BAB II KONSEP PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM aea15f5334 BAB IIBAB 2 KONSEP PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB II
KONSEP PERENCANAAN
BIDANG CIPTA KARYA
2.1.

Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya
Konsep perencanaan dan pelaksanaan bidang Cipta Karya merupakan suatu

arahan dalam pencapaian pembangunan permukimn yang layak huni dan
berkelanjutan. Dalam konsep perencanaan dan pelaksanaan bidang Cipta Karya
memuat arahan kebijakan tentang amanat penataan ruang, amanat pembangunan
nasional, amanat pembangunan bidang PU/CK, serta amanat internasional mengenai
pembangunan berkelanjutan secara global.
Dalam arahan konsep ini perlu diperhatikan juga kondisi eksisting dari
pembangunan bidang Cipta Karya, isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan serta
permasalahan-permasalahan dan potensi-potensi yang dimiliki daerah. Keterkaitan
dari kebijakan-kebijakan amanat pembangunan berkelanjutan dengan kondisi
eksisting dari pembangunan Bidang Cipta Karya, isu-isu strategis, serta permasalahan

dan potensi yang dimiliki daerah akan menghasilkan rencana dan program bidang
Cipta Karya dan pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya.
Dengan dukungan dari stakeholder, dalam hal ini pihak dari daerah
(provinsi/kota/kabupaten), dunia usaha dan masyarakat secara tepat, maka cita-cita
untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan akan dapat
terlaksana dan tercapai.

BAB II - 1

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

Gambar 2.1 Konsep Perencanaan dan Pembangunan Bidang Cipta Karya

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

2.2.

Amanat Pembangunan Nasional


2.2.1. RPJP Nasional 2005 – 2025 (UU No.17 Tahun 2007)
A. Umum
Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang No. 25 tahun Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional disusun sebagai penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara
Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional.
Pembangunan

Nasional

adalah

rangkaian

upaya

pembangunan


yang

berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana
dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Untuk itu dalam 20 tahun mendatang sangat penting dan mendesak bagi
Bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah
antara lain dibidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia,
lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar
ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar, serta daya saing yang kuat
didalam pergaulan masyarakat internasional.
Dengan ditiadakannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai
pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional dan diperkuatnya otonomi
daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,
maka untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan, Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional sangat diperlukan. Sejalan dengan Undang-Undang No. 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang
memerintahkan penyusunan RPJP Nasional yang menganut paradigma perencanaan
yang visioner, maka RPJP Nasional hanya memuat arahan secara garis besar.
Kurun waktu RPJP Nasional adalah 20 tahun. Pelaksanaan RPJP Nasional 2005 –

2025 terbagi dalam tahap-tahp perencanaan pembangunan dalam periodesasi
perencanaan pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima) tahunanyang
dituangkan dalam RPJM Nasional I tahun 2005 – 2009, RPJM Nasional II tahun 2010 –
2014, RPJM Nasional III tahun 2015 – 2019, dan RPJM Nasional IV tahun 2020 – 2024.
B.

Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun 2005 – 2025
Berdasarkan kondisi Bangsa Indonesia saat ini, tantangan yang dihadapi dalam

20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh
BAB II - 3

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

bangsa Indonesia dan amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan
Nasional tahun 2005 – 2025 adalah, INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN
MAKMUR.
Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8

(delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut :
1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah Pancasila
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan kepentingan nasional
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia
2.2.2. RPIJM Nasional 2010 – 2014 (Perpres No. 05 Tahun 2010)
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No.25 Tahun
2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional, dipandang perlu

menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010 – 2014.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014, yang

selanjutnya disebut RPJM Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan
nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun
2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga tahun 2010
– 2014, yang selanjutnya disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga, adalah
dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun terhitung
sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya disebut
RPJM Daerah, adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5
tahun sesuai periode masing-masing pemerintah daerah. RPJM Nasional memuat
strategipembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga,
kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup
BAB II - 4

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam
rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif. RPJM Nasional berfungsi sebagai :
a. Pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis

