KONFLIK POLITIK PADA MASA ORDE BARU DALAM NOVEL WASRIPIN DAN SATINAH KARYA KUNTOWIJOYO TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

KONFLIK POLITIK PADA MASA ORDE BARU DALAM NOVEL WASRIPIN DAN SATINAH KARYA KUNTOWIJOYO TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia

  Program Studi Sastra Indonesia Oleh

  Vianney Raditawati NIM: 034114039

  PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA MARET 2008

  Sy arat Kematian: Soeharto (8 Juni 1921 – 27 Januari 2008) Kalau saja, dulu k au tak mengirim tentara dan t ak meny ulap ujung Sumatera menjadi k uburan massal, pastiny a pemuda Rigaih itu tengah tersedu tanpa sy arat Kalau saja, dulu k au terbangk an ribuan merpati k e Timor Timur, mungk in bocah-bocah di Dili membacamu lewat buk u pelajaran dan bertany a pada ibuny a y ang berk utang, "Di mana mak am dia, bu?" Kalau saja, k au biark an anak -anak mu meny endok k an nasiny a sendiri dan tak mengambil beras dari bak ul y ang k au bangun, k ami – y ang lapar k ebenaran – mungk in merangk ai tak ziah dengan tulus Kalau saja, Kau memilih untuk mengundang mak an para musuhmu daripada meny odork an merek a pada bahay a dan maut,

k esempitan dan k etidak merdek aan, pemberangusan dan pengk erdilan,

pastiny a merek a bak al sesengguk an melihatmu dibaringk an Kalau saja, k au tak mati k emarin, mungk in ak u y ang k e tempatmu meny arangk an sebilah bambu di lehermu menik mati naf as-naf as terak hirmu sambil mendek atk an bibirk u di telingamu dan berbisik , "Maaf , ceritamu harus usai…" 280108 k amar adem, petojo roy thaniago

  PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan denga n sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, Maret 2008 Penulis

  Vianney Raditawati ABSTRAK Raditawati, Vianney. 2008. Konflik Politik Pada Masa Orde Baru dalam Novel Wasripin dan Satinah Karya Kuntowijoyo: Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi S-1. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma

  Tujuan penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan konflik politik yang terkandung dalam novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo dengan analisis sosiologis; dan 2) mendeskripsikan korelasi antara novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo dengan kenyataan dalam sejarah masya rakat Indonesia.

  Penelitian ini menganalisis konflik politik pada masa Orde Baru yang terdapat dalam novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo dengan tinjauan sosiologi sastra. Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode analisis.

  Hasil penelitian berupa analisis sosiologis yang membahas aspek konflik politik dalam novel Wasripin dan Satinah dan mengungkapkan masalah realitas sosial, yakni membahas kesejajaran antara konflik politik dalam novel dengan konflik politik dalam sejarah Indonesia selama pemerintahan Orde Baru.

  Konflik politik memiliki konotasi politik yakni mempunyai keterkaitan dengan negara atau pemerintah, para pejabat politik, dan kebijakan. Konflik politik dalam novel Wasripin dan Satinah karya merupakan konflik yang dominan. Ana lisis sosiologis terhadap novel Wasripin dan Satinah dengan membahas konflik politik meliputi penyebab terjadinya konflik, tipe konflik dan tujuan konflik.

  Kemajemukan vertikal yang ditandai dengan struktur masyarakat yang terpolarisasi menurut pemilikan kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan merupakan kondisi yang memungkinkan terjadinya konflik. Tipe konflik politik dalam novel Wasripin dan Satinah dapat dikategorikan sebagai tipe konflik negatif. Konflik tersebut mengancam eksistensi sistem sosial politik serta struktur masyarakat, apalagi pihak-pihak yang berkonflik menggunakan cara kekerasan untuk memperjuangkan kepentingannya. Dalam novel Wasripin dan Satinah, ada beberapa pihak yang saling bertikai untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pihak-pihak yang bertikai di sini adalah para anggota partai. Ketiga partai memiliki tujuan yang sama, yaitu ingin menduduki dan memenangkan pemilu. Ketiganya ingin mendapatkan kekuasaan dalam pemerintahan. Karena alasan dan tujuan yang sama, yang satu sama lain saling berbenturan dan menghalangi, maka terjadilah konflik yang berkepanjangan.

