IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR KEBERLANGSUNGAN WIRAUSAHA PADA DAERAH RAWAN GEMPA DAN TSUNAMI DI SUMATERA BARAT - Politeknik Negeri Padang

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR KEBERLANGSUNGAN WIRAUSAHA PADA DAERAH RAWAN GEMPA DAN TSUNAMI DI SUMATERA BARAT Emrizal

  

  Politeknik Negeri Padang Kampus Unand Limau Manis - Padang Telp: (0751)72590.

  Fax.(0751)72576

ABSTRACT

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menentukan keberlangsungan wirausaha yang berada di daerah rawan gempa dan tsunami di Sumatera Barat. Sumatera Barat adalah salah satu daerah yang berada pada daerah rawan gempa dan tsunami. Penelitian ini dilakukan tahun 2015 dengan lokasi penelitian adalah Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kabupaten Agam dan Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan penentuan lokasi penelitian berdasarkan purposive sampling dengan pengumpulan data menggunakan indept-interview, FDG dan dokumentasi. Sampel penelitian adalah wirausaha yang berada pada daerah zona merah gempa dan tsunami dengan jumlah sampel 10 wirausaha di setiap lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada 30 faktor yang ditemukan mengapa wirausaha masih mau bertahan dan bahkan berinvestasi lebih besar padahal daerah tempat mereka berwirausaha merupakan daerah zona merah gempa dan tsunami. Penelitian selanjutnya yang dapat dilakukan adalah melakukan analisis faktor dengan metode kuantitatif agar mampu mengelompokkan faktor-faktor yang ditemukan menjadi beberapa faktor saja.

  Key word: Gempa dan tsunami, wirausaha, metode, zona merah PENDAHULUAN Latar Belakang

  Sumatera Barat adalah salah satu daerah yang mempunyai potensi untuk bencana gempa dan tsunami. Tidak dapat kita pungkiri bahwa ancaman itu selalu ada dan bahkan menjadi ancaman yang serius bagi kehidupan masyarakat, khususnya yang berada di zona merah tsunami di Sumatera Barat. Bencana gempa yang sebahagian orang mengatakan juga bencana tsunami yang terjadi tahun 2009 telah membuat masyarakat Sumatera Barat mengetahui bahwa bencana gempa dan tsunami merupakan ancaman besar bagi kelangsungan kehidupan. Walau bencana gempa dan tsunami yang besar sudah lama berlalu dan kehidupan masyarakat Sumatera Barat telah berangsur-angsur mulai pulih namun masalah gempa dan tsunami tetap menjadi masalah yang berkelanjutan bagi sebahagian orang dan khususnya wirausaha. Dibandingkan dengan daerah lain seperti Bali dan Jepang masyarakat Sumatera Barat sangat jauh dari kesiapan dalam menghadapi bencana khususnya gempa dan tsunami (Emrizal,2016). Ketidaksiapan masyarakat menghadapi bencana ini berpengaruh pada semua aspek yang ada diantaranya aspek ekonomi, sosial, dan budaya.

  Masyarakat Sumatera Barat umumnya adalah etnis Minang dan pada umumnya mereka hidup berkelompok dan sangat memegang prinsip kemandirian (Primadona,2013). Keberadaan UMKM merupakan salah satu kehidupan perekonomi masyarakat Sumater Barat baik yang berada di daerah perkotaan maupun pada daerah pedesaan. Jumlah UMKM di Sumatera Barat adalah 501.410 dan akibat gempa dan tsunami tahun 2009 telah terjadi kerugian untuk UMKM sebesar Rp. 276.500.000 (BPS, 2012). Akibat bencana ini tidak sedikit orang kehilangan pekerjaan dan sudah delapan tahun sejak bencana besar melanda namun jejak bencana itu masih ada.

  Gempa dan tsunami ini juga membuat sebahagian wirausaha menjadi berfikir untuk berinvestasi lagi dan sebahagian lagi tetap melanjutkan perencanaan usahanya tanpa memandang ancaman gempa dan tsunami. Fenomena ini khususnya bagi wirausaha yang mempunyai usaha pada daerah rawan gempa dan tsunami memang berfikir ulang dalam mengembangkan usaha.

