Membebaskan Desa dari Ketertinggalan dan Kemiskinan: Perspektif Sosiologi Pembangunan Pedesaan

Arya Hadi Dharmawan - Jakarta, 29/01/2008zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
/ misal: raskin,
bantuan langsung
tunai, kompensasi
BBM

Mengurangi beban
lapisan miskin atas
adanya suatu
kebijakan publik

Penguatan birokrasi
pemerintahan lokal
V 3 T I P mplavam
YUilg 11IV- JIC*J U I U

masyarakat desa

, f^^/fi^u.

ketidaksesuaian etikakerja antara

pengusaha-kapitahs vs
petani-kecil
Skala desa terlalu
kecil bila tanpa diikuti
langkah yang sama
antar-desa

Eco-social
Sustainabilitv dan
empowerment

Petani, nelayan,
masyarakat sekitar
hutan

Ketidakterhubungan
sistem penghidupan
lokal dengan sistem
ekonomi makro
(supra-desa) dan

kurangnya
pendampingan

Social security welfarianisme

Lapisan miskin

Temporer, tidak
terstruktur dengan
baik

Sumber: dari berbagai literatur (diolah)

^QfaJwvapy^*/*r~* *V • t%fff

Arya Hadi Dharmawan -Jakarta, 29/01/2008

Dari Matriks 2 di atas, dipaparkan tujuh contoh pendekatan pembangunan yang diorientasikan
pada penanggulangan kemiskinan. Arus utama pendekatan-pendekatan tersebut bisa tunggal
ataupun saling menyilang (kombinasi) antar mazhab.


5. Pendekatan Sistem Penghidupan (Livelihood System) Bagi Penanggulangan
Kemiskinan
Model penguatan livelihood sysiem akan dibahas secara khusus disini karena posisinya yang
mampu "melawan secara elegan" pendekatan model material i s me-kapital isme yang selama ini
steril terhadap kepentingan alam dan sosial. Pembangunan pertanian-pedesaan yang dipandu
oleh ideologi sustainability ini, sangat jelas memberikan platform tidak saja bagi kepentingan
ekonomi-survival namun juga berjalannya mekanisme demokratisasi pedesaan melalyi
penguatan kedaulatan c/v/7 society serta kemandirian lokal dalam mengelola sepenuhnya
sumberdaya alam yang dimilikinya sesuai dengan etika ekosentrisme.
Kesejahteraan sosial-ekonomi yang diperjuangkan dalam konsep sustainable development
ideology adalah apa yang dikenal kemudian dengan sustainable livelihood svstem. Sebuah
derajat kesejahteraan sosial-ekonomi, yang tidak hanya berorientasikan pada akumulasi
kapital sesaat (sebagaimana dikenal oleh ideologi developmentalisme-modernismekapitalisme), namun lebih mementingkan pemenuhan jaminan kebutuhan generasi mendatang
agar mereka minimal dapat menikmati kehidupan yang sama kuantitas dan kualitasnya
dengan apa yang dinikmati oleh generasi masa kini (lihat Gambar 2).

Transformasi
Struktur dan
Proses


Livelihood Assets

teks
:ntanan
Bencana
mendadak
Ketersediaan
sumberdaya
Variasi
musiman

Struktur:
• Birokrasipemerintahan
• Keterkaitan
dengan Swasta
Proses-Proses:
• Hukum
• Kebijakan
• Budaya/kultur

• Kelembagaan

Pengaruh

dan
Akses

Keterangan:
Social capital (modal sosial)
SC
Natural capital (modal alam)
NC
Physical capital (modal fisik)
PC

HC
FC

Strategi Nafkah


Outcomes:
• Perbaikan nafkah
• Peningkatan taraf
hidup
• Mengurangi
kerentanan
kehidupan lebih
fleksibel terhadap
berbagai ancaman
• Mengembangkan
ketahanan pangan
• Jaminan hidup
generasi mendatang

Human capital (modal manusia)
Financial capital (modal keuangan)

Gambar 2. Sustainable Livelihoods Framework (diadaptasi dari Farrington et. al. : 1999)
Konsep sustainable livelihood system sesungguhnya dikembangkan pertama kali di Inggris
pada akhir dekade 1990an, namun didisain sedemikian rupa sehingga sangat relevan untuk

kawasan sedang berkembang (pedesaan Indonesia). Pendekatan pembangunan ala sustainable
livelihood system adalah pendekatan pembangunan kontemporer (konsep pembangunan
dekade 1990an) yang berusaha mengoreksi pendekatan pembangunan ala modernisasi yang
dikenal biasanya kurang-akrab terhadap lingkungan dan kearifan-lokal (indigenous
knowledge/local wisdom). Pendekatan sistem nafkah berkelanjutan berusaha mencapai
derajat pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi, dan ekologi secara adil dan seimbang (lihat
Ellis, 2000).

