingkah laku adaptifnya mengalami gangguan terutama dalam hal
komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan seharihari, menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan
mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan dimasyarakat.
d) Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian,
depresi.
e) Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang
sangat berbeda dengan anak kebanyakan.
Menurut Murtie (2014), faktor penyebab terjadinya tunagrahita yaitu.
1) Faktor prenatal/saat dalam kandungan
2) Faktor natal/saat proses kelahiran
3) Faktor posnatal/setelah kelahiran
Untuk dapat melatih anak tunagrahita maka perlu dilakukan sebuah
terapi. Terapi yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita yaitu sebagai
berikut (Murtie, 2014).
1) Terapi bermain/play therapy
2) Terapi okupasi/terapi gerak
•
•
Terapi psikososial, meliputi terapi perilaku, object relation, kognitif,
dan perilaku okupasi
Terapi
sesomotorik-multisensori,
meliputi
neuro
development
treatment, sensori inttegrasi, dan terapi gerak.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
15
Seminar Tugas Akhir
3) Terapi ADL/ Activity Daily Living
4) Terapi bekerja/ vocational therapy
5) Terapi life skill/keterampilan hidup
d. Anak dengan kelainan fisik (Tunadaksa)
Menurut Halahan dan Kauffman (1991) (dalam Kosasih 2012:130)
anak dengan kelainan fisik (tunadaksa) diklasifikasikan menjadi dua kelompok
yaitu.
1) Tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped), merupakan penyandang
tunadaksa yang mengalami kecatatan tertentu di bagian tulang, otot tubuh
ataupun daerah persendian.
2) Tunadaksa saraf (neurologically handicapped) merupakan penyandang
tunadaksa yang mengalami kelemahan dalam gerak dan fungsi salah satu
atau beberapa anggota tubuhnya karena adanya kelainan pada syaraf
diotak.
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunadaksa yaitu
sebagai berikut:
a) Secara kognitif dan akademik, anak dengan gangguan fisik akan memiliki
fungsi kognitif dengan rentang dari yang rendah hingga yang tinggi.
b) Secara perilaku, anak dapat terganggu apabila gangguan yang dimilikinya
itu menghambat gerakan, interaksi dengan orang lain.
c) Secara emosional, pada umumnya anak dengan gangguan fisik ini akan
memiliki konsep diri yang rendah
d) Secara sosial, anak dengan gangguan fisik sangat memerlukan bantuan
orang lain untuk dapat berinteraksi dengan teman sebayanya.
e) Secara fisik dan medis, anak dengan gangguan ini akan memiliki kondisi
fisik dan medis yang berbeda dengan anak secara umum dan memerlukan
perhatian yang khusus.
Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunadaksa yaitu.
1) Faktor kelahiran
2) Faktor kecelakaan
3) Terkena virus
Penanganan yang dapat dilakukan untuk anak tunadaksa yaitu (Murtie,
2014).
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
16
Seminar Tugas Akhir
1) Orang tua perlu menyadari dan menerima sepenuhnya keadaan anak.
2) Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang hal yang berkaitan dengan
penanganan terhadap bagi tubuh anak yang terbatas geraknya.
3) Memberikan ruang gerak dan sekolah yang sesuai bagi anak.
4) Stimulasi kemampuan anak dalam bidang yang disukai dan dikuasainya.
e. Anak dengan gangguan spektruk autis
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), anak dengan gangguan spektrum
autis
adalah
anak
yang
mengalami
gangguan
perkembangan
yang
dimanifestasikan dalam hambatan komunikasi verbal dan non verbal, masalah
pada interaksi sosial, gerakan yang berulang dan stereotip, sangat terganggu
dengan perubahan dari suatu rutinitas, memberikan respon yang yang tidak
sesuai terhadap rangsangan sensoris.
Ciri-ciri anak autis yaitu sebagai berikut (Yulia dan Hidayat, 2010),
1) Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal :
a) Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi
b) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain
(bahasa Planet)
c) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam konteks yang
sesuai (Gangguan bahasa ekspresif dan reseptif)
d) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
e) Meniru atau membeo (ekolalia). Beberapa anak sangat pandai
menirukan nyanyian, nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti
artinya
f)
Kadang bicaranya monoton (seperti robot)
g) Mimik datar.
2) Gangguan dalam bidang interaksi sosial
a) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
b) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga bahwa
anak mengalami ketulian.
c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
d) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
17
Seminar Tugas Akhir
e) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dan
mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya
f)
Bila didekati untuk bermain justru menjauh
g) Tidak berbagi kesenangan untuk orang lain.
3) Gangguan dalam bidang perilaku dan bermain :
a) Umumnya ia seperti tidak mengerti cara bermain.
b) Bermain sangat monoton, stereotipik
c) Ada keterpakuan pada mainan atau benda-benda tertentu (seperti
rod/sesuatu yang berputar)
Menurut Murtie (2014), terapi yang dapat dilakukan pada anak autis
yaitu sebagai berikut.
1) ABA (Aplied Behavioral Analysis)
2) Terapi wicara
3) Terapi okupasi dan fisik
4) Terapi sosial dan bermain
5) Terapi perilaku dan perkembangan
6) Terapi visual dan auditori
7) Terapi biomedis
8) Terapi nutrisi
2.3
Pemahaman Terhadap Aturan dan Standar
Pemahaman ini merupakan pemahaman mengenai aturan dan standar yang
berhubungan
dengan
pusat
pelatihan
anak
berkebutuhan
khusus
yang
direncanakan. Aturan dan standar yang digunakan yaitu aturan dan standar
sekolah luar biasa, karena civitas pada sekolah luar biasa sama dengan civitas
pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus yang akan direncanakan. Acuan
tersebut terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 33 Tahun
2008 mengenai standar sarana dan prasarana untuk Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa (SMALB).
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
18
Seminar Tugas Akhir
2.3.1 Standar dan Aturan Kebutuhan Lahan
Standar kebutuhan lahan minimum yang dibutuhkan dalam perencanaan
pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus yang berpedoman pada standar SDLB,
SMPLB, dan SMALB yaitu sebagai berikut.
1. Lahan SDLB, SMPLB, dan SMALB yang bergabung memenuhi ketentuan luas
lahan minimum seperti tercantum pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Luas Lahan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang Bergabung
No.
Jenjang pendidikan
1
SDLB dan SMPLB
SDLB, SMPLB, dan
SMALB
SMPLB dan SMALB
2
3
Banyak
rombongan
belajar
9
Luas lahan minimum (m2)
Bangunan 1
Bangunan 2
lantai
lantai
1600
850
12
1800
950
6
1440
770
(Sumber: Permendiknas No. 33 Tahun 2008)
2. Luas lahan yang dimaksud dalam tabel-tabel diatas adalah luas lahan efektif
yang
dapat
digunakan
untuk
mendirikan
bangunan
dan
tempat
bermain/berolahraga.
3. Lahan terletak di lokasi yang memungkinkan akses yang mudah ke fasilitas
kesehatan.
4. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan
keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan
darurat dengan kendaraan roda empat.
5. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis
sempadan sungai dan jalur kereta api.
6. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana lain yang
lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari
Pemerintah Daerah setempat.
7. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dari
pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
19
Seminar Tugas Akhir
2.3.2 Standar dan Aturan Bangunan
Standar bangunan minimum yang dibutuhkan dalam perencanaan pusat
pelatihan anak berkebutuhan khusus yang berpedoman pada standar SDLB,
SMPLB, dan SMALB yaitu sebagai berikut.