  Masih ingat dalam ingatan khususnya masyarakat Sumatera Barat, sebagian orang meninggalkan daerah ini dan bahkan banyak wirausaha justru berbondong-bondong pindah kedaerah lain seperti Pekanbaru, Medan dan juga Palembang untuk menghindari ancaman ini. Namun sebahagian lagi masih tetap bertahan dan meneruskan usahanya dengan tidak menjadikan gempa dan tsunami sebagai ancaman yang serius. Sumatera Barat yang terdiri dari sembilan belas Kabupaten dan Kota, dua Kota dan tiga kabupaten merupakan daerah rawan gempa dan tsunami dan berada di daerah zona merah, diantaranya adalah daerah pesisir pantai. Dibandingkan dengan negara lain seperti India, Indonesia khususnya Sumatera Barat tidak mempunyai badan khusus untuk menanggulangi wirausaha. Sosialisasi ataupun rekonstruksi pasca bencana bagi wirausaha belum ada dilakukan baik oleh LSM mapun oleh pemerintah. India justru lebih cepat dalam penanganan ini, pemerintah India mampu mengambil alih khususnya bidang kewirausahaan, karena sistem ekonomi sangat dipengaruhi oleh wirausaha atau pengusaha yang ada di suatu negara tsunami (Duyne- Barenstein, 2006).

  Saat ini khususnya sejak tahun 2014, Sumatera Barat sangat fokus mnegembangkan pariwisata. Daerah pariwisata yang dikembangkan khusus yang berada di daerah pantai atau lebih pada pengembangan wisata bahari, diantaranya daerah Pesisir Selatan, Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman sedang giatnya dalam membangun wisata. Pembangun wisata disini tentu tidak hanya pada keadaan alamnya saja tetapi yang lebih kepada hal-hal pendukung pariwisata agar mampu pariwisata dikembangkan, diantaranya sarana penginapan, usaha penunjang pariwisata seperti usaha kuliner, tourt and

  travel dan lainnya. Semuanya itu tidak lepas dari peran wirausaha dengan pemerintah di dalam

  mengembangkan pariwisata ini. Pertanyaannya adalah apakah pengembangan wisata ini dengan menyediakan usaha penunjang pariwisata baik oleh pemerintah dan pengusaha dipengaruhi oleh daerah ini merupakan daerah rawan gempa dan tsunami.

  Berdasarkan uraian diatas banyak pertanyaan justru muncul, diantaranya adalah apakah wirausaha dalam mengembangkan usahanya pada daerah ini tidak mempertimbangkan faktor bahwa pada daerah ini merupakan daerah rawan gempa dan tsunami, apakah faktor-faktor yang menyebabkan wirausaha mau berinvestasi pada daerah rawan gempa dan tsunami baik dari faktor sosial, ekonomi, faktor lingkungan dan faktor lainnya. Artikel ini terdiri dari lima bagian, bagian pertama akan menceritakan fenomena Sumatera Barat sebagai daerah rawan gempa dan tsunami dan hubungannya dengan keberlangsungan wirausaha serta menjelaskan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Bagian kedua akan menerangkan mengenai teori yang mendukung mengenai gempa dan tsunami, kewirausahaan serta mengenai kebijakan yang mampu di hasilkan. Bagian ketiga dan keempata akan memaparkan mengenai metode penelitian dan hasil yang di hasilkan dari penelitian yang dilakukan. Bagian akhir penelitian ini akan mengulas dalam bentuk kedimpulan mengenai semua yang sudah dilakukan dalam penelitian dan ditambahkan mengenai penelitian selanjutnya yang perlu dilakukan.

  Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan wirausaha masih mampu bertahan untuk berwirausaha pada daerah rawan gempa dan tsunami.