  Pencerminan antara novel Wasripin dan Satinah dengan kenyataan sejarah masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru ditekankan pada konflik politik yang terjadi pada kurun waktu sejarah tersebut. Kondisi orde baru ditandai dengan konflik, pertentangan politik antarpartai atau kelompok-kelompok yang memiliki tujuan dan ideologi yang berbeda. Pencerminan juga ditunjukkan dengan Partai Randu, Partai Langit, Partai Kuda, Presiden Sadarto, dan Jalan Cempaka. Nama- nama tersebut memiliki arti atau sindiran pada nama yang benar-benar ada dalam sejarah Indonesia.

  

ABSTRACT

  Raditawati, Vianney. 2008. Political Conflict in New Order Era in Kuntowijoyo’s Wasripin dan Satinah: A Literary Sociological Approach. A thesis.

  Yogyakarta: Indonesian Letters, Sanata Dharma University. The objective of the study is 1) to describe the political conflict contained in Kuntowijoyo’s Wasripin dan Satinah using a sociological analysis; and 2) to describe the correlation between Kuntowijoyo’s Wasripin dan Satinah and the reality of Indonesian social history.

  This study analyses a political conflict in new order era in Kuntowijoyo’s using a literary sociological approach. The method used in

  Wasripin dan Satinah this study is a descriptive method.

  The result of the study is a sociological analysis which discusses the aspect of political conflict in the novel. Wasripin dan Satinah and gasps a social reality problem, that is discussing aquality between political conflict in the novel and the history of Indonesian political conflict during New Order government.

  Political conflict has a political connotation that it has a relation with a country or a government, political officials, and wisdom. Political conflict in kuntowijoyo’s Wasripin and Satinah is by discussing political conlict including the cause of the conflict, the type of the conflict and the purpose of the conflict.

  Vertical diversity which is marked by polarize society structure based on wealth ownership, knowledge, and power the condition which make conflict possible. The type of the political conflict in Wasripin dan Satinah can be categorized as a negative type of conflict. The conflict threats the existence of the social political system and the society structure. Moreover, the conflicting parties use violence to pursue their several parties which are conflicting each other to get their will. The conflicting parties are the party members. Those three parties have a similar goal, that is to monopolize and to win the general election. These of them want to have power in the governmental position. The same reason and purpose, which is bumps and obstructs against each other, makes a long lasting conflict.

  The similarity between the novel Wasripin dan Satinah and the reality of Indonesian social history in New Order era is emphasized in political conflict happened in historical range of time. The New Order condition is marked by conflict, political conflict among parties or groups which have different purpose and ideology. The similarity is also showed by dominant political power. Beside the event similarity, there is also similar naming. Symbolical aspect is also coloring the naming in the novel Wasripin dan Satinah, those are Partai Randu, Partai Langit, Partai Kuda, Presiden Sadarto, and Jalan Cempaka. Those names have a meaning or a cynism to the real names in Indonesian history.

  KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka menyelesaikan Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai beberapa kekurangan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan dan perbaikan skripsi ini.

  Dalam menyusun skripsi ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan, pengarahan, saran, serta dorongan yang bermanfaat dan mendukung penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.

  Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan membimbing dengan sabar sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

  3. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum. selaku pembimbing akademik angkatan 2003 yang selalu memotivasi dan memberikan semangat kepada

  4. Seluruh dosen di Fakultas Sastra, terutama para dosen Program Studi Sastra Indonesia yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu pengetahuan.

  5. Segenap keluarga besar Prodi Sastra Indonesia atas persahabatan yang hangat.

  6. Segenap karyawan perpustakaan USD dan staf sekretariat Fakultas Sastra untuk pela yanan yang ramah.

  7. To all my family: mama, grandma yang selalu sabar mengingatkan, memotivasi dan memberi harapan besar agar segera lulus. Kakakku Mas Ipung dan adik-adikku tercinta, Heru dan Tiyok. Terima kasih atas doa semangat, dukungan dan cinta yang selalu memotivasi penulis.

  8. To my lovely kk’ku chayank F. Cahyo Dwi Utomo, terima kasih atas segala rasa sayang, cinta, dukungan dan doanya. Terima kasih untuk motivasi dan semangat yang selalu diberikan.

  9. Seluruh kawan seperjuangan di Sastra Indonesia angkatan 2003, thanks atas persahabatan selama ini dan motivasi untuk terus maju pantang mundur dalam menyelesaikan skripsi.

  10. Astari, Aning, Emak, Gondez, Doan, Diar, Eci, Gayung, Simply, Jatex, Rinto, Nenex, Binyong, Dede’, Rini, Uci, Prima, Firla, Melya, Tasya.

  Suwun untuk persahabatan, curhatan, serta waktu untuk bermain bersama. Terima kasih telah hadir dalam hidupku dan mewarnai perjalananku di Sastra Indonesia.

