TANGGUNG JAWAB AYAH TERHADAP NAFKAH ANAK SETELAH PERCERAIAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran)

  

TANGGUNG JAWAB AYAH TERHADAP NAFKAH ANAK

SETELAH PERCERAIAN DALAM TINJAUAN HUKUM

  ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran) SKRIPSI Disusun guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: WULANDARI NIM. 211-12-013 JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017

KEMENTERIAN AGAMA RI

  Jl. Nakula Sadewa V No. 9 Telp.(0298) 3419400 Fax 323433 Website

  Heni Satar Nurhaida, SH., M.Si Dosen IAIN Salatiga

  PENGESAHAN PEMBIMBING

  Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi Kepada Yth.

  Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga di Salatiga

  Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa: Nama : Wulandari NIM : 211-12-013 Judul :

  “TANGGUNG JAWAB AYAH TERHADAP NAFKAH ANAK SETELAH PERCERAIAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35

TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

(Studi Kasus Di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran)

  Dapat diajuk an kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqosyah.

  Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

  Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Salatiga, 02 Februari 2017 Pembimbing,

  Heni Satar Nurhaida SH., M.Si NIP.197011271999032001

KEMENTERIAN AGAMA RI

  Jl. Nakula Sadewa V No. 9 Telp.(0298) 3419400 Fax 323433 Website

  

PENGESAHAN

Skripsi

  

“TANGGUNG JAWAB AYAH TERHADAP NAFKAH ANAK SETELAH

PERCERAIAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN

ANAK

  ” (Studi Kasus di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran)

  Oleh:

  

WULANDARI

NIM. 211-12-013

  Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, tanggal 27 Februari 2017, dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).

  Dewan Sidang Munaqasyah Ketua Sidang : Drs. Machfudz, M.Ag Sekretaris Sidang : Heni Satar Nurhaida, SH., M.Si Penguji I : Sukron Makmun, S.HI., M.Si Penguji II : Luthfiana Zahriani S.H., M.H

  Salatiga, 02 Februari 2017 Dekan F akultas Syari‟ah

  IAIN Salatiga,

  Dra. Siti Zumrotun, M.Ag NIP. 196701151998032002

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

  Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Wulandari Nomor Induk Mahasiswa : 211-12-013 Fakultas

  : Syari‟ah Jurusan : Ahwal Al Syakhsiyyah(AHS) Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari hasil karya tulis orang lain. Pendapat dan temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 02 Februari 2017 Penulis,

  Wulandari NIM. 211-12-013

  

MOTTO

“Hidup itu bukan masalah siapa yang terbaik, tapi hidup itu

siapa yang bisa berbuat baik .”

  

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah „ala kulli hal. Atas limpahan kasih sayang Sang Maha

  

Rahmaan dan Rahiim yang telah mengantarkan penulis pada kesempatan istimewa

  ini. Penulis persembahkan karya kecil ini sebagai kado bukti keseriusan kepada orang-orang terkasih yang Allah titipkan untuk mendampingi hingga penghujung awal perjuangan.

  1. Terimakasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, orang pertama yang selalu memotivasi dan mendoakanku. Semoga Allah memberikan balasan kebaikan untuk kalian.

  2. Adik kandungku, Diyah Ariyati dan Bayu Aji, yang senantiasa menjadi saudara seperjuangan.

  3. Terimaksih juga kepada Muhammad Mustaqim, orang terdekat yang senantiasa mengarahkan kebaikan dan memudahkan dalam pengerjaan tugas akhir ini sehingga semuanya dapat terseleseikan.

  4. Teman-teman halaqah, Ustadzah Tsam, Dita, Insani, Kanti, Nanda yang memberikan pencerahan di setiap waktu.

  5. Teman-teman Al Kahfi yang senantiasa menjadi sahabat sholihah.

KATA PENGANTAR

  Dengan menyebut asmaa Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur hanya layak dan pantas dipersembahkan kepada Sang Pemilik Keagungan, Allah swt. Atas takdirNyalah, dijadikannya manusia sebagai “akhsani taqwiim”, yang senantiasa berfikir, berilmu dan beriman.

  Lantunan shalawat serta salam terhaturkan kepada Nabi penyempurna akhlak manusia, Nabi penyampai

  mau‟idzah khasanah, Dialah Nabi Muhammad

salallahu „alaihi wa salam. Atas wahyu yang Ia sampaikan kepada umatnya, telah

  mengantarkan manusia pada ketaqwaan kepada Allah swt.

  Skripsi ini terselesaikan bukan atas jerih payah penulis sendiri, melainkan atas bantuan dan kebaikan dari orang-orang hebat. Maka dari itu, atas bimbingan dan arahannya, penulis ucapkan terimakasih kepada: 1.

  Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.

