PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 1.2 KARDIORESPIRASI

  

PENUNTUN SKILLS LAB

BLOK 1.2 KARDIORESPIRASI

  

1. Pemeriksaan tanda vital

  

2. Linea / regio dinding Toraks (inspeksi /proyeksi organ)

  

3. Toraks 1 (Jantung - Paru)

  

4. Jugular Venous Pressure / JVP

  

5. Balutan 1 : Menghentikan perdarahan akut

(tekanan langsung & tekanan titik)

Edisi 2

Oktober 2010

  

TIM PELAKSANA SKILLS LAB

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

  

PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa kami ucapkan karena telah berhasil

menyelesaikan pembuatan penuntun skills lab Blok 1.2. Kardiorespirasi ini. Adapun kegiatan skills lab

pada blok 1.2 terdiri dari (sudah termasuk pertemuan untuk evaluasi sumatif): 1.

  Pemeriksaan fisik umum: 4 x pertemuan 2. Prosedural menghentikan perdarahan akut 2 x pertemuan

Kedua ketrampilan di atas merupakan kompetensi yang perlu diberikan kepada mahasiswa sehingga

secara umum mereka mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar sebagai seorang calon dokter.

  Penuntun skills lab ini disusun untuk memudahkan mahasiswa dan instruktur dalam

melakukan kegiatan skills lab pada blok ini. Namun diharapkan juga mereka dapat menggali lebih

banyak pengetahuan dan ketrampilan melalui referensi yang direkomendasikan. Semoga penuntun ini

akan memberikan manfaat bagi mahasiswa dan instruktur skills lab yang terlibat.

  Kritik dan saran untuk perbaikan penuntun ini sangat kami harapkan. Akhirnya kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan pengadaan penuntun ini, kami ucapkan terima kasih.

  Tim Penyusun

  

DAFTAR TOPIK SKILLS LAB SETIAP MINGGU

Minggu Ke Jenis keterampilan Topik Tempat

  I Ketrampilan pemeriksaan

  fisik Latihan: Pemeriksaan tanda vital dan pengenalan proyeksi organ

  Ruang skills lab Gedung EF

  II Latihan: Pemeriksaan

  Fisis Paru

  III

  Latihan: Pemeriksaan Fisis Jantung dan JVP

  IV Ujian

  V Ketrampilan prosedural Latihan: Balutan 1.

  VI Ujian PENILAIAN:

Nilai Akhir skills lab pada Blok 1.2 =

  

2F + 1 P

  • ------------

    3

    Keterangan:

  F = Nilai Ketrampilan Pemeriksaan Fisik P = Nilai Ketrampilan Prosedural

I. Seri Ketrampilan Pemeriksaan Fisik:

  1. Pemeriksaan tanda vital 2. Linea / regio dinding Toraks(inspeksi /proyeksi organ).

  3. Toraks 1 (Jantung - Paru)

  4. Jugular Venous Pressure / JVP Edisi 2 Oktober 2010

TIM PELAKSANA SKILLS LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

  

PENDAHULUAN

  Pada blok 1.1 mahasiswa telah diperkenalkan dengan pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan dasar sebagai prosedur utama yang harus dimiliki oleh mahasiswa sebagai calon dokter dengan standar mampu melakukan dengan baik. Pada blok 1.2 ini mahasiswa dilatih untuk lebih mahir dalam melakukan pemeriksaan tanda vital berupa penilaian keadaan umum, status mental, tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, nafas dan suhu. Di samping mampu memeriksa, mahasiswa juga diharapkan mampu memberikan penilaian terhadap hasil pemeriksaan dengan baik, sehingga bisa mengenal kondisi patologis dengan tepat.

  Pada kegiatan skills lab ketrampilan pemeriksaan fisik pada blok 1.2 merupakan kelanjutan dari keterampilan pemeriksaan fisik blok 1.1. dengan tambahan materi:

  1. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiorespirasi meliputi Regio/Linea di dinding toraks, inspeksi/ proyeksi organ-organ torak (jantung dan paru).

  2. Pemeriksaan fisik paru dan jantung 3.

  Pemeriksaan Tekanan Vena Yugularis (Jugular Venous Pressure / JVP) Secara umum latihan yang diberikan bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik sistem kardiorespirasi dan pemeriksaan JVP. Kegiatan di atas merupakan kemampuan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa kedokteran sehingga mereka dapat menerapkannya ketika menjadi seorang dokter.

  Ketrampilan pemeriksaan fisik ini ditunjang oleh ketrampilan yang sudah didapatkan oleh mahasiswa pada Blok 1.1. (Ketrampilan Berkomunikasi Sambung Rasa, Pemeriksaan Fisik). Sementara itu ketrampilan ini menunjang ketrampilan lain pada Blok berikutnya, yaitu:

  1. Blok 1.6 (RJP 1); 2.

  Blok 2.2 Pemeriksaan Fisik Seluruh Tubuh 1; 3. Blok 3.2 Toraks 2 (Pemeriksaan jantung lengkap) dan EKG 2; 4. Blok 3.3 Toraks 3 (Pemeriksaan Paru Lengkap); 5. Blok 4.3 Pemeriksaan Fisik emergensi (medical emergency) & EKG 3 (Emergensi).

  Keterampilan ini akan bermanfaat sebagai dasar bagi keterampilan pemeriksaan fisik pada blok berikutnya. Waktu yang dibutuhkan untuk berlatih dan evaluasi formatif selama 6 x 50 menit, atau 3 kali pertemuan yang terjadwal dan 2 x 50 menit untuk ujian (minggu ke-4). Latihan ketrampilan akan diadakan di ruang skills lab FK-Unand.