  11. My honey bee Cucur, my marie bee Bexti, my sweety bee R-leeta terima kasih atas dukungan dan persahabatan selama 12 tahun. Kalian kan tetap menjadi sahabatku sepanjang masa.

  12. Adel dan Nhe2cute terima kasih dengan selalu mengatakan meski orang yang kita sayangi dan kita harap selalu ada di samping kita saat kita butuh tapi mereka tidak pernah bisa, tetep maju terusss!! Terima kasih buat semangat dan pertanyaan-pertanyaan seputar skripsiku.

  13. Teman-teman serta boz di Pikanet Group. Terima kasih karena memberiku kesempatan menemukan pertemanan, keceriaan, persahabatan dan cintaku.

  Terima kasih atas pengalaman berharga yang diberikan.

  14. Teman-teman mudika St. Agustina tengkyu banget atas pertemanannya.

  15. Bu Cicil dan Rina, serta segenap peserta dan team Bukit Doa Yerusalem Baru. Terima kasih atas pemulihan jiwaku dan pengajaran atas cinta kepada sesama serta pembaharuan hidup. Terima kasih karena mengajarkanku lebih mencintai Allahku.

  16. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran penulisan skripsi ini. Tidak ada yang sanggup menggantikan selain rasa terima kasih yang mendalam. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................................... v ABSTRAK ........................................................................................................... vi

  ........................................................................................................... viii

  ABSTRACT

  KATA PENGANTAR.......................................................................................... ix DAFTAR ISI........................................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................

  1 1.1 Latar Belakang .........................................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah....................................................................................

  5 1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................

  5 1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................

  5 1.5 Landasan Teori.........................................................................................

  7 1.5.1 Pendekatan Sosiologi Sastra............................................................

  7 1.5.2 Konflik Politik.................................................................................

  11 1.5.3 Orde Baru........................................................................................

  16 1.5.3.1 Eksploitasi Sumber Daya ....................................................

  19

  1.5.3.3 Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru.....................

  DALAM SEJARAH MASYARAKAT PADA PEMERINTAHAN MASA ORDE BARU.................................................................................................

  76 BIOGRAFI PENULIS..........................................................................................

  69 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

  62 BAB IV KESIMPULAN ......................................................................................

  45 3.2 Aspek Simbolis dalam Novel Wasripin dan Satinah ...............................

  3.1 Novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo dan Realitas Pemerintahan Masa Orde Baru ................................................................

  44

  DAN SATINAH KARYA KUNTOWIJOYO DENGAN KENYATAAN

  20 1.6 Metode Penelitian.....................................................................................

  42 BAB III KORELASI KONFLIK POLITIK DALAM NOVEL WASRIPIN

  39 2.3 Tujuan Konflik Politik .............................................................................

  28 2.2 Tipe Konflik Politik .................................................................................

  25 2.1 Penyebab Konflik Politik .........................................................................

  25 BAB II KONFLIK POLITIK DALAM NOVEL WASRIPIN DAN SATINAH KARYA KUNTOWIJOYO ...........................................................................

  24 1.8 Sistematika Penyajian ..............................................................................

  22 1.7 Sumber Data .............................................................................................

  80

  BAB I PENDAHULUAN

  Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, sastra ‘menyajikan kehidupan’ dan ‘kehidupan yang sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial’, walaupun karya sastra juga ‘meniru’ alam dan dunia subjektif manusia. Pada intinya sastra adalah cerminan masyarakat (Jabrohim, 2001:87). Karya sastra merupakan salah satu media refleksi atau cerminan atas realitas kehidupan manusia yang dapat mewakili persoalan dan keadaan umum masyarakat.

  Karya sastra merupakan dunia kemungkinan, artinya ketika pembaca berhadapan dengan karya sastra, maka ia berhadapan dengan berbagai kemungkinan dan penafsiran. Setiap pembaca memiliki hak untuk memiliki penafsiran sendiri dan seringkali berbeda hasil penafsiran terhadap makna karya sastra. Pembaca dengan horison harapan yang berbeda akan mengakibatkan perbedaan penafsiran terhadap sebuah karya sastra tertentu.

