STUDI IDENTIFIKASI GEMPA BUMI PEMBANGKIT TSUNAMI DI SELATAN PULAU JAWA PERIODE 2005 - 2009

RYANTI RAHMAWATI INDRIANA PURWASIH NIM M0206061 SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA JANUARI 2011

commit to user

iv

SELATAN PULAU JAWA PERIODE 2005 - 2009 RYANTI RAHMAWATI INDRIANA PURWASIH

Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penelitian ini terkait karakteristik gempa bumi yang berpotensi membangkitkan tsunami, pola focal mechanism gempa-gempa di selatan pulau Jawa, dan model penjalaran waktu tiba gelombang tsunami di pantai selatan pulau Jawa berdasarkan identifikasi gempa bumi pembangkit tsunami. Data yang digunakan adalah data gempa yang terjadi pada 17 Juli 2006, 8 Agustus 2007, 2 September 2009, dan 19 September 2006 yang terjadi di selatan pulau Jawa

dengan magnitudo  6,0 SR periode 2005-2009. Untuk membuat focal mechanism digunakan software azmtak, pman, dan set gdev=ps. Sedangkan model penjalaran

waktu tiba menggunakan aplikasi Tsunami Travel Time. Hasil analisa mekanisme fokus, gempa pada 17 Juli 2006 merupakan sesar naik, 8 Agustus 2007 dan 2 September 2009 merupakan sesar transpression. Sedangkan gempa pada 19 September 2006 merupakan sesar transtension.

Hasil model travel time gempa 17 Juli 2006, daerah yang memiliki waktu tiba tercepat adalah Cijarian dengan wa ktu tiba 23’47”; gempa 19 September 2006 daerah yang memiliki waktu tiba tercepat adalah Cipandak dengan waktu tiba 22’14”; gempa 2 September 2009 daerah Cioleng dan Cipari merupakan daerah yang memiliki travel time tercepat kurang dari 15 menit; dan gempa 8 Agustus 2007 tidak dapat dimodelkan karena episenternya berada di daratan.

Kata Kunci: Tsunami, focal mechanism, sesar, Tsunami Travel Time, waktu tiba

commit to user

in SOUTH PART of JAVA ISLAND on 2005 – 2009 PERIODE

RYANTI RAHMAWATI INDRIANA PURWASIH

Physics Departement, Scient Faculty, Sebelas Maret University

ABSTRACT

This research is investigated the characteristics of earthquakes that potentially generate tsunamis, the pattern of focal mechanism earthquakes in the southern island of Java, and the propagation model of the tsunami wave arrival

time at the beach of southern of the Java island, which base on the identification

of tsunami earthquake generation. The data used are the earthquakes that occurred on July 17, 2006, August 8, 2007, September 2, 2009, and September 19, 2006 which occurred in the southern Java island with a magnitude of  6.0 RS in

period 2005-2009. To create a focal mechanism is used azmtak, pman, and set gdev=ps software. While the arrival time propagation modeling using the application Tsunami Travel Time. The results focal mechanism, on July 17, 2006 is a thrust fault/ reverse fault; August 8, 2007, and September 2, 2009 is a transpression fault. While the earthquake that on September 19, 2006 is a transtension fault.

The result of travel time models for earthquake July 17, 2006 the area which has the fastest arrival time is Cijarian with arrival time 23'47"; earthquake on September 19, 2006 the area which has the fastest arrival time is Cipandak with wave arrival time 22'14"; earthquake on September 2, 2009 Cioleng and Cipari has the fastest travel time less than 15 minutes; and on August 8, 2007 earthquake, can not be modeled because the epicenter located on land.

Keyword: Tsunami, focal mechanism, fault, Tsunami Travel Time, arrival time

commit to user

xi

II.9 Mekanisme Fokus (Focal Mechanism) ............................... 19

II.10 Sistem sesar (Fault System) ................................................ 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 23

III.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ......................................... 23

III.2 Peralatan Penelitian ............................................................. 23

III.3 Bahan Penelitian.................................................................. 26

III.4 Prosedur dan Pengumpulan Data ........................................ 27

III.5 Analisa Data Hasil............................................................... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 31

IV.1 Hasil dan Pembahasan......................................................... 31

IV.1.1 Karakteristik Gempa Bumi Berpotensi

Membangkitkan Tsunami .................................... 31

IV.1.2 Pola Focal Mechanism Gempa yang Terjadi di Selatan Pulau Jawa ........................................... 32

IV.1.2.1 Pola Focal Mechanism Gempa pada 17 Juli 2006 ............................... 33

IV.1.2.2 Pola Focal Mechanism Gempa pada 19 September 2006 .................... 35

IV.1.2.3 Pola Focal Mechanism Gempa pada 8 Agustus 2007 .......................... 37

IV.1.2.4 Pola Focal Mechanism Gempa pada 2 September 2009 ...................... 40

IV.1.2.5 Analisa Pola Focal Mechanism Seluruh Data Gempa .......................... 42

IV.1.3 Model Penjalaran Waktu Tiba (Travel Time) Gelombang Tsunami di Selatan Pulau Jawa Berdasarkan Identifikasi Gempa Bumi Pembangkit Tsunami ............................................ 43

IV.1.3.1 Analisa Travel Time Gempa pada

17 Juli 2006 ........................................ 45

commit to user

xii

19 September 2006 ............................. 48

IV.1.3.3 Analisa Travel Time Gempa

2 September 2009 ............................... 52

BAB V PENUTUP ................................................................................... 56

V.1 Simpulan ............................................................................. 56

V.2 Saran .................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 58 LAMPIRAN ............................................................................................... 61

Lampiran A Data Gempa Bumi di Selatan Pulau Jawa

, 6  6 SR Periode 2005 - 2009 ............................ 61

Lampiran B Peta Bathimetri dan Episenter Gempa Bumi

di Selatan Pulau Jawa M

, 6  6 SR Periode

2005 - 2009 ............................................................. 62

Lampiran C Data Stasiun-Stasiun Pengamatan Perekam

Gempa Bumi ........................................................... 63 Lampiran D Data Lokasi AWL di Sepanjang Selatan Pulau Jawa ............................................................... 69

Lampiran E Hasil Fase Digital Seisgram Gempa Bumi

di Selatan Pulau Jawa M

, 6  6 SR Periode

2005 - 2009 ............................................................. 71

commit to user

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya ilmu sains seperti ilmu fisika, maka hidup manusia menjadi lebih mudah. Peranan ilmu fisika sendiri telah banyak berkembang, sebagai contohnya adalah ilmu Geofisika. Dalam ilmu Geofisika pembelajaran tentang bumi menjadi suatu hal yang pokok, terlebih lagi ketika berkaitan dengan pengetahuan tentang gempa bumi tektonik dan tsunami. Perkembangan ilmu geofisika ini semakin ditingkatkan mengingat besarnya dampak dari bencana gempa bumi tektonik dan tsunami yang banyak menelan korban jiwa.