I. PEMERIKSAAN TANDA VITAL

1. TUJUAN PEMBELAJARAN:

  1.1. Tujuan Instruksional Umum: Setelah melakukan pelatihan ketrampilan klinik Pemeriksaan Fisik Tanda vital mahasiswa mampu melaksanakan pemeriksaan tanda vital dan memberikan interpretasi terhadap hasil pemeriksaan

1.2. Tujuan Instruksional Khusus: 1.2.1.

  Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan keadaan umum 1.2.2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan status mental 1.2.3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tingkat kesadaran (skala Glasgow) 1.2.4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tekanan darah , nadi, nafas dan suhu dan interpretasinya dengan benar

2. STRATEGI PEMBELAJARAN:

  2.1. Responsi

  2.2. Bekerja kelompok

  2.3. Bekerja dan belajar mandiri 3.

   PRASYARAT:

  • Anatomi, Fisiologi dan Fisika.

  Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih:

  • Ketrampilan komunikasi: perkenalan, interpersonal skills Higines/Asepsis: Mencuci tangan 4.

  Ketrampilan yang terkait:

   TEORI

PEMERIKSAAN FISIK TANDA VITAL

  Pengertian

  Hasil pemeriksaan tanda vital seorang dokter akan mampu menilai keadaan pasien secara umum. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih lengkap. Pemeriksaan tanda vital meliputi : 1. penilaian keadaan umum, 2. penilaian status mental / tingkat kesadaran 3. pemeriksaan tekanan darah 4. pemeriksaan nadi 5. pemeriksaan nafas 6. pemeriksaan suhu

  

Teori dan prosedur kerja Pemeriksaan Tanda Vital sudah

dipelajari mahasiswa pada Skills Lab Blok 1.1. (Pemeriksaan

fisik Umum). Sebagai tambahan pada blok 1.2 ini adalah

mahasiswa akan mempelajari penilaian status mental/tingkat

kesadaran, pemeriksaan denyut nadi dan pemeriksaan

pernapasan

  I. Penilaian keadaan umum.

  Penilaian keadaan umum dilakukan saat seorang dokter pertama kali bertemu dengan pasien. Secara umum pasien dapat dinilai kondisi sakitnya dalam kondisi sebagai berikut :  Tidak nampak sakit, masih bisa beraktifitas biasa  Sakit ringan, tampak mulai terganggu aktifitas harian  Sakit sedang, memerlukan istirahat tetapi masih dapat melakukan aktifitas pribadi  Sakit berat, terbaring di tempat tidur dan perlu bantuan untuk melakukan aktifitas pribadi.

  II. Penilaian status mental / tingkat kesadaran

  Merupakan penilaian tingkat kesadaran berupa : 1.

  Composmentis, sadar sepenuhnya, baik/sempurna 2. Apatis, perhatian berkurang 3. Somnolen, mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara 4. Soporous, dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan 5. Soporocomatous, hanya tinggal reflek cornea (sentuhan kapas pada kornea, akan menutup kelopak mata)

6. Koma, tidak memberi respon sama sekali 7.

  Penilaian kesadaran juga dapat dilakukan dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Tabel GCS dapat dilihat pada halaman berikut.

  Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS)

  2

  Teknik Mengukur Tekanan Darah

  Ada 5 faktor yang menentukan tingginya tekanan darah, yaitu : curah jantung, tahanan pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah, dan kelenturan dinding arteri. Faktor lain yang menentukan tekanan darah adalah aktifitas fisik, stres emosi, nyeri, dan temperatur sekitar.

  Saat jantung berkontraksi dan relaksasi, sirkulasi darah menyebabkan tekanan pada dinding arteri. Tekanan darah arteri merupakan tekanan atau gaya lateral darah yang bekerja pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini berubah-ubah sepanjang siklus jantung. Bila ventrikel berkontraksi, darah akan dipompakan ke seluruh tubuh, tekanan darah saat ini disebut tekanan sistolik. Bila ventrikel relaksasi, aliran darah dari atrium menuju ke ventrikel, tekanan darah saat ini disebut tekanan diastolik. Selisih antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi.

   Penilaian Tekanan Darah

  1 Nilai GCS = (E+M+V).nilai terbaik = 15. Nilai terburuk = 3 III.

  2

  3

  4

  5

  5. Menjawab dengan benar Jawaban tidak sesuai pertanyaan Jawaban salah Suara yang tidak ada artinya Tidak ada reaksinya

  4.

  3.

  2.

  1 Verbal ( V ) 1.

  3

  No Membuka mata ( E ) Nilai 1.

  1 Motorik ( M ) 1.

  2.

  3.

  4. Spontan Terhadap rangsang suara Terhadap rangsangan nyeri Tidak ada reaksi

  4

  3

  2

  2.

  4

  3.

  4.

  5.

  6. Menurut perintah Dapat melokalisir rasa nyeri Mengelak terhadap rangsangan nyeri Gerakan fleksi Gerakan ekstensi Tidak ada reaksi

  6

  5

  Alat pengukur tekanan darah disebut sfigmomanometer, ada 2 macam manometer yaitu : manometer air raksa/merkuri dan manometer aneroid (Gambar 1). Untuk mendapatkan pengukuran yang tepat lebar manset harus sesuai dengan ukuran lengan (Gambar 2). Pengukuran dapat dilakukan pada arteri apapun, yang dapat dilingkari manset di bagian proksimal dan dapat diraba di bagian distal. Pengukuran pada arteri brakhialis paling sering dilakukan karena letaknya yang tepat. Agar dihasilkan pengukuran tekanan darah yang akurat terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan :

  Hindari merokok, minum caffein, olahraga 30 menit sebelum pemeriksaan.

  • Ruang pemeriksaan tenang.
  • Ukur setelah beristirahat selama 15 menit. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam
  • keadaan berbaring, duduk dengan lengan diatur sedemikian rupa sehingga A. brakialis terletak setinggi jantung.
  • dihemodialisis atau tanda-tanda lymphedema.

  Lengan bebas dari baju, tidak ada arteriovenous fistula pada pasien yang

  Palpasi A. brakialis.

  • Lengan pada posisi antekubiti, setinggi jantung – dekat pertemuan ruang interkostal 4
  • dengan sternum.
  • pertengahan dada.