Kementerian/Lembaga
b. Bahan penyusunan dan perbaikan RPJM Daerah dengan memperhatikan tugas
pemerintah daerah dalam mencapai sasaran nasional yang termuat dalam
RPJM Nasional
c. Pedoman pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah

2.2.3. MP3EI (Perpres No. 32 Tahun 2010)
Dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005 – 2025 dan untuk melengkapi dokumen perencanaan guna meningkatkan daya
saing perekonomian nasional yang lebih solid, diperlukan adanya suatu masterplan
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia yang memiliki arah
yang jelas, strategi yang tepat, focus dan terukur. Berdasarkan pertimbangan, maka
perlu ditetapkan Peraturan Presiden tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.

Gambar 2.2 Kedudukan MP3EI dalam Konteks Perencanaan

BAB II - 5

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN

KABUPATEN PROBOLINGGO

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun

1945

dan

Undang-Undang

Nomor

17

Tahun

2007

tentang


Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, maka ditetapkan
Peraturan Presiden tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025, yang selanjutnya disebut MP3EI.
MP3EI

merupakan

arahan

strategis

dalam

percepatan

dan


perluasan

pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak
tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen
perencanaan.
MP3EI tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Presiden ini. MP3EI berfungsi sebagai :
a. Acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non kementerian untuk
menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas masing-masing, yang
dituangkan

dalam

kementerian/lembaga

dokumen
pemerintah


rencana
non

strategis

kementerian

masing-masing

sebagai

bagian

dari

dokumen perencanaan pembangunan.
b. Acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait.
MP3EI dapat menjadi acuan bagi badan usaha dalam menanamkan modal di
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Koordinasi
pelaksanaan MP3EI dilakukan oleh Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025, yang selanjutnya disebut KP3EI. KP3EI mempunyai tugas:
a. Melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan MP3EI
b. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan MP3EI
c. Menetapkan langkah-langkah dan

kebijakan

dalam

rangka

penyelesaian

permasalahan dan hambatan pelaksanaan MP3EI.
MP3EI digagas untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi
melalui

pengembangan

pertambangan,

energi,

8

program

industri,

utama,

kelautan,

yang

pariwisata,

terdiri
dan

atas

pertanian,

telematika,

serta

pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program tersebut dibagi lagi ke dalam
22 kegiatan ekonomi utama (lihat gambar 2.3)
BAB II - 6

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

Gambar 2.3 Kegiatan Ekonomi Utama

Sedangkan strategi pengembangan 22 kegiatan ekonomi tersebut adalah
mengintegrasikan tiga elemen utama, meliputi:
1. Pengembangan potensi ekonomi wilayah di 6 Koridor Ekonomi Indonesia, yaitu:
Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan,
Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara, dan Koridor
Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku;
2. Memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan terhubung
secara global (locally integrated, globally connected);
3. Memperkuat

kemampuan

SDM

dan

IPTEK

nasional

untuk

mendukung

pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi.
BAB II - 7

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan makin terarah karena digenjot
pada 8 program utama berbasis potensi nasional (yang terdiri dari 22 kegiatan
ekonomi) dan berlangsung lintas wilayah di 6 koridor, terkoneksi, dan terintegrasi. Pada
gilirannya strategi tersebut diharapkan menunjang penguatan kapasitas SDM dan
penguasaannya terhadap pengembangan IPTEK.

Gambar 2.4 Tema Pembangunan Masing-Masing Koridor Ekonomi

2.2.4. MP3KI
Ketidakseimbangan

pertumbuhan

ekonomi

menciptakan

kesenjangan,

ketidakstabilan dan meluasnya ketidaksejahteraan. Sehingga, membuat pemerintah
merasa perlu untuk melengkapi master plan pertumbuhan ekonomi dengan master
plan pengurangan kemiskinan agar dunia seimbang (equilibrium). Master plan tersebut
adalah Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan (MP3KI), yang
bertujuan memeratakan pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi kesenjangan.
MP3KI adalah affirmative action, sehingga pembangunan ekonomi yang
terwujud tidak hanya Pro-growth, tetapi juga Pro-Poor, Pro-job dan Pro-environment;
termasuk penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat miskin.
BAB II - 8

