TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MENGENAI TANGGUNG JAWAB AYAH TERHADAP BIAYA PEMELIHARAAN ANAK SETELAH PERCERAIAN ( Studi Putusan Nomor: 586Pdt.G2016PA.Mks)

  TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MENGENAI TANGGUNG JAWAB AYAH TERHADAP BIAYA PEMELIHARAAN ANAK SETELAH PERCERAIAN ( Studi Putusan Nomor: 586/Pdt.G/2016/PA.Mks) SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Prodi Hukum Peradilan dan Kekeluargaan

  

Pada Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

Abd Rahman Azis

  

NIM:10100112047

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2016

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  Mahasiswa yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Abd Rahman Azis Nim : 10100112047 Tempat/tgl.Lahir : Mamuju, 04 Mei 1994 Jur/prodi : Peradilan Agama Fakultas : Syari’ah dan Hukum Alamat : Jl. Berua 2 kel. Paccerakkang, kec. biringkanaya Judul : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama

  Mengenai Tanggung Jawab Ayah Terhadab Biaya Pemeliharaan Anak Setelah Perceraian (Studi Putusan No : 586/Pdt.G/2016/PA.Makassar)

  Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari skripsi ini terbukti merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau keseluruhan, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

  Makassar, 09 Desember 2016 Penyusun

  Abd Rahman Azis NIM:10100112047

  PENGESAHAN SKRIPSI

  Skripsi yang berjudul, “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama Mengenai Tanggung Jawab Ayah Terhadap Biaya Pemeliharaan Anak Setelah Perceraian (Studi Putusan No : 586/Pdt.G/2016/PA.Mks)”, yang disusun oleh Abd Rahman Azis, NIM: 10100112047, mahasiswa Jurusan Peradilan pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Selasa, 13 Desember 2016 M, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Syariah dan Hukum, Jurusan Peradilan (dengan beberapa perbaikan).

  Samata, 13 Desember 2016 M 13 rabiul awal 1438 H

  DEWAN PENGUJI : Ketua : Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag (………………..…) Sekretaris : Dr. H. Abd Halim Talli, M.Ag (…………………..) Munaqisy I : Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing, HT MS (…………………..) Munaqisy II : Andi Intan Cahyani, S.Ag, M.Ag (…………………..) Pembimbing I : Dr. H. Supardin, M.Hi (…………………..) Pembimbing II : Drs. H. M. Jamal Jamil, M.Ag (…………………..)

Disahkan oleh:

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag NIP. 19621016199031003

KATA PENGANTAR

  Assalamu ‟alaikumWr. Wb.

  Puji dan syukur penulis panjatkan sebesar-besarnya atas kehadirat Allah swt, karena atas berkah dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama Mengenai Tanggung Jawab Ayah Terhadap Biaya Pemeliharaan Anak Setelah Perceraian (Studi Putusan Nomor: 586/Pdt.G/2016/PA.Mks)’’ ” sebagai persyaratan wajib bagi mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar guna memperoleh gelar Sarjana Hukum. Tak lupa pula penulis panjatkan shalawat dan salam bagi junjungan dan teladan Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabat beliau yang senantiasa menjadi penerang bagi kehidupan umat muslim di seluruh dunia.

  Sesungguhnya setiap daya dan upaya yang disertai dengan kesabaran dan doa senantiasa akan memperoleh manfaat yang maksimal. Namun demikian, penulis pun menyadari keterbatasan dan kemampuan penulis sehingga dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

  Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari keterlibatan berbagai pihak yang senantiasa membantu dan membimbing penulis dalam suka dan duka. Oleh terima kasih yang sangat besar kepada seluruh pihak yang telah membantu baik moriil maupun materiil demi terwujudnya skripsi ini, yakni kepada :

  1. Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Si sebagai Rektor UIN Alauddin Makassar dan

  Segenap Pembantu Rektor yang memberikan kesempatan mengecap getirnya kehidupan kampus UIN, sehingga penulis merasa diri sebagai warga kampus insan akademisi.

  2. Prof. Dr. Darusalam, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum. serta Wakil Dekan I, II dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

  3. Dr. H. Supardin, M.Hi. beserta ibu Dr. Hj. Fatimah, M.Ag. selaku Ketua Jurusan dan Sekertaris Jurusan Peradilan Agama UIN Alauddin Makassar;

  4. Dr. H. Supardin, M.Hi. dan Drs. H.M. Jamal Jamil, M.Ag selaku pembimbing I dan II yang selalu meluangkan waktunya untuk mengarahkan serta membimbing penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

  5. Bapak/Ibu bagian Tata Usaha Fakultas Syariah dan Hukum serta jajarannya, yang telah banyak membantu dan memberi petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan mata kuliah dan skripsi ini.