  Bila pasien duduk, letakkan lengan pada meja; bila pasien berdiri, lengan pada posisi

  Gambar 1. Manometer air raksa Gambar 2. Lebar manset sesuai dan aneroid ukuran lengan

IV. Penilaian Denyut Nadi (Pulse)

  Denyut nadi merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Diperiksa dengan cara palpasi (perabaan) pada Arteri radialis pada pergelangan tangan. Pada tempat lain dapat juga dilakukan, seperti :

   Arteri brakialis pada lengan atas

   Arteri karotis pada leher

   Arteri poplitea pada belakang lutut

   Arteri femoralis pada lipat paha

   Arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada kaki Sifat-sifat nadi yang dinilai : 1.

   Frekuensi (kecepatan) nadi

  Normal dewasa : 60-90 kali/menit, anak : 90-140 kali/menit

2. Pengisian nadi (size)

  Ditentukan oleh pengisian saat sistole dan pengosongan saat diastole Gambar 2 Normal Tekanan nadi sekitar 30-40 mmHg. Kontur nadi yang normal adalah halus dan bulat. (gambar 2).

3. Gelombang nadi (wave)

  Ditentukan oleh kecepatan pengisian dan pengosongan nadi. Gelombang nadi sangat erat hubungannya dengan pengisian nadi, makin besar pengisian maka makin besar gelombang nadi

  4. Irama nadi Pada orang normal irama nadi teratur, disebut pulsus reguler.

  5. Tekanan (tension)

  Cara : Dengan memberi tekanan pada A. radialis kanan. Jari ke-2 menekan A. radialis makin kuat sambil jari ke-3 dan ke-4 merasakan ada atau tidak denyut jantung.

  6. Dinding pembuluh darah (kontur) Diraba pada A. br.akialis. Arteri yang baik pada palpasi terasa dindingnya kenyal.

  7. Pulsasi vena

  Pulsasi vena tidak dapat diraba seperti halnya arteri, hanya dapat dilihat (inspeksi) dan sebaiknya diperiksa pada vena jugularis eksterna.

V. Penilaian pernapasan (respirasi)

  Terdiri dari inspirasi dan ekspirasi, frekuensi napas normal 14-20 kali permenit (lihat gambar 3).

  Yang harus diperhatikan pada pernapasan adalah : kecepatan, irama, usaha bernapas (effort of breathing), pola pernapasan, pengunaan otot-otot pernapasan tambahan

  Gambar 3. Pernapasan normal .

  a.

   Kecepatan pernapasan

  Adalah jumlah inspirasi permenit. Kecepatan pernapasan lebih rendah dan kurang teratur dibandingkan dengan denyut nadi, maka harus dihitung semenit untuk mengurangi kesalahan. Kecepatan meningkat pada keadaan :

   Emosional seperti ketakutan atau cemas  Kelainan metabolik :

  • Diabetes melitus
  • Kelainan paru-paru (emfisema)

   Kelainan dinding torak yang menghalangi pelebaran dada, misalnya : miastenia gravis Kecepatan respirasi berkurang pada keadaan : depresi sistem saraf, misalnya kelebihan sedasi dan anestesi.

  b.

   Kedalaman pernapasan

  Kedalaman pernapasan pada umumnya menggambarkan tidal volume, jumlah udara yan diambil setiap pernapasan. Pada dewasa normal tidal volume antara 300-500 ml. Volume udara inspirasi sebenarnya hanya dapat ditentukan dengan spirometer. Untuk memperkirakan kedalaman pernapasan, observasi dada ketika naik dan turun, nilai usaha yang dibutuhkan untuk bernapas. Pernapasan hendaklah agak lambat. Tentukan apakah pernapasan dangkal (superfisial), sedang atau dalam. Napas yang dangkal menunjukkan kerusakan pada dada seperti tulang iga patah. Pernapasan dalam menunjukkan kelainan saraf, seperti cerebrovascular accident.

c. Jenis pernapasan

  • Thorakal Rongga toraks mengembang dan mengempis sesuai dengan irama inspirasi dan ekspirasi. Umumnya wanita mempunyai pernapasan torakal.
  • Abdominal Inspirasi seirama dengan pengembangan perut dan ekspirasi dengan pengempisan perut. Umumnya pada laki-laki dan anak-anak.
  • Thorakoabdominal Unsur torakal lebih dominan. Sering pada laki-laki dan anak-a
  • - Abdominotorakalis

  Unsur abdomen lebih dominan

  d.

   Perubahan bau napas

  • Bau alkohol : pada intoksikasi
  • Bau urin ; pada uremia (gagal ginjal kronk)
  • Bau aseton : pada koma diabetikum (ketoasidosis), kelaparan
  • Bau amis/terasi (fetor hepatikum) : pada koma hepatikum
  • >Bau busuk : - oral higine buruk
  • Stomatitis - Periodontis - Tonsilitis - Rhinitis atr
  • Abses paru
  • Bronkiektasis Perhatikan simetris dinding dada pada saat mengembang waktu inspirasi. Keadaan asimetris dapat disebabkan oleh kelainan otot, tulang iga patah, atau paru-paru collap. Perhatikan otot dada atau otot abdomen yang bekerja. Wanita biasanya bernapas dengan otot dada, sedangkan laki-laki dan anak-anak memakai otot abdomen. Perhatikan juga otot lain yang bekerja pada pernapasan, misalnya otot skalenus, sternocleidomastoideus dan otot abdomen. Pemakaian otot tersebut biasanya pada keadaan penyakit paru-paru kronis atau respiratory distress .

VI. Penilaian Suhu tubuh

  Suhu tubuh menunjukkan perbedaan antara jumlah energi yang dihasilkan oleh tubuh dengan jumlah energi yang hilang. Dalam keadaan normal suhu tubuh dipertahankan dalam batas normal, hal ini diatur oleh pusat pengaturan panas (thermoregulatory) pada hipotalamus. Sistem ini mengatur keseimbangan antara panas yang dihasilkan oleh sistem metabolisme pada tubuh seperti menggigil, kontraksi otot, penyakit, olahraga, peningkatan aktifitas kelenjar tiroid dengan panas yang hilang sepertu konduksi, konveksi dan evaporasi.