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

Substansi yang melatarbelakangi perluasan pengurangan kemiskinan melalui
MP3KI dapat dirangkum dalam 9 alasan, yaitu:
1. Pertumbuhan penduduk yang besar (bisa jadi potensi, bisa juga jadi tantangan)
2. Lahan usaha petani dan nelayan makin terbatas
3. Peluang dan pengembangan usaha si miskin amat terbatas
4. Urbanisasi memperparah kemiskinan perkotaan (slum and squatter)
5. Rendahnya kualitas SDM usia muda
6. Rendahnya penyerapan kerja sector industri
7. Masih banyak daerah terisolir dengan akses pelayanan dasar yang rendah
8. Belum tersedianya jaminan sosial yang komprehensif
9. Masih terjadi marjinalisasi penduduk miskin, cacat, illegal, berpenyakit kronis dsb

Gambar 2.5 Kerangka Desain MP3KI

Tahapan Pelaksanaan MP3KI
Periode 2013-2014:


Percepatan pengurangan kemiskinan untuk mencapai target 8% - 10%
pada tahun 2014;



Perbaikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.



Pada kantong-kantong kemiskinan, sinergi lokasi dan waktu, serta
perbaikan sasaran (seperti : Program Gerbang Kampung di Menko Kesra);
BAB II - 9

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO



Sustainable livelihood penguatan kegiatan usaha masyarakat miskin,
termasuk membangun keterkaitan dengan MP3EI;



Terbentuknya BPJS kesehatan pada tahun 2014 .

Periode 2015 – 2019:


Transformasi program-program pengurangan kemiskinan;



Peningkatan cakupan, terutama untuk Sistem Jaminan Sosial menuju
universal coverage;



Terbentuknya BPJS Tenaga Kerja;



Penguatan sustainable livelihood.

Periode 2020-2025:


Pemantapan sistem penanggulangan kemiskinan secara terpadu;



Sistem jaminan sosial mencapai universal coverage.

Gambar 2.6 Skenario Tahapan Pelaksanaan MP3KI

BAB II - 10

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

Gambar 2.7 Kolaborasi MP3EI dengan MP3KI

2.2.5. KEK (UU No. 39 Tahun 2009)
Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilaksanakan
pembangunan perekonomian nasional berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
Sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka demokrasi
ekonomi,

diperlukan

keberpihakan

politik

ekonomi

yang

lebih

memberikan

kesempatan dan dukungan pada usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi
dan sekaligus memberikan manfaat bagi industri dalam negeri. Berkaitan dengan hal
itu, dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) disediakan lokasi bagi UMKM dan koperasi
agar dapat mendorong terjadinya keterkaitan dan sinergi hulu hilir dengan
perusahaan besar, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung Pelaku
Usaha lain.
BAB II - 11

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional,
diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki
keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk
memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang
memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat
perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan
untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan
sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal mengatur bahwa ketentuan mengenai Kawasan Ekonomi Khusus diatur dengan
Undang-Undang. Ketentuan tersebut menjadi dasar hukum perlunya diatur kebijakan
tersendiri mengenai KEK dalam suatu Undang-Undang.
Ketentuan KEK dalam Undang-Undang ini mencakup pengaturan fungsi, bentuk,
dan kriteria KEK, pembentukan KEK, pendanaan infrastruktur, kelembagaan, lalu lintas
barang, karantina, dan devisa, serta fasilitas dan kemudahan.
KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah untuk melakukan
dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan
dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata,
dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona,
antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi,
pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk
dalam negeri.
Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KEK
adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, tidak berpotensi mengganggu
kawasan lindung, adanya dukungan dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam
pengelolaan KEK, terletak pada posisi yang strategis atau mempunyai potensi sumber
daya unggulan di bidang kelautan dan perikanan, perkebunan, pertambangan, dan
pariwisata, serta mempunyai batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan.
Untuk menyelenggarakan KEK, dibentuk lembaga penyelenggara KEK yang
terdiri atas Dewan Nasional di tingkat pusat dan Dewan Kawasan di tingkat provinsi.
Dewan Kawasan membentuk Administrator KEK di setiap KEK untuk melaksanakan
BAB II - 12