1. Bangunan SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang bergabung memenuhi
ketentuan luas lantai bangunan minimum seperti tercantum pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Luas Lantai Bangunan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang bergabung
No.
Jenjang pendidikan
1
SDLB dan SMPLB
SDLB, SMPLB, dan
SMALB
SMPLB dan SMALB
2
3
Banyak
rombongan
belajar
9
Luas lahan minimum (m2)
Bangunan 1
Bangunan 2
lantai
lantai
480
510
12
540
570
6
430
460
(Sumber: Permendiknas No. 33 Tahun 2008)
2. Bangunan memenuhi ketentuan tata bangunan yang terdiri dari:
a.
Koefisien dasar bangunan maksimum 30 %;
b.
Koefisien lantai bangunan dan ketinggian maksimum bangunan yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah;
c.
Jarak bebas bangunan yang meliputi garis sempadan bangunan dengan as
jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan
tinggi, jarak antara bangunan dengan batas-batas persil, dan jarak antara as
jalan dan pagar halaman yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
3. Bangunan dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 900 watt.
4. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan
diawasi secara profesional.
5. Kualitas bangunan minimum permanen kelas B, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 45, dan mengacu pada Standar
Pekerjaan Umum.
2.3.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Setiap SDLB, SMPLB, dan SMALB sekurang-kurangnya memiliki ruang
pembelajaran umum, ruang pembelajaran khusus, dan ruang penunjang sesuai
dengan jenjang pendidikan dan jenis ketunaan peserta didik yang dilayani, dapat
dilihat pada Tabel 2.3
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
20
Seminar Tugas Akhir
Tabel 2.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana SDLB, SMPLB, dan SMALB
No.
A.
1.
2.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Komponen sarana
dan prasarana
A
pendidikan
R. Pembelajaran Umum
Ruang kelas
√
Ruang perpustakaan*
√
Ruang pembelajaran khusus
Ruang OM**
√
Ruang BKPBI :
Ruang bina wicara**
Ruang bina persepsi
bunyi dan irama**
Ruang bina dir
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Periode Februari 2016
PUSAT PELATIHAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS DI BANGLI
Oleh:
IDA AYU DIAN KURNIANTARI
1204205009
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR (REGULAR)
2016
LANDASAN KONSEPTUAL PERANCANGANTUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Periode Februari 2016
PUSAT PELATIHAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS DI BANGLI
Oleh:
IDA AYU DIAN KURNIANTARI
1204205009
Dosen Pembimbing :
Ir. NENGAH KEDDY SETIADA, MT.
Ir. I NENGAH LANUS, MT.
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR (REGULAR)
2016
p
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK- JURUSAN ARSITEKTUR
Kampus Bukit Jimbaran – Bali
(0361)701806,703320,703384 Fax: 701806,703384
www.ft.unud.ac.id
PERNYATAAN
Mahasiswa
: Ida Ayu Dian Kurniantari
NIM
: 1204205009
Jurusan
: Teknik Arsitektur (Reguler)
Judul Seminar Tugas Akhir
: Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus Di Bangli
Dengan ini, saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Denpasar, April 2016
Ida Ayu Dian Kurniantari
NIM. 1204205009
Seminar Tugas Akhir
Abstrak
Pendidikan merupakan suatu sarana yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia, hal ini disebabkan karena pendidikan adalah sektor yang dapat
menciptakan kecerdasan manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Namun
pendidikan di Indonesia masih belum merata terutama pendidikan untuk anakanak bekebutuhan khusus (ABK). Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi
kepada masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan keterampilan bakat dan
kemampuan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus ini maka dibuat suatu
tempat pelatihan khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Pada awal proses desain dilakukan pengumpulan data dengan wawancara, studi
literatur dan observasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis sehingga
mendapatkan spesifikasi rancangan berupa spesifikasi umum dan spesifikasi
khusus. Dari spesifikasi tersebut akan didapat data berupa program fungsional,
program performansi, program arsitektural, dan program tapak. Setelah itu proses
perancangan dilanjutkan dengan proses konsep perancangan.
Kata kunci : pendidikan, desain.
Abstract
Education is very important for human beings, because it is a sector of human
intelligence which concerns on their life survival. Yet the education in Indonesia
is still not evenly distributed, especially education for the diffable children. This is
caused by the lack of public awareness about the importance of education for
diffable children. Therefore, in order to improve the skills, talent and capabilities
of diffable children, a special training place for diffable children is necessary.
In the beginning of the design process, data collection was done by interview,
literature review and observation. The data obtained will be analyzed to get the
design specifications, in the form of common specifications and special
specifications. The specification will be obtained from the collected data are the
functional programs, performance programs, architectural programs, and site
programs. Then, the design process will be continued with the process of design
concepts.
Keyword: education, design
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
i
Seminar Tugas Akhir
Kata Pengantar
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang
Widhi Wasa) karena berkat karunia-Nya penyusunan Landasan Konsepsual
Perancangan Tugas Akhir dengan judul “Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan
Khusus di Bangli” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Landasan Konsepsual Perancangan Tugas Akhir ini mencakup mengenai
pendahuluan dari latar belakang pemilihan judul, pemahaman mengenai teori, dan
aturan-aturan sampai dengan pra desain rancangan yang berupa pemrograman
baik dari program ruang, program tapak, konsep perancangan, serta hasil desain
dari perancangan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli. Semua
data-data yang diperoleh merupakan hasil dari studi literatur dan studi objek ke
beberapa sekolah SLB yang ada di Bali.
Dalam penyusunan Landasan Konsepsual Tugas Akhir ini tidak lepas dari
bantuan, bimbingan, petunjuk dan informasi dari berbagai pihak. Untuk itu dalam
kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Bapak Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT., Ph.D.,
selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana
2. Bapak Ir. I Made Suarya, MT. (Periode 2011-2015) dan Ibu Dr. Ir. Anak
Agung Ayu Oka Saraswati, MT. (Periode 2015-2019), selaku Ketua
Jurusan Program Studi Arsitektur Universitas Udayana.
3. Bapak Dr. Ir. Syamsul Alam Patusuri, MSP., selaku Koordinator Seminar
Tugas Akhir.
4. Bapak Ir. Nengah Keddy Setiada, MT., selaku Pembimbing I.
5. Bapak Ir. I Nengah Lanus, MT., selaku Pembimbing II.
6. Ibu Dr. Ir. Widiastuti, MT., selaku Penguji I
7. Bapak Dr. Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, ST., MA., selaku Penguji II
8. Bapak I Gusti Agung Bagus Suryada, ST., MT., selaku Penguji III
9. Tim Dosen Pengajar Seminar Tugas Akhir
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
iii
Seminar Tugas Akhir
10. Orang tua, saudara dan teman-teman yang telah mendukung dengan
sepenuh hati dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
landasan konsepsual tugas akhir ini, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa landasan konsepsual perancangan tugas akhir ini
jauh dari sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh sebab itu,
diharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca demi tercapainya suatu hasil
yang lebih sempurna. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih dan mohon maaf
apabila terdapat kesalahan maupun kekeliruan yang sengaja maupun yang tidak
disengaja dalam penyusunan landasan konsepual perancangan tugas akhir ini.