  Suhu tubuh normal 36 o

  o

  C-37,5

  o

  C. Bila produksi panas berlebihan akan menyebabkan demam/ peningkatan suhu tubuh (hyperthermia). Kebalikannya, bila aktifitas berlebihan dapat menyebabkan suhu tubuh menurun disebut hypothermia.

  Posisi termometer a.

   Oral

  Pemeriksaan secara oral dengan memasukkan ujung termometer kaca di bawah bagian depan lidah lalu mulut ditutup selama 3-5 menit, kemudian baca hasilnya. Letakkan kembali termometer di bawah lidah beberapa menit, baca hasilnya. Bila suhu masih bertambah, ulangi prosedur sampai temperatur tetap. Sebelum pemakaian, termometer

  dikocok agar kolom air raksa berada dibawah 35,5

  C. Dilakukan pada pasien dewasa yang sadar. Sebelum pemeriksaan pasien tidak bernapas memalui mulut, tidak minum air panas, air dingin dan tidak merokok selama 15 menit. Faktor-faktor tersebut menyebabkan hasil pembacaan tidak tepat.

  Kemungkinan kesalahan yang terjadi :  Penderita tidak menutup mulut dengan rapat  Penderita baru minum es atau air panas (pemeriksaan diundur 10-15 menit)  Penderita bernapas melalui mulut  Terlalu cepat menilai  Merokok (15 menit sebelumnya) Cara oral, kontra indikasi dilakukan pada pasien dengan kerusakan mulut, setelah operasi mulut, anak-anak, pasien tidak sadar, batuk-batuk, kejang dan menggigil. Keadaan ini akan menyebabkan termometer pecah. Pada pemakaian termometer elektronik, pembacaan suhu setelah 10 detik. Suhu oral rata-

  

o o o o

  rata 37 C (98,6

  F), pada pagi hari suhu dapat mencapai 35,8

  C, siang dan sore hari 37,3 C.

  b. Aksila

  Cara pengambilan suhu melalui aksila dengan meletakkan ujung termometer pada ketiak/aksila. Pasien memegang tangan yang lain melalui dada, sehingga posisi termometer tetap. Bila pasien tidak mampu, pemeriksa yang memegang termometer tersebut. Temperatur melalui aksila dibaca setelah 5-10 menit. Cara ini dilakukan pada pasien yang tidak bisa menutup mulut secara oral, misalnya deformitas mulut, operasi mulut, pasien yang memakai oksigen. Pengukuran dengan termometer digital dilakukan selama 30 detik.

  c. Rektal

  Penderita berbaring pada 1 sisi dengan paha difleksikan. Ujung termometer diberi pelumas, masukkan ke anus sedalam 3-4 cm, baca setelah 3 menit. Pada pemakaian termometer

  o

  elektronik, pembacaan suhu setelah 10 menit. Suhu rektal lebih tinggi 0,4-0,5 C dibandingkan suhu oral.

  d. Membran timpani

  Pengukuran suhu pada membran timpani lebih praktis, cepat, aman. Pastikan kanalis auditorius eksternal tidak ada cerumen. Posisi sinar infra merah ditujukan ke membran timpani (jika tidak, pengukuran kurang valid). Tunggu 2-3 detik sampai suhu digital

  o

  muncul. Cara tersebut merupakan pengukuran suhu inti tubuh, lebih tinggi 0,8 C dibandingkan suhu oral.

5. PROSEDUR KERJA

  Dalam skills lab ini, alat yang dibutuhkan dan prosedur kerja dapat dilihat pada penuntun skills lab blok 1.1.. Adapun urutan kerja adalah sebagai berikut: A.

  Penilaian Tingkat Kesadaran.

  B.

  Pengukuran Tekanan Darah C. Pengukuran Denyut Nadi D.

  Pemeriksaan pernafasan E. Pemeriksaan Suhu Tubuh A.

   Penilaian Tingkat Kesadaran: Alat dan bahan : kapas (refleks kornea) Prosedur kerja:

  1. Pada pasien yang sadar , berikan pertanyaan seperti perjalanan penyakit, orientasi tempat dan waktu. Bila bisa dijawab dengan baik , penderita dinilai komposmentis

  2. Bila tidak direspon dengan baik, berikan rangsangan nyeri kepada pasien seperti menekan daerah tulang dada atau menekan daerah betis bagian belakang, menyentuh daerah kelopak mata dengan kapas 3. Respon yang diperoleh menunjukkan tingkat kesadaran pasien.

  a.

  Apatis, bila perhatiannya berkurang b. Somnolen, mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara c. Soporous, dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan d. Soporocomatous, hanya tinggal reflek cornea (sentuhan kapas pada kornea, akan menutup kelopak mata) e.

  Koma, tidak memberi respon sama sekali 4.

  Hal yang sama dilakukan bila mengguinakan Glasgow coma scale, namun hasil dinyatakan dalam bentuk angka, yang kemudian hasil dari angka tersebut menggambarkan kondisi kesadaran pasien.

B. Pengukuran tekanan Darah:

  Alat: spygmomanometer air raksa Cara Mengukur Tekanan Darah

  • bawah manset tersebut sekitar 2,5 cm diatas fosa antekubiti, manset diletakkan pada permukaan depan medial lengan.

  Lilitkan manset yang sudah kempis dengan ketat pada lengan atas sehingga batas

  • palpasi agar kesenjangan auskultasi (auscultatory gap = interval diam antara tekanan sistolik dan diatolik) masih dapat dideteksi. Raba denyut A. radialis dan pompalah manset sampai denyut tak teraba lagi. Perlahan-lahan kempiskan manset dan catatlah angka pada saat denyut teraba lagi. Ini adalah tekanan sistolik (gambar 3).

  Mula-mula tentukan tekanan sistolik dengan palpasi. Tekanan darah diukur dengan

  Letakkan stetoskop dengan ringan di atas A. brakialis (fossa cubiti).