  3. Bapak Sukron Makmun, S.HI., M.Si selaku Ketua Jurusan Ahwal Al Syakhsiyyah IAIN Salatiga.

  4. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  5. Bapak Yahya, S.Ag., M.H.I, selaku dosen pembimbing akademik.

  6. Bapak/Ibu dosen IAIN Salatiga, yang telah mendidik, mengarahkan dan memotivasi dari awal hingga akhir perkuliahan.

  7. Segenap civitas akademika IAIN Salatiga, dan seluruh pihak yang telah membantu hingga skipsi ini selesai.

  8. Para responden di desa Tengaran, Kecamatan Tengaran yang senantiasa memudahkan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

  9. Teman-teman AHS semuanya Angkatan 2012, kebersamaan dengan kalian telah menciptakan canda, tawa, tangis, bahagia, dan sejuta pengalaman yang terukir dalam bingkai kenangan manis yang teramat indah untuk dilupakan.

  Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Saran dan kritik konstruktif sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini. Jazaakumu

  llah akhsanal jazaa‟.

  Salatiga, 02 Februari 2017 Penulis,

  Wulandari NIM. 211-12-013

  ABSTRAK Wulandari, 211-12-013 .

  ”Tanggung Jawab Ayah Terhadap Nafkah Anak Setelah Perceraian Dalam Tinjauan Hukum Islam Dan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak” (Studi Kasus di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran). Jurusan Ahwal Al Syakhsiyyah (AHS), Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Heni Satar Nurhaida S.H., M.Si

  Kata Kunci: Nafkah, Anak, Perceraian

  Tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh semua orang tua. Anak berhak mendapatkan segala kepentingannya untuk menunjang tumbuh kembangnya, berhak atas pemenuhan kebutuhan, sandang, pangan, dan papan secara wajar. Putusnya perkawinan antara suami dan istri tidaklah menggugurkan segala kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Apakah tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak setelah perceraian di desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak? Upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh ibu agar (ayah) melaksanakan tanggung jawabnya dalam memberi nafkah kepada anaknya setelah terjadinya perceraian di desa Tengaran, Kecamatan Tengaran?. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian field research dimana penelitian ini dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan guna memperoleh data sebanyak dan seakurat mungkin dari para responden yang diteliti.

  Adapun hasil analisis dari penelitian diperoleh kesimpulan,

  

Pertama , tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak yang diberikan secara

  berbelit-belit dan kurang sepenuhnya dilaksanakan, bertentangan dengan surat At Thalaq ayat 7, hendaknya nafkah itu diberikan sesuai dengan kemampuan suami, dengan hati yang ikhlas dan tidak berbelit-belit. Kedua, tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak yang tidak pernah dilaksanakan, hal ini bertentangan dengan surat Al-Baqarah ayat 233, ayat ini menjelaskan bahwa ayah yang bertanggung jawab atas kewajibannya memberikan nafkah kepada anaknya. Dan itu sesuai dengan kesanggupannya. Menurut Undang- undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak di dalamnya mencantumkan ketentuan pidana dan sangsi hukum bagi seseorang yang melakukan penelantaran terhadap anak.

  Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh ibu, belum ada upaya hukum dari pihak ibu untuk menuntut nafkah anak, hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang hukum itu sendiri. Pihak ibu hanya melakukan upaya-upaya non hukum seperti, pertama, mengantarkan dan menyuruh anak memintanya secara langsung kepada ayahnya. Kedua, dengan menelpon dan memintanya secara langsung kepada mantan suami (ayah).

  

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................... i

Pengesahan Pembimbing ............................................................................... ii

Lembar Pengesahan ....................................................................................... iii

Pernyataan Keaslian Tulisan ........................................................................ iv

Motto ............................................................................................................... v

Persembahan .................................................................................................. vi

Kata Pengantar .............................................................................................. vii

Abstrak ............................................................................................................ ix

Daftar isi .......................................................................................................... x

Daftar Lampiran ............................................................................................ xiii

  BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 8 E. Penegasan Istilah ........................................................................................ 9 F. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 10 G. Metode Penelitian ........................................................................................ 12 H. Sistematika Penulisan .................................................................................. 16 BAB II Perceraian Dan Hak Nafkah Anak Menurut Fiqih Dan Hukum Positif A. Tinjauan Umum Tentang Perceraian ........................................................... 18 1. Pengertian Perceraian dan Dasar Hukumnya ......................................... 18

  2. Rukun dan Syarat Thalaq ....................................................................... 22 3.

  Sebab-sebab Perceraian .......................................................................... 23 4. Akibat Hukum Atas Putusnya Perkawinan............................................. 25 B. Hak Nafkah Anak menurut Fiqih dan Hukum Positif ................................. 38 1.