Kepulauan Indonesia merupakan salah satu wilayah di dunia yang memiliki struktur tektonik yang kompleks dan unik. Hal ini dikarenakan kepulauan Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar (triple junction plate ), yakni lempeng Indo-Australia yang relatif bergerak ke utara, lempeng Eurasia yang relatif bergerak ke selatan, dan lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke barat. Kondisi ini menjadikan wilayah Indonesia sebagai daerah tektonik aktif dengan tingkat seismisitas tinggi. Pulau Jawa merupakan pulau yang terletak di selatan batas lempeng Eurasia yang bergerak relatif terhadap lempeng Indo-Australia. Akibatnya, di sepanjang selatan pulau Jawa terlihat tebing yang curam di bawah laut (palung). Dasar tebing tersebut merupakan lempeng Indo-Australia yang menujam tepat di selatan pulau Jawa dengan kecepatan rata-rata 6-7 cm/tahun. Pergerakan ini menimbulkan pergeseran lempeng tektonik pada batas lempeng yang berada di selatan pulau Jawa dan akan membentuk sesar regional maupun lokal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya gempa bumi di sepanjang pantai selatan Jawa dan beberapa diantaranya bisa menimbulkan tsunami (Lay dan Wallace, 1995).

Sudradjat (1997) mendefinisikan gempa bumi merupakan fenomena alam berupa gesekan mekanik yang menimbulkan getaran dan dapat dirasakan oleh

commit to user

dirasakan tergantung pada magnitudo dan intensitas gempa bumi. Di Indonesia pemantauan gempa bumi dilakukan oleh Stasiun Pengamatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang tersebar di seluruh Indonesia.

Salah satu gempa besar yang pernah dialami Jawa Barat yaitu gempa 17 Juli 2006 dengan magnitudo 6,8 SR. Gempa tersebut tergolong gempa dangkal pada kedalaman 33 km di lempeng Sunda di atas zona lempeng Indo-Australia dengan pusat gempa berada di laut. Akibat dari gempa ini adalah terjadi tsunami dan kerusakan yang cukup parah terutama di selatan Tasikmalaya dan pesisir pantai Pangandaran (BMKG, 2010).

Sudradjat (1997) memasukkan wilayah Jawa bagian selatan dalam kelompok pantai yang rawan terhadap bencana tsunami berdasarkan tektonik penyebab bencana gempa bumi.

Wilayah Indonesia dikenal sebagai daerah rawan tsunami. Dalam abad ini telah terjadi empat tsunami antara lain tahun 2004 tsunami di Aceh, tahun 2006 di Pangandaran, tahun 2010-sekarang tsunami di Biak dan Mentawai yang menyebabkan hilangnya ribuan jiwa manusia dan rusaknya hasil-hasil pembangunan. Tsunami-tsunami tersebut dibangkitkan oleh gempa-gempa yang terjadi di dasar laut yang sebagian besar terkonsentrasi di sepanjang patahan aktif Indonesia mulai Sumatera, Jawa, Bali, Nusa tenggara, sebagian berbelok ke utara di Sulawesi kemudian dari Nusa Tenggara sebagian terus ke timur Maluku dan Irian yang mempunyai kondisi tektonik sangat kompleks (Puspito, 1998). Gempa- gempa tersebut sebagian besar merupakan gempa dangkal dengan mekanisme fokus tipe dip-slip yang berasosiasi dengan aktivitas zona subduksi. Berdasarkan hal itu, dianalisa bentuk pola focal mechanism dari gempa-gempa yang terjadi di selatan pulau Jawa sehingga dapat diketahui karakteristik gempa bumi yang berpotensi membangkitkan tsunami. Analisa tsunami travel time untuk membuat model penjalaran waktu tiba gelombang tsunami sehingga diketahui wilayah- wilayah yang terkena dampak tsunami, dan memprediksi waktu penjalaran gelombang di pantai terutama di selatan pulau Jawa berdasarkan identifikasi gempa bumi pembangkit tsunami.

commit to user

menerangkan polarisasi gelombang gempa dan sistem stress yang bekerja dalam konsep sesar. Dengan mempelajari mekanisme fokus dari sekumpulan gempa yang terjadi dapat dianalisis sistem gaya-gaya tektonik yang bekerja di suatu daerah dan dapat menentukan jenis dan pergerakan sesar saat terjadi gempa di suatu wilayah (Prihandoko, 2009).

Travel time adalah waktu yang dibutuhkan oleh gelombang tsunami menjalar dari pusat/ sumber tsunami ke suatu titik tertentu di laut/ pantai. Penjalaran gelombang tsunami tergantung morfologi wilayah dan posisi titik dari source tsunami (Sutowijoyo, 2005). Pemodelan waktu tiba dibuat menggunakan aplikasi TTT (Tsunami Travel Time). Data parameter gempa bumi diperoleh dari Pusat Gempa Nasional (PGN) BMKG. Pemodelan waktu tiba sangat ditentukan oleh tingkat ketelitian data input, yaitu data bathimetri. Analisis ini menggunakan data bathimetri dengan interval data 5 menit. Waktu tiba yang dihasilkan adalah waktu tiba sampai pada daerah-daerah di sekitar pusat gempa.

I. 2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik gempa bumi yang berpotensi membangkitkan tsunami?

2. Bagaimana bentuk pola focal mechanism dari gempa-gempa yang terjadi di selatan pulau Jawa?

3. Bagaimana model penjalaran waktu tiba gelombang tsunami di pantai terutama di selatan pulau Jawa berdasarkan identifikasi gempa bumi pembangkit tsunami?

I. 3 Tujuan Penelitian

Adapun untuk tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami karakteristik gempa bumi yang berpotensi membangkitkan bencana tsunami.

commit to user

terjadi di selatan pulau Jawa.

3. Menentukan model penjalaran waktu tiba gelombang tsunami di pantai terutama di selatan pulau Jawa berdasarkan identifikasi gempa bumi pembangkit tsunami.

I. 4 Manfaat Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Didapatkan karakteristik gempa bumi yang berpotensi membangkitkan bencana tsunami.

2. Didapatkan bentuk pola focal mechanism dari gempa-gempa yang terjadi di selatan pulau Jawa.

3. Prediksi tsunami travel time di selatan pulau Jawa jika terjadi gempa bumi yang membangkitkan tsunami dan pemetaan daerah yang berpotensi terkena dampak tsunami.