9

Arya Hadi Dharmawan- Jakarta, 29/01/2008

Sejumlah prinsip penting yang diperlukan untuk memahami konsep pengembangan komunitas
berpendekatan sustainable livelihood mechanism, adalah:
• Landasan etika pembangunan adalah ekosentrisme, yaitu menghargai kesejajaran antara
kepentingan manusia dan alam secara seimbang. Artinya, manusia dan alam hidup seiring
sejalan dan memiliki hak serta kewajiban yang sama. Etika ini menghindari perilaku
eksploitatif terhadap alam yang berlebihan demi pencapaian derajat kesejahteraan
manusia.
• Ideologi environmentalisme dan eco-modernisme melandasi gerakan sosial masyarakat

dalam berperilaku dan menyikapi pelestarian lingkungan. Ideologi ini tetap menempatkan
pencapaian kehidupan manusia yang sejahtera, dalam waktu yang bersamaan tetap
memandang penting pula untuk mengupayakan penyelamatan dan kelestarian sumberdaya
alam dan lingkungan demi kehidupan manusia dan alam itu sendiri.
• Mengubah persepsi tentang pembangunan dari ciri eksploitatif ke ciri kearifan
(kesantunan) terhadap alam.
• Konsep rural sustainable development selalu mengintegrasikan kepentingan alam dan
manusia dalam satu kesatuan paket-kepentingan yang diperjuangkan secara bersamasama.
• Pendekatan participatory sustainable community empowerment yang menyertai prosesproses pengambilan keputusan, mengindikasikan adanya komitmen yang kuat atas
pencapaian cita-cita keadilan lingkungan.
Karakter kehati-hatian dalam f svfrTingkungan dan populisme yang menjiwai pendekatan
sustainable livelihood system ditunjukkan oleh hadirnya lima modal (lihat kembali Gambar 2)
yang membangun sistem kehidupan masyarakat. Setiap modal berstatus sama dan sederajat
posisinya.

Ciri konservatisme-lingkungan dalam pendekatan ini adalah diletakkannyazyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYXW
natural capital
sebagai entitas modal yang tidak terpisahkan dalam sistem kehidupan. Dalam ekonomi
konvensional, modal alam dikenal secara sempit sebagai tanah (land) yang menjadi
sumberdaya dan sekaligus tempat produksi semata-mata. Dengan memandang alam sebagai

modal, maka tidak hanya tanah yang diakui eksistensinya, melainkan juga biodiversity. air,
udara, hutan, sungai, tanah, jasad-renik. dan sebagainya. Terdapat asumsi yang dipegang
dalam hal ini, yaitu sistem kehidupan akan terus berlanjut jika dan hanya jika modal alam
dilestarikan eksistensinya.
Sementara itu, ciri populisme ditunjukkan oleh kehadiran social capital (modal sosial) dalam
sistem. Modal sosial dianggap sangat penting dalam konsep pembangunan kontemporer,
karena fungsinya sebagai perekat elemen-elemen masyarakat. Tiga komponen utama yang
penting dalam hal ini adalah: (1) trust - kepercayaan antar komponen/anggota masyarakat
yang memudahkan proses komunikasi dan pengelolaan suatu persoalan serta mengurangi
biaya transaksi; (2) social networking - berupa jejaring organisasi-kelompok ataupun jejaring
individu berbentuk bond (ikatan) and bridge (pertemanan) untuk mendukung gerak aksikolektivitas menjadi makin sinergis; (3) norms and institutions - adalah norma-norma dan
sistem nilai (biasanya berciri lokal) yang mengawal serta menjaga proses-pembangunan
sehingga tidak mengalami penyimpangan.
Ketiga bentuk modal lain telah jelas yaitu human capital berupa kemampuan, keterampilan
dan kapasitas sumberdaya manusia, financial capital atau uang dan physical capital berupa
infrastruktur fisik penopang pembangunan. Kelima bentuk modal dimanfaatkan searif
mungkin untuk menyongsong derajat kesejahteraan masyarakat serta kelestarian alam.