Denpasar, 02 Oktober 2015
Penyusun,
Ida Ayu Dian Kurniantari
(NIM. 1204205009)
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
iv
Seminar Tugas Akhir
DAFTAR ISI
Abstrak
i
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi
v
Daftar Gambar
ix
Daftar Tabel
xii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
3
1.3 Tujuan
4
1.4 Metode Penelitian
4
1.4.1 Teknik Pengumpulan Data
4
1.4.2 Teknik Pengolahan Data
5
1.4.3 Teknik Penyimpulan Data
6
BAB II Pemahaman Terhadap Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus
2.1 Pemahaman Pusat Pelatihan
7
2.1.1 Pengertian Pusat
7
2.1.2 Pengertian Pelatihan
8
2.1.3 Jenis-Jenis dan Isi Pendidikan Nonformal
8
2.1.4 Sasaran Pendidikan Nonformal
9
2.2 Pemahaman Anap Berkebutuhan Khusus
9
2.2.1
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
9
2.2.2
Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
10
2.2.3
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
11
2.3 Pemahaman Terhadap Aturan dan Standar
18
2.3.1 Standar dan Aturan Kebutuhan Lahan
19
2.3.2 Standar dan Aturan Bangunan
20
2.3.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana
20
2.3.4 Ruang Pembelajaran Umum
21
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
v
Seminar Tugas Akhir
2.3.5 Ruang Pembelajaran Khusus
22
2.3.6 Ruang Penunjang
24
2.4 Pemahaman Terhadap Proyek Sejenis
28
2.4.1 SLB B Negeri Pembina Tingkat Nasional Jimbaran
28
2.4.2 SLB B Sidakarya
30
2.4.3 Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI Autism Center)
32
2.4.4 Kesimpulan Studi Banding Objek Sejenis
35
2.5 Spesifikasi Umum
36
2.5.1 Pengertian
36
2.5.2 Tujuan
36
2.5.3 Fungsi
36
2.5.4 Sarana dan Prasarana
37
2.5.5 Pelaku Kegiatan
37
BAB III Studi Pengadaan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di
Bangli
3.1 Kondisi Umum Kabupaten Bangli
38
3.1.1 Kondisi Fisik Kabupaten Bangli
38
3.1.2 Kondisi Nonfisik Kabupaten Bangli
40
3.1.3 Penderita Cacat di Bali
43
3.1.4 Regulasi
44
3.2 Pengadaan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
44
3.2.1 Analisa SWOT
44
3.2.2 Simpulan Analisa SWOT
46
3.3 Spesifikasi Khusus Pusat Peatihan Anak Berkebutuhan Khusus
47
3.3.1 Pengertian
47
3.3.2 Fungsi
47
3.3.3 Tujuan
48
3.3.4 Pengelolaan
48
3.3.5 Lokasi
50
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
vi
Seminar Tugas Akhir
BAB IV Tema dan Pemrograman Ruang
4.1 Tema Rancangan
52
4.1.1 Pendekatan Tema
53
4.1.2 Pemilihan Tema
54
4.1.3 Penerapan Tema
54
4.2 Program Fungsional
55
4.3 Program Performansi
68
4.4 Program Arsitektural
75
4.4.1 Studi Kapasitas Ruang
75
4.4.2 Studi Kegiatan
78
4.4.3 Studi Besaran Ruang
79
4.4.4 Pengelompokan Ruang
85
4.4.5 Hubungan Ruang
86
4.4.6 Sirkulasi Antar Ruang
89
4.4.7 Organisasi Ruang
91
4.5 Program Tapak
92
4.5.1 Kebutuhan Luas Site
92
4.5.2 Pemilihan Lokasi
92
4.5.3 Pemilihan Tapak
93
4.5.4 Analisa Site Terpilih
97
BAB V Konsep Perancangan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus Di
Bangli
5.1 Konsep Perancangan Tapak
103
5.1.1 Konsep Entrance
103
5.1.2 Konsep Zoning
105
5.1.3 Konsep Orientasi, Bentuk dan Pola Massa
107
5.1.4 Konsep Sirkulasi dan Parkir
108
5.1.5 Konsep Ruang Luar
110
5.2 Konsep Perancangan Bangunan
112
5.2.1 Konsep Entrance Banguan
112
5.2.2 Konsep Zoning Bangunan
113
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
vii
Seminar Tugas Akhir
5.2.3 Konsep Sirkulasi Bangunan
115
5.2.4 Konsep Tampilan Bangunan
116
5.2.5 Konsep Ruang Dalam
117
5.2.6 Konsep Struktur Bangunan
119
5.3 Konsep Utilitas Tapak dan Bangunan
119
5.3.1
Konsep Sistem Air Bersih dan Air Kotor
119
5.3.2
Konsep Sistem Penanganan Sampah
120
5.3.3
Konsep Distribusi Listrik
121
5.3.4
Konsep Pemadam Kebakaran
122
5.3.5
Konsep Sistem Komunikasi
123
5.3.6
Konsep Pencahayaan
123
5.3.7
Konsep Penghawaan
124
Daftar Pustaka
xiv
Lampiran
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
viii
Seminar Tugas Akhir
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Peta Lokasi SLB B Negeri PTN Jimbaran
28
Gambar 2.2
Fasilitas SLB B Negeri PPTN Jimbaran
30
Gambar 2.3
Peta Lokasi SLB B Sidakarya
30
Gambar 2.4
Fasilitas SLB B Sidakarya
32
Gambar 2.5
Peta Lokasi YCHI Auitism Centre
32
Gambar 2.6
Struktur Organisasi YCHI
33
Gambar 2.7
a Kegiatan Seminar YCHI
35
Gambar 2.8
b Kegiatan Anak dan Orang Tua
35
Gambar 3.1
Kabupaten Bangli
39
Gambar 3.2
Pembagian Blok Wilayah Kecamatan
41
Gambar 4.1
Proses Kegiatan Fungsi Pelatihan
60
Gambar 4.2
Proses Kegiatan Fungsi Pelayanan Terapi
64
Gambar 4.3
Proses Kegiatan Fungsi Hunian
65
Gambar 4.4
Proses Kegiatan Fungsi Penyelenggaraan Pameran dan Pentas
Karya Seni
66
Gambar 4.5
Struktur Organisasi Pengelola Pusat Pelatihan
66
Gambar 4.6
Proses Kegiatan Fungsi Pengelolaan
67
Gambar 4.7
Proses Kegiatan Fungsi Servis
68
Gambar 4.8
Hubungan Ruang Makro
86
Gambar 4.9
Hubungan Ruang Fungsi Pelatihan
87
Gambar 4.10 Hubungan Ruang Fungsi Pelayanan Terapi
87
Gambar 4.11 Hubungan Ruang Fungsi Hunian
88
Gambar 4.12 Hubungan Ruag Fungsi Pengelolaan
88
Gambar 4.13 Hubungan Ruang Fungsi Servis
88
Gambar 4.14 Hubungan Ruang Fungsi Penunjang
89
Gambar 4.15 Sirkulasi Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di
Bangli
90
Gambar 4.16 Organisasi Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di
Bangli
92
Gambar 4.17 Alternatif Site 1
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
95
ix
Seminar Tugas Akhir
Gambar 4.18 Alternatif Site 2
95
Gambar 4.19 Alternatif Site 3
96
Gambar 4.20 Peta Lokasi Site
97
Gambar 4.21 Eksisting dan Bentuk Site
97
Gambar 4.22 Kondisi Iklim
98
Gambar 4.23 View Site
99
Gambar 4.24 Kontur dan Pola Drainase
100
Gambar 4.25 Sirkulasi dan Kebisingan
101
Gambar 4.26 Utilitas
102
Gambar 4.27 Sempadan
102
Gambar 5.1
Analisis Jumlah Entrance
104
Gambar 5.2
Entrance Tapak
105
Gambar 5.3
Analisis Zona Tapak
106
Gambar 5.4
Analisis Zoning Tapak Berdasarkan Sifat Ruang
106
Gambar 5.5
Zoning Tapak Berdasarkan Kelompok Ruang
107
Gambar 5.6
Analisis Orientasi, Bentuk dan Pola Massa Bangunan
108
Gambar 5.7
Analisa Sirkulasi dan Parkir
109
Gambar 5.8
Konsep Sirkulasi dan Parkir
110
Gambar 5.9
Analisa Penataan Ruang Luar
111
Gambar 5.10 Konsep Penataan Area Parkir
111
Gambar 5.11 Konsep Penataan Area Jalan
112
Gambar 5.12 Konsep Penataan Area Taman
112
Gambar 5.13 Konsep Entrance Bangunan
113
Gambar 5.14 Analisa Zoning Bangunan
115
Gambar 5.15 Konsep Zoning Bangunan
115
Gambar 5.16 Konsep Sirkulasi Bangunan
116
Gambar 5.17 Konsep Tampilan Bangunan
117
Gambar 5.18 Konsep Ruang Dalam
118
Gambar 5.19 Konsep Sub Struktur
120
Gambar 5.20 Konsep Super Struktur
120
Gambar 5.21 Konsep Upper Struktur
120
Gambar 5.22 Sistem Penanganan Sampah
121
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
x
Seminar Tugas Akhir
Gambar 5.23 Sistem Distribusi Listrik
122
Gambar 5.24 Sistem Zona Evakuasi
122
Gambar 5.25 Sistem Komunikasi
123
Gambar 5.26 Sistem Pencahayaan Alami
124
Gambar 5.27 Sistem Penghawaan
124
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
xi
Seminar Tugas Akhir
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Luas Lahan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang
Bergabung
19
Luas Lantai Bangunan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau
SMALB yang bergabung
20
Tabel 2.3
Kelengkapan Sarana dan Prasarana SDLB, SMPLB, dan SMALB 21
Tabel 2.4
Perbandingan Proyek Sejenis
35
Tabel 3.1
Jarak Setiap Kabupaten di Bangli Menuju Kabupaten Bangli
39
Tabel 3.2
Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid di Kabupaten Menurut
Kecamatan.