I. 5 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan Tugas Akhir ini mengikuti sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I. Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan terdapat pula sistematika penulisan Tugas Akhir. BAB II. Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang beberapa teori yang mendukung mengenai gempa bumi tektonik terutama yang terjadi di selatan pulau Jawa dan keterangan- keterangan yang dapat mempermudah pengertian tentang beberapa istilah yang menyangkut gempa bumi tektonik dan tsunami. Terdapat teori tentang kondisi tektonik pulau Jawa. Selain itu, teori tentang focal mechanism dan tsunami travel time yang dapat memberikan informasi prediksi tsunami travel time di selatan

commit to user

daerah yang berpotensi terkena dampak tsunami. BAB III. Metodologi Penelitian

Dalam bab ini membahas tentang metode pengolahan data dan keterangan yang mendukung pengolahan data tersebut. BAB IV. Pembahasan

Bab ini berisi tentang pembahasan hasil dan analisa dari Tugas Akhir yang disesuaikan berdasarkan tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini. BAB V. Penutup

Pada bab ini memuat beberapa kesimpulan dan saran dari seluruh uraian yang telah dibuat pada bab-bab sebelumnya.

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Tatanan Geologi Kelautan di Indonesia

Tatanan geologi kelautan Indonesia merupakan bagian yang sangat unik dalam tatanan kelautan dunia, karena berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Pasifik, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Eurasia. Bagian barat zona dalam ditempati oleh Paparan Sunda (Sunda Shelf) yang merupakan sub-sistem dari lempeng Eurasia, dicirikan oleh kedalaman dasar laut maksimum 200 meter yang terletak pada bagian dalam gugusan pulau-pulau utama yaitu Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.

Menurut Hamilton (1979), kerumitan dari tatanan fisiografi dan geologi wilayah laut Indonesia disebabkan adanya interaksi lempeng-lempeng kerak bumi Eurasia (utara), Hindia-Australia (selatan), Pasifik-Filipina Barat (timur) dan Laut Sulawesi (utara).

Proses geodinamika global (Moore dan Karig, 1980), berperan dalam membentuk tatanan tepian pulau-pulau Nusantara tipe konvergen aktif (Indonesia maritime continental active margin ), dan bagian luar Nusantara merupakan perwujudan dari zona penunjaman (subduksi).

Gambar 2.1 Fisiografi perairan Indonesia akibat proses tektonik Sumber: Moore dan Karig, 1980

commit to user

Palung laut merupakan bentuk paritan memanjang dengan kedalaman mencapai lebih dari 6.500 meter. Umumnya palung laut ini merupakan batas antara kerak samudera India dengan tepian benua Eurasia sebagai bentuk penunjaman yang menghasilkan celah memanjang tegak lurus terhadap arah penunjaman.

Gambar 2.2 Geomorfologi palung samudra di selatan Jawa Sumber: PPPGL, 2008

Beberapa patahan yang muncul di sekitar palung laut ini dapat reaktif kembali seperti yang diperlihatkan oleh hasil plot pusat-pusat gempa di sepanjang lepas pantai pulau Sumatera dan Jawa (Lubis, 2009).

II. 3 Karakteristik Tsunami

Tsunami berasal dari bahasa Jepang tsu yang artinya pelabuhan dan nami yang berarti gelombang. Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada volume air laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya deformasi dasar laut secara tiba-tiba, terutama dalam arah vertikal. Deformasi tersebut dapat disebabkan oleh tiga sumber utama, yaitu gempa bumi, letusan gunung api, dan longsoran yang terjadi di dasar laut (Iida and Iwasaki, 1983).

commit to user

panjang gelombangnya dapat mencapai 100 km dengan periode gelombang sekitar

60 menit. Karena panjang gelombangnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kedalaman laut, maka tsunami dapat dianggap sebagai gelombang perairan dangkal atau shallow-water wave (Imamura, 1996). Gelombang semacam ini

menjalar dengan kecepatan  v bergantung pada kedalaman laut  d dengan

rumusan:

g v g   (2.1) dimana:

g = percepatan gravitasi Kecepatan penjalaran tsunami akan berkurang dengan berkurangnya kedalaman

laut dan sebaliknya pada laut dalam dapat mencapai orde ratusan km/jam. Misalnya, pada laut dengan kedalaman 4.000 meter kecepatan penjalaran tsunami dapat melebihi 700 km/jam. Kecepatan tersebut akan sangat jauh berkurang pada saat tsunami mencapai garis pantai.

Tinggi gelombang tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi sangat dipengaruhi oleh magnitudo gempa dan bentuk morfologi pantai. Misalnya, gempa dengan M = 7,0 SR akan menghasilkan tsunami dengan tinggi gelombang sekitar 1-2 meter di pusat bumi. Pada saat mendekati pantai tinggi gelombang akan mengalami pembesaran karena adanya penumpukan massa air akibat adanya penurunan kecepatan penjalaran gelombang tsunami. Tinggi gelombang tsunami akan mencapai harga maksimum pada pantai landai dan berlekuk seperti teluk dan sungai. Sementara itu, jarak jangkauan gelombang ke daratan sangat ditentukan oleh terjal landainya bentuk pantai. Pada pantai yang terjal gelombang tsunami tidak akan terlalu jauh mencapai daratan karena tertahan oleh tebing pantai. Sedang di pantai yang landai gelombang tsunami dapat menerjang sampai ratusan meter ke daratan (Puspito, 1998).

commit to user

Tsunami dapat terjadi apabila terdapat sebuah gangguan yang menyebabkan sejumlah besar air (laut) mengalami perpindahan.

Gambar 2.3 Proses terjadinya tsunami Sumber: http://io.ppi-jepang.org

Berpindahnya sejumlah besar air itu bisa disebabkan gempa yang diakibatkan oleh tabrakan lempeng di dasar laut, tanah longsor yang terjadi di dalam laut, aktivitas gunung api di bawah laut yang memuntahkan materialnya di dalam laut, dan jatuhya meteor ke laut.