  TINJAUAN PUSTAKA Kewirausahaan

  Kewirausahaan merupakan salah satu kebijakan ekonomi saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa minat berwirausaha telah meningkat pesat. Ini terlihat semakin banyak orang mengambil sikap positif terhadap kewirausahaan (Wennekers, 2006). Memandang ilmu kewirausahaan saat ini adalah suatu ilmu yang sedang menarik untuk dipelajari, ini dilihat dari perkembangan kewirausahaan dalam kontek Indonesia merupakan isu yang positif untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang salah satu dengan meningkatkan kewirausaaan sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Kuratko dan Hodgetts (2004) menggambarkan seorang pengusaha sebagai pencipta usaha baru yang menghadapi ketidakpastian dalam menjalankan usaha. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan untuk meramalkan peluang, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan, waktu, tenaga, uang dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan keberhasilan (Geoffrey, Robert & Philip, 1982; Moorman & Halloran, 1993; Mair, J.,& Schoen , 2007).

  Melihat beberapa pengertian kewirausahaan dan melihat pada program dan kebijakan pemerintah saat ini sebenarnya berwirausaha masuk kedalam budaya suatu negara yang harus di kembangkan. Orang- orang yang termotivasi oleh faktor-faktor seperti imbalan keuangan, prestasi, sosial, karier, dan individu, sosialisasi pemerintah membutuhkan budaya nasional yang mendukung dan mendorong kegiatan kewirausahaan (Lee & Peterson, 2000).

  Gempa dan Tsunami

  Gempa dan tsunami saat ini hampir tidak bisa dipisahkan. Jika terjadi gempa maka akan terbayang bagaimana tsunami akan datang dan hal seperti ini hampir dialami oleh semua orang yang hidup pada daerah gempa dan tsunami di Indonesia. Apakah itu tsunami ? ini pertanyaan akhir-akhir ini yang menjadi perbincangan hangat dan khususnya pada daerah rawan gempa dan tsunami seperti Sumatera Barat. Kata berasal dari bahasa Jepang (tsu tsunami berarti ‘pelabuhan’ dan nami berarti ‘gelombang’ (CIM, 2009). Menurut Vulcanological Survey Indonesia (VSI, 2006:1), tsunami dimaknai sebagai rangkaian gelombang laut yang menjalar dengan kecepatan cepat hingga lebih 1000 km per jam.

  Gerakan vertikal pada kerak bumi dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air sehingga terjadi aliran energi air laut yang berada di atasnya bergelombang besar. Sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut (VSI, 2006). Sekalipun demikian, tidak semua gempa bumi dapat mengakibatkan terbentuknya tsunami. Tsunami dapat terjadi bila (1) pusat gempa terjadi di dasar laut dan (2) kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km (VSI, 2006:1-6). Pada masyarakat yang tinggal pada daerah rawan gempa memang harus dapat dengan cepat mengambil keputusan dalam upaya menyelamatkan diri ataupun barang-barang berharga lainnya dan termasuk usahanya.

  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberlangsungan Wirausaha dan Kebijakan

  Memajukan usaha, akan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Secara umum faktor yang mempengaruhi keberlangsungan wirausaha adalah jejaring kemitraan dalam memasarkan produk, inovasi teknologi, modal SDM, Infrastruktur fisik, akses kepembiayaan usaha, layanan jasa spesialis, akses terhadap layanan pendukung bisnis, persaingan, komunikasi, kepemimpinan, ketersediaan bahan baku (Djamhari, 2006) . Faktor-faktor diatas akan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan wirausaha baik dalam memajukan usahanya maupun dalam mendirikan usaha baru.

  Kebijakan adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Lebih lanjut Pengertian ini, menurutnya, berimplikasi: (1)bahwa kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan, (2)bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah, (3)bahwa kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, (4)bahwa kebijakan bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, (5)bahwa kebijakan, dalam arti positif, didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa atau otoritatif (Anderson,1994).