Tabel 3.3
42
Jumlah Sekolah Luar Biasa, Guru, dan Murid di Kabupaten
Menurut Kecamatan
Tabel 3.4
42
Jumlah Fasilitas Kesehatan, Apotek, dan Toko Obat di Kabupaten
Bangli Menurut Kecamatan
Tabel 3.5
43
Jumlah Penderita Cacat Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis
Cacatannya di Provinsi Bali tahun 2013
Tabel 3.6
43
Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru Sekolah Luar Biasa Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2012/2013
43
Tabel 3.7
Struktur Kurikulum Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus
49
Tabel 4.1
Kebutuhan
Ruang
Berdasarkan
Jenis
Kegiatan
Menurut
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Tabel 4.2
55
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Pelatihan
Tabel 4.3
56
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Pelayanan Terapi
Tabel 4.4
61
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Hunian
Tabel 4.5
64
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Penyelenggaraan Pameren dan Pentas Karya Seni
Tabel 4.6
65
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Sarana Pengelola
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
67
xii
Seminar Tugas Akhir
Tabel 4.7
Analisis Civitas, Aktivitas, Alat, dan Kebutuhan Ruang Fungsi
Sarana Servis
68
Tabel 4.8
Kelompok Ruang, Persyaratan Dan Tuntutan Ruang
68
Tabel 4.9
Jumlah Penderita Cacat Dalam Rentang Usia 5-19 Tahun di Bali
Pada Tahun 2013
Tabel 4.10
76
Jumlah Pengelola Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di
Bangli
77
Tabel 4.11
Jadwal Kegiatan Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus
78
Tabel 4.12
Studi Besaran Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus
di Bangli
Tabel 4.13
79
Rekapitulasi Luas Ruang Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan
Khusus di Bangli
85
Tabel 4.14
Pengelompokan Ruang
85
Tabel 4.15
Pembobotan Kriteria Pemilihan Lokasi Site
93
Tabel 4.16
Studi Alternatif Lokasi Site
93
Tabel 4.17
Pembobotan Kriteria Pemilihan Tapak
94
Tabel 4.18
Studi Alternatif Tapak
96
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
xiii
Seminar Tugas Akhir
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang
menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan
tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok dari rumusan masalah dan tujuan dari
penelitian ini.
1.1
Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan
mental,
emosi
atau
fisik.
Anak-anak
yang
termasuk
berkebutuhan khusus adalah tunanetra, tunarunguwicara, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, autisme, kesulitan belajar, gangguan belajar, anak berbakat, hiperaktif,
ADHD, dan indigo. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak
tersebut memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan
dengan kemampuan dan potensi mereka (Yulia dan Hidayat, 2010:5).
Seperti yang telah dimuat dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas bahwa setiap anak berhak untuk meningkatkan segala
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
1
Seminar Tugas Akhir
potensi yang ada dalam dirinya melalui pendidikan. Kemudian dalam pasal 5 ayat
(1) menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan, pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa warga negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus, dan pasal 5 ayat (3) menyebutkan bahwa warga negara yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus (UU RI No. 20 Th. 2003).
Populasi anak berkebutuhan khusus di seluruh dunia mencapai 10%.
Diperkirakan 85% anak berkebutuhan khusus diseluruh dunia yang berusia
dibawah 15 tahun terdapat di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga populasi
tersebut terdapat di Asia (Chamidah, 2014:1). Jumlah anak yang berkebutuhan
khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak
(21,42%) berada dalam rentang usia 5-18 tahun (Mudjito,2015). Di Bali, menurut
data yang dimuat dalam Badan Pusat Statistik banyaknya penderita cacat pada
tahun 2013 yaitu sebanyak 16.157 orang dengan rincian penderita tunanetra
sebanyak 14%, tunawicara sebanyak 23%, cacat anggota badan sebanyak 48%,
dan cacat mental sebanyak 15% (Bali Dalam Angka, 2014). Selain itu penderita
tunarungu pada tahun 2013 ada sekitar 0,1% dari jumlah penduduk Indonesia
(Hendarmin, 2011). Sedangkan jumlah penderita autis di Indonesia pada tahun
2013
dalam
rentang
usia
5-19
tahun
ada
sekitar
112.000
anak
(https://id.wikipedia.org/wiki/Autisme, diakses tanggal 18 November 2015).
Bentuk perhatian pemerintah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus
agar mereka mendapatkan pendidikan yang layak serta pelatihan secara khusus
yaitu dengan didirikannya sekolah SLB dan program inklusi untuk di sekolah
umum. Selain itu, ada juga beberapa yayasan yang didirikan oleh pihak swasta
untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik Bali tahun 2012/2013, terdapat 16 sekolah SLB yang tersebar di
sembilan kabupaten/kota dengan jumlah siswa 1.734 siswa dan jumlah tenaga
pengajar sebanyak 289 guru.
Dari data-data tersebut ternyata ada beberapa anak berkebutuhan khusus
yang masih belum mendapatkan pendidikan secara khusus. Di Indonesia terdapat
245.027 anak belum mengenyam pendidikan, baik itu sekolah khusus maupun
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
2
Seminar Tugas Akhir
sekolah inklusi (Mudjito, 2015). Sedangkan di Bali, dari seluruh anak ABK yang
terdaftar kedalam sekolah SLB, ternyata telah tercatat ada sekitar 3,48% dalam
rentang usia 7-18 tahun yang masih belum mengenyam pendidikan maupun
pelatihan secara khusus (Susenas, 2012). Hal ini tentu sangat memperihatinkan
karena anak-anak yang seharusnya dapat mengenyam pendidikan tidak bisa ikut
serta dikarenakan hal-hal yang membuat mereka berbeda dengan anak-anak
lainnya yang seusia mereka.