II. 4.1 Gempa Bumi

Gempa bumi yang terjadi di bawah laut merupakan faktor yang paling sering mengakibatkan tsunami. Gempa yang disebut dengan gempa tektonik ini kebanyakan diakibatkan oleh bergeraknya lempeng bumi yang berada di dasar laut, dan kebetulan pergerakan lempeng bumi itu menabrak lempeng yang lain di dasar laut. Seperti tsunami yang menerjang Aceh (2004), Flores (1992), dan Jawa bagian selatan (2006).

commit to user

Gambar 2.4 Tsunami karena gempa bumi Sumber: www.bmkg.go.id

Lempeng tersebut mengalami pematahan atau penyusupan lempeng yang satu ke bawah lempeng yang lain (daerah subduksi). Sehingga muncul rekahan vertikal pada kerak bumi (di dasar laut). Gerakan vertikal ini menyebabkan dasar laut naik dan turun secara tiba-tiba, sehingga kesetimbangan air di atasnya menjadi terganggu. Apabila kesetimbangan air di atasnya terganggu karena dataran dasar laut yang bergerak di bawahnya, menyebabkan air itu memperoleh energi dari pergerakan lempeng yang kemudian digunakan untuk membentuk sebuah gelombang besar yang disebut tsunami. Tetapi tidak semua gempa bumi dapat menyebabkan tsunami. Gempa itu harus memenuhi beberapa syarat agar terjadi tsunami. Syarat terjadinya tsunami akibat gempa bumi, yaitu:

a. Tipe pensesaran Tipe sesaran yang menyebabkan tsunami yaitu tipe pensesaran naik. Sesaran yang naik akan menekan air yang ada di atasnya untuk berpindah dan bergerak sebagai awal dari lahirnya tsunami.

b. Kemiringan sudut tegak antar lempeng yang bertemu Apabila dua lempeng telah bertemu, menabrak dan hasil dari tabrakan itu menyebabkan salah satu dari lempeng tadi miring dan kemiringannya hampir mencapai tegak lurus, maka kemungkinan terjadinya tsunami akan lebih besar.

commit to user

Tsunami dapat terjadi apabila episentrum gempa letaknya dekat dengan permukaan laut (dangkal).

II. 4.2 Longsor bawah laut

Longsor bawah laut yaitu peristiwa tebing yang berada di dalam laut atau dataran dasar laut yang mengalami peruntuhan dan longsor. Longsor bawah laut ini terjadi akibat adanya tumbukan antara lempeng samudera dan lempeng benua. Sehingga sejumlah air yang berada di sekitar lokasi longsoran mengalami perubahan ketinggian permukaan air secara mendadak. Air yang berubah ketinggiannya itu kemudian menggunakan energi dari longsoran untuk kemudian membuat gelombang besar yang menerjang ke arah pantai. Proses ini mengakibatkan terjadinya palung laut dan pegunungan. Tsunami karena longsoran bawah laut dikenal dengan tsunamic submarine landslide.

Gambar 2.5 Tsunami karena longsoran laut Sumber: Van Andel, 1992

commit to user

sangat banyak. Sehingga tsunami yang terjadi akan semakin besar.

II. 4.3 Aktivitas vulkanik (gunung berapi)

Aktivitas vulkanik berupa gunung meletus yang sangat besar dapat menimbulkan tsunami. Gunung itu dapat berupa gunung di dalam laut maupun gunung yang berada di permukaan laut dan hanya berupa pulau kecil di lautan. Syarat utama yang harus dipenuhi agar terjadi tsunami yaitu, aktivitas vulkanik yang terjadi berskala besar. Sehingga gelombang kejut dan material yang keluar dari dalam gunung (baik material dari semburan gunung berupa batuan piroclastic ataupun material dari tubuh gunung itu sendiri yang hancur karena ledakan yang sangat besar) dapat menimbulkan gangguan pada perairan di sekelilingnya dan berakhir dengan munculnya gelombang tsunami.

Gambar 2.6 Tsunami karena aktivitas vulkanik Sumber: http://io.ppi-jepang.org

Sebagai contoh letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883 di Selat Sunda. Gunung Krakatau yang berupa pulau kecil meletus dengan sangat hebat, bahkan gunung itu lenyap akibat dari letusan. Akibatnya terjadi tsunami di pulau Jawa bagian barat dan Sumatra bagian selatan.

commit to user

Meteor merupakan faktor yang sangat jarang dapat terjadi. Kejadian ini pernah terjadi pada saat masa prasejarah. Pada saat itu di bumi dipenuhi dinosaurus. Pada dasarnya meteor yang jatuh ke bumi terutama jatuh di lautan akan menimbulkan gelombang kejut yang sangat besar, bahkan air pun dapat terbawa olehnya. Bekas dari tabrakan yang menyebabkan sebuah kubah besar di dasar laut yang kemudian terisi air dan air kembali membalik ke daratan. Meteor merupakan faktor yang paling menakutkan karena dapat menyebabkan kehancuran yang menyeluruh (Sutowijoyo, 2005).

II. 5 Gempa Bumi Pembangkit Tsunami

Dari ketiga jenis pembangkit tsunami yaitu: gempa bumi, letusan gunung api dan longsoran gempa merupakan penyebab utama terjadinya tsunami. Sekitar delapan puluh lima persen tsunami yang terjadi di dunia disebabkan oleh gempa. Hasil studi Iida di Jepang (Iida, 1970) menunjukkan bahwa gempa-gempa pembangkit tsunami mempunyai karakteristik tertentu. Jenis gempa yang paling mungkin menghasilkan tsunami adalah gempa-gempa yang terjadi di dasar laut. Kedalaman pusat gempa tergolong dangkal dengan besar magnitudo tertentu. Berdasarkan data tsunami di Jepang, Iida menurunkan hubungan empiris antara besarnya magnitudo minimum  Mm yang mungkin dapat membangkitkan

tsunami dengan kedalaman pusat gempa  D sebagai berikut:

Mm D 005 , 0 , 6  6

(2.2)

Untuk kasus tsunami di Jepang, gempa-gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami adalah gempa bumi dengan magnitudo

, 6  M  SR dan kedalaman pusat

gempa terbesar adalah sekitar 80 km. Jenis pensesaran gempa biasanya tergolong sesar naik (thrust fault/ reverse fault) dan sesar turun/ sesar normal (gravity fault) yang disebabkan oleh gempa-gempa dengan mekanisme fokus tipe dip-slip.

Gempa dengan karakteristik seperti di atas dikenal sebagai ”tsunamigenic earthquake ” yaitu gempa-gempa yang berpotensi dapat membangkitkan tsunami.

Sementara itu ada kalanya gempa-gempa dengan magnitudo kecil kurang dari 6,0

commit to user

dikenal sebagai ”tsunami earthquake” yaitu gempa-gempa yang secara teoritis tidak berpotensi menghasilkan tsunami tetapi ternyata dapat membangkitkan tsunami besar. Gempa-gempa semacam ini biasanya terjadi pada kerak bumi dengan kekompakan batuan rendah dan patahan batuan yang terjadi berlangsung sangat lambat (Puspito, 1998).