  Kebijakan untuk mampu menyediakan infrastuktur yang baik tentu harus dilakukan walaupun dalam hal untuk memenuhi kebutuhan wirausaha belum mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah. Hal ini terlihat belum adanya program bagi pemerintah daerah dalam melakukan penyelamatan khususnya bagi wirausaha dari gempa dan tsunami (Emrizal dan Markolinda, 2016). Berkaca dari Negara Jepang dan Kota Bali, maka Sumatera Barat walaupun merupakan daerah rawan gempa dan tsunami belum siap dalam penyediaaan peralatan ataupun program-programnya (Emrizal dan Markolinda, 2016).

  PEMBAHASAN

  Akibat gempa tahun 2009, untuk UKM terjadi total kerugian lebih dari Rp.276.500.000 dan ini merupakan data yang mampu diidentifikasi dan kalau kita ingin melihat sebenarnya masih banyak kerugian yang kita temui, contohnya saja di Kota Padang pada daerah Pasar Raya Padang sungguh memilukan tidak hanya korban nyawa tetapi juga harta yang tidak mampu diuraikan. Hal demikian membuat kita berfikir bagaimana agar hal demikian tidak lagi terjadi atau bencana mampu di antisipasi dengan penyelamatan dan maksimal (Bapenas, Pemda, 2010).

  Melihat perkembangan perekonomian secara umum setelah terjadi gempa 2009, secara keseluruhan, jumlah PDRB Provinsi Sumatera Barat meningkat setiap tahunnya dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Jumlah PDRB Provinsi Sumatera Barat terus meningkat dari 35.176.632,42 juta rupiah pada tahun 2008 menjadi 43.911.916,62 juta rupiah pada tahun 2012. Bencana gempa bumi yang menimpa Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2009 tidak memberikan pengaruh negatif pada jumlah PDRB Provinsi Sumatera Barat yang dilihat per tahun. Hal ini diungkapkan karena tidak terlihat adanya penurunan jumlah PDRB Provinsi Sumatera Barat setelah tahun 2009 (BPS,2013).

  Saat ini pada umumnya wirausaha sudah mampu kembali menjalankan kegiatan wirausahanya walau sebahagian lainnya memilih untuk mencari tempat usaha yang lebih pasti dan jauh dari bencana gempa dan tsunami. Hasil wawancara dan observasi yang penulis lakukan maka terlihat bahwa pada umumnya wirausaha adalah wirausaha yang sudah lama menjalankan kegiatannya yaitu sebelum gempa tahun 2009 dan sampai saat ini masih menjalankan usaha yang sama.

  Daerah zona merah bencana gempa dan tsunami membuat sebahagian besar masyarakat merasa khawatir dengan keadaan ini. Penelitian ini sudah dilakukan sejak Bulan Februari 2015 dengan melakukan observasi pada UKM-UKM yang berada pada zona merah bencana gempa dan tsunami pada lima lokasi penelitian yaitu Kota Padang, Kota dan Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam dan Kabupaten Pesisir Selatan. Pengambilan daerah ini sudah sesuai dengan kondisi daerah yang sudah ditunjukan oleh beberapa kondisi fisik saat terjadi bencana tahun 2009 dan juga berpedoman pada letak daerah dan juga berdasarkan daerah terparah terkena dampak gempa dan tsunami tahun 2009.

  Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang penulis lakukan maka pada umumnya daerah yang terparah akibat gempa dan tsunami merupakan daerah yang dekat denga laut dan juga merupakan daerah yang selama ini merupakan daerah tujuan wisata. Seperti daerah Pesisir selatan yang berada pada zona Merah seperti daerah Tarusan dan Bayang selama ini merupakan salah satu daerah tujuan wisata nasional dan saat ini merupakan salah satu unggulan wisata Sumatera Barat seperti wisata Mandeh, langkisau dan lainnya yang dikembangkan justru di tepi laut. Hal ini mampu membuat kita lebih berfikir dan lebih menganalisis apakah ada hubungan antara daerah laut, gempa dan tsunami dengan pengambangan wisata pada UKM-UKM sebagai usaha penunjang pariwisata pada daerah zona merah gempa dan tsunami.