Terkait dengan kondisi anak-anak berkebutuhan khusus yang masih belum
mendapatkan pendidikan baik di sekolah khusus maupun sekolah inklusif tersebut,
maka penulis berkeinginan untuk merancang sebuah pusat pelatihan untuk anakanak berkebutuhan khusus yang akan berlokasi di Bangli. Bangli merupakan
lokasi yang cukup strategis karena jumlah anak berkebutuhan khusus di Bali
bagian timur dan selatan cukup banyak yaitu mencapai 62% dari 7133 anak ABK,
sedangkan fasilitas yang disediakan cukup sedikit. Selain itu, menurut
Permendiknas No. 33 tahun 2008 menyatakan bahwa lahan (site) terletak di lokasi
yang memungkinkan akses yang mudah ke fasilitas kesehatan.
Layanan yang diberikan pada pusat pelatihan yang akan dirancang
berorientasi pada prinsip kesamaan dan perbedaan yang ada pada masing-masing
tipe anak berkebutuhan khusus, mengedepankan potensi anak, dan memandang
bahwa kebutuhan khusus bukanlah hambatan melainkan kurangnya kesempatan
anak untuk melakukan sesuatu yang orang lain pada umumnya mampu lakukan.
Dengan adanya pusat pelatihan ini diharapkan mampu menjembatani hambatan
yang dialami anak dan memanfaatkan potensi anak untuk dapat mengakses
kesempatan hidup sebesar-besarnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diungkapkan
permasalahan yang ada dalam perencanaan “Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan
Khusus di Bangli” yang dirumuskan sebagai berikut.
1.
Apa saja fasilitas yang akan disediakan pada pusat pelatihan anak
berkebutuhan khusus?
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
3
Seminar Tugas Akhir
2.
Bagaimana perencanaan program ruang dan program tapak dari pusat
pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli?
3.
Bagaimana konsep perancangan dari pusat pelatihan anak berkebutuhan
khusus di Bangli?
1.3
Tujuan
Tujuan dari perencanaan“Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus”
yaitu sebagai berikut.
1.
Menentukan fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan
pada pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.
2.
Menentukan perencanaan program ruang dan program tapak yang sesuai
dengan persyaratan dan kebutuhan ruang pada pusat pelatihan anak
berkebutuhan khusus di Bangli.
3.
Menentukan konsep perancangan yang dapat mencerminkan karakteristik
anak berkebutuhan khusus serta tema perancangan dari pusat pelatihan anak
berkebutuhan khusus di Bangli.
1.4
Metode Penelitian
Metode yang digunakan terdiri dari teknik pengumpulan data, teknik
pengolahan data dan teknik penyimpulan. Sesuai dengan tahap-tahap tersebut
maka dapat diuraikan sebagai berikut.
1.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data terdiri dari dua macam yaitu sebagai berikut.
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik sebagai berikut.
a. Teknik Observasi, yaitu suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis yang terdiri dari proses
pengamatan dan ingatan. (Sugiono, 2014). Adapun lokasi observasinya
yaitu:
1) SLB B Negeri PTN Jimbaran yang berlokasi di Jl. By Pass Ngurah Rai,
Kecamatan Kuta Selatan.
2) SLB B Sidakarya yang berlokasi di Jl. Pendidikan No. 26, Denpasar.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
4
Seminar Tugas Akhir
b. Teknik Wawancara, digunakan sebagai teknik pengumpulan data oleh
peneliti yang ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan mengetahui hal-hal dari narasumber
yang lebih mendalam (Sugiono, 2014). Adapun narasumbernya yaitu:
1) Bapak Edi Prajitno sebagai narasumber di SLB B N PTN Jimbaran dalam
studi proyek sejenis untuk perancangan pusat pelatihan khusus di Bangli.
2) Kepala Sekolah SLB B Sidakarya sebagai narasumber di SLB B
Sidakarya dalam studi proyek sejenis untuk perancangan pusat pelatihan
khusus di Bangli.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik sebagai berikut.
a. Studi Literatur
Pengumpulan data penunjang sebagai bahan pertimbangan proses
perencanaan dan perancangan yang terdiri dari buku-buku, jurnal, dan
lainnya yang terkait dengan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus.
b. Data Internet
Yaitu memperoleh suatu data dengan mencari data tersebut melalui
browsing ataupun searching pada media internet.
c. Studi Instansional
Studi instansional dilakukan dengan mencari data yang diperlukan dalam
perencanaan dan perancangan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus.
Data-data tersebut dapat berupa data yang dikeluarkan oleh pemerintah
seperti data-data di bidang pendidikan dan jumlah anak berkebutuhan
khusus yang di dapat dari Badan Pusat Statistik (BPS), peraturan-peraturan
yang dimuat dalam RTRW, RDTR Bangli, dan lain sebagainya
1.4.2 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan adalah teknik analisis, yaitu
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi (Sugiyono, 2010: 89)
Metode yang digunakan dalam tahap analisis data yaitu sebagai berikut.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
5
Seminar Tugas Akhir
1.
Analisis Kualitatif
Menganalisis data mengenai pengertian, fungsi, tujuan, kegiatan serta fasilitas
yang ada pada Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli. Selain
itu, analisis juga dilakukan terhadap lingkup pelayanan maupun sistem
pengelolaanya dengan cara mendeskripsikan data yang berkaitan.
2.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisis kebutuhan ruang yang
menyangkut dimensi dan
luasan ruang yang diperlukan dalam Pusat
Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli. Hal ini didasarkan atas dan
standar yang berlaku dan perbandingan terhadap proyek sejenis.
1.4.3 Teknik Penyimpulan Data
Teknik penarikan kesimpulan yang digunakan adalah metode deduksi
yaitu dengan menguraikan hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat
khusus. Dari hasil analisis yang telah dilakukan akan ditarik suatu kesimpulan
sehingga akan didapat jenis-jenis fasilitas yang dibutuhkan dalam mewadahi
kegiatan-kegiatan yang ada kemudian akan dibuatkan suatu program ruang
maupun program tapak sehingga dapat disusun suatu konsep perancangan dalam
pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
6
Seminar Tugas Akhir
BAB II
PEMAHAMAN TERHADAP PUSAT PELATIHAN
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Pada bab ini akan membahas tentang pemahaman teori pusat pelatihan,
pemahaman teori anak berkebutuhan khusus, pemahaman proyek sejenis dan
spesifikasi umum pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus.
2.1
Pemahaman Pusat Pelatihan
2.1.1 Pengertian Pusat
Pengertian pusat yang dimaksud dalam pusat pelatihan anak berkebutuhan
khusus ini yaitu pusat kegiatan wilayah. Dimana pusat kegiatan wilayah
merupakan suatu bentuk pelayanan kegiatan dalam skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota
(http://pustaka.pu.go.id/new/istilah-bidang-detail.asp?id=1247,
diakses tanggal 1 November 2015).