10


Arya Hadi Dharmawan -Jakarta,

29/01/2008

6. Penutup
Mengenal perjalanan epistemologis (theory of knowledge), ontologis (konsep relevan), serta
axiologis (dasar etika) dari pemikiran-pemikiran atau gagasan pembangunan dan
penanggulangan kemiskinan, akan memberikan kearifan bagi seseorang dalam menentukan
pilihan paradigma apa yang tepat digunakan untuk memecahkan suatu persoalan. Harus
diakui bahwa konsepzyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
"pembangunan" tetap menjadi instrumen dan approach penting
perubahan sosial berencana di Indonesia hingga kurun waktu paling tidak 50 tahun ke depan.
Namun, pengalaman pembangunan telah memberikan banyak pilihan atas varian-varian
baru konsep pembangunan yang layak diperhatikan dan diperhitungkan dan akhirnya
diputuskan untuk diimplementasikan di lapangan.

Daftar Rujukan
Allen, T and Thomas, A. 2000. Pcverty and Development Into the 215* Century. The Open
University and Oxford University Press. Oxford.
Anonymous, 2003. Celebrating Indonesia: Fifty Years with the Ford Foundation 1953-2003.

Ford Foundation. Jakarta.
Castels, S. 2001. Studying Social Transformation. International Political Science Review,
Vol 22/1, pp. 13-32.
Easterly, W. 2002.
The Elusive Quest for Growth: Economists' Adventures and
Misadventures in the Tropics. MIT Press. Cambridge.
Ellis, F. 2000, Rural Livelihoods and Diversity in Developing Countries, Oxford University
Press, New York.
Escobar, A. 1998. Whose Knowledge, Whose Nature? Biodiversity, Conservation, and the
Political Ecology of Social Movement. Journal of Political Ecology, Vol. 5, pp. 53-82.
. 1999. After Nature: Steps to an Antiessentialist Political Ecology. Current
Anthropology, Vol. 40/1, pp. 1-30.
. 2005. Imagining a Post-Development Era dalam Edelman, M and Haugerud, A.
(eds.) 2005. The Anthropology of Development and Globalization: From Classical
Political Economy to Contemporary Neoliberalism. Blackwell. Malden and Oxford.
Farrington, J. et. al. 1999. Sustainable Livelihoods in Practice : Early Applications of
Concepts in Rural Areas'. ODI Natural Resources Perspectives. Number 42. June 1999.
Overseas Development Institute. London.
Foucault, M . 1972. The Archaelogy of Knowledge. Routledge. London and New York.
Frank, A. G. 1978. Dependent Accumulation and Underdevelopment. Macmillan. London.
Fukuyama, F. 2004. State-Building: Governance and World Order in the 2151 Century.
Cornell university Press. Ithaca. New York.
Galtung, J. 1995. On the Social Costs of Modernization: Social Disintegration, Atomie
Anomie and Social Development. UNRISD. Geneva.
Geertz, C. 1983. "Culture and Social Change: The Indonesian Case" Man, Vol. 19. pp. 511532.
Hefner, R. W. 1983. "The Problem of Preference: Economic and Ritual Change in Highlands
Java". Man, Vol. 18, pp. 669-689.
11

Arya Hadi Dharmawan -Jakarta. 29/01/2008

Little, D. 1991. "Rational-Choice Models and Asian Studies". The Journal of Asian Studies,
Vol. 50/1, pp. 35-52.
Mathur, N . P. 1991. Why Developing Countries Fail to Develop: International Economic
Framework and Economic Subordination. MacMillan. Hampshire and London.
Nygren, A. 1999. Local Knowledge in the Environment-Development Discourse. Critique o f
Anthropology, Vol. 19/3, pp. 267-288.
Peet, R and Hartwick, E.
London.

1999. Theories o f Development. The Guilford. New York and

Roxborough, L 1994. Theories of Underdevelopment: Critical Social Studies. Macmillan.
London.
Silitoe, P. 1998. The Development of Indigenous Knowledge: A New Applied in
Anthropology, Current Anthropology, Vol. 39/2, pp. 223-252.
Seligson, M . A and Passe-Smith, J.T. 2003. Development and Underdevelopment: The
Political Economy of Global Inequality. Lynne Rienner. Boulder.
So, Y. A. 1990. Social Change and Development: Modernization, Dependency and WorldSystem Theories. Sage. Newbury Park, London and New Delhi.
Wallerstein, I . 1976. A World-System Perspective on the Social Sciences. British Journal of
Sociology, Vol. 27/3, pp. 343-352.
, I . 2005. World-Systems Anaylisis: An Intrpduction. 2 n d
University Press. Durham.

printing. Duke

12