  Pengertian Nafkah dan Dasar Hukumnya............................................... 38 2. Batas Usia Pemberian Hak Nafkah Anak Menurut Fiqih ....................... 43 3. Dasar Hukum Nafkah menurut Hukum Positif ...................................... 44 4. Macam-macam Nafkah ........................................................................... 45 5. Sebab-sebab yang mewajibkan Nafkah .................................................. 46 6. Kadar Pemberian Nafkah ........................................................................ 46 7. Pentingnya Nafkah Terhadap Kehidupan Anak ..................................... 48 C. Hakikat Anak ............................................................................................... 50 1.

  Pengertian Anak Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ................................................................................. 50

  2. Pengertian Anak Menurut Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak..................................................................... 51

  3. Pengertian Anak Menurut Hukum Islam ................................................ 52

  BAB III Tanggung Jawab Ayah Terhadap Nafkah Anak Setelah Perceraian Di Desa Tengaran Kecamatan Tengaran A. Gambaran Umum Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran ........................... 55 1. Kondisi Geografis ................................................................................... 55 2. Keadaan Demografis .............................................................................. 56 3. Kondisi Sosial ......................................................................................... 61

  4. Kondisi Ekonomi .................................................................................... 62 B. Tanggung Jawab Ayah Terhadap Nafkah Anak di desa Tengaran,

  Kecamatan Tengaran ................................................................................... 62

  

BAB IV Analisis Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak Mengenai Tanggung Jawab Ayah Terhadap Nafkah Anak Setelah Perceraian A. Tanggung Jawab Ayah Terhadap Nafkah Anak Setelah Perceraian

  menurut hukum Islam ................................................................................ 85 B. Upaya Hukum yang dapat ditempuh oleh Ibu agar orang tua laki-laki

  (ayah) melaksanakan kewajibannya dalam memberikan nafkah anak setelah perceraian ....................................................................................... 90

  BAB V Penutup A. Kesimpulan .................................................................................................. 94 B. Saran ........................................................................................................... 95 Daftar Pustaka Lampiran-lampiran

DAFTAR LAMPIRAN 1.

  Lembar Konsultasi Skripsi 2. Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi 3. Surat Izin Penelitian 4. Surat Keterangan Kegiatan (SKK) 5. Daftar Riwayat Hidup

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan aqad dengan upacara ijab qabul antara

  calon suami dan istri untuk hidup bersama sebagai pertalian suci (sacral), untuk menghalalkan hubungan kelamin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga dalam memakmurkan bumi Allah SWT yang luas ini. Dengan perkawinan terpeliharalah kehormatan, keturunan, kesehatan jasmani, dan rohani, serta jelasnya nasab seseorang (Leter, 1985: 7).

  Perkawinan juga merupakan sebuah ikatan yang mengakibatkan munculnya sebuah tanggung jawab, yang mengakibatkan munculnya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yakni suami dan istri. Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun1974 Pasal 1 disebutkan bahwa

  “ tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa . Begitu mulia tujuan

  perkawinan itu, akan tetapi untuk mencapai dan mewujudkan tujuan tersebut tidaklah semudah yang diucapkan dan diangankan. Karena manakala setelah perkawinan itu dijalani, banyak lika-liku kehidupan yang menerjang. Sebuah perkawinan tidak selamanya baik-baik saja, manakala ikatan cinta kasih sebagai pondasi penting dalam perkawinan itu sudah terurai dan tidak bisa dipertahankan lagi, maka perceraian adalah jalan yang kerap diambil suami atau istri untuk menyelesaikan permasalahannya.

  Selain orang tua merasa tidak cocok lagi dan memutuskan berpisah, ada beberapa hal yang menjadi penyebab orang tua bercerai, diantaranya adalah faktor ekonomi, ketidaksetiaan, kekerasan dalam rumah tangga, pernikahan usia dini, perubahan budaya, salah satu pihak hanya mementingkan dirinya sendiri, maupun adanya pihak ketiga dalam rumah tangga. Seorang anak juga memiliki hak tersendiri yakni hak mendapatkan nafkah dengan tujuan anak dapat tumbuh berkembang secara sempurna didalam lingkungan yang utuh. Bagi anak-anak yang dilahirkan, perceraian orang tuanya merupakan hal yang akan mengguncang kehidupannya dan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga biasanya anak-anak adalah pihak yang paling menderita dengan terjadinya perceraian orangtuanya.

  Konflik keluarga yang berkepanjangan dan berakhir dengan perceraian ternyata berakibat fatal bagi kehidupan anak. Banyak anak nakal dan hancur masa depannya karena pertengkaran dan perceraian orang tua. Dapat dibayangkan bagaimana anak mendapatkan haknya secara sempurna jika orang tua bercerai. Tidak dapat dipungkiri jika orang tua anak bercerai, maka salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sehingga hak anak terabaikan.