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

pelayanan, pengawasan, dan pengendalian operasionalisasi KEK. Kegiatan usaha di
KEK dilakukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha.
Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya saing
agar lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas fasilitas fiskal,
yang berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah,
dan fasilitas nonfiskal, yang berupa fasilitas pertanahan, perizinan, keimigrasian,
investasi, dan ketenagakerjaan, serta fasilitas dan kemudahan lain yang dapat
diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan diatur oleh instansi berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal pengawasan, ketentuan larangan tetap diberlakukan di KEK, seperti
halnya daerah lain di Indonesia. Namun, untuk ketentuan pembatasan, diberikan
kemudahan dalam sistem dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan
tetap mengutamakan pengawasan terhadap kemungkinan penyalahgunaan atau
pemanfaatan KEK sebagai tempat melakukan tindak pidana ekonomi.
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, diharapkan terdapat satu kesatuan
pengaturan mengenai kawasan khusus di bidang ekonomi yang ada di Indonesia
dengan memberi kesempatan kepada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000
tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4775) untuk diusulkan menjadi KEK, baik dalam
jangka waktu maupun setelah berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, tidak terjadi lagi pembentukan kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.

BAB II - 13

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

2.2.6. Direktif Presiden (Inpres No.3 Tahun 2010)
Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan, dan
untuk

kesinambungan

serta

penajaman

Prioritas

Pembangunan

Nasional

sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan
Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, maka diinstruksikan kepada
para menteri dan seluruh pimpinan lembaga yang berwenang untuk mengambil
langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masingmasing,

dalam

rangka

pelaksanaan

program-program

pembangunan

yang

berkeadilan, yang meliputi program :
1.

Program pro rakyat, memfokuskan pada :


Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga



Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat



Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro
dan kecil

2.

3.

Program keadilan untuk semua, memfokuskan pada :


Program keadilan bagi anak



Program keadilan bagi perempuan



Program keadilan di bidang ketenagakerjaan



Program keadilan di bidang bantuan hukum



Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan



Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan

Program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), memfokuskan pada
:


Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan



Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua



Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan



Program penurunan angka kematian anak



Program kesehatan ibu



Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya



Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup



Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium
Dari ke tiga program pembangunan tersebut, program pembangunan di

bidang Cipta Karya tertuang didalam program pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium. Adapun program-program pembangunan bidang Cipta Karya yang
BAB II - 14

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

tertuang didalam Rencana tindak upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium
No.
1.

Program
Program
pengelolaan
sumber daya air

Tindakan
Penyediaan
dan
pengelolaan air baku

2.

Program
pembinaan dan
pengembangan
infrastruktur
permukiman

1. Pengaturan,
pembinaan,
pengawasan,
pengembangan
sumber pembiayaan
dan pola investasi,
serta
pengembangan
sistem
penyediaan
air minum
2. Pengaturan,
pembinaan,
pengawasan,
pengembangan
sumber pembiayaan
dan pola investasi,
serta
pengembangan
infrastruktur sanitasi
dan persampahan

Sasaran
Meningkatnya
kapasitas dan
layanan
air
baku
untuk
penyediaan air
minum
Meningkatnya
pelayanan air
minum
terhadap MBR
di
perkotaan
dan perdesaan

Keluaran
Terbangunnya
sarana
dan
prasarana
air
baku

Meningkatnya
pelayanan
infrastruktur air
limbah

1. Terlayaninya
kawasan
dengan
infrastruktur air
limbah melalui
sistem off-site

1. Terfasilitasinya
kawasan
perkotaan
yang terlayani
air minum
2. Terfasilitasinya
kawasan
perkotaan
yang terlayani
air minum

2. Terlayaninya
kawasan
dengan
infrastruktur air
limbah melalui
sistem on-site
3.
Peningkatan
Peningkatan
akses Meningkatnya
1. Jumlah desa
akses penduduk sanitasi dasar yang layak akses
yang
terhadap
penduduk
melaksanakan
sanitasi
dasar
terhadap
Sanitasi Total
yang layak
sanitasi dasar
Berbasis
Masyarakat
2. Jumlah desa
yang
melaksanakan
Community
led
total
sanitation
*) keluaran dapat disesuaikan berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan secara
berkala

BAB II - 15

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

2.3.