  Belum tentu apa yang dipikirkan pembaca adalah maksud dari pengarang dalam menafsirkan makna suatu karya. Hal ini berkaitan dengan masalah sifat, fungsi, dan hakikat karya sastra. Sifat-sifat khas sastra ditunjukkan oleh aspek referensialnya (acuan), "fiksionalitas", "ciptaan" dan sifat "imajinatif"

  (Wellek, 1989:18). Sedangkan fungs i sastra tergantung dari sudut pandang serta ditentukan pula oleh latar ideologinya. Hakikat keberadaan karya sastra selalu berada dalam ketegangan antara konvensi dan inovasi. Dalam penulisan karya sastra selalu ada konvensi-konvensi yang mengikat, padahal dari sisi si pengarang sendiri ingin menciptakan suatu karya yang lain dari yang lain. Dia ingin menambahkan sesuatu yang baru sesuai dengan kreativitasnya. Ketiga unsur itu, yaitu sifat khas sastra yang menyangkut fiksionalitas, ciptaan, dan imajinatif, yang menyebabkan masalah yang luas dan kompleks di dalam dunia sastra. Hal ini juga telah memungkinkan beragamnya teori dan pendekatan terhadap karya sastra, beragamnya aliran dalam sastra dan memungkinkan beragamnya konsep estetik karya sastra.

  Novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo sangat sarat dengan kemelut konflik politik. Konflik yang disajikan di dalam novel ini banyak memuat konflik pada zaman pemerintahan Orde Baru. Baik itu perebutan kedudukan, kekuasaan, atau kekayaan. Seringkali disinggung bagaimana para pemimpin pada masa itu memimpin rakyatnya dan menjalankan pemerintahan Indonesia, serta berbagai intrik dan lika- liku model pejabat pemerintahan dalam menjalankan pemerintahan. Lewat karyanya ini Kuntowijoyo mencoba menggambarkan alam pik ir bangsa ini. Mulai dari tingkat paling bawah hingga birokrasi di tingkat paling atas. Novel ini mengkritik dan mengulas

  Kuntowijoyo, sang penulis novel ini sangat mencintai dan bahkan berpihak kepada orang-orang tertindas yang selama ini selalu jadi korban pembangunan. Kuntowijoyo lebih tampil sebagai pemikir, budayawan, dan sastrawan daripada aktivis. Kritiknya sangat tajam, empiris, dan substansial, tetapi jujur. Begitu pula yang ditampilkan dalam karyanya Wasripin dan

  

Satinah yang sangat sarat akan penggambaran ketidakadilan pada

pemerintahan masa Orde Baru.

  Hal lain yang menarik pada novel Wasripin dan Satinah bila dibandingkan dengan novel yang menyinggung atau bercerita tentang peristiwa sejarah lainnya adalah gaya penceritaannya yang tidak menunjuk secara langsung tentang konflik politik yang terjadi pada kurun sejarah sekitar pemerintahan Orde Baru. Demikian juga novel Wasripin dan Satinah tidak menunjuk secara langsung pada latar tempat dan nama-nama tokoh yang terlibat dalam peristiwa sejarah tersebut. Namun, sesungguhnya konflik politik dalam novel Wasripin dan Satinah merupakan pencerminan dari konflik politik yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia sekitar pemerintahan Orde Baru, yaitu pada pemerintahan sekitar tahun 1968-1998.

  Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk menganalisis novel Penulis ingin membuktikan bahwa konflik politik Wasripin dan Satinah. dalam novel Wasripin dan Satinah merupakan pencerminan dari sejarah Indonesia sekitar pemerintahan Orde Baru.

  Penulis menganalisis novel ini dengan tinjauan sosiologi sastra. Menurut pendekatan sosiologi sastra, sebuah karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan.

  Objek karya sastra adalah sebuah realitas kehidupan. Apabila realitas itu adalah sebuah peristiwa sejarah yang pernah benar-benar terjadi dalam dunia realitas atau dunia nyata, maka suatu karya sastra tersebut mencoba untuk menerjemahkan peristiwa itu ke dalam bahasa imajiner yaitu bahasa yang sarat akan penggambaran imajinasi pengarang dengan maksud untuk memahami peristiwa sejarah menurut kadar kemampuan yang dimiliki pengarang. Selain itu, karya sastra dapat menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan tanggapannya mengenai peristiwa sejarah. Suatu karya sastra juga dapat merupakan penciptaan kembali suatu peristiwa sejarah dengan pengetahuan dan daya imajinasi pengarang. Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

  Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:

  1.2.1 Bagaimana konflik politik yang terkandung dalam novel Wasripin dan

  

Satinah karya Kuntowijoyo dengan analisis sosiologis?

  1.2.2 Bagaimana korelasi antara novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo dengan kenyataan dalam sejarah masyarakat Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitan ini sebagai berikut:

  1.3.1 Mendeskripsikan konflik politik yang terkandung dalam novel karya Kuntowijoyo dengan analisis sosiologis.

  Wasripin dan Satinah

  1.3.2 Mendeskripsikan korelasi antara novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo dengan kenyataan dalam sejarah masyarakat Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Pertama, melalui penelitian ini diharapkan dapat membuktikan sejauh mana sosiologi sastra dapat diaplikasikan dalam novel Indonesia modern dalam hal ini novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo dilihat sebagai dokumen sosio-budaya.