II. 6 Magnitudo Tsunami

Magnitudo tsunami adalah ukuran kekuatan tsunami, biasanya terdapat dalam berbagai skala magnitudo. Imamura (1949) dan Iida (1958) membuat skala magnitudo tsunami sebagai berikut: Tabel 2.1 Magnitudo dan ketinggian tsunami

Magnitudo Tsunami (m)

Ketinggian Tsunami h (m)

Tidak ada

0 1 Sangat sedikit

1 2 Beberapa rumah di pantai rusak, kapal terdampar di pantai

2 4-6

Kerusakan dan korban di daerah tertentu dekat pantai

3 10 - 30

Kerusakan sampai sejauh 400 km dari garis pantai

4 > 30

Kerusakan sampai sejauh 500 km dari garis pantai

Wanatabe (1975) dengan menggunakan 82 kasus tsunami yang terjadi di kepulauan Jepang, memberikan rumusan hubungan magnitudo gempa bumi dengan magnitudo tsunami yaitu:

, 16 30 , 2 ,   m M (2.3) dimana:

m = magnitudo tsunami M = magnitudo gempa bumi

Berdasarkan magnitudonya, gempa bumi dapat dikelompokan menjadi 5 kategori berdasarkan dampak kerusakan di sekitar episenter, yaitu:

commit to user

Magnitude (SR)

Kategori gempa bumi

Dampak di sekitar episenter

 8,0 Sangat besar Gempa bumi merusak, dapat menghancurkan infrastruktur di sekitar episenter.

7,0 – 7,9

Besar

Gempa bumi besar, terjadi kerusakan serius.

6,1 – 6,9 Cukup besar Menyebabkan banyak kerusakan pada wilayah yang padat penduduk.

5,5 – 6,0

Sedang

Menimbulkan kerusakan ringan pada gedung dan struktur lainnya.

5,0 – 5,4 Sering dirasakan, tetapi hanya

4,0 menimbulkan kerusakan ringan. – 4,9 Kecil 3,0 – 3,9

Sangat kecil

 2,5 Biasanya tidak dirasakan, tetapi dapat dicatat oleh seismograf.

Adapun untuk hubungan empiris antara magnitudo gempa bumi dengan tsunami seperti terlihat pada tabel 2.3 dibawah ini: Tabel 2.3 Hubungan empiris magnitudo gempa bumi dan tsunami

Kedalaman (km)

Daerah kejadian gempa bumi

Magnitudo gempa (M)

Tsunami potensial

< 70

di laut atau di

pulau kecil

M > 7,8

Kemungkinan terjadi tsunami di laut bebas yang bersifat merusak

7,8  M > 7,5 Kemungkinan terjadi tsunami yang bersifat merusak, dampaknya terbatas sampai jarak 1000 km dari episenter

7,5  M > 7,0 Kemungkinan terjadi tsunami lokal yang bersifat merusak, dampaknya terbatas sampai jarak 100 km dari episenter

7,0  M  6,5 Kemungkinan terjadi tsunami yang bersifat merusak sangat kecil

M < 6,5

Tidak berpotensi tsunami

di darat

Tidak berpotensi tsunami

 70

di darat/ laut

commit to user

adalah:

1. Lokasi episenter di laut atau di Kepulauan busur depan sebelah barat Sumatera, busur Kepulauan sebelah utara Sulawesi Utara, Kepulauan sebelah utara Papua, Kepulauan sebelah utara Flores, busur Kepulauan di laut Banda, busur Kepulauan antara Sulawesi Utara dengan Pulau Halmahera, dan Kepulauan Banggai.

2. Kedalaman ≤ 70 km untuk gempa bumi dengan 7 < M < 8, namun untuk gempa bumi dengan M > 8 dengan kedalaman < 100 km.

3. Magnitudo gempa bumi Mw(mB) > 7,0 untuk gempa bumi di wilayah Indonesia, Mw(mB) > 7,6 untuk gempa bumi di Kepulauan Andaman, PNG Timor Leste dan ASEAN, dan Mw(mB) > 8,0 untuk gempa bumi di luar Kepulauan Andaman, PNG dan ASEAN (Sutowijoyo, 2005).

II. 7 Pemodelan Tsunami

Studi tentang pemodelan tsunami dimulai pada tahun 1969 oleh Aida di Jepang (Imamura dkk, 1995). Pemodelan tsunami pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui arah dan kecepatan penjalaran gelombang, tinggi gelombang atau run-up di pantai, dan waktu tiba (arrival time) tsunami di pantai.

Travel time adalah waktu yang dibutuhkan oleh gelombang tsunami menjalar dari pusat/ sumber tsunami ke suatu titik tertentu di laut/ pantai. Penjalaran gelombang tsunami tergantung morfologi wilayah dan posisi titik dari source tsunami (Sutowijoyo, 2005). Sumber pembangkit tsunami diasumsikan sebagai perubahan dasar laut dalam arah vertikal yang didekati dengan model sesar (fault) atau perubahan dasar laut dalam arah horisontal (Imamura, 1996). Pemodelan memerlukan dua input utama, yaitu karakteristik pensesaran gempa bumi pembangkit tsunami dan karakteristik bathimetri.

Parameter sesar yang diperlukan sebagai input bagi pemodelan tsunami adalah: (1) geometri sesar yang meliputi panjang, lebar, strike, dip dan slip, (2) dislokasi, dan (3) kedalaman pusat gempa bumi yang diasumsikan sebagai pusat pensesaran. Panjang, lebar dan arah strike bidang sesar diperoleh dari pengeplotan

commit to user

pembangkit tsunami. Besaran dip dan slip diperoleh dari solusi mekanisme fokus gempa yang merupakan representasi dari proses pensesaran yang menimbulkan gempa tersebut (Puspito, 1998).

Gambar 2.7 Peta sejarah tsunami

Sumber: http://io.ppi-jepang.org

II. 8 Daerah Rawan Bencana Tsunami di Indonesia

Indonesia berdiri di atas beberapa buah lempeng tektonik. Lempeng- lempeng tektonik itu masing-masing masih bergerak bebas seiring dengan pergerakan batuan cair di bawahnya. Semakin banyak pulau di sebuah wilayah maka lempeng yang berada di bawahnya semakin banyak dan aktif, sehingga sering sekali bergerak dan menimbulkan goncangan.