Peraturan Perundangan Pembangunan Bidang PU/CK

2.3.1. UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat
(1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat
tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta
kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia
seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan
tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus
ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia.
Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu
bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam
lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah
Indonesia. Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki
oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan
bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan. Negara juga
bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan kemudahan perolehan
rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman serta keswadayaan masyarakat. Penyediaan dan kemudahan perolehan
rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang,
kehidupan ekonomi, dan social budaya yang mampu menjamin

kelestarian

lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan
keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang bertumpu pada
masyarakat memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk
ikut berperan. Sejalan dengan peran masyarakat di dalam pembangunan perumahan
dan kawasan permukiman, Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung
jawab untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan kemudahan kepada
masyarakat, serta melakukan penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai
aspek yang terkait, antara lain, tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri
bahan

dan

komponen,

jasa

konstruksi

dan

rancang

bangun,

pembiayaan,

kelembagaan, sumber daya manusia, kearifan lokal, serta peraturan perundangundangan yang mendukung.
BAB II - 16

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:
a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan
yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum secara
berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang
berkepribadian Indonesia
b. Ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan
kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan
dan perdesaan
c. Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang
serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna
d. Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara
e. Mendorong iklim investasi asing.
Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan perumahan
dan permukiman, baik di daerah perkotaan yang berpenduduk padat maupun di
daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih luas perlu diwujudkan adanya
ketertiban dan kepastian hukum dalam pengelolaannya. Pemerintah dan pemerintah
daerah

perlu

memberikan

kemudahan

perolehan

rumah

bagi

masyarakat

berpenghasilan rendah melalui program perencanaan pembangunan perumahan
secara bertahap dalam bentuk pemberian kemudahan pembiayaan dan/atau
pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan hunian.
Penyelenggaraan
melakukan

perumahan

pembangunan

baru,

dan

tetapi

kawasan
juga

permukiman

melakukan

tidak

pencegahan

hanya
serta

pembenahan perumahan dan kawasan permukiman yang telah ada dengan
melakukan

pengembangan,

penataan,

atau

peremajaan

lingkungan

hunian

perkotaan atau perdesaan serta pembangunan kembali terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh. Untuk itu, penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman perlu dukungan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, lembaga pembiayaan,
dan/atau swadaya masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat perlu melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan perumahan
dan permukiman secara menyeluruh dan terpadu.
Di samping itu, sebagai bagian dari masyarakat internasional yang turut
menandatangani Deklarasi Rio de Janeiro, Indonesia selalu aktif dalam kegiatankegiatan yang diprakarsai oleh United Nations Centre for Human Settlements. Jiwa dan
BAB II - 17

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

semangat yang tertuang dalam Agenda 21 dan Deklarasi Habitat II adalah bahwa
rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi hak bagi semua orang
untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau (adequate and affordable shelter
for all). Dalam Agenda 21 ditekankan pentingnya rumah sebagai hak asasi manusia.
Hal itu telah sesuai pula dengan semangat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan
untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman, mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta
penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian
dan

kawasan

permukiman

sesuai

dengan

tata

ruang

untuk

mewujudkan

keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR, meningkatkan daya guna dan hasil
guna

sumber

daya

alam

bagi

pembangunan

perumahan

dengan

tetap

memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di lingkungan hunian perkotaan
maupun lingkungan hunian perdesaan, dan menjamin terwujudnya rumah yang layak
huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana,
terpadu, dan berkelanjutan.
Penyelenggaraan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah
sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan
kesejahteraan rakyat, yang meliputi perencanaan perumahan, pembangunan
perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan.
Salah satu hal

khusus yang diatur dalam

undang-undang ini adalah

keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam kaitan ini,
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan kemudahan pembangunan
dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan
secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan pembangunan dan perolehan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu, dengan memberikan kemudahan,
berupa

pembiayaan,

pembangunan

prasarana,

sarana,

dan

utilitas

umum,

keringanan biaya perizinan, bantuan stimulan, dan insentif fiskal.
Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah
yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan
berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan kawasan
BAB II - 18