  Kedua, meskipun penelitian terhadap novel karya Kuntowijoyo sudah banyak dilakukan. Namun demikian, penelitian ini diharapkan dapat sehingga dapat diperoleh keanekaragaman pemahaman dan penafsiran dengan masing- masing argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

  Ketiga, menyangkut tujuan praktis, penelitian ini diharapkan membantu pembaca untuk memahami novel Kuntowijoyo. Diharapkan penelitian ini membantu pembaca dalam memahami maksud yang terkandung dalam Wasripin dan Satinah dan dapat membantu pemahaman sastra mengenai konflik politik yang pernah terjadi di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti maupun pembaca, mengingat novel ini termasuk novel sejarah, yaitu novel yang berisi tentang cerita sejarah. Oleh karena itu, dengan membaca hasil penelitian ini akan menambah wawasan kesejarahan Indonesia.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan kritik sastra dan ilmu sastra.

  1.5.1 Pendekatan Sosiologi Sastra Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan sosiologi sastra dalam menganalisis novel Wasripin dan Satinah. Menurut pandangan teori ini, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.

  Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta. Namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.

  Wilayah sosiologi sastra cukup luas. Rene Wellek dan dan Austin Warren (Semi, 1989:53) membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi.

  Pertama, sosiologi pengarang, yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain- lain yang menyangkut diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra, yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra. Yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya.

  Ketiga, sosiologi sastra yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

  Klasifikasi tersebut tidak jauh berbeda dengan bagan yang dibuat oleh Ian Watt (Semi, 1989:54) dengan melihat hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat.

  Telaah suatu karya sastra menur ut Ian Watt akan mencakup tiga hal, yakni konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial sastra.

  Konteks sosial pengarang adalah yang menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor- faktor sosial yang bisa mempengaruhi diri pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya. Sastra sebagai cermin masyarakat menelaah sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat. Fungs i sosial sastra, dalam hal ini ditelaah sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan masyarakat bagi pembaca.

  Umar Junus (1986:3) mengemukakan bahwa yang menjadi pembicaraan dalam telaah sosiologi sastra adalah sebagai berikut:

  1. Karya sastra dilihat sebagai dokumen sosio-budaya.

  2. Penelitian mengenai penghasilan dan pemasaran karya sastra.

  3. Penelitian tentang penerimaan masyarakat terhadap sebuah karya sastra seorang penulis tertentu dan apa sebabnya.

  4. Pengaruh sosio-budaya terhadap penciptaan karya sastra, misalnya pendekatan Taine yang berhubungan dengan bangsa, dan pendekatan Marxis yang berhubungan dengan pertentangan kelas.

  6. Pendekatan Devignaud yang melihat mekanisme universal dari seni, termasuk sastra.

  Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yang pertama yakni karya sastra dilihat sebagai dokumen sosio-budaya yang mencatat kenyataan sosio-budaya suatu masyarakat pada suatu masa tertentu. Pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya. Bagaimanapun karya sastra itu mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya.

  Demikian pula objek karya sastra adalah realitas kehidupan, meskipun dalam menangkap realitas tersebut sastrawan mengambilnya secara acak.

  Sastrawan memilih dan mengumpulkan bahan-bahan itu sesuai dengan pedoman dan asas yang dipilihnya. Karya sastra tidak dilihat sebagai suatu keseluruhan secara utuh, tapi hanya dipilah mana bagian yang dituju untuk ditelaah. Pendekatan ini hanya tertarik pada unsur- unsur sosio-budaya di dalamnya yang dilihat sebagai unsur- unsur yang lepas. Ia hanya mendasarkan kepada cerita tanpa mempersoalkan struktur karya. Henry James (Michel Zerraffa dalam Elizabeth and Burns, 1973:36) mengatakan bahwa sastrawan menganalisis "data" kehidupan sosial, memahaminya dan mencoba menentukan tanda yang esensial untuk dipindahkan ke dalam karya sastra.