Beberapa daerah di Indonesia termasuk ke dalam daftar daerah yang berpotensi terserang tsunami apabila terjadi gempa bumi yang disebabkan tumbukan lempeng. Hal ini dikarenakan Indonesia yang berupa negara kepulauan memiliki beberapa lempeng yang masih aktif hingga sekarang dan pulau-pulau yang ada kebanyakan berada di atas lempeng masing-masing (terutama Sulawesi,

commit to user

yang berasal dari laut akibat dari tabrakan lempeng yang satu dengan lempeng yang lainnya, maka daerah yang bersangkutan yang berada di sekitar area tabrakan harus bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya tsunami. Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, beberapa daerah yang rawan tsunami di Indonesia yaitu:

a. Aceh

h. Bali

b. Sumatera Utara

i. NTB dan NTT

c. Sumatera Barat j. Sulawesi Utara, Tengah, Selatan

d. Bengkulu k. Maluku Utara dan Selatan

e. Lampung

l. Biak

f. Banten m. Yapen dan Fak-Fak di Papua

g. Pesisir Jawa dan DIY bagian selatan

n. Balikpapan

Dari sekian daerah yang rawan terjadinya tsunami, pulau Kalimantan merupakan satu-satunya pulau besar yang cukup aman akan terjangan tsunami. Daerah yang berbahaya hanya sebagian Kalimantan bagian timur.

Gambar 2.8 Daerah rawan tsunami di Indonesia Sumber: Sulaiman, 1989

commit to user

terjadinya tsunami karena wilayah-wilayah tersebut terletak tepat di tepi lempeng- lempeng bumi yang masih aktif dan masih giat bergerak. Beberapa wilayah mempunyai tingkat terjadinya tsunami yang cukup tinggi. Contohnya: daerah pesisir barat Sumatera, pesisir selatan Jawa, dan pesisir selatan Nusa Tenggara, rawan akan terkena tsunami karena wilayah-wilayah tersebut terletak di tepi lempeng besar Eurasia yang kerap bergerak dan menabrak lempeng Indo- Australia sehingga menghasilkan zona subduksi kemudian terjadi tsunami.

Sedangkan daerah-daerah lain yang juga rawan terkena tsunami apabila terjadi pergerakan dan tabrakan lempeng yaitu, utara NTT, sebagian kecil pantai barat Kalimantan, seluruh pesisir Sulawesi, seluruh pesisir Maluku, dan pantai barat Irian Jaya. Daerah-daerah ini rawan tsunami apabila terjadi kegiatan antara lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta beberapa lempeng mikro yang memangku Maluku.

Daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang potensial terkena tsunami apabila terjadi interaksi antar lempeng sehingga menimbulkan zona subduksi di dalam laut yang kemudian memicu terjadinya tsunami (Sutowijoyo, 2005).

II. 9 Mekanisme Fokus (Focal Mechanism)

Mekanisme fokus (focal mechanism) adalah suatu model yang menerangkan polarisasi gelombang gempa dan sistem stress yang bekerja dalam konsep sesar. Dengan mempelajari mekanisme fokus dari sekumpulan gempa yang terjadi dapat dianalisis sistem gaya-gaya tektonik yang bekerja di suatu daerah dan dapat menentukan jenis dan pergerakan sesar saat terjadi gempa di suatu wilayah (Prihandoko, 2009).

Hubungan gempa bumi dengan bidang sesar ditunjukkan dari beberapa analisis yang menyimpulkan bahwa gempa-gempa kecil di daerah yang berfrekuensi gempa rendah dapat digunakan atau ditandai daerah yang mempunyai bahaya gempa. Bidang sesar dalam hal ini menandakan gerak vertikal dua blok sesar di daerah dimana sesar aktif yang sebelumnya tidak pernah diduga dapat terjadi.

commit to user

gaya-gaya di daerah itu, misalnya dalam studi gempa mikro yang merupakan karakteristik daerah yang dapat memisahkan gempa-gempa akibat gaya tektonik dengan gempa-gempa yang disebabkan oleh keaktifan geothermal. Dalam hal ini sesar akibat gempa tektonik ditandai dengan gerakan horizontal (Lowrie, 2007).

Mekanisme gempa bumi umumnya diakibatkan oleh deformasi batuan akibat adanya sesar. Sesar merupakan gerakan menggeser secara horizontal dan atau vertikal tanpa membentuk kerak baru. Sesar atau patahan terjadi karena tekanan yang sangat kuat, terlebih bila berlangsung sangat cepat. Batuan tidak hanya retak akan tetapi akan terjadi pergeseran posisi (displacement). Daerah sepanjang patahan umumnya merupakan daerah pusat gempa bumi karena selalu mengalami pergeseran batuan kerak bumi di sepanjang patahan. Bidang patahan merupakan bidang miring (Sykes, 1967).

II. 10 Sistem Sesar (Fault System)

Batas lempeng dalam skala yang lebih kecil dikenal sebagai sesar yang merupakan suatu batas yang menghubungkan dua blok tektonik yang berdekatan (Puspito, 2000). Bidang sesar (fault plane) adalah sebuah bidang yang merupakan bidang kontak antara dua blok tektonik. Pergeseran bidang sesar dapat berkisar dari antara beberapa meter sampai mencapai ratusan kilometer. Sesar merupakan jalur lemah, dan lebih banyak terjadi pada lapisan yang keras dan rapuh. Bahan yang hancur pada jalur sesar akibat pergeseran, dapat berkisar dari gouge (suatu bahan yang halus/ lumat akibat gesekan) sampai breksi sesar, yang mempunyai ketebalan antara beberapa sentimeter sampai ratusan meter (lebar zona hancuran sesar).

Unsur-unsur sesar yaitu hanging wall (atap sesar) adalah bongkah sesar yang terdapat dibagian atas bidang sesar, dan foot wall (alas sesar) adalah bongkah sesar yang berada dibagian bawah bidang sesar. Bidang sesar terbentuk akibat adanya rekahan yang mengalami pergeseran. Bentuk-bentuk sistem sesar yaitu: sesar normal, sesar balik (reverse), sesar peralihan (transform fault), dan

commit to user

dextral , jika horizontal relatif bergerak ke kiri disebut sesar sinistral.

1. Sesar Mendatar (Strike-slip fault), yaitu sesar dengan blok bergerak relatif mendatar/ horisontal satu sama lainnya. Sesar mendatar ditentukan dengan menghadap bidang sesar. Tipe ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Sesar mendatar menganan (right lateral-strike slip fault), arah gerakan sesar mendatar searah jarum jam.

b) Sesar mendatar mengiri (left lateral-strike slip fault), arah gerakan sesar mendatar berlawanan arah jarum jam.