  Dari semua permasalahan yang ada di dalam sebuah keluarga, baik itu masalah perceraian, suami tetaplah mempunyai tanggung jawab kepada anak-anaknya untuk menyampaikan atau memberikan hak-hak mereka, sehingga hak-hak mereka tidak terabaikan. Sebuah perceraian mempunyai akibat hukum untuk suami, isteri maupun anak dalam perkawinan tersebut. Masalah suami yang tidak mau memberikan nafkah pada keluarga banyak terjadi di sebagian masyarakat Indonesia, hal seperti itu sering penulis jumpai dalam kehidupan sehari-hari terutama di lingkungan penulis di desa Tengaran.

  Desa Tengaran merupakan kota kecamatan yang meliputi dusun- dusun atau kelurahan-kelurahan yang masuk dalam wilayah kecamatan Tengaran. Secara Administratif desa Tengaran sebelah utara berbatasan dengan desa Klero, sebelah selatan berbatasan dengan desa Tegal Rejo, sebelah barat berbatasan dengan desa Sampetan dan sebelah timur berbatasan dengan desa Suruh. Penduduk desa Tengaran sebagian bermata pencaharian sebagai petani, abdi negara, dan buruh. Penduduk desa Tengaran beraneka ragam latar belakang, ada yang penduduk asli ada juga yang penduduk pendatang dengan membawa kultur budaya serta pola pikir yang berbeda-beda. Keanekaragaman tersebut menyebabkan munculnya fenomena perilaku masyarakat.

  Salah satu bentuk fenomena tersebut adalah tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak yang terabaikan setelah terjadinya perceraian, ada beberapa pasangan yang memutuskan untuk bercerai namun seringkali mengabaikan hak-hak anak. Masih banyak hal lain yang sering diabaikan oleh mantan suami terhadap anak sesudah perceraian terjadi. Dari situlah penulis menemukan beberapa keluarga dari suami yang melalaikan kewajibannya, bahkan sejak awal dari anak itu terlahir tidak sekalipun suami memperhatikan keperluan istri maupun persalinan bagi buah hatinya tersebut. Di lain hal adapula anak-anak yang biaya pendidikan atau sekolah mengandalkan pihak-pihak tertentu (kerabat) dekat, bukan dari ayah kandungnya sendiri.

  Untuk mantan istri atau ibu dari anak-anak tersebut, hal ini sangat memberatkan karena harus menanggung biaya perawatan dan pendidikan anak-anaknya. Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun1974 tentang perkawinan, pasal 41 menentukan bahwa

  “Akibat putusnya perkawinan

suami tetap memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada anak-

anaknya”.

  Allah SWT berfirman dalam surat Ath Thalaq ayat 7 dibawah ini:

  ْ َّْلِإ ْ ْ ْ ْ ْ ْ اَِّمِ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ َْلْ نِّم ًْاسْفَ ن

  وُذ ُْوَّللا ُْوَّللا ُْهاَتآ ُْوُقْزِر ِْوْيَلَع

اَمْ ُْفِّلَكُي ْْقِفنُيْلَ ف َْرِدُق نَمَو ِْوِتَعَس ٍْةَعَس ْْقِفنُيِل

﴾ ٧ ﴿ ْ ْ ْ ْ ْ ْ

  ُْوَّللا اَىاَتآ ًْارْسُي ٍْرْسُع َْدْعَ ب ُْلَعْجَيَس

  Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah

kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan

” (QS. At Thalaq:7).

  Firman Allah yang lain dalam surat Al Baqarah ayat 233 sebagai berikut :

  ُْوَل

ْ ِدوُلْوَمْلاْىَلعَوَْةَعاَضَّرلاَّْمِتُيْنَأَْداَرَأْ ْنَمِلْ ِْيَْلِماَكْ ِْيَْلْوَحْ َّنُىَدَلْوَأْ َنْعِضْرُ يْ ُتاَدِلاَوْلاَو

ُْوَّلٌْدوُل ْْوَمَْلَوْاَىِدَلَوِبٌْةَدِلاَوَّْرآَضُتَْلْاَهَعْسُوَّْلِإٌْسْفَ نُْفَّلَكُتَْلْ ِفوُرْعَمْلاِبَّْنُهُ تَوْسِكَوَّْنُهُ قْزِر ْاَم

ِْهْيَلَعَْحاَنُجَْلاَفٍْرُواَشَتَوْاَمُهْ نِّمْ ٍضاَرَ تْنَعًْلاَصِفْاَداَرَأْْنِإَفَْكِلَذُْلْثِمْ ِثِراَوْلاْىَلَعَوِْهِدَلَوِب

  َْمْلاِبْمُتْيَ تآْاَّمْمُتْمَّلَسْاَذِإْْمُكْيَلَعَْحاَنُجَْلاَفْْمُكَدَلْوَأْْاوُعِضْرَ تْسَتْنَأْْمتُّدَرَأْْنِإَو ْْاوُقَّ تاَوْ ِفوُرْع ﴾ ٕٖٖ ﴿ٌْيرِصَبَْنوُلَمْعَ تْاَِبَِْوّللاَّْنَأْْاوُمَلْعاَوَْوّللا

  Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berke wajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan

” (QS. Al Baqarah: 233).