  Paradigma sosiologi sastra berakar dari latar belakang historis dua dengan kata lain, tidak ada karya sastra tanpa masyarakat. Sebuah karya sastra lahir dari masyarakat. Sosiologi sastra, meskipun belum menemukan pola analisis yang dianggap memuaskan, mulai memperhatikan karya seni sebagai bagian yang integral dari masyarakat. Tujuannya jelas untuk memberikan kualitas yang proposional bagi kedua gejala, yaitu sastra dan masyarakat. (Ratna, 2003). Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari- hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra. Dalam mengaplikasikan pendekatan ini, karya sastra tidak dilihat sebagai keseluruhan, melainkan hanya tertarik pada unsur sosio- budaya di dalamnya yang dilihat sebagai unsur- unsur yang lepas dari kesatuan karya. Sehubungan dengan analisis terhadap novel Wasripin dan Satinah, penulis mengambil unsur yang dominan dalam karya tersebut, yakni konflik politik.

  Dalam teori sosiologi sastra ada beberapa pendapat mengenai hubungan antara sosiologi dan sastra, salah satunya bahwa sastra yang menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya dan sastra sebagai menampilkan fakta- fakta sosial dalam masyarakat (Saraswati, 2003:11-12). Pandangan ini beranggapan bahwa sastra merupakan cermin langsung dari berbagai infrastruktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain sebagainya.

  1.5.2 Konflik Politik Konflik merupakan fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat.

  Konflik bisa terjadi dalam hubungan proses produksi. Misalnya saja terjadi pemogokan buruh dalam sebuah pabrik karena mereka memiliki tuntutan kenaikan upah atau perbaikan kondisi kerja. Konflik bisa juga terjadi dengan pertikaian antarkelompok etnis yang berbeda dalam memperebutkan sumber daya yang sama. Konflik tidak jarang terjadi dalam masyarakat yang mejemuk. Dalam kehidupan politik masyarakat sering dihadapkan pada konflik dalam rangka untuk mendapatkan atau memperjuangkan sumber daya langka yang tidak jarang disertai dengan kekerasan. Baik itu perebutan kedudukan, kekuasaan, atau kekayaan.

  Konflik terjadi karena dalam masyarakat terdapat kelompok- kelompok, lembaga- lembaga, organisasi, dan kelas-kelas sosial yang tidak selalu memiliki kepentingan yang sama. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan- perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Di antara wewenang, sehingga konflik merupakan gejala yang senantiasa terjadi dala m masyarakat. Demikian pula dengan sumber daya yang langka di antara kelompok-kelompok masyarakat yang tidak selalu seimbang, sehingga konflik merupakan gejala yang senantiasa terjadi dalam masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, terjadinya konflik tidak dapat dielakkan. Konflik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial. Manusia sering dipandang sebagai struktur sosial yang memiliki berbagai tujuan dan kepentingan. Manusia dikuasai oleh motif- motif untuk memenuhi kepentingan dirinya. Dari berbagai kepentingan itu, antara yang satu dengan yang lain seringkali berbenturan, sehingga untuk mencapai tujuannya masing- masing, konflik biasa terjadi. Konflik sering digambarkan sebagai pencerminan pertentangan kepentingan dan naluri untuk bermusuhan.

  Konflik merupakan gejala yang selalu hadir dalam masyarakat. Konflik tidak mungkin dihilangkan, melainkan hanya dapat diatur mekanisme penyelesaiannya. Selama masyarakat ada, selama itu pula konflik ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu, tidaklah mungkin menghapuskan konflik seperti yang menjadi angan-angan para diktator (Rauf, 2001:1). Dalam menghadapi situasi yang secara potensial mengembangkan hasrat untuk berperang dan adanya konflik, perlu diciptakan suatu organisasi dan ketertiban sosial yang dapat dipelihara dengan baik. Untuk itu dihadirkan organisasi-organisasi dan lembaga- lembaga yang mengatur dan melindungi masyarakat, agar segala kepentingan dapat terpenuhi dengan memperkecil risiko dari besarnya konflik yang mungkin terjadi.

  Konflik politik memiliki konotasi politik yakni mempunyai keterkaitan dengan negara atau pemerintah, para pejabat politik atau pemerintah, dan kebijakan. Konflik politik selalu merupakan konflik kelompok. Yang dimaksud konflik kelompok adalah konflik yang terjadi antara dua kelompok atau lebih (Rauf, 2001:19).

  Kata “politik” mengacu kepada segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan kedudukan yang dipegang oleh para pejabat pemerintah. Pejabat pemerintah adalah sekelompok orang yang memegang kekuasaan untuk mengatur masyarakat secara keseluruhan (Easton, 1965:47) dan, dalam usaha mengatur masyarakat, berhak menggunakan kekerasan fisik yang memaksa (Almond, 1971:6). Kekuasaan yang memiliki kedua sifat tadi (yakni mengatur masyarakat secara keseluruhan dan menggunakan kekerasan fisik secara sah) disebut kekuasaan politik, sedangkan orang atau kelompok orang yang memiliki kekuasaan politik dinamakan penguasa politik. Keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh penguasa politik dalam usaha untuk mengatur masyarakat disebut kebijakan politik (Rauf, 2001:20). Bahasan dalam teori politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dan sebagainya yang menyangkut kehidupan pemerintahan.

