BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Representasi Matematis - PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 3 KEDUNGREJA - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) kemampuan representasi matematis yaitu

  kemampuan menyatakan ide-ide matematis dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol matematis dan melakukan pemodelan matematis.

  Kemampuan ini erat kaitannya dengan komunikasi matematis dan merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran matematika.

  Vergnaud menyatakan representasi merupakan unsur yang penting dalam teori belajar mengajar matematika, tidak hanya karena pemakaian sistem simbol yang juga penting dalam matematika dan kaya akan kalimat dan kata, beragam dan universal, tetapi juga untuk dua alasan penting yakni: (1) matematika mempunyai peranan penting dalam mengkonsep tualisasikan dunia nyata; (2) matematika membuat pemahaman yang luas merupakan penurunan dari struktur hal-hal lain yang pokok. Sedangkan Hiebert dan Carpenter mengemukakan bahwa pada dasarnya representasi dapat dinyatakan sebagai internal dan eksternal. Berpikir tentang ide matematika yang kemudian dikomunikasikan memerlukan representasi eksternal yang wujudnya antara lain: verbal, gambar dan benda konkrit. Berpikir tentang ide matematika yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas dasar ide tersebut merupakan representasi internal (Fadillah, 2008).

  Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengemukakan ide matematika dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol.

  6 Kemampuan representasi juga terdiri dari representasi internal dan representasi eksternal, dimana kedua kemampuan tersebut memiliki hubungan timbal balik yaitu representasi internal merupakan kemampuan siswa dalam melaksanakan ide matematika yang ada dalam pikirannya, akan tetapi representasi internal tidak dapat dilihat secara kasat mata. Sedangkan representasi eksternal membantu siswa menyatakan ide matematikanya dan mengkomunikasikannya baik secara lisan, tulisan, simbol, grafik, diagram atau tabel maupun teks tertulis.

  Penelitian ini mempersempit bentuk-bentuk operasional representasi yang akan dimunculkan. Tanpa mengurangi keutamaan bentuk operasional dari setiap ragam representasi. Alasan mempersempit bentuk-bentuk operasional tersebut yaitu dengan menyesuaikan materi pokok yang akan dijadikan bahan penelitian. Penelitian akan diadakan di kelas IX dengan materi pokok kesebangunan. Ada beberapa bentuk-bentuk operasional yang tidak dapat muncul pada materi kesebangunan, misalkan menyajikan kembali data atau informasi ke dalam bentuk diagram, grafik, atau tabel.

  Tabel 1. Bentuk-bentuk operasional dari masing-masing representasi matematis yang digunakan dalam penelitian.

  No Ragam Representasi Bentuk-bentuk Operasional

  1. Visual, berupa - Menggunakan representasi visual untuk gambar menyelesaikan masalah.

  • Membuat gambar pola-pola geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaian

  2. Persamaan atau - Membuat persamaan atau model matematik Ekspresi Matematik dari representasi lain yang diberikan.

  • Penyelesaian masalah dengan melibatkan ekspresi matematik.

  3. Kata-kata atau Teks - Menulis langkah-langkah penyelesaian Tertulis masalah matematis kemudian menjawab soal dengan menggunakan kata-kata tertulis.

B. Teori Belajar

  1. Teori Piaget Piaget membagi proses perkembangan kognitif ke dalam empat tahap yaitu sensorimotor, preoperational, concrete operational, dan

  formal operational. Implikasi teori Piaget yaitu dalam belajar konstruktif,

  siswa mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dengan cara menemukan (invent). Meskipun untuk memperoleh konsep-konsep matematika diperlukan alat bantu namun hanya dengan upaya sendiri siswa mampu memahami konsep matematika dapat lebih dipahami (Santrock, 2011).

  2. Teori Vygotsky Lev Semenovich Vygotsky (1896-1934), seorang Rusia, menyatakan bahwa peserta didik dalam mengonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial menurut Santrock (2011).

  Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing- masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka.

  Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia. Secara umum, penganut paham konstruktivis sosial memandang bahwa pengetahuan matematika merupakan konstruksi sosial. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa: a. Basis dari pengetahuan matematika adalah pengetahuan bahasa, perjanjian dan hukum-hukum, sedangkan pengetahuan bahasa sendiri merupakan konstruksi sosial.

  b. Proses sosial interpersonal diperlukan untuk membentuk pengetahuan subyektif matematika yang selanjutnya melalui publikasi akan terbentuk pengetahuan objektif matematika sedangkan obyektivitas itu sendiri merupakan masalah sosial.