  Melihat perkembangan pada dua tahun terakhir kelihatan sekali bahwa saat ini sedang giat-giatnya pengembangan wisata laut yang justru berada pada zona merah gempa dan tsunami seperti yang sudah penulis ungkapkan diatas seperti yang sedang booming sekarang adalah wisata mandeh dan langkisau di daerah pinggir laut Pesisir Selatan. Hal ini justru sangat membangkitkan wirausaha untuk mengembangkan usahanya pada daerah ini yang tak lain daerah yang berada pada zona merah gempa dan tsunami. Tidak bisa kita pungkiri bahwa keberadaan wirasuaha dengan membuka UKM-UKM yang berada pada daerah gempa dan tsunami justru saling berhubungan karena keberadaan wirausaha ini sangat membantu pengembangan wisata karena UKM-UKM mampu sebagai usaha penunjang dalam pengembangan wisata pada daerah ini.

  Permasalahan yang dihadapi oleh wirausaha dalam berwirausaha di daerah rawan gempa dan tsunami walaupun sebenarnya keberadaan wirausaha ini snagat diperlukan untuk mensukseskan pariwisata diantaranya adalah (1) Pemerintah belum pernah mensosialisasikan bagaimana cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana gempa dan tsunami, (2) Belum pernah wirausaha mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah dalam keberadaan mereka selama ini sehingga tumbuhnya UKM-UKM yang berada pada daerah rawan gempa dan tsunami yang tidak tertata dengan baik, (3) Permasalahan dalam mengembangkan usaha dan juga adanya perhatian pemerintah untuk pengembangan UKM nyaris tidak pernah diberikan khusus untuk UKM yang berada pada zona merah gempa dan tsunami, (4) Permasalahan yang sangat berat bagiwirausaha selama ini dalam menjalankan usahanya adalah kurangnya perhatian baik perhatian pada wirausaha ataupun perhatian bagi penyelamatkan diri dan juga arahan dalam mengembangkan usaha juga sangat ditunggu pada umumnya para wirausaha berada pada zona merah gempa dan tsunami dan juga sebagai penunjang pariwisata dan perekonomian secara umum, (5) Lembaga perbankan selama ini sebagai mitra wirausaha justru tidak mempermasalahan keberadaan usaha dan nyaris masih menyamakan pandangan dengan daerah lainnya yang berada di luar zona merah, (6) Keberadaan lembaga perbankan selama ini hanya sebatas debitur dan tidak sampai memberikan arahan pada penyelamatan usaha pada daerah zona merah ini.

  Melihat beberapa persoalan yang dihadapi wirausaha maka sebaiknya pemerintah dan instansi terkait sebenarnya harus mampu memberikan arahan dan masukan bagi pengembangan wirasuaha pada daerah ini karena disamping wiarasuaha merupakan tonggak perekonomian pada umumnya mereka sangat bereperan dalam memajukan program-program pemerintah seperti pengembangan wisata.

  Selama ini selain pemerintah sebenarnya lembaga perbankan juga mampu memberikan banyak masukan dan pendidikan atau pelatihan penyelamatkan usaha disamping BPBD yang merupakan unsur dari pemerintah. Karena aperan dari perbankan juga sangat penting selain itu perbankan juga mempunyai kepentingan di dalam mengatasi masalah ini, misalnya dengan menggandeng lembaga BPBD dan juga dinas Koperindag dan juga dinas pariwisata agar bersama-sama memberikan dan melindungi kepentingan wisarausaha sehingga ada rasa aman dalam menjalankan usahanya.