  6. Segenap Dosen-dosen Jurusan Peradilan Agama yang telah mendidik, membimbing, mengajar dan mengamalkan ilmu-ilmunya kepada penulis.

  Semoga ilmu yang telah mereka sampaikan dapat bermanfaat bagi kami di dunia dan di akhirat. Aamiin.

  7. Bapak ketua Pengadilan Agama Makassar Kelas 1 A dan jajarannya yang telah banyak membantu dan memberi petunjuk dalam proses penyelesaian skripsi ini.

  8. Serta seluruh teman-teman Peradilan Agama angkatan 2012 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang sedikit banyaknya memberikan ide dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat berkembang.

  9. Kepada kak acong, yang telah menemani saya menemui orang-orang yang akan saya wawancarai demi kelancaran dan kelengkapan data hingga skripsi ini dapat tercipta.

  10. Terima kasih banyak kepada semua pihak yang membantu yang selalu setia menemani selama proses penulisan skripsi ini.

  Penulis menyadari dan meyakini bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan bimbingan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi penulis agar nantinya penulis lebih baik lagi dalam menyajikan suatu pembahasan.

  Amiinn Yaarobbal Alam Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah swt, senantiasa menilai amal perbuatan kita sebagai ibadah dan senantiasa meridhoi segala aktifitas kita semua. Amin. Akhir kata Billahitaufiqwalhidayah

  Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Samata , 09 Desember 2016 Penyusun

  Abd Rahman Azis NIM: 10100112047

  

DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................ i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..................................................... ii

PENGESAHAN........................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iv

DAFTAR ISI ............................................................................................... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. ix

ABSTRAK ................................................................................................... xv

  

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1-11

A. Latar Belakang Masalah.........................................................

  1 B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ....................................

  9 C. Rumusan Masalah ..................................................................

  9 D. Kajian Pustaka ....................................................................... 10 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................

  11 BAB II TINJAUAN TEORETIS .......................................................... 12-55 A. Kewajiban dan Hak Orangtua Terhadap Anak........................

  12 B. Hukum Islam di Indonesia .....................................................

  14 C. Tanggung Jawab Terhadap Anak Setelah Perceraian ..............

  24 D. Perceraian ..............................................................................

  28 E. Putusan Pengadilan ................................................................

  34

  A. Jenis dan Lokasi Penelitian ....................................................

  56 B. Pendekatan penelitan ............................................................

  56 C. Sumber data ...........................................................................

  57 D. Metode Pengumpulan Data ....................................................

  57 E. Instrumen Penelitian ..............................................................

  58 F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................

  58 BAB IV PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MAKASSAR MENGENAI

  TANGGUNG JAWAB AYAH TERHADAP BIAYA PEMELIHARAN ANAK .......................................................... 59-67

  A. Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Gugatan Nafkah Anak Setelah Perceraian ........................................................

  59 B. Pelaksanaan Tanggung Jawab Ayah Terhadap Biaya Pemeliharaan Anak Setelah Perceraian ........................................................

  61 C. Bagaimana Analisis Tentang Tanggung Jawab Ayah Terhadab Biaya Pemeliharaan Anak ................................................................ 62 BAB V PENUTUP ..................................................................................

  68 A. Kesimpulan ...........................................................................

  68 B. Implikasi Penelitian ..............................................................

  68 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

  69 DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... 71

  TRANSLITERASI A. Transliterasi Arab-Latin

  Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut :

1. Konsonan

  ا

  د

  Syin Sy es dan ye

  ش

  Sin S Es

  س

  Zai Z Zet

  ز

  Ra R Er

  ر

  Zal Z zet (dengan titik diatas)

  ذ

  Dal D De

  Kha Kh ka dan ha

  Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

  Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

  ḥa ḥ ha (dengan titik dibawah)

  ح

  Jim J Je

  ج

  ṡa ṡ es (dengan titik diatas)

  ث

  Ta T Te

  ت

  Ba B Be

  ب

  خ es (dengan titik dibawah) ṣad ṣ

  ص

  ḍad ḍ de (dengan titik dibawah)

  ض

  ṭa ṭ te (dengan titik dibawah)

  ط

  ẓa ẓ zet (dengan titik dibawah)

  ظ

  ‘ain apostrof terbalik ̒

  ع

  Gain G Ge

  غ

  Fa F Ef

  ف

  Qaf Q Qi

  ق

  Kaf K Ka

  ك

  Lam L El

  ل

  Mim M Em

  م

  Nun N En

  ن

  Wau W We

  و

  Ha H Ha

  ه

  Hamzah Apostrof ̓̓

  ء

  Ya Y Ye

  ى

  Hamzah (

  ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda

  apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda ( ̓ ).