  Berdasarkan beberapa ayat diatas tampak beberapa hak-hak anak seperti, hak mendapatkan penjagaan dalam kandungan, hak mendapatkan asi dari ibu atau penggantinya, hak mendapatkan asuhan,dan hak mendapatkan perlindungan.

  Landasan kewajiban ayah menafkahi anak selain karena hubungan nasab juga karena kondisi anak yang belum mandiri dan sedang membutuhkan pembelanjaan, hidupnya tergantung kepada adanya pihak yang bertanggung jawab menjamin nafkah hidupnya. Orang yang paling dekat adalah ayah dan ibunya, apabila ibu bertanggung jawab atas pengasuhan anak di rumah maka ayah bertanggung jawab mencarikan nafkah anaknya. Pihak ayah hanya berkewajiban menafkahi anak kandungnya selama anak kandungnya dalam keadaan membutuhkan nafkah.

  . Pasal 9 Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menyebutkan bahwa orang tua adalah yang pertama- tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara fisik, jasmani maupun sosial. Tanggung jawab orangtua atas kesejahteraan anak mengandung kewajiban memelihara dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan, serta berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan pancasila.

  Disebutkan pula dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengenai hak anak yaitu “ Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Kelahiran anak sebagai peristiwa hukum yang terjadi karena hubungan perkawinan membawa konsekuensi hukum berupa hak dan kewajiban timbal balik antara orang tua dan anak. Anak mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh orang tua, seperti pemenuhan kebutuhan materil untuk biaya kehidupan anak pendidikan anak serta kasih sayang dari orang tua.

  Diantaranya yang terdapat dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974, pasal 45 (1,2) menjelaskan bahwa : “Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik- baiknya”. Dan kewajiban orang tua yang dimaksud pada pasal (1), berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban itu berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tuanya putus.

  Akan tetapi masih banyak orang tua laki-laki (ayah) tidak melaksanakan kewajiban menafkahi anaknya setelah terjadinya perceraian.

  Hal ini menjadi salah satu faktor terabaikannya hak anak dalam proses kehidupan dan perkembangannya baik dilihat dari sisi rohani maupun jasmani berupa pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan pendidikan yang layak. Berangkat dari masalah tersebut diatas, penulis tertarik untuk menjadikan sebuah karya ilmiah berupa skripsi. Untuk itu penulis mengambil judul TANGGUNG JAWAB AYAH TERHADAP

  NAFKAH ANAK SETELAH PERCERAIAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus Di Desa Tengaran Kecamatan Tengaran).

B. Rumusan Masalah

  Dari uraian diatas, ada beberapa pokok masalah yang menjadi bahasan utama yaitu :

  1. Apakah tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak setelah terjadinya perceraian di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak?

  2. Upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh ibu agar (ayah) melaksanakan tanggung jawabnya dalam memberi nafkah kepada anaknya setelah terjadi perceraian di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran? C.

   Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan pokok masalah diatas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak setelah terjadinya perceraian di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

2. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh oleh ibu agar

  (ayah) melaksanakan tanggung jawabnya dalam memberi nafkah kepada anaknya setelah terjadi perceraian di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran.

D. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a.

  Memperluas wawasan dalam ranah keilmuan Hukum Perkawinan. b.

  Dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan dan konstribusi kepada khasanah ilmu pengetahuan dan khususnya yang berkaitan dengan tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak setelah terjadinya perceraian.

2. Manfaat Praktis a.

  Bagi Pembaca Dapat menambah wawasan tentang tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak setelah perceraian.

  b.

  Bagi Peneliti 1)

  Menerapkan ilmu yang didapat dari mata kuliah Hukum Perkawinan dalam menjawab persoalan nafkah ayah kepada anak setelah perceraian khususnya di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran. 2)

  Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) dalam bidang Hukum Perdata Islam (Syari‟ah).

E. Penegasan Istilah

  Untuk mempemudah pemahaman terhadap judul penelitian ini, maka disampaikan beberapa penjelasan istilah sebagai berikut:

  1. Tanggung Jawab yaitu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya, kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya ( http://kbbi.web.id/tanggung jawab).