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
7
Seminar Tugas Akhir
2.1.2 Pengertian Pelatihan
Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 4,
menyatakan bahwa lembaga pelatihan merupakan satuan pendidikan nonformal
disamping satuan pendidikan lainnya seperti kursus, majelis ta’lim, kelompok
belajar, kelompok bermain, taman penitipan anak, pusat kegiatan belajar
masyarakat dan satuan pendidikan sejenis. Dalam ayat 5 juga menyatakan kursus
dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Ahmad S. Ruky (dalam Marbun, 2009:2), pelatihan adalah suatu
usaha untuk meningkatkan atau memperbaikki kinerja karyawan dalam
pekerjaannya sekarang dan dalam pekerjaan lain yang terkait dengan yang
sekarang dijabatnya, baik secara individu maupun sebagai bagian dari sebuah tim
kerja. Menurut Nitisemito (dalam Marbun, 2009:2), pelatihan adalah suatu
kegiatan dari perusahaan yang bermaksut untuk dapat memperbaiki dan
memperkembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan diri dari
para karyawannya sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan
adalah pendidikan nonformal yang bertujuan untuk mengasah pengetahuan,
keterampilan dan kecakapan hidup seseorang.
2.1.3 Jenis-Jenis dan Isi Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal memiliki beberapa jenis yaitu sebagai berikut
(Rohmah, 2014:16).
1. Jenis pendidikan nonformal berdasarkan fungsinya yaitu:
a. Pendidikan Keaksaraan, berhubungan dengan populasi sasaran yang belum
dapat membaca dan menulis.
b. Pendidikan Vokasional, berhubungan dengan populasi sasaran yang
mempunyai hambatan di dalam pengetahuan dan keterampilannya guna
kepentingan bekerja atau mencari nafkah.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
8
Seminar Tugas Akhir
c. Pendidikan Kader, berhubungan dengan populasi sasaran yang sedang atau
bakal memangku jabatan kepemimpinan atau pengelola dari suatu bidang
usaha di masyarakat.
d. Pendidikan Umum dan Penyuluhan, berhubungan dengan berbagai variable
populasi sasaran, target pendidikannya terbatas pada pemahaman dan
menjadi lebih sadar terhadap sesuatu hal.
e. Pendidikan Penyegaran Jiwaraga, berhubungan dengan pengisian waktu
luang, pengembangan minat atau bakat serta hobi.
2. Isi program pendidikan nonformal yang berkaitan dengan peningkatan mutu
kehidupan yaitu:
a. Pengembangan nilai-nilai etis, religi, estetis, social, dan budaya.
b. Pengembangan wawasan dan tata cara berfikir.
c. Peningkatan kesehatan pribadi, keluarga dan lingkungan.
d. Peningkatan dan pengembangan pengetahuan di dalam arti luas (sosial,
ekonomi, politik, ilmu-ilmu kealaman, bahasa, sejarah, dan sebagainya).
e. Apresiasi seni-budaya ( sastra, teater, lukis, tari, pahat dan lain sebagainya).
2.1.4 Sasaran Pendidikan Nonformal
Menurut Rohmah (2014), sesuai dengan rancangan Peraturan Pemerintah
sasaran pendidikan nonformal meliputi:
1. Usia Pra-Sekolah (0-6 tahun), pelatihan menjelang pendidikan formal.
2. Usia Pendidikan Dasar (7-12 tahun), penyelenggaraan program kejar paket A
dan kepramukaan yang diselenggarakan secara terpadu.
3. Usia Pendidikan Menengah (13-18 tahun), pelatihan tambahan pendidikan
sebagai pelengkap dan penambah program pendidikan bagi mereka.
4. Usia Pendidikan Tinggi (19-24 tahun), pelatihan keterampilan untuk siap
menjadi tenaga kerja yang produktif, siap kerja, dan siap untuk usaha mandiri.
2.2
Pemahaman Anak Berkebutuhan Khusus
2.2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Mangunsong (dalam Wikasanti, 2014:8), anak berkebutuhan
khusus atau anak luar biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak
normal dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan neuromuskular,
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
9
Seminar Tugas Akhir
perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi maupun kombinasi dua
atau lebih dari hal-hal diatas.
Sementara itu, menurut Suran dan Rizzo (dalam Wikasanti, 2014:8), anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa
dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis,
kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan) dan
potensinya secara maksimal. Meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai
gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, dan juga gangguan emosional.
Juga anak-anak yang berbakat dengan inteligensi yang tinggi, dapat dikategorikan
sebagai anak khusus karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga
profesional.
Menurut Wikasanti (2014), ada beberapa faktor penyebab timbulnya
kebutuhan khusus pada seorang anak yang dapat dikelompokkan menjadi:
1. Faktor internal, kebutuhan khusus timbul karena kondisi yang ada pada diri
anak tersebut seperti tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.
2. Faktor eksternal, kebutuhan khusus timbul karena sesuatu yang berasal dari
luar diri anak, yang mengakibatkan anak memiliki hambatan perkembangan
dan hambatan belajar.
3. Kombinasi faktor eksternal dan internal, kebutuhan khusus yang disebabkan
oleh kombinasi faktor eksternal dan internal diperkirakan akan membuat anak
memiliki kebutuhan khusus yang lebih kompleks.
2.2.2 Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 pasal 129 ayat 3
menjelaskan bahwa peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang :
a. Tunanetra
h. Lamban belajar
b. Tunarungu
i. Autis
c. Tunawicara
j. Memiliki gangguan motorik
d. Tunagrahita
k. Menjadi korban penyalah gunaan
e. Tunadaksa
narkotika, obat terlarang, dan zat
f. Tunalaras
aditif lain.
g. Berkesulitan Belajar
l. Memiliki kelainan
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
10
Seminar Tugas Akhir
2.2.3
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda begitu pula dengan
anak berkebutuhan khusus. Karakteristik tersebut dapat diidentifikasi sebagai
berikut.
a. Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra)
Tunanetra
adalah
individu
yang
mengalami
hambatan
dalam
penglihatannya. Menurut Kaufman dan Hallahan tunanetra disebut sebagai
individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari
6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan (Murtie, 2014:283).
Menurut Direktorat PK dan PKL Dikmen, ada empat klasifikasi
penyandang tunanetra, yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014:283).
1) Berdasarkan daya penglihatan.
a) Total blind (buta total). Tunanetra jenis ini dikatakan sebagai buta
total / sama sekali tidak memiliki persepsi visual. Didalam medis total
blind dikatakan hanya memiliki ketajaman penglihatan/visus 1/8
seperti jarak lambaian tangan sekitar satu meter saja.
b) Partially sighted (tunanetra setengah berat). Tunanetra jenis ini
memiliki kemampuan untuk melihat namun tidak seutuhnya/sebagian
saja.
c) Low vision (tunanetra ringan). Tunanetra jenis ini diatakan sebagai
tunanetra
dengan klasifikasi ringan dan biasanya masih dapat
beraktifitas mengguakan fungsi penglihatannya.
2) Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan.
a) Terjadi semenjak didalam kandungan
b) Terjadi saat masih kanak-kanak
c) Terjadi saat usia sekolah/remaja
d) Terjadi saat dewasa
e) Terjadi saat lanjut usia
3) Berdasarkan pemeriksaan klinis.
a) Ketajaman penglihatan kurang dari 20/200. Sudah termasuk permanen
dan sulit diperbaiki fungsi penglihatannya.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
11
Seminar Tugas Akhir
b) Ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200. Masih
bisa diperbaiki fungsi penglihatannya.
4) Berdasarkan kelainan pada mata.
a) Myopia, adalah gangguan peglihatan ketika seseorang sulit melihat
dari jarak dekat.
b) Hyiperopia, adalah gangguan penglihatan ketika seseorang sulit
melihat dari jarak jauh.
c) Astigmatisme, adalah gangguan penglihatan ketika penglihatan
menjadi kabur akibat adanya sesuatu yang tidak beres pada bola
matanya.