2. Vokal

  Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau dipotong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambanya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

  Tanda Nama Huruf Latin Nama fat a A ḥah

   َا

  Kasrah i

  I

   ِا

  u U ḍammah

   ُا

  Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda Nama Huruf Latin Nama fat ai a dan i

  ḥah dan yā̓̓

   َي

  fat au a dan u ḥah dan wau

   َو 3. Maddah

  Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harakat dan Nama Huruf dan Nama

  Huruf tanda Fat ḥah dan alif atau ā a dan garis di َي… / َا …. atas yā̓̓ i dan garis di

  Kasrah dan yā ī

  ي atas u dan garis di ḍammah dan wau Ữ

  و

  atas Contoh: ت ﺎ : māta ﻣ ﻰﻣر : ramā ﻞﯿﻗ : qīla ت ﻮﻤﯾ : yamūtu 4.

   Tā marbūṭah

  Tramsliterasi untuk

  tā’ marbūṭah ada dua yaitu: tā’ marbūṭah yang hidup atau

  mendapat harakat fat

  ḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah (t). sedangkan tā’ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h).

  Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka

  tā’ marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

  5. Syaddah (Tasydīd)

  Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydīd ( ﹼ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

  6. Kata Sandang

  Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا (alif lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar ( - ).

  7. Hamzah.

  Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof ( ‘ ) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletah di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

  8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

  Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata al-Qur’an (dari al-

  Qur’ān), Alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh.

  9. Lafẓ al-jalālah (ﷲ )

  Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mu ḍā ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

  Contoh: ﷲ ﻦﯾد dīnullāh ﷲ ﺎﺑ billāh Adapun

  tā’ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-jalālah,

  ditransliterasi dengan huruf (t). contoh:

10. Huruf Kapital

  Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf capital, misalnya, digunakan untuk menulis huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap dengan huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). contoh: Wa mā Muḥammadun illā rasūl.

  ABSTRAK Nama : Abd Rahman Azis Nim : 10100112047

Judul Skripsi : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama

Mengenai Tanggung Jawab Ayah Terhadap Biaya

  Pemeliharaan Anak Setelah Perceraian (Studi Putusan Nomor : 586/Pdt.G/2016/PA.Mks)

  Penelitian mengenai tinjauan yuridis pelaksanaan putusan pengadilan agama mengenai tanggung jawab ayah terhadap biaya pemeliharaan anak setelah perceraian, bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan tanggung jawab ayah setelah perceraian di Pengadilan Agama. Serta untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutus perkara mengenai gugatan nafkah anak.

  Dalam penelitian ini penulis memilih pengadilan agama Makassar sebagai lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa Pengadilan Agama Makassar merupakan instansi atau badan yang terkait dan berwenang untuk melayani serta menangani setiap permasalahan yang berhubungan dengan perceraian. Serta untuk memperoleh data maka penulis melakukan wawancara dengan hakim pengadilan agama Makassar. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan wawancara akan dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu dengan menguraikan, menjelaskan, dan menggambarkan mengenai pelaksanaan putusan pengadilan agama mengenai tanggung jawab ayah terhadap biaya pemeliharaan anak setelah perceraian.

  Setelah melakukan penelitian maka diperoleh hasil bahwa dalam pelaksanaan tanggung jawab ayah terhadap biaya pemeliharaan anak setelah perceraian sering kali diabaikan oleh ayah dan ada juga yang melaksanakan tetapi tidak sepenuhnya serta tidak mencukupi biaya kehidupan yang diperlukan oleh anak. Sedangkan di dalam Undang- undang dan Al-Quran telah ditetapkan tentang hadhanah terhadap anak yang belum mumayyiz setelah terjadi perceraian. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam memutus perkara gugatan nafkah anak yaitu Majelis hakim mempertimbangkan kemaslahatan anak yang belum mumayyiz sehingga Majelis Hakim mengabulkan gugatan dari perkara yang telah di teliti. Menurut ulama ketentuan yang ditetapkan hakim jumlahnya masih sedikit tetapi beliau mengatakan bahwa pasti hakim melakukan pertimbangan yang cukup baik sehingga dapat menjatuhkan putusan untuk perkara tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN A . Latar Belakang Masalah Islam adalah sebuah agama yang berbentuk sebuah peraturan hidup yang

  menjadi sumber rahmat dan kebahagiaan bagi seluruh kaum muslim. Manusia diturunkan bersama dengan peraturan hidupnya agar tidak terjadi benturan dan ketidakseimbangan. Benturan dan ketidakseimbangan ada ketika manusia mulai

  

  Islam memiliki pengaturan yang menyeluruh tentang kehidupan dan mengatur seluruh aspek kehidupan. Tidak terkecuali masalah pernikahan, islam mengaturnya dalam sistem pergaulan. Pernikahan merupakan menggabungkan akad antara laki-laki dan perempuan yang karenanya hubungan mereka menjadi halal. Wajib menikah jika seseorang takut terjerumus dalam pelanggaran dan menjaga kesuciannya. Sunnah menikah jika seseorang memiliki kesempatan dan ingin menyelamatkan dirinya dari berbuat maksiyat kepada Allah swt.

  Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

  

  dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Oleh karena itu, pengertian perkawinan dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsqan ghalidan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya

  

  Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinaan. Orang yang berkeinginan untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal (fisik dan nonfisik) dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw, untuk berpuasa. Orang berpuasa akan memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat keji, yaitu

  

  Keluarga harus terbentuk dari pondasi yang kokoh. Pondasi tersebut adalah akidah islam, ikatan atas dasar keutamaan agama (dien). Dengan niat, cara, proses pernikahan yang sesuai dengan syariat islam, maka restu akan menjadi doa dari semua yang menyaksikan ikatan tersebut. Maka sakinah, mawaddah, dan warohmah mudah dicapai.

  Keluarga adalah sebuah institusi terkecil dari pelaksana syariat Islam. Dari keluargalah akan lahir generasi yang kuat akidah dan akhlaknya untuk mewujudkan 2 Pengertian perkawinan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 3 kembali islam sebagai sebuah negara. Maka, di saat negara islam belum terwujud, maka menjadi kewajiban setiap pasangan untuk menjaga kekokohan keluarga tersebut. Agar Islam dalam institusi terkecil tersebut tidak mampu dihancurkan kaum kafir yang tidak pernah ridho dengan kekuatan islam sampai islam tegak kembali menjadi negara. Untuk itu, menjadi kewajiban untuk melanggengkan sebuah ikatan

  

  Kebahagiaan dalam pernikahan merupakan hal yang didambakan oleh setiap pasangan. Kebahagiaan tersebut berasal dari niat dan usaha dari masing-masing pasangan untuk mewujudkan sebuah kebahagiaan. Sebelum menikah, saat sudah sama-sama cocok dan melanjutkan ta

  ‟aruf, menuju jenjang pernikahan untuk menyatukan komitmen suci mencapai kebahagiaan hakiki, pasangan akan berusaha mempertahankan kebahagiaan tersebut sampai akhir hayat.

  Cobaan yang datang setelah pernikahan merupakan ujian yang harus dihadapi dengan kematangan sikap dan kematangan berpikir. Idealnya harus dihadapi dengan hati dan pikiran yang terbuka, selalu berprasangka positif, serta dengan adanya komunikasi yang baik. Semuanya menjadi kunci utama dalam sebuah kebahagiaan, yang akan membebaskan pasangan dari rasa curiga, pikiran negatif, dan kecemasan lainnya. Komunikasi merupakan jembatan pembentuk kepercayaan. Dengan

5 Rahma, “Perceraian Dalam Pandangan Islam”, Dreamlandaulah Wordpress.Com 24 Januari

  komunikasi pasangan lebih bisa menentukan langkah ke depan menuju kebahagiaan yang diinginkan.

  Tentunya, ketika islam yang menyatukan, maka Islam pula yang memisahkan ketika jalan perpisahan menjadi jalan yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam pernikahan.

  Perceraian ada karena perkawinan, tidak ada perkawinan tentu tidak ada perceraian. Karena itu perkawinan awal hidup bersama sebagai suami istri dan perceraian akhir hidup bersama suami istri.

  Perceraian adalah sesuatu yang dibolehkan dalam ajaran Islam apabila sudah ditempuh berbagai cara untuk mewujudkan kerukunan, kedamaian, dan kebahagiaan, namun harapan dalam tujuan perkawinantidak akan terwujud atau tercapai sehingga yang terjadi adalah perceraian. Perceraian diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 (selanjutnya disebut UUPA) dan Pasal 115 KHI.

  Secara singkat , Syekh Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa " Tidak semua perceraian di bolehkan dalam islam. Jika pun di perbolehkan, hal itu di ibaratkan seperti orang yang sedang mengalami operasi yang sangat menyakitkan rasanya dan itupun sangat di rasakan oleh pelakunya. Bahkan terkadang harus rela kehilangan salah satu anggota tubuhnya, demi menjaga tubuh lainnya. Inilah ibarat cerai dalam islam di bolehkan. Artinya ini adalah solusi pahit yang boleh di lakukan dari pada

  

  Cerai dalam islam hanya boleh untuk menjaga kemaslakhatan, bukan untuk main-main. Cerai dalam islam juga tidak melanggar hak asasi manusia karena ;" Cerai yang di bolehkan adalah yang harus sesuai dengan akal ,hikmah dan kemaslakhatan."