C. Pembelajaran Teknik Scaffolding

  1. Pengertian pembelajaran teknik scaffolding Model pembelajaran matematika dapat dilihat pada hubungan interaksi antara pembelajar dan peserta didik. Jika pembelajar lebih banyak berperan maka pembelajaran lebih pada metode ceramah atau ekspositari (teacher centered), sedang bila peserta didik lebih dominan maka lebih ke arah pembelajaran inquiri (student centered). Model pembelajaran satu arah ini merupakan kasus ekstrim yang tentu tidak cocok untuk kebanyakan peserta didik, maka diperlukan batasan seberapa jauh “dukungan pembelajar” dan seberapa jauh “kebebasan peserta didik” dalam proses pembelajaran. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat dari bambu, kayu, atau batang besi) yang memudahkan pekerja membangun gedung. Sebagian pakar pendidikan mendefinisikan teknik

  scaffolding berupa bimbingan yang diberikan oleh seorang pembelajar

  kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan- persoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif.

  Teori Scaffolding pertama kali diperkenalkan di akhir 1950-an oleh

  Jerome Bruner, seorang psikolog kognitif . Dia menggunakan istilah untuk menggambarkan anak-anak muda dalam akuisisi bahasa. Anak-anak pertama kali mulai belajar berbicara melalui bantuan orang tua mereka, secara naluriah anak-anak telah memiliki struktur untuk belajar berbahasa.

  Scaffolding merupakan interaksi antara orang-orang dewasa dan anak-anak

  yang memungkinkan anak-anak untuk melaksanakan sesuatu di luar usaha mandirinya. Cazden mendefinisikan scaffolding sebagai “kerangka kerja sementara untuk aktivitas dalam penyelesaian”. Konstruksi scaffolding terjadi pada peserta didik yang tidak dapat mengartikulasikan atau menjelajahi belajar secara mandiri. Teknik Scaffolding dipersiapkan oleh pembelajar untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas, melainkan dengan teknik scaffolding yang disediakan memungkinkan peserta didik untuk berhasil menyelesaikan tugas (Martinis, 2010).

  Teknik scaffolding didasarkan pada teori Vygotsky. Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam Zone of Proximal Development (ZPD) yaitu perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Menurut teori Vygotsky, Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan celah antara aktual development dan potensial development yaitu apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya (Santrock, 2011).

  Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan pengertian teknik

  Scaffolding yaitu dimana guru memberikan bantuan kepada siswa pada

  tahap-tahap awal pelajaran kemudian mengurangi bantuan tersebut dan bahkan menghilangkannya sehingga memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk mengambil alih tanggungjawabnya.

  2. Keuntungan mempelajari teknik scaffolding adalah : a. Memotivasi dan mengaitkan minat siswa dengan tugas belajar.

  b. Menyederhanakan tugas belajar sehingga bisa lebih terkelola dan bisa dicapai oleh anak.

  c. Memberi petunjuk untuk membantu anak berfokus pada pencapaian tujuan. d. Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak dan solusi standar atau yang diharapkan.

  e. Mengurangi frustasi atau resiko.

  f. Memberi model dan mendefinisikan dengan jelas harapan mengenai aktivitas yang akan dilakukan.

  3. Langkah-langkah pembelajaran dengan teknik scaffolding : Secara operasional, menurut permatasari (2011) strategi pembelajaran dengan teknik scaffolding dapat ditempuh melalui tahapan- tahapan kegiatan sebagai berikut:

  a. Guru memunculkan permasalahan, guru memberikan soal – soal yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda.

  b. Guru menugaskan siswa mencari jalan penyelesaianya (belajar individu).

  c. Saat siswa mendapatkan kesulitan dan tidak sanggup menyelesaikannya, guru mulai menggunakan teknik scaffolding untuk memancing pemikiran siswa supaya lebih aktif melalui pertanyaan dan menuntunnya tahap demi tahap untuk menyelesaikan tugasnya.

  d. Guru menugaskan siswa untuk saling bertukar pendapat dengan rekannya dan saling membandingkan pendapat mereka.

  e. Mencari pendapat siswa yang mendekati jawaban dan melakukan negosiasi dengan seluruh siswa agar setiap siswa memiliki pemikiran yang sama.

  f. Membiarkan siswa membuat kesimpulan sendiri berdasarkan hasil penjelasan antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. g. Melakukan pembuktian terhadap materi yang sedang dihadapi berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat.

  h. Mendorong dilakukannya transferensi belajar i. Mengenali peluang-peluang yang bisa digunakan untuk mentransfer belajar. j. Mendorong siswa melakukan pengaturan diri dalam belajar (self regulating learning). k. Memantau kemajuan siswa dalam melakukan aktivitas belajar mandiri.