2. Sesar tidak mendatar, yaitu sesar dengan blok bergerak relatif vertikal atau miring. Tipe ini dibagi menjadi tiga, yaitu:

a) Sesar naik (Trust fault/ reverse fault), yaitu sesar dengan pergerakan hanging wall bergerak relatif naik terhadap footwall, dengan kemiringan bidang sesar besar. Sesar ini mengalami pergeseran sepanjang garis lurus. Pada umumnya, sesar turun dan sesar naik pergerakannya hanya vertikal, sehingga sering disebut sesar dip-slip.

b) Sesar turun (Normal fault), yaitu sesar dengan pergerakan hanging wall bergerak relatif turun terhadap footwall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar.

c) Sesar miring (Oblique fault), yaitu sesar dengan pergerakan blok vertikal yang diiringi dengan gerakan horizontal. Gaya-gaya yang bekerja menyebabkan sesar mendatar dan sesar turun.

d) Sesar Gunting (Hinge fault), yaitu sesar dengan pergerakan blok vertikal yang sebagian diiringi dengan gerakan horizontal. Pergerakan sesar ini sama dengan sesar Oblique. Sesar yang pergeserannya berhenti pada titik tertentu sepanjang jurus sesar. Gaya yang bekerja sama dengan sesar normal (Wilson, 1965).

commit to user

Gambar 2.9 Pola focal mechanism Sumber: http://earthquake.usgs.gov

Parameter sesar (focal mechanism) adalah sebagai berikut:

a. Jurus (strike) adalah arah dari garis horizontal yang terletak pada bidang miring yang diukur pada arah utara.

b. Kemiringan (dip) adalah kecondongan dengan sudut kemiringan terbesar, dibentuk oleh bidang miring dengan garis horizontal diukur tegak lurus jurus.

c. Plunge adalah besar sudut pada bidang vertikal antara garis dengan bidang horizontal.

d. Rake adalah besar sudut antara garis dengan garis horizontal yang diukur pada bidang dimana garis tersebut terdapat.

e. Slip adalah pergeseran relatif pada sesar (Prihandoko, 2009).

d.

e.

Oblique fault

f.

Hinge fault

g.

commit to user

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Pengamatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kelas I D.I Yogyakarta, yang berada di RT: 01, RW:

27, Dusun Jitengan, Desa Balecatur, Kecamatan Gamping Km.8, Kabupaten Sleman, Propinsi D.I Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu mulai tanggal 20 September 2010 – 20 Nopember 2010.

III.2 Peralatan Penelitian

Pada penelitian ini digunakan peralatan sebagai berikut:

1. Seperangkat komputer/ PC

2. Perangkat jaringan seismograf yaitu SeisComP3 Pengamatan dan analisa gempa bumi dengan pusat gempa di selatan pulau Jawa menggunakan gempa bumi utama yang terekam oleh jaringan seismograf SeisComP3. SeisComP3 terdapat di BMKG pusat Jakarta dan seluruh BMKG regional/ balai wilayah.

3. Perangkat lunak focal mechanism (Azmtak, Pman, Set gdev=PS, dan Adobe writer 5.0 ) Mekanisme fokus (focal mechanism) adalah suatu model yang menerangkan polarisasi gelombang gempa dan sistem stress yang bekerja dalam konsep sesar. Dengan mempelajari mekanisme fokus dari sekumpulan gempa yang terjadi dapat dianalisis sistem gaya-gaya tektonik yang bekerja disuatu daerah dan dapat menentukan jenis dan pergerakan sesar saat terjadi gempa di suatu wilayah (Prihandoko, 2009).

4. Aplikasi Tsunami Travel Time (TTT) Travel time adalah waktu yang dibutuhkan oleh gelombang tsunami menjalar dari pusat/ sumber tsunami ke suatu titik tertentu yang terletak di laut atau

23

commit to user

posisi titik dari source tsunami. Untuk menganalisa tsunami travel time menggunakan aplikasi Tsunami

Travel Time (TTT) yang dikembangkan oleh Aul Wessel (http://www.geoware-online.com). TTT SDK memiliki fasilitas memprediksi waktu penjalaran tsunami (tsunami travel time) dengan sistem grid geografis (latitude dan longitude) yang dibangun dengan input data grid bathimetri. Dengan menggunakan asumsi kecepatan gelombang  v pada awal terjadi

tsunami:

  y x d g y x v x , ,  

(3.1) dimana:

g  percepatan normal gravitasi (yang digunakan sebagai fungsi sumbu y)

d  kedalaman laut (dengan nilai positif jika semakin dalam) TTT menggunakan Huygens circle constructions untuk mengintegrasikan waktu penjalaran dari pusat gempa ke daerah-daerah di sekitar episenter. Dengan model yang digunakan sebagai berikut:





 dx s x

dx

(3.2) dimana:

r  jarak dari sumber gempa ke titik lain yang berada pada radius r .

  v x s x 1   perlambatan/ pelemahan gelombang sepanjang garis radius.

Penghalang (barrier) diasumsikan proses perlambatan gelombang sepanjang garis radius. Fungsi linear dibangun dari grid kecepatan. Poligon dibuat lebih dari 64 titik. Untuk meminimalkan bias secara langsung, maka poligon- poligon didekatkan pada lingkaran-lingkaran, kemudian model bathimetri yang lengkap dari dasar laut menghasilkan kontur waktu penjalaran mendekati dengan titik pusat, dan waktu penjalaran akan bergerak ke segala arah dengan nilai 0,25% dari nilai teoritiknya.

commit to user

a. ttt_client.exe

“ttt_client” perintah yang dibuat dengan DOS untuk membuat TTT grid (dalam format GMT grdfile atau GeoTIFF) yang digunakan sebagai input

bathimetri grid dan sumber lokasi gempa. Perintah ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan data waktu penjalaran pada setiap stasiun pengamatan yang telah dimasukkan dalam grid. Perintah yang digunakan: ttt_client [-B<input_bathymetry_file> or –F<input_ttt_file>] [- A<stations_file>] [-E<lon/lat> or –e<file>] [-I] [-N<nodes>] [- O|o<yyyy/mm/dd/hh/mi/ss>]

[S[<radius>]

[/<depth>]] [-

T<output_ttt_file>] [-G<output_geotiff_file>] [-V[L]] [-U] Jika –B option digunakan, ttt_client menggunakan perintah <input_bathymetry_file> dengan urutan sebagai berikut:

1. Jika filename diakhiri dengan ".b" itu dibaca sebagai data bathimetri [GMT binary float format].

2. Jika $TTT_DIR/<input_bathymetry_file>.i2 exists itu akan digunakan sebagai data bathimetri [GMT binary short format]. Jika –F option digunakan, ttt_client opens the pre-computed <input_ttt_file> grid dan jangan dihitung waktu penjalaran. Pilihan ini sebaiknya digunakan dengan –A untuk menghitung travel time pada stasiun yang digunakan pada ttt grid.