  Untuk melakukan perceraian salah satu dari pihak suami atau isteri mengajukan permohonan atau gugatan cerai ke Pengadilan. Dalam hal ini Pengadilan yang dituju adalah Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri untuk yang beragama selain Islam.

  Jika setelah diperiksa ternyata ada alasan yang cukup untuk mengabulkan gugatan cerai yang diajukan tersebut, maka Majelis Hakim akan mengabulkan permohonan atau gugatan cerai tersebut. Dengan telah bercerainya pasangan suami istri, maka berakibat terhadap tiga hal, pertama putusnya ikatan suami istri, kedua harus dibaginya harta perkawinan yang termasuk harta bersama, dan ketiga pemeliharaan anak harus diserahkan kepada salah seorang dari ayah atau ibu. kaitannya dengan ketiga akibat perceraian ini, maka ketika mengajukan permohonan perceraian, para pihak dapat mengajukan permohonan putusan pembagian harta dan pemeliharaan anak bersama dengan permohonan cerai, atau dapat pula mengajukan permohonan sendiri-sendiri secara terpisah (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama). Terhadap permohonan ini Majelis Hakim akan membuka sidang untuk memeriksa apakah permohonan tersebut layak dikabulkan atau tidak.

  Untuk permohonan yang berkaitan dengan biaya pemeliharaan anak yang dibebankan kepada ayah, Majelis Hakim akan mengabulkan permohonan tersebut baik sebagian atau seluruhnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai keadilan yang berkembang di dalam masyarakat.

  Menurut UU No. 1 Tahun 1974 walaupun orang tua sudah bercerai, mereka masih terikat pada kewajiban untuk memelihara anak-anak yang telah lahir dari perkawinan mereka. Juga dapat diketahui bahwa baik ibu ataupun bapak mempunyai hak yang sama terhadap pemeliharaan anak.

  Dalam hal ini dengan siapapun anak ikut, ayah sebagai mantan suami tetap berkewajiban memberikan nafkah kepada anak untuk biaya hidup dan pendidikannya sampai anak menjadi dewasa atau anak tersebut telah kawin. Namun demikian ibu juga dapat ditetapkan untuk ikut memikul beban biaya pemeliharaan anak tersebut.

  Dalam prakteknya kadang terjadi bahwa terhadap putusan penetapan biaya pemeliharaan anak yang dibebankan kepada ayah ternyata tidak dipatuhi mantan suami, sehingga ibu yang memelihara anak menjadi kesulitan dalam menghidupi dan memelihara anaknya. Dalam keadaan demikian ibu dapat mengajukan gugatan pemenuhan kewajiban pemberian biaya pemeliharaan anak tersebut ke Pengadilan, dan selanjutnya menunggu keputusan Hakim terhadap permohonan tersebut.

  Tuntutan nafkah anak disertakan dalam gugatan dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa tuntutan nafkah yang diajukan sesuai dengan kemampuan suami. Pembuktian tersebut mutlak diajukan dipersidangan. Pengadilan akan menetapkan jumlah biaya anak setiap bulan sampai anak dewasa. Bilamana putusan pengadilan tersebut tidak dijalankan oleh pihak ayah maka sang ibu dapat meminta pelaksanaan tuntutan biaya nafkah terhadap ayahnya melalui pengadilan. Justru sita akan memanggil sang ayah untuk datang memenuhi isi putusan.

  Setiap putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum wajib dilaksanakan oleh pihak-pihak yang dinyatakan secara tegas dalam amar putusan. Jika mantan suami tidak melaksanakan amar putusan tentang pemberian nafkah kepada anak maka mantan istri bisa minta kepada Pengadilan untuk memanggil suami untuk melaksanakan isi putusan (aanmaning).

  Untuk eksekusi putusan tentang kewajiban nafkah seorang ayah kepada anak umumnya hakim akan mempertimbangkan faktor ekonomi. Dalam hal terbukti mantan suami dalam keadaan ekonomi yang tidak memungkin dia memberikan nafkah dalam jumlah sebagai mana disebutkan dalam amar Putusan.