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat
tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta
menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan
pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.
Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman ini juga mencakup
pemeliharaan dan perbaikan yang dimaksudkan untuk menjaga fungsi perumahan
dan kawasan permukiman agar dapat berfungsi secara baik dan berkelanjutan untuk
kepentingan peningkatan kualitas hidup orang perseorangan yang dilakukan
terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan,
permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Di samping itu, juga
dilakukan pengaturan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan untuk meningkatkan mutu kehidupan
dan penghidupan masyarakat penghuni perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Hal ini dilaksanakan berdasarkan prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak
setiap warga negara untuk menempati, memiliki, dan/atau menikmati tempat tinggal,
yang dilaksanakan sejalan dengan kebijakan penyediaan tanah untuk pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman.

2.3.2. UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
Pembangunan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana
dimuat

di

dalam

Undang-Undang

Dasar

1945

pada

hakekatnya

adalah

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan, kemakmuran
lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan
berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Bangunan

gedung

sebagai

tempat

manusia

melakukan

kegiatannya,

mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan
produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan
gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta
penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang
fungsional,

andal,

berjati

diri,

serta

seimbang,

serasi,

dan

selaras

dengan

lingkungannya.

BAB II - 19

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh
karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan
penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan
bangunan

gedung,

setiap

bangunan

gedung

harus

memenuhi

persyaratan

administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.
Undang-undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan
gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,
termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap
tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat
dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan
penutup.
Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas
kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung
dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan
berkeadilan.
Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan hanya
dalam

rangka

kepentingan

pembangunan

mereka

sendiri,

dan
tetapi

pemanfaatan

bangunan

juga

meningkatkan

dalam

gedung

untuk

pemenuhan

persyaratan bangunan gedung dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung pada
umumnya.
Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia jasa
konstruksi berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi baik
sebagai perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen konstruksi maupun jasajasa pengembangannya, termasuk penyedia jasa pengkaji teknis bangunan gedung.
Oleh karena itu, pengaturan bangunan gedung ini juga harus berjalan seiring dengan
pengaturan jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan diberlakukannya undang-undang ini, maka semua penyelenggaraan
bangunan gedung baik pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di
wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah, swasta,
masyarakat, serta oleh pihak asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum
dalam Undang-undang tentang Bangunan Gedung.
Dalam menghadapi dan menyikapi kemajuan teknologi, baik informasi maupun
arsitektur dan rekayasa, perlu adanya penerapan yang seimbang dengan tetap
BAB II - 20

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat dan karakteristik
arsitektur dan lingkungan yang telah ada, khususnya nilai-nilai kontekstual, tradisional,
spesifik, dan bersejarah.
Pengaturan

dalam

undang-undang

ini

juga

memberikan

ketentuan

pertimbangan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia yang sangat
beragam.

Berkaitan

dengan

hal

tersebut,

pemerintah

terus

mendorong,

memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi
ketentuan dalam undang-undang ini secara bertahap sehingga jaminan keamanan,
keselamatan, dan kesehatan masyarakat dalam menyelenggarakan bangunan
gedung dan lingkungannya dapat dinikmati oleh semua pihak secara adil dan dijiwai
semangat kemanusiaan, kebersamaan, dan saling membantu, serta dijiwai dengan
pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.
Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif,
sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Peraturan
Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain
yang terkait dalam pelaksanaan undang-undang ini.