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunanetra yaitu
sebagai berikut.
a) Secara kognitif mengalami gangguan karena memiliki keterbatasan dalam
variasi dan rentang pengalaman yang didapatkan, mobilitas dan interaksi
dengan lingkungan menjadi terhambat.
b) Secara akademis apabila ia tidak mengalami keterbatasan secara kognitif
maka ia dapat memperlihatkan hasil belajar yang baik asalkan lingkungan
sekitar memberikan dukungan yang penuh dengan alat-alat bantu yang
memadai.
c) Secara sosial dan emosional anak dengan kehilangan kemampuan
penglihatan
dapat
mengalami
kesulitan
untuk
mengembangkan
keterampilan-keterampilan sosial karena ia sulit untuk dapat mengamati,
menirukan dan menunjukkan tingkah laku sosial yang tepat.
d) Dalam berperilaku seringkali terlihat kurang matang, merasa terisolasi dan
kurang asertif terutama jika lingkungan kurang kondusif. Selain itu ada
perilaku
stereotip
yang
dimunculkan
seperti
mengejapkan
mata,
menjentikan jari, menggoyangkan badan atau kepala, atau menggeliatkan
badan. Hal ini sering muncul dikarenakan mereka kehilangan stimulasi
sensori, terbatasnya gerakan dan aktivitas mereka dilingkungan, kurangnya
interaksi sosial.
Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunanetra yaitu sebagai
berikut.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
12
Seminar Tugas Akhir
1) Faktor keturunan/genetis
2) Faktor penyakit saat didalam kandungan
3) Kurangnya nutrisi pada saat ibu hamil
4) Faktor gangguan pada saat persalinan
5) Faktor penyakit tertentu
6) Faktor kecelakaan.
Penanganan yang dapat dilakukan bagi penyandang tunanetra yaitu
sebagai berikut (Murtie, 2014).
1) Mengasuh sendiri dan memilihkan sekolah terbaik.
2) Menerima kenyataan bahwa anak lemah penglihatan dan memberikan
pemahaman kepada mereka.
3) Kesabaran untuk membangun kemandirian kepada penyandang tuna netra
4) Menumbuhkan kemampuan untuk berinteraksi secara sosial.
5) Rehabilitasi medis dan sosial.
b. Anak dengan gangguan pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu
adalah
individu
yang
mengalami
gangguan
pada
pendengarannya. Tunarungu biasanya diikuiti dengan tunawicara karena
mereka sulit belajar tentang kata dan suara sehingga sulit pula untuk
mengeluarkan kata dan suara tersebut (Murtie, 2014:290).
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), tunarungu diklasifikasikan kedalam
empat kategori yaitu:
1) Ketunarunguan ringan, yaitu kondisi dimana orang masih dapat
mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB.
2) Ketunarunguan sedang, yaitu kondisi di mana orang masih dapat
mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB.
3) Ketunarunguan berat, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar
bunyi dengan intensitas 65-95 dB.
4) Ketunarunguan parah , yaitu kondisi di mana orang hanya dapat
mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras.
Ciri-ciri anak tunarungu yaitu sebagai berikut:
a) Tidak mampu dengar.
b) Terlambat perkembangan bahasa.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
13
Seminar Tugas Akhir
c) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
d) Kurang / tidak tanggap bila diajak bicara.
e) Ucapan kata tidak jelas.
f)
Kualitas suara aneh/monoton.
g) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
h) Banyak perhatian terhadap getaran.
i)
Keluar nanah dari kedua telinga.
j)
Terdapat kelainan organis telinga.
Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunarungu yaitu sebagai
berikut.
1) Fakor genetis.
2) Faktor penyakit pada saat ibu hamil.
3) Faktor infeksi pada saat kelahiran bayi.
4) Faktor penyakit radang telinga.
5) Faktor penyakit meningitis/radang selaput otak.
Penanganan yang dapat dilakukan pada penyandang tunarungu yaitu
sebagai berikut (Murtie, 2014).
1) Sabar dan iklas menghadapi amanah anak penyandang tunarungu.
2) Memeriksakan anak dengan seksama dan memeberikan sarana penunjang
untuk mendengar.
3) Terapi visual
4) Terapi musik
5) Terapi bermain
6) Terapi wicara
7) Terapi terpadu (terapi visual, terapi mendengar, dan terapi wicara).
c. Anak redartasi mental (Tunagrahita)
Tunagrahita merupakan anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan
jauh dibawah anak-anak dengan tingkat kecerdasan normal sehingga
membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Menurut Peraturan Pemerintah RI
No. 72 tahun 1991, anak berkebutuhan khusus yang mengalami retardasi
mental disebut sebagai tunagrahita (Murtie, 2014:261). Tunagrahita dapat
diklasifikasikan kedalam tiga kelompok :
1) Kelompok mampu didik, IQ 68-78
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
14
Seminar Tugas Akhir
2) Kelompok mampu latih, IQ 52-55
3) Kelompok mampu rawat, IQ 30-40
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunagrahita yaitu
sebagai berikut:
a) Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal yang
dapat dilihat dari penggolongan IQ mereka yaitu, keterbelakangan mental
ringan
(IQ=55–69),
keterbelakangan
mental
sedang
(IQ=40-54),
keterbelakangan mental berat (IQ=25–39), keterbelakangan mental sangat
berat (IQ = di bawah 25).
b) Secara sosial, banyak anak dengan keterbelakangan mental mengalami
kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
c) Tingkah laku adaptifnya mengalami gangguan terutama dalam hal
komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan seharihari, menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan
mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan dimasyarakat.
d) Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian,
depresi.
e) Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang
sangat berbeda dengan anak kebanyakan.
Menurut Murtie (2014), faktor penyebab terjadinya tunagrahita yaitu.
1) Faktor prenatal/saat dalam kandungan
2) Faktor natal/saat proses kelahiran
3) Faktor posnatal/setelah kelahiran
Untuk dapat melatih anak tunagrahita maka perlu dilakukan sebuah
terapi. Terapi yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita yaitu sebagai
berikut (Murtie, 2014).
1) Terapi bermain/play therapy
2) Terapi okupasi/terapi gerak
•
•
Terapi psikososial, meliputi terapi perilaku, object relation, kognitif,
dan perilaku okupasi
Terapi
sesomotorik-multisensori,
meliputi
neuro
development
treatment, sensori inttegrasi, dan terapi gerak.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
15
Seminar Tugas Akhir
3) Terapi ADL/ Activity Daily Living
4) Terapi bekerja/ vocational therapy
5) Terapi life skill/keterampilan hidup
d. Anak dengan kelainan fisik (Tunadaksa)
Menurut Halahan dan Kauffman (1991) (dalam Kosasih 2012:130)
anak dengan kelainan fisik (tunadaksa) diklasifikasikan menjadi dua kelompok
yaitu.
1) Tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped), merupakan penyandang
tunadaksa yang mengalami kecatatan tertentu di bagian tulang, otot tubuh
ataupun daerah persendian.
2) Tunadaksa saraf (neurologically handicapped) merupakan penyandang
tunadaksa yang mengalami kelemahan dalam gerak dan fungsi salah satu
atau beberapa anggota tubuhnya karena adanya kelainan pada syaraf
diotak.