  Hal ini menarik minat penulis untuk mengetahui lebih jauh mengenai perkara- perkara gugatan biaya pemeliharaan anak setelah terjadi perceraian di Pengadilan Agama Makassar. Dalam hal ini studi kasus putusan Nomor : 586/Pdt.G/2016/PA.Mks tentang gugatan nafkah anak. Kasus ini merupakan kasus dimana seorang wanita menggugat mantan suaminya untuk memberikan nafkah kepada anaknya yang belum mumayyiz. Dalam perkara ini, tergugat tidak hadir sehingga dijatuhi putusan verstek. Menurut saksi, tergugat biasa mengirimkan uang kepada anaknya sebesar Rp 300.000,- perbulan tetapi Majelis Hakim mempertimbangkan kemaslahatan anak sehingga Hakim mengabulkan gugatan ini dan menghukum tergugat untuk membiayai anaknya sebesar minimal Rp 400.000,- perbulan.

  Dari beberapa uraian tersebut, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama Mengenai Tanggung Jawab Ayah Terhadap Biaya Pemeliharaan Anak Setelah Perceraian”.

B. Fokus Penelitian Dan Depskripsi Fokus

  Identifikasi dan pembatasan masalah disini digunakan penelitian untuk memberikan batasan masalah yang akan dikaji atau di teliti. Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah lebih memfokuskan terhadap bagaimana cara hakim dalam menangani pemeliharaan anak setelah perceraiaan. Untuk menjelaskan konsep- konsep atau memberikan batasan masalah ada beberapa istilah yang berkaitan dengan judul penelitian. Adapun istilah yang di maksud adalah :

  1. Hadhanah adalah kegiatan mengasuh, memeliharah dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri.

  2. Hukum Islam adalah keseluruhan ketentuan – ketentuan perintah Allah yang wajib ditaati oleh seluruh umat muslim.

  3. Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing.

  C. Rumusan Masalah

  Adapun submasalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara mengenai gugatan nafkah anak?

  2. Bagaimana pelaksanaan tanggung jawab ayah setelah perceraian di Pengadilan Agama?

  D. Kajian Pustaka

  Berdasarkan pokok permasalahan yang penulis paparkan, merupakan sesutu hal yang sangat penting bagi penulis dan masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih real dari permasalahan ini. Tantang bagi penulis dalam mengkaji permasalahan ini, sebab sepanjang pengetahuan penulis bahwa hal ini adalah persoalan yang cukup kontroversial, karena kekurang pahaman masyarakat dengan penulis sendiri tentang hak pemeliharaan anak menurut Syari’at Islam.

  Untuk lebih jelasnya saya dapat menunjukkan hal-hal yang menjadi referensi dalam pembuatan skripsi ini sebagai penunjang untuk lebih berkualitasnya skripsi ini, yaitu sebagai berikut :

  1. Hukum islam oleh Daud Ali, yang menjelaskan tentang pembagian nafkah untuk anak dan istri seletah terjadinya perceraian.

  2. Hukum perdata di indonesia oleh Zainuddin Ali, menjelaskan tentang perkawinan. dan menjelaskan tentang hak dan kewajiban suami istri.

  3. Pokok-pokok hukum acara perdata oleh Mohammad Taufik Makarao, membahas tentang putusan pengadilan dan upaya mengajukan gugatan.

  Dengan beberapa referensi yang telah disebutkan diatas, penulis yakin belum skripsi ini, karena banyaknya masalah hak pemeliharaan anak yang biasa di abaikan oleh orangtua setelah perceraian. Maka penulis merasa perlu mengkaji dari sudut pandang islam.

E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

  Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan karya ilmiah ini adalah :

  1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan tanggung jawab ayah setelah perceraian di Pengadilan Agama.

  2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutus perkara mengenai gugatan nafkah anak.

  Adapun kegunaan dalam penulisan ini adalah :

  1. Kegunaan Praktis Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberi gambaran pada masyarakat mengenai pelaksanaan tanggung jawab ayah setelah perceraian di Pengadilan Agama.

  2. Kegunaan Teoritis Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangan tambahan ilmu tentang tanggung jawab ayah terhadap biaya pemeliharaan anak setelah perceraian.

BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Kewajiban dan Hak Orang Tua Terhadap Anak Anak adalah amanah Allah swt kepada ayah dan ibunya, oleh karena tiu harus

  senantiasa dipelihara, dididik dan dibina dengan sungguh-sungguh agar supaya menjadi orang yang baik, jangan sampai anak tersebut tersesat jalan dalam menempuh jalan hidupnya. Maka kewajiban orang tua terhadap anaknya bukan hanya mencarikan nafkah dan memberinya pakaian, atau kesenangan-kesenangan yang sifatnya duniawi, tetapi lebih dari itu orang tua harus mengarahkan anak-anaknya untuk mengerti kebenaran, mendidik akhlaqnya, memberinya contoh yang baik-baik

  Firman Allah swt QS. At-Tahrim/ 66 : 6.