  • Pompa manset secara cepat, sampai 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik, kemudian turunkan

  • perlahan-lahan sekitar 2-3 mmHg perdetik.
  • Bunyi pertama yang terdengar adalah tekanan sistolik = fase Korotkoff I.
  • Saat bunyi tidak terdengar lagi adalah tekanan diastolik = fase Korotkoff II (gambar 5)

  Gambar 4. Cara Mengukur Tekanan Gambar 5. Auscultatory gap darah Gambar 6 Tekanan sistolik dan diastolik

  Cara melaporkan hasil pemeriksaan/pengukuran: Laporan disampaikan dalam bentuk berapa angka yang tertera di alat pada saat terdengar korotkoof 1 , merupakan bunyi sistolik, dan saat bunyi menghilang sebagai fase diastolik

  Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut:

  • memberikan tekanan berlebihan
  • saat mengurangi tekanan, dilakukan tergesa-gesa sehingga sukar menilai bunyi/ fase korotkoff
  • Biasanya pada pergelangan tangan kanan.

  • Pemeriksa berada di kanan, dengan menggunakan 2 ujung jari (jari ke-2,3) tangan kanan yang ditempelkan pada A. radialis. Tekan A. radialis sampai teraba pulsasi yang maksimal (gambar 7)
  • Bila denyut nadi teratur, hitung kecepatan selama 15 detik, lalu dikalikan 4.

  Gambar 7. Pemeriksaan nadi

  Pengukuran Denyut Nadi

  Alat: stop watch / jam Cara pemeriksaan :

  • Bila denyut nadi tidak teratur (aritmia), hitung selama 60 detik. Dihitung juga denyut jantung dengan menggunakan stetoskop.
  • Periksa pada lengan kanan dan kiri.

  Cara melaporkan hasil pemeriksaan/pengukuran: Hasil dilaporkan berupa jumlah denyut per satu menit atau 60 detik

  Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut adalah penekanan nadi terlalu kuat, sehingga terlewatkan denyut pertama yang terasa

C. Pemeriksaan pernapasan:

  Alat : stop watch Cara pemeriksaan pernapasan 1.

  3. Kadang-kadang diperlukan palpasi pada dinding dada untuk membandingkan gerakan kiri dan kanan.

  4. Selama inspirasi, perhatikan gerakan dinding lateral dada, pembesaran sudut epigastrium dan ekstensi anterior-posterior.

  5. Selama ekspirasi, perhatikan gerakan dinding dada, sudut epigastrium dan anterior-posterior kembali ke posisi semula.

  6. Perhatikan otot-otot yang bekerja pada pernapasan.

  7. Buat catatan mengenai irama, frekuensi dan gerakan dinding dada abnormal Cara melaporkan hasil pemeriksaan/pengukuran:

  Nyatakan jumlah nafas satu menit, tipe pernafasan serta ada tidaknya gerakan tambahan di dinding dada. Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut;

  Ketepatan dalam menghitung jumlah pernafasan, Faktor kooperatif pasien sangat menentukan

  Pasien melepaskan baju sesuai kebutuhan 2. Perhatikan gerakan pernapasan melalui gerakan dada pasien (lakukan jangan sampai pasien merasa malu)

D. Pemeriksaan Suhu Tubuh:

  Alat : termometer aksila Cara Pemeriksaan Suhu Tubuh (melalui aksila) 1.

  Pemeriksa berada pada sisi kanan pasien 2. Terangkan pada pasien cara pemeriksaan 3. Pasien berada pada posisi duduk atau prone position 4. Goyang termometer sampai air raksa turun 35,5

  o

  C 5. Letakkan termometer pada ketiak 6. Tunggu 5-10 menit, catat hasilnya

  Cara melaporkan hasil pemeriksaan/pengukuran: Dilaporkan angka yangg sesuai dengan permukaan air raksa

  Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut

  • - Sebelum memulai pengukuran ,permukaan air raksa tidak berada dalam posisi

  terendah

  • permukaan aksilla tidak kering BUKU YANG DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI RUJUKAN 1.

  Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17

  ed

  .Williams & Wilkins.1987 2. Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja Siregar.

  EGC 1996

3 Buku Ajar Fisis Diagnostik Penyakit Dalam FK Unand. Editor Nusirwan Acang, dkk ,

  Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas AndalasPadang, 2008

4. EVALUASI

  CHECKLIST PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK UMUM

  Nama : BP : Tanggal :

  SKOR

  No Aspek Yang Dinilai

  1 2 3 4 A Persiapan 1.

  Mengucapkan salam

  2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan

  3. Menyiapkan alat yang diperlukan

  4. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien

  5. Pasien tidur telentang dalam keadaan rileks dan dada terbuka

  B Anamnesis

  6. Menilai status mental penderita

  7. Menilai tingkat kesadaran (GCS)

  C Inspeksi

  8. Menilai bentuk pernafasan

  9. Melaporkan jumlah pernafasan permenit

  D Palpasi

  10. Melaporkan jumlah denyut nadi permenit

  11. Menilai sifat nadi

  12. Melaporkan suhu tubuh pasien

  D Auskultasi

  13.Melaporkan posisi bunyi korotkof I

  14. Melaporkan posisi bunyi korotkof II

  E Kesimpulan

  JUMLAH

  Penilaian: Untuk nomor 1-5: Untuk nomor 6-14:

  1= tidak dilakukan 1 = Tidak dilakukan 2= dilakukan 2 = Dilakukan dan perlu banyak perbaikan 3 = Dilakukan dan perlu sedikit perbaikan 4 = Dilakukan dengan sempurna

  Nilai akhir= total skor x 100

  46 Nilai akhir = ..............................

  Padang, ...........................2010 Instruktur, (............................................)

II. LINEA / REGIO PADA DINDING TORAKS

  

(INSPEKSI / PROYEKSI ORGAN )

  2.1. TUJUAN PEMBELAJARAN:

  Setelah mengikuti kegiatan ketrampilan ini diharapkan mahasiswa dapat mengenali dan mengidentifikasi proyeksi organ pada dinding Toraks.