  Keadaan yang seperti di Pesisir Selatan tidak jauh berbeda apa yang dilakukan di daerah Kota dan Kabupaten Padang Pariaman. UKM-UKM pada daerah ini justru jumlahnya semakin bertambah (Menurut Kadis Koperindag Kab. Padang Pariaman). Saat ini daerah Pariaman ini sedang giat-giatnya mengembangkan wisata yang tak lain adalah wisata laut, seperti wisata angso duo yang justru berada di pulau dipinggir laut yang merupakan salah satu kunjungan wisata Kota Pariaman saat ini. Untuk mendukung hal tersebut maka diperlukan wirausaha yang mampu mendirikan UKM-UKM sebagai usaha penunjang pariwisata sehingga keberadaan UKM-UKM ini sangat bertambah banyak jumlahnya dan tidak terpengaruh dengan keberadaan daerah tersebut yang berada di daerah zona merah rawan gempa dan tsunami. Selain itu saat ini daerah Pariaman juga mempunyai objek wisata yang berpusat dipinggir laut daerah Tiram. Daerah Tiram ini saat ini merupakan daerah wisata yang lebih terkenal denga kulinernya. Wisata ke daerah ini lebih didukung oleh penyediaan kuliner hasil laut yang justru sangat luar biasa baik dari rasa maupun dari tempat atau lokasi usaha yang dipinggir laut dan saat ini jumlah usaha ini snagat banyak dan perkembangannya sangat pesat.

  Sepanjang pantai Padang sampai daerah Tiram saat ini sangat dipenuhi oleh UKM-UKM yang berkembang dan bahkan keberadaan UKM-UKM mampu mengembangkan wisata daerah ini. Menurut hasil wawancara dengan para wirausaha, mereka tidak terpengaruh dengan keberadaan daerah tempat usahanya meruapakan daerah rawan gempad an tsunami dan bahkan berada pada zona merah.

  Untuk daerah yang berada di Kota Padang justru terlihat jelas keberadaan wirausaha saat ini justru banyak berkembang di daerah tepi pantai seperti meningkatnya jumlah tenda-tenda dan tempat makan yang khasnya makanan laut. Hal ini terlihat disepanjang Pantai Padang sampai ke Pantai Tiram yang merupakan daerah Kabupaten Padang Pariaman. Pemerintah selama ini justru meningkatkan pembangunan pada daerah ini dengan membuka jalan pada sepanjang pantai sehingga banyak menarik wisatawan untuk berkunjung dan hal tersebut membuat wirausaha banyak tumbuh saat ini disepanjang daerah Kota Padang sampai daerah Kabupaten Pariaman.

  Menurut pandangan wirausaha selama ini di dalam pengebangan pariwisata mereka sangat berperan namun masalah sosialisi mengenai kesiapan menghadapi bencana gempa dan tsunami tidak pernah diterimanya. Harapan mereka sebenarnya mau dibimbing dan diperhatian oleh pemerintah sehingga diberi kemudahan baik dalam menjalankan usaha maupun dalam mengembangkan usaha. Peran serta lembaga keuangan sebagai akses dalam mengembangkan usaha juga tidak di dapatkan dan apalagi bantuan mengenai penyelamatan usaha jika terjadi bencana tidak pernah diberikan oleh BPBD selama ini. Sebenarnya wirausaha berharap ini dapat diberikan oleh pemerintah dan instansi terkait supaya ada rasa aman dalam menjalankan usaha. Yang membuat mereka termotivasi untuk membuka usaha walaupun di daerah rawan gempa dan tsunami adalah karena peluang yang mereka lihat dalam menjalankan usaha.

  Persoalan yang dihadapi oleh para wirausaha di Kabupaten dan Kota Pariaman tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di kabupaten Pesisir selatan. Keberadaan wirausaha pada daerah rawan gempa dan tsunami tidak berpengaruh pada wirausaha baik dalam mengembangkan usahanaya maupun dalam mendirikan usaha baru karena bagi mereka menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sangat penting dibandingkan dnegan memikirkan bahaya gempa dan stunami.