  

           

          

  Terjemahnya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat- malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang

  

  7 H. Ma'mun Zahrudin, “Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak”, hadits tarbawi elghazy.com,

  07 Oktober 2015. http://haditstarbawielghazy.blogspot.co.id/ (07 Oktober 2015)

  Sejak lahir, setiap insan memiliki hak dan kewajibannya masing – masing yang dianugrahkan Allah swt sejak masih di dalam perut kandungan. Agama Islam telah menyediakan berbagai tuntunan kehidupan, seperti halnya berkehidupan rumah tangga. Agar kehidupan rumah tangga berjalan dengan baik, orangtua harus menjalankan kewajibannya masing-masing dan menyesuaikan haknya. Islam telah menata itu semua dengan baik dan sesuai. Berikut ini adalah hak dan kewajiban yang dimiliki oleh anak dan orangtua : Hak Orangtua:

  1. Memberi perintah kepada anaknya

  2. Mengontrol hidup anaknya

  3. Melarang sesuatu yang tidak pantas dilakukan oleh si anak

  4. Meninggikan suaranya, bahkan memarahi anaknya jika melakukan sesuatu yang buruk

  5. Mendapat kasih sayang dari anaknya

  6. Dipatuhi perintahnya oleh si anak

  7. Berhak menolak keinginan si anak jika keinginan itu buruk dan tidak bisa dipenuhi

  8. Mendapat perlakuan yang layak dari si anak

  9. Mengingatkan dan menasihati si anak jika berbuat salah

  10. Memberikan konsekuensi jika si anak berbuat salah

  11. Mendapat kewenangan penuh di rumah (kamar anak hanya mengontrol saja)

  12. Mencarikan pendamping hidup untuk si anak, atau teman Kewajiban Orangtua:

  1. Berdoa sebelum bercampur dengan istri, sehingga jika Allah takdirkan dari

  2. Mengikuti rosulullah dalam menyambut kelahiran anak

  3. Tinggal di lingkungan yang islami

  4. Memberi nama yang baik

  5. Ibu hendaknya Menyusui anaknya

  6. Mengasuh dan membimbing anak (bukan diasuh oleh pembantu)

  7. Mengkhitan si anak

  8. Mengajari alquran, sholat,puasa, adab dan etika

  9. Mengajari anak naik kuda, berenang dan memanah (Hadis rasulullah)

  10. Memberi nafkah dari rezeki yang halal sampai si anak mandiri atau menikah (Ibu tidak diwajibkan)

  11. Memilihkan teman yang baik 12. berbuat adil kepada semua anak anaknya

  13. Menjadi contoh yang baik bagi anaknya

  

  14. Mencarikan pendamping hidup yang sholeh bagi

B. Hukum Islam di Indonesia

  1. Hukum Islam Hukum Syar’i, dalam banyak istilah disebut hukum syara’ atau hukum syari’at atau hukum syari’ah, dan oleh dalam masyarakat Indonesia lebih dikenal sebagai Hukum Islam adalah salah satu sub sistem hukum yang berlaku di negara Indonesia dan menjadi unsur yang membentuk (sumber bahan hukum) sistem hukum nasional Indonesia. Disamping itu ada dua sub sistem hukum lagi sebagai sumber bahan hukum yaitu hukum barat dan hukum adat.

  Secara etimologis syari’at berarti jalan ke tempat pengairan atau jalan yang sesungguhnya harus dituruti. Syari’at juga berarti tempat yang akan dilalui untuk mengambil air di sungai. Maka dapat ditegaskan di sini syari’at adalah segala aturan Allah yang berkaitan dengan amalan manusia yang harus dipatuhi oleh manusia itu sendiri. Sedangkan segala hukum atau aturan-aturan yang berasal atau dibangsakan kepada syari’at disebut hukum syar’i. Sedangkan syari’at/syari’ah dalam pengertian terminologis adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia

  

  2. Tujuan Hukum Islam Kalau kita pelajari dengan saksama ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya yang terdapat di dalam Al-quran dan kitab-kitab hadis yang sahih, kita segera dapat mengetahui tujuan hukum Islam.Secara umum sering di rumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan.Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial. itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini saja tetapi untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak.Abu Ishaq al Shatibi (m.d. 790/1388) merumuskan lima tujuan hukum islam, yakni memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta, yang (kemudian) disepakati oleh ilmuwan hukum Islam lainnya.Kelima tujuan hukum Islam itu dalam kepustakaan disebut al-maqasid

  

al-khamsah atau al-maqasid al-shari’ah (baca:al-maqasidis syari’ah kadang-kadang

  

  Tujuan hukum Islam tersebut di atas dapat dilihat dari dua segi yakni (1) segi “Pembuat Hukum Islam