  2.2. TEORI

PROYEKSI ORGAN

  Rongga toraks dibentuk oleh : Clavicula

  • Sternum -

  Tulang iga (kostae)

  • Scapula -

  Vertebrae Thoracalis

  • Otot-otot dinding Toraks - Besar rongga toraks bervariasi, pada orang dewasa diameter anterior – posterior lebih kecil dari diameter transversal.

  Anatomi Dan Fisiologi Toraks

  Pelajarilah kembali anatomi dinding dada kenalilah struktur-struktur yang terdapat pada gambar di bawah ini (Gambar 1).

  Dalam mendeskripsikan hasil pemeriksaan toraks, anda perlu dapat menghitung kosta beserta spatium interkostalis dengan benar. Angulus sternalis adalah petunjuk yang baik. Untuk menemukannya, temukanlah dahulu fossa suprasternalis, kemudian gerakkan jari anda ke bawah sejauh kurang lebih 5 cm, untuk sampai pada tonjolan tulang horisontal yang menghubungkan antara manubrium sterni dengan korpus sterni. Kemudian gerakkan jari anda ke lateral untuk menemukan kosta kedua. Spatium interkostalis yang langsung berada di bawahnya adalah spatium interkostalis ke dua. Dari sini, dengan menggunakan dua jari anda dapat menyelusuri kosta ke bawah, secara miring ke lateral sesuai dengan garis merah pada gambar. Jangan menyelusuri tepi sternum, karena di daerah ini kosta sangat rapat. Kenalilah bahwa hanya 7 buah kartilago kosta yang melekat pada sternum. Kartilago kosta ke 8, 9 dan ke 10 menempel pada kartilago kosta di atasnya, sedangkan kartilago kosta ke 11 dan ke 12 berujung bebas (Gambar 2).

  Pada dinding posterior dada, kosta ke 11 dan ke 12 dapat menjadi titik awal untuk menghitung kosta dan spatium interkostalis. Biasanya ini menolong untuk mendiskripsi kelainan pada dada bagian bawah, tetapi dapat menolong juga apabila penghitungan dari depan tidak memuaskan atau meragukan. Mula-mula dengan satu jari tangan, tekanlah tepi bawah kosta ke arah dalam dan atas, temukanlah kosta ke 12. Kemudian merambatlah ke atas pada spatium interkostalis secara miring ke atas dan melingkar ke dinding depan dada (gambar 3)

  Selain itu, ada juga tanda-tanda tulang lain yang dapat dipakai sebagai patokan. Angulus inferior scapulae biasanya terletak pada level yang sama dengan kosta ke-7. Lokasi kelainan dapat juga disebutkan dengan menggunakan letak prosesus spinosus dari vertebrae.

  Pada waktu seseorang menundukkan kepala, maka prosesus spinosus yang paling menonjol adalah prosesus yang sama menonjol, mereka adalah milik vertebra servikal 7 dan torakal. 1. Prosesus spinalis di bawahnya dapat dikenali dan dihitung terutama apabila vertebra dalam keadaan fleksi.

  Selain itu, hasil pemeriksaan dapat dilokalisir menurut garis imajiner (linea) yang ditarik pada dinding dada (Gambar 3a ). Perhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris (voussure cardiaque), yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.

  Garis (linea) imajiner pada permukaan badan yang penting pada permukaan dada, ialah (Gambar 3) : Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)

  • Garis tengah klavikular ( mid clavicular line/MCL)
  • Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)
  • Garis para sternal kiri dan kanan (para sternal line/PSL)
  • Garis-garis tersebut ini perlu untuk menentukan lokasi kelainan yang ditemukan pada permukaan badan.

  

Gambar 3. Letak Garis Anatomi Pada Permukaan Badan

  Selain itu terdapat istilah lain yang biasa dipakai misalnya supraklavikuler (di atas klavikula), infraklavikuler (di bawah klavikula), interskapula (di antara dua skapula), dan infra skapula (gambar 4)

  Proyeksi Paru Pada Dinding Dada Pada waktu memeriksa Toraks, ingatlah akan lokasi paru beserta lobus-lobusnya.

  Lokasi ini dapat diproyeksikan pada dinding dada. Kunci proyeksi lokasi ini terletak pada antara lain : a.

  Apex paru terletak kurang lebih 2-4 cm di atas sepertiga medial klavikula b. Batas bawah paru menyilang kosta ke 6 pada linea midclavikula, dan menyilang kosta ke 8 pada linea midaxilaris.

  c.

  Pada dinding belakang, batas bawah adalah pada level prosesus spinosus vertebra thorakalis ke 10.

  d.

  Batas ini dapat turun sampai ke vertebra thorakalis ke 12 pada inspirasi dalam (Gambar 5).

  Tiap paru secara garis besar dibagi dua oleh fisura yang obliq, menjadi lobus superior dan lobus inferior. Pada dinding dada posterior,. lokasi fisura obliq ini kira-kira sesuai dengan garis obliq yang ditarik dari prosesus spinosus thorakalis ke 3 ke bawah lateral. Garis ini berdekatan dengan batas bawah skapula ketika lengan diangkat ke atas kepala (Gambar 6 ). Paru kanan dibagi lagi oleh fisura horisontal menjadi lobus superior dan lobus medius, Fisura ini melintang dari linea mid axilaris kanan setinggi kosta ke 5 ke medial setinggi kosta ke 4 (Gambar 7).

  Biasanya, anda harus mendeskripsikan hasil pemeriksaan dengan istilah: daerah paru atas, tengah, atau bawah. Suatu kelainan pada daerah paru kanan atas, misalnya, berarti berasal dari lobus kanan atas, sedangkan kelainan pada daerah paru kiri bawah berasal dari lobus inferior kiri. Sedangkan pada pemeriksaan dinding dada sisi lateral kanan, kelainan dapat berasal dari 3 lobi paru kanan.

  Oleh karena hasil pemeriksaan toraks dipengaruhi oleh jarak antara dinding dada dengan trakhea dan bronchi yang besar, maka lokasi dari organ-organ tersebut harus dikenali. Perhatikan bahwa trakhea bercabang di daerah setinggi angulus strenalis (di depan) atau prosesus spinalis vertebra thorakalis ke 4 (di belakang).