(ttt_fancy_pac.bat,

ttt_fancy_ind.bat,

ttt_fancy_atl.bat) Ketiga batch file (ttt_fancy_pac.bat, ttt_fancy_ind.bat, ttt_fancy_atl.bat) dijalankan dari windows command line. Dijalankan menggunakan GMT commands untuk membuat peta kontur tsunami travel time yang berwarna (dengan shaded-relief bathymetry) dengan commands ttt_client.exe. Masing-masing batch disesuaikan untuk masing-masing blok wilayah samudra (Pacific, Indian, Atlantic).

commit to user

perintah berikut: ttt_fancy_pac <input_tttgrid> <input_bathygrid> <input_epicenter_file> <output_psfile> ttt_fancy_ind <input_tttgrid> <input_bathygrid> <input_epicenter_file> <output_psfile> ttt_fancy_atl <input_tttgrid> <input_bathygrid> <input_epicenter_file> <output_psfile> (Wibowo, 2010).

5. Perangkat lunak: Microsoft Word 2007, Microsoft Excel 2007 (sebagai perangkat lunak pengolah data).

III.3 Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data gempa bumi dari PGN (Pusat Gempa Nasional) BMKG yang berasal dari gempa utama yang terekam oleh jaringan seismograf SeisComP3 yang terjadi di selatan pulau Jawa periode 2005 – 2009 dengan kriteria magnitudonya

, 6  6 SR (data secara keseluruhan berada di bagian lampiran).

Selain itu, dalam penelitian ini menggunakan stasiun-stasiun yang merekam gempa bumi yang terjadi di selatan pulau Jawa yaitu AU (Geoscience Australia), GE (Geofon), II (Global Seismograph Network GSN-IRIS/ IDA), IU (Global Seismograph Network GSN-IRIS/ USGS), JP (Japan Meteorological Agency Seismic Network), MN (Mednet), MY (Malaysian National Seismic Network).

Model tsunami travel time dibuat menggunakan aplikasi TTT (Tsunami Travel Time ). Analisa tsunami travel time menggunakan input masing-masing data episenter gempa bumi yang terjadi di selatan pulau Jawa dan input stasiun- stasiun AWL berupa stasiun simulasi dengan memilih daerah-daerah dekat pantai disepanjang selatan pulau Jawa. Data input yang digunakan adalah data bathimetri. Analisis ini menggunakan data bathimetri dengan interval 5 menit. Waktu tiba (arrival time) yang dihasilkan adalah waktu tiba sampai daerah-daerah di sekitar pusat gempa (episenter).

commit to user

a. Data stasiun-stasiun pengamatan yang merekam gempa bumi (terlampir)

b. Data stasiun AWL simulasi/ model di sepanjang selatan pulau Jawa (terlampir)

III.4 Prosedur dan Pengumpulan Data

Prosedur kerja dalam penelitian ini dideskripsikan dalam diagram penelitian seperti berikut:

Gambar 3.1 Diagram penelitian

Pengolahan focal mechanism menggunakan azmtak, pman, set gdev=ps, dan adobe writer 5.0

Pembuatan model penjalaran waktu tiba menggunakan

aplikasi TTT (Tsunami Travel Time)

Analisa Data Hasil

Kesimpulan

Mulai

Pengumpulan data gempa bumi di selatan pulau Jawa periode 2005 – 2009 dengan magnitudo

, 6  6 SR merupakan kriteria gempa bumi berpotensi dapat membangkitkan tsunami

Pengumpulan sinyal yang merekam gempa bumi di selatan pulau Jawa periode 2005 - 2009 dengan

magnitudo

, 6  6 SR yang terekam jaringan

seismograf SeisComP3 dan beberapa stasiun yaitu AU, MN, MY, II, IU, JP, dan GE

Selesai

commit to user

1. Pengumpulan data gempa bumi di selatan pulau Jawa periode 2005 - 2009 dengan magnitudo

, 6  6 SR merupakan kriteria gempa bumi berpotensi dapat membangkitkan tsunami .

Dalam penelitian ini digunakan data gempa bumi di selatan pulau Jawa periode 2005 - 2009 dengan magnitudo

, 6  6 SR karena merupakan kriteria gempa bumi berpotensi dapat membangkitkan tsunami. Data gempa bumi tersebut diperoleh dari Pusat Gempa Nasional (PGN) BMKG yang terekam oleh jaringan seismograf SeisComP3.

2. Pengumpulan sinyal yang merekam gempa bumi di selatan pulau Jawa periode 2005 - 2009 dengan magnitudo

, 6  6 SR yang terekam jaringan seismograf

SeisComP3 dan beberapa stasiun yaitu AU, MN, MY, II, IU, JP, dan GE.

Sinyal yang merekam gempa bumi tersebut berupa digital seisgram (http://www.iris.edu/dms/wilber.htm). Dari sinyal gelombang tersebut dianalisa distribusi data polaritas yang merupakan kompresi (up) dan dilatasi (down) dari gerak awal gelombang P. Selanjutnya, proses pengumpulan stasiun-stasiun yang terekam jaringan seismograf SeisComP3 dan beberapa stasiun, yaitu AU (Geoscience Australia), GE (Geofon), II (Global Seismograph Network GSN- IRIS/IDA), IU (Global Seismograph Network GSN-IRIS/USGS), JP (Japan Meteorological Agency Seismic Network), MN (Mednet), MY (Malaysian National Seismic Network).

3. Pengolahan focal mechanism menggunakan azmtak, pman, set gdev=ps

Data hasil distribusi polaritas gempa setiap terjadi gempa bumi kemudian di plot ke notepad bentuk dalam (.DAT file) dengan parameter latitute, longitude, kedalaman, banyaknya stasiun yang merekam, nama stasiun yang merekam, dan hasil distribusi polaritasnya.

Selanjutnya, mengeplot stasiun-stasiun yang merekam kejadian gempa. Karena gempa yang terjadi di sepanjang selatan pulau Jawa, maka stasiun yang digunakan adalah stasiun yang berada di sekitar atau di dekat selatan pulau Jawa. Stasiun-stasiun tersebut diplot ke wordpad dalam bentuk (.STA file).

commit to user

setiap data gempa yang terjadi sehingga didapatkan output dalam bentuk notepad dengan bentuk (.OUT file).

Dari hasil output tersebut diolah kembali dengan Pman untuk dapat masuk ke program set gdev=ps. Kemudian masuk ke program set gdev=ps dan muncul hasil focalnya. Selanjutnya, hasil focal dipindah ke adobe writer 5.0.