2. Nafkah yakni belanja, kebutuhan pokok yang diperlukan oleh orang- orang yang membutuhkannya (Jauhari, 2003: 84).

  3. Anak adalah seseorang yang masih berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan ( UU RI No. 23 Tahun 2002, 2006: 4).

  4. Perceraian adalah pisah, putus hubungan sebagai suami-istri (Depdikbudd, 1990: 164).

  5. Undang-undang Nomor 35 Tahun2014 Tentang Perlindungan Anak yaitu peraturan yang mengatur tentang segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dari hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi ( UU RI No. 35 Tahun 2014, pasal 1 ayat 2).

  6. Hukum Islam yaitu peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan Al Qur‟an dan Hadits, Hukum syara‟ (Depdiknas, 2002: 411).

F. Tinjauan Pustaka

  Diantaranya referensi khususnya dari skripsi yang dapat dijadikan sumber telaah pustaka adalah sebagai berikut: Pertama adalah skripksi M. Fathur Rois yang berjudul “Pemberian

  Hak Nafkah Anak Setelah Putusan Perceraian” (Studi Analisis Di

  Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2001). Dalam penelitian ini terfokus pada minimnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang perlindungan hak nafkah anak setelah perceraian secara hukum di pengadilan maupun dalam Undang-undang. Hal tersebut tergambar dengan tidak adanya gugatan nafkah yang berdiri sendiri yang diajukan ke pengadilan.

  K edua adalah skripsi Dedy Sulistyanto yang berjudul “ Kewajiban Suami Narapidana Terhadap Nafkah Keluarga” ( Studi Kasus di Lembaga Permasyarakatan Kelas II.A Beteng Ambarawa). Penelitian ini terfokus pada pemberian nafkah oleh ayah selama di dalam penjara, dan nafkah dari hasil yang diperoleh selama bekerja dalam pembinaan kemandirian dilapas, dikumpulkan, diberikan saat keluarga menjenguknya.

  Memberikan wewenang penuh kepada keluarga untuk mengelola barang yang ditinggalkan.

  Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Zaerodin dalam skripsinya yang berjudul “Nafkah Hadhanah Dalam Putusan Verstek”

  (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2008). Dimana dalam penelitiannya terfokus pada pertimbangan hakim dalam memutus perkara perceraian, nafkah anak (hadhanah) dalam putusan verstek adalah tetap berdasarkan kemampuan suami, dalam menentukan kadar nafkah meski tanpa kehadiran suami, dengan mempertimbangkan kebiasaan dan masyarakat di daerah salatiga dalam memberi nafkah pada anak.

  Penelitian yang berikutnya adalah Wahyu Izzati dalam skripsinya yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Istri Dalam Memperoleh

  Hak Nafkah Akibat Cerai Talak” (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Brebes Tahun 2001). Dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, upaya perlindungan hukum terhadap istri untuk memperoleh hak nafkah di pengadilan agama pada waktu persidangan cerai talak, membimbing pemohon untuk menuntut haknya yang berupa nafkah. Sekalipun ada sebagian majlis hakim di pengadilan agama dalam memberikan putusan terikat dengan kaidah ultra petitum partium (tidak boleh memutus hal-hal yang tidak dimohon atau melebihi yang dimohon). Sehingga termohon (istri) yang awam tentang hukum, tidak mengerti akan hak-haknya yang berupa nafkah.

  Berbeda dengan penelitian yang sedang penulis lakukan saat ini, dimana fokus pada penelitian yang penulis lakukan adalah “Tanggung jawab Ayah terhadap Nafkah Anak Setelah Perceraian dalam tinjauan

  Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (Studi Kasus Di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran). Dalam penelitian ini terfokus pada pemberian nafkah oleh ayah setelah perceraian yang berbelit-belit dan tidak pernah dilaksanakan, serta tidak adanya gugatan nafkah dari pihak ibu yang disebabkan karena minimnya pengetahuan ibu tentang hukum itu sendiri.

G. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Jenis penelitian dibagi menjadi dua yakni field research dan library research.

  a.

  Field research menurut Sutrisno Hadi (1981:4) adalah penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang dibahas. b.

  Library Research atau Penelitian Kepustakaan adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari data, dengan cara membaca buku yang menjadi sumber penelitian.

  Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang field research dimana penulis terjun langsung ke lapangan yakni ke lokasi penelitian, di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran guna memperoleh data sebanyak dan seakurat mungkin dari para responden yang diteliti.

  2. Sumber Data Sumber Data menurut Soerjono Soekanto (1984:12) terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut : a.

  Data Primer Yaitu Data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dan merupakan keterangan atau fakta yang terjadi dilapangan.

  b.

  Data Sekunder Yaitu mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku hasil penelitian yang berwujud laporan .

  Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan dua data sekaligus yakni data primer yang dapat diperoleh langsung dari keterangan ibu, anak, masyarakat sekitar, baik tetangga maupun kerabat dekat. di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran mengenai pemberian nafkah anak setelah terjadinya perceraian. Dan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya Undang- undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014.

3. Pengumpulan Data

  Metode pengumpulan data menurut Suharismi Arikunto ada beberapa macam yakni: a.

  Wawancara yaitu : Sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari responden (Arikunto, 1996:115). Dalam penelitian ini informasi dapat diperoleh melalui wawancara dengan ibu, anak, masyarakat sekitar, baik tetangga maupun kerabat dekat.

  b.

  Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan , buku-buku, surat kabar, majalah dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236).

  c.

  Observasi yaitu metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. (Arikunto, 1987:128).

  d.

  Studi Pustaka yaitu sebagai penelitian yang menggali dari bahan- bahan tertulis (Amirin, 1990:135).

  Sedangkan dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: a.

  Wawancara, penelitian ini dilakukan dengan acuan-acuan catatan-catatan mengenai pokok masalah yang akan ditanyakan. Kemudian peneliti akan mendatangi rumah beberapa keluarga di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, untuk melakukan wawancara di masing

  • –masing keluarga yang menjadi responden.

  b.

  Dokumentasi, penulis mencari data mengenai beberapa hal baik yang berupa catatan, data monografi Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, akta cerai dan lain sebagainya.

4. Teknis Analisis Data

  Menurut Prof. Dr. Lexy J.Moleong , (2002:45) teknis analisis data terbagi menjadi dua yakni: a.

  Metode analisis deskriptif kualitatif adalah penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.

  b.

  Analisis data kuantitatif adalah penelitian yang menggambarkan keadaan gejala sosial apa adanya, tanpa melihat hubungan- hubungan yang ada.

  Dalam penelitian ini seluruh data penelitian yang telah dikumpulkan atau diperoleh, dianalisa secara kualitatif dengan cara menggambarkan masalah secara jelas dan mendalam. Jenis analisis yang akan peneliti gunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif yakni dengan menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi dilapangan mengenai latar belakang ekonomi keluarga responden, sebab-sebab perceraian, serta bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh oleh ibu agar ayah melaksanakan kewajiban memberi nafkah anak setelah perceraian.

H. Sistematika Penulisan

  Untuk memberikan gambaran umum yang lebih jelas mengenai penelitian ini, peneliti akan menyajikannya dalam sistematika penulisan penelitian sebagai berikut:

  Bab pertama adalah pendahuluan, yang meliputi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, yang berisi tentang jenis penelitian, sumber data, pengumpulan data, teknis analisis data dan sistematika penulisan.

  Bab kedua adalah perceraian dan hak nafkah anak menurut fiqih dan hukum positif, yang meliputi tentang pengertian perceraian, rukun dan syarat talak, sebab-sebab perceraian, akibat hukum atas putusnya perkawinan, pengertian nafkah dan dasar hukumnya, batas usia pemberian nafkah anak menurut fiqih, dasar hukum nafkah anak menurut hukum positif, macam-macam nafkah, sebab-sebab yang mewajibkan nafkah, kadar pemberian nafkah, pentingnya nafkah terhadap kehidupan anak, pengertian anak menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, pengertian anak menurut undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, dan pengertian anak menurut Hukum Islam.

  Bab ketiga adalah gambaran umum desa Tengaran Kecamatan Tengaran sebagai lokasi penelitian, identitas keluarga yang bercerai, meliputi tentang profil keluarga, latar belakang ekonomi, sebab-sebab perceraian, pola pemberian nafkah anak oleh ayah, upaya yang dilakukan ibu dan faktor penyebab tidak dilaksanakannya tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak setelah perceraian.

  Bab keempat adalah analisis mengenai tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak setelah perceraian menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh ibu.

  Bab Kelima adalah penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran.

BAB II PERCERAIAN DAN HAK NAFKAH ANAK MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF A. Tinjauan Umum Tentang Perceraian 1. Pengertian Perceraian (Thalaq) dan Dasar Hukumnya Allah menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

  dengan pernikahan sebagai jaminan kelestarian populasi manusia di muka bumi, sebagai motivasi dari tabiat dan syahwat manusia dan untuk menjaga kekekalan keturunan mereka.

  Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar pada batasan pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting, Di antaranya adalah sebagai berikut: a.

  Untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna.

  b.

  Suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan.

  c.

  Sebagai suatu tali yang amat teguh guna memperkokoh tali persaudaraan antara kaum kerabat laki-laki ( suami ) dengan kaum kerabat perempuan ( istri ) sehingga pertalian itu akan menjadi suatu jalan yang membawa satu kaum (golongan) untuk tolong menolong dengan kau yang lainnya (Rasjid, 2014:401).