  Bernafas adalah suatu aksi otomatik yang diatur oleh batang otak dan dilakukan oleh otot-otot respirasi. Selama inspirasi, diafragma dan otot-otot interkostales berkontraksi, membesarkan volume rongga toraks, dan memekarkan paru di dalam rongga pleura. Dinding dada bergerak ke atas, depan, dan ke lateral. Selama diafragma bergerak turun. Setelah inspirasi berhenti, paru mengempis, diafragma secara pasif akan naik dan dinding dada akan relax seperti semula. Apabila nafas terpacu oleh karena olahraga atau penyakit, maka ada otot lain yang ikut bekerja, yaitu otot trapezius, sternomastoid, dan otot scalenus di leher selama inspirasi, dan otot-otot abdominal selama ekspirasi. Amatilah otot-otot leher anda di depan cermin pada waktu anda menarik nafas sedalam mungkin.

  Suara nafas berasal dari saluran nafas besar, yang melalui paru diteruskan ke dinding dada, sehingga anda dapat mendengarnya dengan stetoscope. Jaringan yang dilalui oleh udara pernafasan, meredam dan menyaring suara nafas ini. Sehingga yang anda dengar pada waktu pemeriksaan auskultasi adalah suara lembut dengan frekuensi rendah pada waktu inspirasi, dan akan melemah dan kemudian menghilang pada awal ekspirasi.

PROYEKSI JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH BESAR PADA DINDING DADA

  Pada umumnya jantung diperiksa pada dinding depan dada. Sebagian besar dari permukaan depan jantung disusun oleh ventrikel kanan. Ventrikel ini bersama dengan arteri pulmonalius merupakan suatu bentuk baji yang terletak setinggi perbatasan antara sternum dengan processus xiphoideus. Kemudian ventrikel kanan ini menyempit ke atas dan bersatu dengan arteria pulmonalis pada daerah kartilago kosta ke 3 kiri di dekat sternum (Gambar 8).

  Ventrikel kiri, yang hanya menyusun sebagian kecil dari permukaan depan jantung, terletak di sebelah kiri dan di belakang ventrikel kanan. Walaupun demikian ventrikel kiri ini penting secara klinis, karena merup akan batas kiri jantung dan menentukan iktus kordis. Iktus kordis ini adalah suatu denyutan sistolis sekilas yang biasanya ditemukan pada spatium interkosta ke- 5. 7-9 cm dari linea midsternalis (Gambar 9).

  Batas kanan jantung disusun oleh atrium kanan. Atrium kiri terletak di belakang, dan tidak dapat diperiksa secara langsung. Walaupun demikian, sebagian kecil dari atrium ini membentuk sebagian dari batas kiri jantung dengan arteria pulmonalis dan ventrikel kiri. Di atas jantung terdapat pembuluh darah besar, arteria pulmonalis, bercabang menjadi cabang kanan dan kiri. Aorta, melengkung ke atas dari ventrikel kiri di daerah angulus sternalis, kemudian melengkung ke belakang dan ke bawah. Di sebelah kanan, vena kava superior masuk ke antrium kanan (Gambar 10).

  Walaupun tidak digambarkan di atas, vena kava inferior juga masuk ke atrium kanan. Vena kava superior dan inferior membawa darah venous dari bagian tubuh atas dan bawah.

III. TORAKS 1

PEMERIKSAAN FISIS PARU

  Mahasiswa mampu menyuruh pasien dengan sopan untuk tidur terlentang dan diikuti posisi duduk untuk dilakukan pemeriksaan sistem respirasi.

  Modul ini dibuat agar para mahasiswa dapat mencapai kemampuan tertentu di dalam pemeriksaan sistem respirasi.

  3.2. Tujuan Pembelajaran

  3.2.1. Tujuan pembelajaran Umum:

  Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik sistem respirasi meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari sistem respirasi (paru)

  3.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus : a.

  Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan b. Mahasiswa mampu memberikan salam dan memperkenalkan diri.

  c.

  Mahasiswa mampu menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan d.

  Mahasiswa mampu menyuruh pasien dengan sopan untuk membuka bajunya dan melakukan apa-apa yang disuruh oleh pemeriksa e.

  3.1. Pendahuluan

  f.

  Mahasiswa dapat mengambil posisi berdiri disebelah kanan pasien g.

  Mahasiswa mampu melakukan inspeksi trakea h. Mahasiswa mampu melakukan inspeksi toraks dalam keadaan statis dan dinamis (untuk melihat bentuk toraks dan gerakan pernapasan)

3.2. Waktu Dan Lokasi

  Mengetahui anatomi toraks dan sistem respirasi ( anatomi) 3.4.

   Teori Dasar

Sistem Respirasi

  Saluran nafas bagian atas terdiri dari :

   Prasyarat

  Ruang skills lab dan 1 x pertemuan perminggu 3.3.

  • Oropharynx - larynx
Saluran nafas bagian bawah terdiri dari : Trakhea

  • Bronkus utama kiri dan kanan
  • Bronkus -

  Bronkiolus terminalis

  • Bronkiolus respiratorius
  • Saccus alveolaius
  • Alveoli -

  Gambar 11. Anatomi paru

  Pembagian Regio Paru

  Regio paru dapat dibagi mejadi : 1.

  Regio Apikal 2. Regio Medial 3. Regio Basal

  Pemeriksaan Fisis Paru A.

PEMERIKSAAN INSPEKSI

  Pada pemeriksaan inspeksi Toraks harus dilakukan dalam 2 kondisi yaitu: kondisi diam (statis) dimana pasien disuruh menahan napas untuk menilai bentuk dinding toraks dan dalam kondisi bernapas (dinamis) untuk menilai gerakan pernapasan. Dilakukan inspeksi dari depan, belakang, kiri dan kanan. Dalam keadaan normal secara inspeksi bentuk dan gerakan toraks adalah simetris baik dalam keadaan statis maupun dinamis.

  a.