2.3.3. UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala
bidang. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang
cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air
wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi
secara selaras.
Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan
keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi. Sejalan
dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran
dalam pengelolaan sumber daya air. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan keadaan, dan
perubahan dalam kehidupan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undangundang yang baru. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang telah diuraikan
tersebut, maka perlu dibentuk undang-undang tentang sumber daya air.
BAB II - 21

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 huruf
D ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia memutuskan
menetapkan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air.
Ketentuan Umum
Dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang
dimaksud dengan :
1. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
2. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air
hujan, dan air laut yang berada di darat.
3. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
4. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.
5. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
6. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air
yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya.
7. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
8. Pola

pengelolaan

sumber

daya

merencanakan, melaksanakan,
konservasi

sumber

daya

air,

air

adalah

memantau,

kerangka

dasar

dan mengevaluasi

pendayagunaan

sumber

daya

dalam
kegiatan

air,

dan

pengendalian daya rusak air.
9. Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara
menyeluruh

dan

terpadu

yang

diperlukan

untuk

menyelenggarakan

pengelolaan sumber daya air.
10. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
BAB II - 22

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

11. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan

dengan

sungai

dan

anak-anak

sungainya,

yang

berfungsi

menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
12. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis,

tempat

semua

kejadian

hidrogeologis

seperti

proses

pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
13. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan
air untuk berbagai keperluan.
14. Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air.
15. Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air.
16. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom
yang lain sebagai badan eksekutif daerah.
17. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.
18. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan makhluk
hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
19. Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara
optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.
20. Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi,
dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya
rusak air.
21. Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan.
22. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai
tujuan pengelolaan sumber daya air.
BAB II - 23

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

23. Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan air dan
sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber daya air.
24. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana
sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air
dan prasarana sumber daya air.
25. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang
menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun
tidak langsung.
26. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pengelolaan sumber daya air.
Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan,
kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu,
dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber
daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sumber daya air
mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan
diwujudkan secara selaras. Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air
bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat,
bersih, dan produktif.
Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Penguasaan sumber daya air diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum
adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan. Hak ulayat
masyarakat hukum adat atas sumber daya air tetap diakui sepanjang kenyataannya
masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat. Atas dasar
penguasaan negara ditentukan hak guna air.
Hak guna air berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak guna air
tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya. Hak guna
pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi
perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi. Hak
guna pakai air memerlukan izin apabila:
a. Cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air
b. Ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah besar
BAB II - 24

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

c. Digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.
Izin diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya. Hak guna pakai air meliputi hak untuk mengalirkan air dari atau ke
tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya. Hak guna
usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pemegang hak
guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain berdasarkan
persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Persetujuan dapat
berupa kesepakatan ganti kerugian atau kompensasi.
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam
segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. Pola
pengelolaan sumber daya air disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip
keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Penyusunan pola pengelolaan
sumber daya air dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha
seluas-luasnya.

Pola

pengelolaan

sumber

daya

air

didasarkan

pada

prinsip

keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.
Wewenang dan Tanggung Jawab
Wilayah sungai dan cekungan air tanah ditetapkan dengan Keputusan
Presiden. Presiden menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional. Penetapan wilayah
sungai

meliputi wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas

kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah sungai strategis nasional.
Penetapan cekungan air tanah meliputi cekungan air tanah dalam satu
kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas
provinsi, dan cekungan air tanah lintas negara. Ketentuan mengenai kriteria dan tata
cara penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi:
a. Menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;
b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
BAB II - 25

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

c.

Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
e.

Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,
wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

f.

Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional

g. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,
peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah
lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;
h.

Membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wilayah
sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional;

i.

Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan sumber
daya air;

j.

Menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber daya air;

k.

Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara,
dan wilayah sungai strategis nasional; dan

l.

memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:

a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan
kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi
sekitarnya
b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;
c.

Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;

d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota;
e.

Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
BAB II - 26

PENYUSUNAN PERENCANAAN BIDANG PERMUKIMAN
KABUPATEN PROBOLINGGO

f.

Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;

g. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,
pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada
cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;
h.

Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi
dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;

i.

Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam pengelolaan
sumber daya air;

j.

Membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat atas air;

k.

Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan

l.

Memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah kabupaten/kota.
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi :

a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan
kebijakan nasional sumber daya air da