  Faktor penunjang kebedaan wirausaha pada daerah rawan gempa dan tsunami mempunyai beragam pandangan namun secara keseluruhan dapat diuraikan dibawah ini, diantaranya, pertama tempat usaha merupakan salah satu faktor penentu keberlangsungan wirausaha dalam berwirausaha. Pada umumnya wirausaha merupakan wirausaha yang sudah lama menjalankan usaha ditempat ini dan sebelum gempa dan tsunami tahun 2009 sehingga untuk pindah ketempat lain tidak pernah terpikirkan oleh mereka karena besarnya investasi selama ini dalam membangun tempat dan fasilitas lainnya membuat mereka tidak berencana untuk pindah dan bahkan banyak dari para wirausaha justru menambah investasinya dalam membangun fasilitas untuk usaha. Pada umumnya mereka yang berwirausaha pada daerah ini meruapakan masyarakat asli daerah tersebut sehingga mereka sudah merasa aman dalam berwirausaha di tempat tersebut. Selain itu peluang bagi wirausaha dalam mengembangkan usahanya sangat terlihat karena masyarakat yang menjadi konsumen juga selama ini tidak pernah memperhitungkan masalah daerah zona merah bencana gempa dan tsunami.

  Kedua , pada umumnya peluang yang sangat besar terdapat pada daerah ini atau justru ditepi pantai.

  Wirausaha di dalam menjalankan dan mengembangkan usaha suatu pertimbangan utamanya adalah masalah peluang dan tidak terpikirkan masalah kedaan atau tempat usaha yang terletak di zona merah bencana gempa dan tsunami. Apalagi pada umumnya sekarang di Sumatera Barat sangat meningkatkan pariwisata dan peningkatan wisata justru diarahkan di daerah tepi pantai yang merupakan daerah zona merah gempa dan tsunami. Dengan adanya hal tersebut membuat wirausaha juga semakin berkembang di dearah ini karena wirausaha dengan UKM-UKM nya merupakan penunjang pariwisata

  Ketiga, perhatian Pemerintah baik BPBD, Dinas Koperindag, lembaga keuangan dan juga dinas pariwisata sangat berperan di dalam memajukan wirausaha sehingga wirausaha mempunyai keinginan untuk dapat diberikan perhatian sehingga dalam mengembangkan usahanya akan lebih baik. Selama ini perhatian dari lembaga dan dinas terkait belum pernah di dapatkan oleh wirausaha sehingga untuk mengembangkan wirausaha harus ada bersinerginya lemabaga-lembaga tersebut, (a) Lembaga keuangan sebagai salah satu lembaga penyalur dana sebenarnya mempunyai kewajiban dalam memberikan sosialisai kepada wirausaha agar uang atau pinjaman mereka aman dan dapat dikelola dengan baik. Selama ini lembaga keuangan hanya melihat semuanya secara umum, perlakukan wirausaha yang di daerah rawan gempa dan tsunami dengan yang berada di luar zona tersebut oleh lembaga keuangan selama ini sama seharusnya dilakukan perbedaan sehingga wiarausaha yang berada pada zona merah merasakan perhatian dan perlindungan yang lebih dari lembaga keuangan, (b) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), selama ini yang banyak memberikan sosialisai bagi masyarakat mengenai bencana adalah BPBD yang berada pada daerah masing- masing. Sebenarnya ini adalah kewajiban bagi BPBD dan termasuk bagi wirausaha. Yang selama ini hanya masyarakat luas yang sudah diberikan penyuluhan dan itu juga tidak semua dan hanya beberapa daerah saja. Sedangkan untuk wirausaha belum pernah diberikan sosialisasi padahal wirausaha sebenarnya juga mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan sosialisasi karena ini menyangkut penyelamatan barang- barang ataupun fasilitas usaha dalam kelangsungan wirausaha (c) Dinas Koperindag. Selama ini wirausaha atau UKM berada dibawah dinas Koperindag Kabupaten dan Kota. Selama ini peran Koperindag di dalam mengembangkan wirasuaha khususnya yang berada di daerah zona merah boleh dikatakan tidak ada apalagi dalam hal penyelamatan usaha. Sebenarnya koperindag sangat berwenang di dalam memberikan penyuluhan usaha ataupun dalam menertibkan usaha yang ada di sepanjang zona merah dan apalagi saat ini pada umumnya zona merah merupakan kawasan wisata pantai dan laut.