  Beberapa Kelainan Dinding Toraks : i.

  Pigeon chest sternum ⅓ distal melengkung ke anterior, bagian lateral dinding Toraks kompressi ke medial (seperti dada burung), etiologi ricketsia dan kelainan congenital.(gambar 12)

  Gambar 12. Pigeon chest ii. Funnel chest bagian distal dari sternum terdorong kedalam / mencekung  ricketsia/congenital (gambar 13)

  Gambar 13.Funnel chest iii. Flat chest Ø anterior – pasterior memendek etiologi bilateral pleuro pulmonary fibrosis.(gambar 14)

  Gambar 14. Flat chest Barrel chest (Toraks emfisematous) (gambar 15)

  iv.

  • Ø ant-post memanjang
  • Iga-iga mendatar
  • Sela iga melebar
  • Sudut epigastrium tumpul
  • Diafragma mendatar

  Terdapat pada Penyakit Paru Obstruktif menahun (PPOM)

  Gambar 15. Barrel chest v. Scoliosis dari vertebra thoracalis  perubahan bentuk dari rongga Toraks (Gambar 16 dan 17)

  Gambar 16. Skoliosis Gambar 17. skoliosis vi. Kyphosis / gibbus dari vertebra thoracalis (gambar 18)

  Gambar 18. Kyphosis vii.

  Unilateral Flattening : salah satu hemi Toraks menjadi lebih pipih, contoh pada fibrosis paru atau fibrosis pleura (schwarte) viii.

  Unilateral prominence, contoh : Efusi Pleura yang banyak

  • Pneumo Toraks -

  Perlu diperhatikan bentuk badan serta tanda-tanda khas yang terdapat pada seorang pasien, antara lain astenik, hipostenik, atau hiperstenik, berat badan normal, kurus atau gemuk, tanda-tanda bekas trauma dan adanya deformitas di dada, kelainan kongenital pada bentuk badan, dan lain-lain.

b. Gerakan Pernapasan (Respiratory Movement)

  Toraks ekspansi akibat aktivitas otot pernafasan dan secara pasif kemudian terjadi ekspirasi, frekwensi pernafasan normal 14-18/mnt, pada bayi baru lahir normal 44x/menit dan secara gradual berkurang dengan bertambahnya umur.

  Pada laki-laki dan anak diafragma lebih berperan, sehingga yang menonjol gerakan pernafasan bagian atas abdomen dan Toraks bagian bawah. Pada ♀ yang lebih berperan adalah musculus interkostal, gerakan pernafasan yang menonjol adalah gerakan rongga

  Toraks bagian atas.

  Dalam kondisi normal gerakan pernapasan yang terlihat dari dinding toraks adalah simetris kiri dan kanan. Sedangkan pada kondisi patologis misalnya bila terjadi kelainan pada paru atau pleura seperti pada penyakit tumor paru, atelektasis, efusi pleura, pneumotoraks dll. Maka akan terlihat gerakan pernapasan tertinggal pada sisi paru yang sakit.

3.5. Prosedur Pemeriksaan Fisis Paru : 1.

  Mahasiswa memberikan salam dan memperkenalkan diri.

2. Mahasiswa menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan dan minta kesediaan pasien.

  3. Mahasiswa menyuruh pasien membuka bajunya dan menyuruh pasien agar melakukan apa-apa yang disuruh oleh pemeriksa

  4. Mahasiswa menyuruh pasien tidur terlentang dan diikuti posisi duduk untuk dilakukan pemeriksaan sistem respirasi. Posisi penderita dapat duduk, berdiri atau berbaring sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan 5. Mahasiswa mengambil posisi berdiri disebelah kanan pasien 6. Mahasiswa melakukan inspeksi trakea dan menujukkan linea-linea imajiner pada toraks.

  7. Mahasiswa melakukan inspeksi toraks dalam keadaan statis dan dinamis (untuk melihat bentuk toraks dan gerakan pernapasan) dari depan, belakang, samping kiri & kanan.

  IV. PEMERIKSAAN FISIS JANTUNG DAN JVP

  4.1. Tujuan Pembelajaran

  4.1.1. Tujuan Instruksional Umum

  Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung dan JVP

   4.1.2. Tujuan Instruksional Khusus:

  4.1.2.1. Mahasiswa mampu melakukan inspeksi dan mendeskripsikan bentuk toraks: Normal /Abnormal

  4.1.2.2. Mahasiswa mampu melakukan inspeksi dan mendeskripsikan apex cordis: terlihat/tidak terlihat.

  4.1.2.3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan JVP a.

  Mengidentifikasi letak Vena Jugularis Eksterna b. Mengidentifikasi Angulus Sterni Ludovici c. Mengidentifikasi batas pengisian tertinggi

  d. Menginterpretasikan hasil JVP

  4.2. Waktu Dan Lokasi

  Ruang skills lab dan 1 x pertemuan perminggu 4.3.

   Prasyarat a.

  Mengetahui anatomi sistem kardiovaskuler ( anatomi) b. Mengetahui fisiologi sistem kardiovaskuler (fisiologi ) c. Mengetahui hemodinamik sirkulasi jantung ( fisika ) 4.4.

   Teori Dasar

PEMERIKSAAN FISIS JANTUNG DAN JVP

  Pemeriksaan kardiovaskuler biasanya dimulai dengan pemeriksaan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Kemudian diperiksa pulsasi arteri, pulsasi vena jugularis, dan akhirnya baru pemeriksaan jantung. Cara pemeriksaan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah dapat dilihat kembali pada teknik pemeriksaan fisik dasar (Blok 1.1).

  1. Arteri Karotis

  Denyut arteri karotis diraba pada pangkal leher di daerah lateral anterior, denyut ini mencerminkan kegiatan ventrikel kiri. Gambaran nadi yang terjadi menyerupai gelombang nadi yang terjadi pada arteri radialis. Pulsasi karotis yang berlebihan dapat timbul karena tekanan nadi yang besar, misalnya pada insufisiensi aorta ditandai dengan naik dan turunnya denyut berlangsung cepat.