  ‟ yaitu Allah Rasul-Nya dan (2) segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu.Kalau dilihat dari (1) Pembuat Hukum Islam,tujuan hukum Islam itu adalah: Pertama, untuk memenuhi keperluan manusia yang bersifat primer,sekunder dan tersier, yang dalam kepustakaan hukum Islam masing-masing disebut dengan istilah daruriyyat, hajjiyat dan tahsiniyyat. Kebutuhan primer (daruriyyat) adalah kebutuhan utama yang harus dilindungi dan dipelihara sebaik-baiknya oleh hukum Islam agar kemaslahatan hidup manusia benar-benar terwujud. Kebutuhan sekunder (hajjiyat) adalah kebutuhan yang dibutuhkan untuk mencapai kehidupan primer,seperti misalnya kemerdekaan,persamaan, dan sebagainya,yang bersifat menunjang eksistensi kebutuhan primer. Kebutuhan tersier (tahsiniyyat) adalah kebutuhan manusia selain dari sifatnya primer dan sekunder itu yang perlu diadakan dan dipelihara untuk kebaikan hidup manusia dalam masyarakat misalnya sandang, pangan, perumahan dan lain-lain. Kedua, tujuan hukum Islam adalah untuk ditataati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. 11

  

Ketiga, supaya dapat ditaati dan dapat dilaksanakan dengan baik dan benar,manusia

  wajib meningkatkan kemampuan untuk memahami hukum Islam dengan mempelajari

  

usul al fiqh (usulul fiqih) yakni dasar pembentukan dan pemahaman hukum Islam

  sebagai metodologinya.Di samping itu, dari segi (2) pelaku hukum islam yakni manusia sendiri, tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang berbahagia dan sejahtera.Caranya adalah, seperti telah disinggung di muka, dengan mengambil yang bermanfaat, mencegah atau menolak yang mudarat bagi kehidupan.Dengan kata lain,tujuan hakiki hukum Islam, jika dirumuskan secara umum, adalah tercapainya keridaan Allah dalam kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.

  Kepentingan hidup manusia yang bersifat primer yang disebut dengan istilah

  

daruriyyat tersebut di atas merupakan tujuan utama yang harus dipelihara oleh hukum

  Islam. Kepentingan-kepentingan yang harus di pelihara itu, yang juga telah disinggung di atas, adalah lima, yaitu pemeliharaan (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4)

  

  Pemeliharaan (1) agama merupakan tujuan utama hukum Islam.Sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan di dalam agama Islam selain komponen-komponen akidah yang merupakan pegangan hidup tiap Muslim serta akhlak yang merupakan sikap hidup setiap Muslim, terdapat juga syariah (t) yang merupakan jalan hidup seorang Muslim baik dengan Tuhannya maupun dalam 12 berhubungan dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Ketiga komponen itu,dalam agama Islam,berjalin berkelindan. Karena itulah maka hukum islam wajib melindungi agama yang dianut oleh seseorang dan menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinan (agama)-Nya.

  Pemeliharaan (2) jiwa merupakan tujuan kedua hukum islam. Karena itu hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Untuk itu hukum Islam melarang pembunuhan (Q.S 17:33) yang berbunyi sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk dan mempertahankan kemaslahatan hidupnya.

Dokumen yang terkait

EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TERHADAP HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN (Kajian Putusan Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1644/Pdt.G/2011/PA. Pas)

1 6 18

EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TERHADAP HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN (Kajian Putusan Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1644/Pdt.G/2011/PA. Pas)

1 53 13

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKARA PERCERAIAN YANG DIDAHULUI DENGAN ADANYA PERMOHONAN PENGESAHAN NIKAH (STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JEMBER NO. 2724/Pdt.G/2007/PA.Jr)

0 4 17

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SURAKARTA NOMOR : 0536PDT.G2012PA.SKA.)

0 0 11

TANGGUNG JAWAB HUKUM SUAMI ATAU ISTRI DALAM PERCERAIAN TERHADAP ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 209Pdt.G2007PN.Mdn) TESIS

0 0 11

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM MENGENAI PERKARA PERCERAIAN NOMOR 2537Pdt.G2009PA.Sda SKRIPSI

0 0 13

TANGGUNG JAWAB AYAH TERHADAP NAFKAH ANAK SETELAH PERCERAIAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran)

0 0 119

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO TENTANG HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKATNYA (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor: 223/ Pdt. G/2005/PA. Sda).

0 0 11

PERTANGGUNGJAWABAN AYAH KANDUNG DALAM MEMBERIKAN BIAYA HADHONAH SETELAH TERJADINYA PERCERAIAN DI KECAMATAN TANJUNGPANDAN

0 0 15

TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN AKTA PERDAMAIAN DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI SENGKETA HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR PASCA AKTA PERDAMAIAN

0 0 40