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunadaksa yaitu
sebagai berikut:
a) Secara kognitif dan akademik, anak dengan gangguan fisik akan memiliki
fungsi kognitif dengan rentang dari yang rendah hingga yang tinggi.
b) Secara perilaku, anak dapat terganggu apabila gangguan yang dimilikinya
itu menghambat gerakan, interaksi dengan orang lain.
c) Secara emosional, pada umumnya anak dengan gangguan fisik ini akan
memiliki konsep diri yang rendah
d) Secara sosial, anak dengan gangguan fisik sangat memerlukan bantuan
orang lain untuk dapat berinteraksi dengan teman sebayanya.
e) Secara fisik dan medis, anak dengan gangguan ini akan memiliki kondisi
fisik dan medis yang berbeda dengan anak secara umum dan memerlukan
perhatian yang khusus.
Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunadaksa yaitu.
1) Faktor kelahiran
2) Faktor kecelakaan
3) Terkena virus
Penanganan yang dapat dilakukan untuk anak tunadaksa yaitu (Murtie,
2014).
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
16
Seminar Tugas Akhir
1) Orang tua perlu menyadari dan menerima sepenuhnya keadaan anak.
2) Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang hal yang berkaitan dengan
penanganan terhadap bagi tubuh anak yang terbatas geraknya.
3) Memberikan ruang gerak dan sekolah yang sesuai bagi anak.
4) Stimulasi kemampuan anak dalam bidang yang disukai dan dikuasainya.
e. Anak dengan gangguan spektruk autis
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), anak dengan gangguan spektrum
autis
adalah
anak
yang
mengalami
gangguan
perkembangan
yang
dimanifestasikan dalam hambatan komunikasi verbal dan non verbal, masalah
pada interaksi sosial, gerakan yang berulang dan stereotip, sangat terganggu
dengan perubahan dari suatu rutinitas, memberikan respon yang yang tidak
sesuai terhadap rangsangan sensoris.
Ciri-ciri anak autis yaitu sebagai berikut (Yulia dan Hidayat, 2010),
1) Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal :
a) Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi
b) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain
(bahasa Planet)
c) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam konteks yang
sesuai (Gangguan bahasa ekspresif dan reseptif)
d) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
e) Meniru atau membeo (ekolalia). Beberapa anak sangat pandai
menirukan nyanyian, nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti
artinya
f)
Kadang bicaranya monoton (seperti robot)
g) Mimik datar.
2) Gangguan dalam bidang interaksi sosial
a) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
b) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga bahwa
anak mengalami ketulian.
c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
d) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
17
Seminar Tugas Akhir
e) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dan
mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya
f)
Bila didekati untuk bermain justru menjauh
g) Tidak berbagi kesenangan untuk orang lain.
3) Gangguan dalam bidang perilaku dan bermain :
a) Umumnya ia seperti tidak mengerti cara bermain.
b) Bermain sangat monoton, stereotipik
c) Ada keterpakuan pada mainan atau benda-benda tertentu (seperti
rod/sesuatu yang berputar)
Menurut Murtie (2014), terapi yang dapat dilakukan pada anak autis
yaitu sebagai berikut.
1) ABA (Aplied Behavioral Analysis)
2) Terapi wicara
3) Terapi okupasi dan fisik
4) Terapi sosial dan bermain
5) Terapi perilaku dan perkembangan
6) Terapi visual dan auditori
7) Terapi biomedis
8) Terapi nutrisi
2.3
Pemahaman Terhadap Aturan dan Standar
Pemahaman ini merupakan pemahaman mengenai aturan dan standar yang
berhubungan
dengan
pusat
pelatihan
anak
berkebutuhan
khusus
yang
direncanakan. Aturan dan standar yang digunakan yaitu aturan dan standar
sekolah luar biasa, karena civitas pada sekolah luar biasa sama dengan civitas
pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus yang akan direncanakan. Acuan
tersebut terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 33 Tahun
2008 mengenai standar sarana dan prasarana untuk Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa (SMALB).
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
18
Seminar Tugas Akhir
2.3.1 Standar dan Aturan Kebutuhan Lahan
Standar kebutuhan lahan minimum yang dibutuhkan dalam perencanaan
pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus yang berpedoman pada standar SDLB,
SMPLB, dan SMALB yaitu sebagai berikut.
1. Lahan SDLB, SMPLB, dan SMALB yang bergabung memenuhi ketentuan luas
lahan minimum seperti tercantum pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Luas Lahan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang Bergabung
No.
Jenjang pendidikan
1
SDLB dan SMPLB
SDLB, SMPLB, dan
SMALB
SMPLB dan SMALB
2
3
Banyak
rombongan
belajar
9
Luas lahan minimum (m2)
Bangunan 1
Bangunan 2
lantai
lantai
1600
850
12
1800
950
6
1440
770
(Sumber: Permendiknas No. 33 Tahun 2008)
2. Luas lahan yang dimaksud dalam tabel-tabel diatas adalah luas lahan efektif
yang
dapat
digunakan
untuk
mendirikan
bangunan
dan
tempat
bermain/berolahraga.
3. Lahan terletak di lokasi yang memungkinkan akses yang mudah ke fasilitas
kesehatan.
4. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan
keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan
darurat dengan kendaraan roda empat.
5. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis
sempadan sungai dan jalur kereta api.
6. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana lain yang
lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari
Pemerintah Daerah setempat.
7. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dari
pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
19
Seminar Tugas Akhir
2.3.2 Standar dan Aturan Bangunan
Standar bangunan minimum yang dibutuhkan dalam perencanaan pusat
pelatihan anak berkebutuhan khusus yang berpedoman pada standar SDLB,
SMPLB, dan SMALB yaitu sebagai berikut.
1. Bangunan SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang bergabung memenuhi
ketentuan luas lantai bangunan minimum seperti tercantum pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Luas Lantai Bangunan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang bergabung
No.
Jenjang pendidikan
1
SDLB dan SMPLB
SDLB, SMPLB, dan
SMALB
SMPLB dan SMALB
2
3
Banyak
rombongan
belajar
9
Luas lahan minimum (m2)
Bangunan 1
Bangunan 2
lantai
lantai
480
510
12
540
570
6
430
460
(Sumber: Permendiknas No. 33 Tahun 2008)
2. Bangunan memenuhi ketentuan tata bangunan yang terdiri dari:
a.
Koefisien dasar bangunan maksimum 30 %;
b.
Koefisien lantai bangunan dan ketinggian maksimum bangunan yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah;
c.
Jarak bebas bangunan yang meliputi garis sempadan bangunan dengan as
jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan
tinggi, jarak antara bangunan dengan batas-batas persil, dan jarak antara as
jalan dan pagar halaman yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
3. Bangunan dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 900 watt.
4. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan
diawasi secara profesional.
5. Kualitas bangunan minimum permanen kelas B, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 45, dan mengacu pada Standar
Pekerjaan Umum.
2.3.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Setiap SDLB, SMPLB, dan SMALB sekurang-kurangnya memiliki ruang
pembelajaran umum, ruang pembelajaran khusus, dan ruang penunjang sesuai
dengan jenjang pendidikan dan jenis ketunaan peserta didik yang dilayani, dapat
dilihat pada Tabel 2.3
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
20
Seminar Tugas Akhir
Tabel 2.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana SDLB, SMPLB, dan SMALB
No.
A.
1.
2.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Komponen sarana
dan prasarana
A
pendidikan
R. Pembelajaran Umum
Ruang kelas
√
Ruang perpustakaan*
√
Ruang pembelajaran khusus
Ruang OM**
√
Ruang BKPBI :
Ruang bina wicara**
Ruang bina persepsi
bunyi dan irama**
Ruang bina dir