D. Pembelajaran Konvensional

  Menurut Sanjaya (2006) mengemukakan bahwa: Model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif, dimana siswa lebih banyak belajar dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pembelajaran. Karena dalam model ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru, siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu, materi pelajaran seakan-akan sudah jadi.

  Ada beberapa karakteristik model pembelajaran konvensional di antaranya:

  1. Proses pembelajaran dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikkannya dengan ceramah.

  2. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.

  3. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. “Model pembelajaran konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, dalam pembelajaran bahwa guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui model ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama model pembelajaran konvensional adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa.” (Sanjaya, 2006).

  E. Materinya adalah Kesebangunan yang Meliputi :

  1. Standar Kopetensi : Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah.

  2. Kompetensi Dasar : Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan masalah.

  3. Indikator : a. Menurunkan perbandingan sisi-sisi dua segitiga yang sebangun dan menghitung panjangnya.

  b. Memecahkan masalah yang melibatkan kesebangunan.

F. Keterkaitan Teknik Scaffolding dengan Kemampuan Representasi

  Kemampuan representasi yang dibangun oleh siswa ketika mereka memecahkan dan menyelidiki masalah matematika memainkan peranan yang penting dalam membantu siswa memahami, memecahkan masalah dan menyediakan jalan atau cara yang bermakna untuk merekam dan menguraikan gagasan tersebut kepada yang lain. Siswa memerlukan bantuan tentang bagaimana caranya menggunakan visualisasi untuk merepresentasikan masalah. Beberapa siswa mungkin saja menggunakan visual, tetapi menerapkannya tidak sesuai, sehingga tidak efektif.

  Representasi dikatakan efektif, baik secara tertulis atau dalam suatu imajinasi menunjukkan hubungan di antara bagian-bagian dalam masalah tersebut.

  NCTM juga menekankan pemakaian strategi yang beragam untuk memecahkan masalah, dan merekomendasikan guru untuk mendorong siswa untuk menerapkan strategi ini.

  Penggunaan teknik pembelajaran scaffolding dalam menyajikan suatu situasi masalah karena dengan menggunakan teknik pembelajaran

  

scaffolding, dimana guru memberikan bantuan kepada siswa pada tahap-tahap

  awal pelajaran kemudian mengurangi bantuan tersebut dan bahkan menghilangkannya sehingga memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk mengambil alih tanggungjawabnya. Keterbukaan dalam penggunaan startegi atau metode penyelesaian masalah juga tentunya akan mengundang beragam representasi dari suatu masalah, sehingga dengan model pembelajaran teknik scaffolding diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan representasi matematika siswa.

G. Hipotesis

  Hipotensis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Terdapat peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang mengikuti pembelajaran teknik scaffolding dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa SMP Negeri 3 Kedungreja

Dokumen yang terkait

PENGARUH TEKNIK SCAFFOLDING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIK SISWA SMP AL-ZAHRA INDONESIA

0 9 220

Kata Kunci: Discovery Learning, Hasil Belajar, Skill Representasi Matematis PENDAHULUAN - PENGARUH SKILL REPRESENTASI MATEMATIS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING

0 1 12

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 PANDAK TAHUN AJARAN 20132014

0 0 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Koneksi Matematika - ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI ARITMATIKA SOSIAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA - Repository Universitas Islam Majapahit

0 0 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sistem Pendukung Keputusan - APLIKASI PEMILIHAN KACAMATA DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) - repository perpustakaan

0 1 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KABUPATEN PURWOREJO - SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PERTANIAN KABUPATEN PURWOREJO BERBASIS ANDROID DENGAN GOOGLE MAPS - repository perpustakaan

0 0 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KABUPATEN PURBALINGGA - INFORMASI TEMPAT WISATA KABUPATEN PURBALINGGA BERBASIS ANDROID - repository perpustakaan

0 10 18

BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy - HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN MINAT MEMBACA SISWA DI PERPUSTAKAAN SD NEGERI 1 SAMBIRATA - repository perpustakaan

0 0 18

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 3 SOKARAJA TAHUN AJARAN 2012-2013 - repository perpustaka

0 3 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Merawat Diri 1. Pengertian Kemampuan Merawat Diri - PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEMAMPUAN MERAWAT DIRI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDLB NEGERI KROYA KABUPATEN CILACAP - repository perpustakaan

0 0 18