  Apabila pergaulan kedua suami istri tidak dapat mencapai tujuan- tujuan tersebut, maka hal itu akan mengakibatkan berpisahnya dua keluarga. Karena tidak adanya kesepakatan antara suami istri, maka dengan keadilan Allah

  Subhanahu Wata‟ala, dibukakanNya suatu jalan keluar dari segala kesukaran itu yakni pintu perceraian.

  Talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa yaitu “melepaskan atau meninggalkan”, dan menurut istilah yaitu melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri (Ghazali, 2006:191- 192). Dalam ilmu fiqih (Depag, 1985:226) kata “thalaq” dalam bahasa Arab berasal dari kata

  “Thalaqa-Yathlaqu-Thalaqan” yang artinya

  melepas atau mengurai tali pengikat, baik tali pengikat itu bersifat kongrit seperti tali pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan. Disebutkan pula oleh Sayyid Sabiq (1980:7) mendefinisikan istilah thalak yakni melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.

  Agama Islam adalah agama yang sangat toleran dalam menentukan suatu agama yaitu berupa permasalahan dalam perkawinan. Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya salah seorang suami dan istri, inilah sebenarnya yang di keendaki oleh agama Islam. Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putus perkawinan dalam arti bila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka kemudhratan akan terjadi. Apalagi perselisihan suami istri itu menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya terhadap kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiyar untuk perdamaian tidak dapat disambung lagi, maka thalaq

  (perceraian) itulah jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka. Berdasarkan hadits Nabi Shallallah Alaihi Wasallam yang berbunyi:

  ْ ْ ْ َْأ ِْللهاْ َلَِإ َْغْ ب ِْل َلاَْلْا ُْض

  ْ:َْمَّلَسَوِْوْيَلَعُْللهاْىَّلَصِْللهاُْلْوُسَرْ َلاَقْ:َلاَقَْرَمُعِْنْباِْنَع .وجامْنباوْدوادْوبأْهاورْ.

  ُْق َلاَّطلا

Artinya : Dari ibnu umar ia berkata bahwa Rasulullah Shallallah Alaihi

Wasallam telah bersabda, “ sesuatu yang halal yang amat dibenci oleh Allah ialah thalaq.” ( riwayat Abu Dawud dan Ibn Majah )

  Berdasarkan hadis tersebut, menunjukkan bahwa perceraian merupakan alternative terakhir (pintu darurat) yang dapat dilalui oleh suami-isteri bila ikatan perkawinan (rumah tangga) tidak dapat dipertahankan keutuhan dan kelanjutannya. Sifat alternative terakhir dimaksud, berarti sudah ditempuh berbagai cara dan tehnik untuk mencari kedamaian diantara kedua belah pihak, baik melalui hakim dari kedua belah pihak maupun langkah-langkah dan teknik yang diajarkan oleh Qur‟an dan hadis (Ali, 2006:73). Hadis ini juga menjadi dalil bahwa suami wajib selalu menjauhkan diri selalu dari menjatuhkan talak selagi masih ada jalan untuk menghindarkannya. Suami dibenarkan menjatuhkan talak jika terpaksa, tidak ada jalan lain untuk menghindarinya. Serta talak itulah satu-satunya jalan untuk terciptanya kemaslahatan.

  Menurut hukum asalnya thalaq atau perceraian itu makruh, namun melihat keadaan tertentu, maka hukum talak ada empat diantaranya : a.

  Wajib yaitu Talak yang dijatuhkan oleh pihak hakim atau penengah karena perpecahan antara suami istri yang sudah berat.

  b.

  Haram yaitu dilakukan tanpa alasan, karena merugikan bagi suami dan istri, dan tidak adanya kemaslahatan yang mau dicapai dengan perbuatan talaknya itu.

  c.

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS TANGGUNG JAWAB WALI TERHADAP ANAK YANG BELUM DEWASA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 18 16

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

0 3 16

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang)

1 11 52

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 6 36

ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 8 49

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

1 20 55

TANGGUNG JAWAB HUKUM SUAMI ATAU ISTRI DALAM PERCERAIAN TERHADAP ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 209Pdt.G2007PN.Mdn) TESIS

0 0 11

PENERAPAN PENJATUHAN PIDANA DIBAWAH BATAS MINIMUM BERDASARKAN PASAL 81 AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK ( Studi Kasus Putusan Perkara Nomor : 154Pid.Sus2015PN.WNG )

0 0 16

PEMBERIAN NAFKAH ANAK OLEH AYAH KANDUNG SETELAH PERCERAIAN (Studi Kasus Keluarga Broken Home Pada Siswa di MAN Salatiga) - Test Repository

0 1 95

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus Angelina Juni di Kelurahan Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang) - Test Reposit

0 0 122