  , faktor modal di dalam keberlangsungan wirausaha juga perlu diperhatikan. Dalam kondisi

  Keempat

  apapun modal sangat berperan di dalam menjalankan usaha. Mengingat saat ini daerah ini merupakan daerah tujuan wisata maka peluang usaha sangat besar sehingga perlu pemerintah memberikan bantuan modal yang layak sehingga wirausaha mampu untuk berkembang. Support modal bagi wirausaha merupakan salah satu hal yang sangat penting dilakukan oleh pemerintah saat ini mengingat wirausaha adalah salah satu pembangkit perekonomian nasional dan khususnya pada daerah masing-masing.

  KESIMPULAN

  Bencana gempa dan tsunami yang besar yang terjadi tahun 2009 sudah lama berlalu dan kehidupan masyarakat Sumatera Barat telah berangsur-angsur mulai pulih namun masalah gempa dan tsunami tetap menjadi masalah yang berkelanjutan bagi sebahagian orang dan khususnya wirausaha yang berada pada zona merah di Sumatera Barat. Walaupun demikian masih banyak sebenarnya yang perlu kita perhatikan khususnya pemerintah di dalam mengelola wirausaha agar wirausaha juga mampu bertahan dan siap dalam menghadapi bencana jika suatu saat terjadi.

  Bekerjanya BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) dan kurangnya kebijakan pemerintah untuk wirausaha dalam menanggulangi masalah gempa dan tsunami perlu untuk ditindaklanjuti. Untuk itu mengapa masih bertahannya wirausaha pada daerah ini perlu untuk diketahui. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah wirausaha bertahan pada daerah ini dengan berbagai alasan. Pertama pada umumnya wirausaha merupakan wirausaha yang sudah lama menjalankan usaha ditempat ini dan sebelum gempa dan tsunami tahun 2009 sehingga untuk pindah ketempat lain tidak pernah terpikirkan oleh mereka karena besarnya investasi selama ini dalam membangun tempat dan fasilitas lainnya membuat mereka tidak berencana untuk pindah dan bahkan banyak dari para wirausaha justru menambah investasinya dalam membangun fasilitas untuk usaha. Kedua, peluang yang besar terdapat pada tempatnya sekarang, ketiga, kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan kurang pengetahuan mengenai keberadaan di daerah zona merah gempa dan tsunami. Alasan terakhir adalah modal untuk pindah ketempat lain sangat minim sehingga walaupun berada pada zona merah bencana gempa dan tsunami wirausaha masih tetap bertahan.

DAFTAR PUSTAKA

  Anderson, James E, 1994. Public Policy Making – An Introduction (second edition), Texas A & M University. Emrizal dan Markolinda.,Social Education On Earth Quaker and Tsunami Disarter in West Sumatera.,The Journal of Social and Development.,Vol. 32 No. 1. 2016 Duyne-Barenstein, J. (2006),

  “Housing reconstruction in post-earthquake Gujarat: A comparative analysis“, The Humanitarian Practice Network Paper No 54, Overseas Development Institute, London.

  Lee, S.M. & Peterson, S. 2000. Culture, entrepreneurial orientation, and global competitiveness. Journal of World Business, 35: 401 –416. Kuratko, D.F., Hodgetts, R.M. 2004. Entrepreneurship, a Contemporary approach, 2nd Edition, The Dryden Press: Orland, FL. Mair, J., & Schoen, O. (2007). Successful social entreprenrurial business models in the context of developing economies: An exploratory study . International Journal of Emerging Markets, 2(1), 54-68 Primadona., Modal sosial dan wirausaha etnis Minang., Jurnal Polibisnis Politeknik Negeri Padang., volume 6, 2013.

  Wennekers, A. R. M., van Stel, A., Thurik, A. R., & Reynolds, P. D. (2006). nascent entrepreneurship and the level of economic develop- ment. Small Business Economics , 24(3), 293-309.