BAB VIII ASPEK PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL - DOCRPIJM c42bb20e64 BAB VIIIBab VIII

Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
BAB VIII

ASPEK PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar
dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan

RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial

e. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

untuk meminimalkan pengaruh negative pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya

Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen

terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek

Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan

lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting


Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan

lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi

Amdal atau UKL dan UPL.

perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU

8.1 Analisis Perlindungan Lingkungan (KLHS, Amdal, UKL-UPL dan SPPLH)
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM
bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
a. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas
antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan
Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
b. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan
prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”
c. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan
mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan
pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung
dan daya tamping lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim”
d. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis:

No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
a. Pemerintah Pusat
1. Menetapkan kebijakan nasional.
2. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

3. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
4. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
5. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
6. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak
perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
7. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
8. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
9. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
10. Menetapkan standar pelayanan minimal.
b. Pemerintah Provinsi
1. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
2. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
3. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
4. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
5. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
6. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota
di bidang program dan kegiatan.
ii


7. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

NO

Kriteria Penapisan

1. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

1
1.

2. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

2.

2
Perubahan Iklim
Kerusakan, kemerosotan,
dan/atau kepunahan

keanekaragaman hayati
Peningkatan intensitas dan
cakupan wilayah bencana banjir,
longsor, kekeringan, dan/atau
kebakaran hutan dan lahan,
Penurunan mutu dan
kelimpahan sumber daya alam
Peningkatan alih fungsi
kawasan hutan dan/atau lahan,
Peningkatan jumlah penduduk
miskin atau terancamnya
keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat
Peningkatan risiko terhadap
kesehatan dan keselamatan
manusia

c. Pemerintah Kabupaten

3. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

3.

4. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
5. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

4.

8.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

5.

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian

6.

analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan

7.


Penilaian
Uraian
Pertimbangan*
3

Kesimpulan:
(Signifikan/Tidak)
4

suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Berdasarkan proses penapisan

KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:

di atas, teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh

a. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan


terhadap kriteria penapisan.
8.1.2 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH

infrastruktur.
b. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis

JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal

rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan

ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana

Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau

dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan

Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan


yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan hidup

Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam

1. Proyek wajib AMDAL

RPI2-JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan

2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL

iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3)

3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH

peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi


dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya

dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:

alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah

Tabel 8.2 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

penduduk

miskin

atau

terancamnya

keberlanjutan

penghidupan


sekelompok

masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan
manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun
teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 8.1.
Tabel 10. 1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

No
1
A

Skala Kegiatan
2
Persampahan

a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control
landfill/sanitary landfill:

Skala Besaran
3

 Luas Kawasan TPA atau
 Kapasitas Total
b. TPA di daerah pasang surut:

≥ 10 Ha
≥ 100 Ha

 luas landfill, atau
 Kapasitas Total
c. Pembangunan transfer station:
 Kapasitas
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:

semua kapasitas/besaran

> 500 ton/hari

iii

B

C

D

 Kapasitas
e. Pengolahan dengan insinerator:
 Kapasitas
f. Composting Plant:
 Kapasitas
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
 Kapasitas
Pembangunan Perumahan/Permukiman
a. Kota metropolitan
b. Kota besar
c. Kota sedang dan kecil
d. keperluan settlement transmigrasi
Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:

Luas, atau

Kapasitasnya
b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas
penunjangnya:

Luas, atau

Kapasitasnya
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:

Luas layanan, atau

Debit air limbah
Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder)
di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang:
b. Kota sedang, panjang:
Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi

Luas layanan
b. Pembangunan jaringan transmisi

panjang

> 500 ton/hari
Semua Kapasitas
> 500 ton/hari
> 500 ton/hari
luas > 25 ha
luas > 50 ha
luas > 100 ha
> 2.000 ha

> 2 ha
> 11 m3/hari

> 3 ha
> 2,4 ton/hari
> 500 ha
> 16.000 m3/hari

> 5 km
> 10 km
Pembangunan Gedung
> 500 ha
> 10 km

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas
menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan
dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang
wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel 8.3
Tabel 8.3 Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Air Limbah Domestik/Permukiman

Drainase Permukaan Perkotaan

Air Minum

Sumber: Permen LH 5/2012

Sektor Teknis CK
Persampahan

b.

Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan system
controlled landfill atau sanitary landfill termasuk
instansi penunjang:
 Luas kawasan, atau < 10 Ha
 Kapasitas total < 10.000 ton
b. TPA daerah pasang surut
 Luas landfill, atau < 5 Ha
 Kapasitas total < 5.000 ton
c. Pembangunan Transfer Station
 Kapasitas < 1.000 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah
Terpadu
 Kapasitas < 500 ton
e. Pembangunan Incenerator
 Kapasitas < 500 ton/hari
f. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos
 Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
a. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT) termasuk fasilitas penunjang
 Luas < 2 ha
 Atau kapasitas < 11 m3/hari

Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah
 Luas < 3 ha
 Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah
(sewerage/off-site sanitation system)
diperkotaan/permukiman
 Luas < 500 ha
 Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari
a. Pembangunan saluran primer dan sekunder
 Panjang < 5 km
b. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan
pemukiman
 Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha
a. Pembangunan jaringan distribusi:
 luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha
b. Pembangunan jaringan pipa transmisi
 Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d 50 lps s.d. < 100 lps
e. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:
 Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara
SPAM : 2,5 lps - < 50 lps
 Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
a. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah
tanah:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran, perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan
bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000
m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan
bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2
s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan
sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal
maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
b. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah
yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran,
perdagangan,
perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan
bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000
m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan
bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2
s.d. 10.000 m2

iv

4)

Pengembangan kawasan permukiman baru

Peningkatan Kualitas Permukiman

Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008

Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan
sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk
Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
c. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di
atas air:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran, perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan
bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000
m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2
s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan
sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal
maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
a. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS,
TNI/POLRI, buruh/pekerja;
 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
 Luas kawasan: < 10 ha
b. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai
pusat kegiatan sosial ekonomi local pedesaan (Kota
Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas
batas PPLB di perbatasan);
 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
 Luas kawasan: < 10 ha
c. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan
pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/
Lingkungan Siap Bangun)
 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
 Luas kawasan: < 10 ha
a. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan
pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic
need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan
penduduk;
 Luas kawasan: < 10 ha
b. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil,
kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
 Luas kawasan: < 10 ha
c. Pengembangan kawasan perdesaan untuk
meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan
agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan
desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)
 Luas kawasan: < 10 ha
Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat
di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan
pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai
dengan pemindahan penduduk, dan dapat
dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah
susun
 Luas kawasan: < 5 ha

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib
dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL
tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).
Tabel 8.4 Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta
Karya
No.
1

Komponen Kegiatan
2
Pengembangan
Permukiman
1).
2).
Dst
Penataan Bangunan
dan Lingkungan
1).
2).
Dst
Pengembangan Air
minum
1).
2).
Pengembangan
Penyehatan Lingkungan
Permukiman
1)
2)

Lokasi
3

Amdal
4

UKL/UPL
5

SPPLH
6

8.2 Analisis Perlindungan Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya
kepada

masyarakat

pada

pembangunan/pengelolaan.

taraf
Pada

perencanaan,
taraf

pembangunan,

perencanaan,

maupun

pembangunan

pasca

infrastruktur

permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan
isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan
gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak
sehingga

diperlukan

proses

konsultasi, pemindahan

penduduk

dan

pemberian

kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau
pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya
tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya
v

memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:

Tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

adalah:





Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan social juga dilakukan dengan

 Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang

 Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah

 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan

terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka

Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat

peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
 Melaksanakan

nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi

pengarusutamaan

gender

guna

terselenggaranya

perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang

Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi

Cipta Karya.

pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah



Perbaikan

kesejahteraan

Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti

Nasional Tahun 2010-2014:


A. Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

rakyat

dapat

diwujudkan

melalui

sejumlah

program

adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca

pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja,

2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.

termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan

pembangunan infrastruktur dasar.

keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:

Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa
diplester.

pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

meningkatkan kegiatan ekonomi.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

Pembangunan Nasional

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan
bidang tugas dan fungsi serta kewenangan masing-masing.
vi

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2,

Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS)

buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya

to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan

dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.

Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

bidang Cipta Karya.

14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,-

Tabel 8.6 Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi
Pengarusutamaan Gender di Kota/Kabupaten

seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal
lainnya.

No.

Program
/Kegiatan

Lokasi

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah

Tahun

Bentuk
Keterlibatan/
Akses

Tingkat
Partisipasi
Perempuan
(jumlah)

Kontrol
Pangambilan
Keputusan
oleh
Perempuan

Manfaat

Permasalahan
yang Perlu
Diantisipasi di
Masa Datang

tangga miskin.
Tabel 8.5 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kabupaten Luwu
Jumlah

Kondisi

Penduduk

Umum

2

3

4

Kawasan …

Jmlh Pddk,

Kelurahan

Jmlh KK

Mata
Pencaharian
secara umum:

Kondisi
lingkungan: …
Kondisi
hunian
umum: …
Status
kepemilikan
hunian secara
umum:…

No

Lokasi

1
1

Kecamatan

Permasalahan
5

Bentuk Penanganan

Kebutuhan

Yang Dilakukan

Penanganan

6

7

Program /
Kegiatan:…
Tahun:….
Bentuk
Penanganan:
….

2

B. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan
durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan
masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti
konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta
permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,
terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi
mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam
proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan

Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan

program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan

Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,

bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah

Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur

yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih

Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia

dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang

Masyarakat (PAMSIMAS),

diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan
standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
vii

3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya
kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana
pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat
peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang
wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali
kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan
kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai
persyaratan.
C. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan
secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang
harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

viii