  Politik tidak selamanya negatif dan karena itu diperlukan pendidikan politik untuk memahami perilaku politik pemerintah, partai, swasta, organisasi masyarakat dan sebagainya dalam memperjuangkan kepentingan orang banyak atau kepentingan kelompok. Negatif atau positifnya politik dapat dilihat dari perilaku institusi dan perorangan dalam berpolitik. Juga dapat dilihat sejauh- mana kebijakan dan keputusan politik menghasilkan dampak positif atau negatif pada publik, pasar dan lingkungan sosial ekonomi dan fisik (Djogo, 2007).

  Ilmu politik sendiri didefinisikan secara sederhana sebagai studi tentang negara, pemerintah dan politik. Varma (dalam Djogo, 2007) menyatakan bahwa para pemikir politik biasa juga atau kadang melakukan analisis tentang konsep negara, hukum, kedaulatan, hak-hak, keadilan atau ketidakadilan dan sebagainya. Secara umum dapat kita katakan bahwa politik adalah seni dan praktik pengelolaan sistem pemerintahan, yang menyangkut institusi, kekuasaan, kewenangan, kebijakan, administrasi negara dan upaya untuk kepentingan masyarakat banyak atau untuk kepentingan kelompok politik tertentu. Charles Hyneman (dalam Djogo, 2007) menyampaikan ruang lingkup ilmu politik yang mencakup struktur organisasi, proses pembuatan kebijakan, tindakan dan keputusan, pengawasan, serta lingkungan manusia

  Konflik politik dirumuskan secara longgar sebagai perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangaan di antara sejumlah individu, kelompok, ataupun organisasi dalam upaya mendapatkan dan atau mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah (Surbakti, 1992: 151). Secara sempit konflik politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan kolektif warga masyarakat yang diarahkan untuk menentang kebijakan umum dan pelaksanaannya, menentang perilaku penguasa beserta segenap aturan, struktur, dan prosedur yang mengatur hubungan-hubungan di antara partisipan politik. Namun sesungguhnya, konflik memiliki fungsi positif bagi masyarakat. Menurut Dahrendorf (Surbakti, 1992: 150) konflik berfungsi sebagai pengintegrasian masyarakat dan sebagai sumber perubahan. Selain itu, konflik berfungsi untuk menghilangkan unsur-unsur pengganggu dalam suatu hubungan. Dalam hal ini konflik sebagai penyelesaian ketegangan antara unsur-unsur yang bertentangan, yang mempunyai fungsi stabilisator dan menjadi komponen untuk mempererat hubungan (Surbakti 1992: 150).

  Pendapat senada juga diungkapkan oleh Duverger (1967:33) ya ng berpendapat bahwa setiap fenomena politik memiliki aspek konflik dan integrasi. Kekuasaan merupakan salah satu fenomena politik yang penting. Kekuasaan merupakan sumber daya langka yang menjadi penyebab konflik. Orang yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk mempertahankan ingin merebut kekuasaan itu untuk tujuan yang sama. Kekuasaan mempunyai aspek integrasi dalam arti bahwa kekuasaan dipergunakan untuk menegakkan ketertiban dan keadilan; sebagai pelindung kepentingan dan kesejahteran umum melawan tindakan berbagai kelompok kepentingan.

  Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Presiden Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno. Menurut versi Orde Baru, Orde Lama adalah pemerintahan kacau yang koruptif dan tidak mampu menyelenggarakan negara. Demi memperbaiki situasi yang kacau ini, kelompok yang dipimpin Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan dan menamakan dirinya sebagai “Orde Baru”. Dalam penggunaan istilah yang sifatnya sepihak ini istilah “baru” dikonotasikan sebagai sesuatu yang baik dan memberi harapan, sedang ungkapan “lama” dikaitkan dengan sifat-sifat negatif semisal kecenderungan manipulatif dan tidak kompeten dalam melaksanakan pemerintahan (Adam, 2006:29).

  Sejak kelahirannya, salah satu tekad utama pemerintahan Orde Baru adalah mengadakan koreksi total terhadap “kegagalan” sistem-sistem politik sebelumnya. Untuk memperbaiki kegagalan-kegagalan yang dilakukan Orde dilakukan orde sebelumnya dengan melaksanakan pembangunan ekonomi dan menciptakan sistem politik yang stabil. Kegagalan-kegagalan ini tercermin pada kemerosotan perekonomian yang begitu parah pada tahun 1960-an, dan munculnya berbagai pemberontakan lokal yang mencapai puncaknya pada peristiwa G-30-S/PKI (Pabottingi, 1996:182).

  Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar (Adam, 2006:29).

  Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol) bagi mereka para mantan tahanan politik Orde Baru. Belakangan ini baru disadari bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran HAM.

  Pembubuhan tanda ET dapat mematikan kehidupan sosialnya dalam berpolitik maupun dalam masyarakat (ibid).

  Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer, namun dengan nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan keluarga Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat (Adam, 2006:81-82).

  Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi. Dengan kekuasaannya yang besar, dia mampu melakukan apa pun. Perintah Soeharto bagaikan perintah dewa yang harus dituruti (jika ingin selamat) (ibid).

  1.5.3.1 Eksploitasi Sumber Daya Selama masa pemerintahan Orde Baru dengan kebijakan-kebijakan yang diberlakukannya dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar- besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar meski tidak merata di Indonesia. Contohnya, dengan pertumbuhan ekonomi yang besar ini ditandai dengan jumlah orang yang kelaparan banyak berkurang pada tahun 1970-an dan 1980-an. Segala sumber daya alam yang ada di Indonesia benar- benar dimanfaatkan bahkan terkesan dikeruk habis- habisan yang dipromotori serta dikuasai oleh keluarga Cendana keuntungannya.

  1.5.3.2 Kelebihan Sistem Pemerintahan Orde Baru 1. Sukses meningkatkan angka pendapatan masyarakat.

  Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun

  1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.

  2. Sukses transmigrasi.

  3. Sukses proram KB (Keluarga Berencana).

  4. Sukses memerangi buta huruf.

  5. Sukses swasembada pangan.

  6. Sukses meminimalisir jumlah pengangguran.

  7. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).

  8. Sukses Gerakan Wajib Belajar Sembilan Tahun.

  9. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh.

  10. Sukses dalam menjaga keamanan dalam negeri.

  11. Sukses dalam menarik investor asing.

  12. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

  2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata.

  3. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin).

  4. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan.

  5. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran

  Dari data-data di atas yang didapat dari, http://id.wikipedia.org/wiki/ Sejarah_Indonesia_%28Era_Orde_Baru%29 tak bisa disangkal rezim ini memang mencatat prestasi-prestasi besar. Dengan adanya stabilitas politik, telah terjadi loncatan jauh di bidang ekonomi. Akan tetapi di lain pihak rezim ini telah meninggalkan keterpurukan yang harus ditanggung oleh generasi selanjutnya.

  Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan berkembang pesat. Menurut versi pihak kalangan Orde Baru, program-program pembangunan dalam mengentaskan kemiskinan berhasil sukses. Banyak sekali program modernisasi yang ditempuh, berbagai bentuk pembangunan sarana umum, berikut pesatnya penanaman modal asing di Indonesia. Semua hal di atas merupakan tanda betapa suksesnya pembangunan di Indonesia (Moedjanto, 1988:170-171). Maka pemerintahan Orde Baru merasa perlu dan wajib untuk mengangkat Presiden Soeharto sebagai “Bapak Pembangunan”. Makin marak masuknya modal asing di Indonesia menunjukkan betapa ramahnya rezim itu terhadap modal asing. Sikap ramah tersebut tentu saja bukan saja melulu mendatangkan kemakmuran terhadap masyarakat, tetapi terlebih juga demi kemakmuran keluarga dan kelompoknya. Selang beberapa bulan Presiden Soekarno menadatangani Supersemar, Soeharto langsung mempersilakan IMF masuk Indonesia kemudian Indonesia mulai mengadakan pertemuan dengan negara-negara yang memperlancar masuknya PT. Freeport ke Indonesia bagi masyarakat, terlebih pada kalangan orang-orang yang dekat dengan pemerintah. Korupsi sering terjadi di pihak pejabat. Bersama maraknya korupsi, dunia industri mulai dirambah oleh Keluarga Soeharto dan rekan- rekannya. Keluarga Soeharto juga mendirikan industri dan pabrik-pabrik atas nama keluarga Soeharto yang ditangani bersama orang-orang terdekatnya yang pada akhirnya usahanya sukses baik di dalam maupun luar negeri.

  Sudah dirasakan kemajuan ekonomi yang dicapai pembangunan sampai sekarang. Penghasilan penduduk rata-rata secara nasional 800 dolar setahun. Industri semakin menjadi andalan nasional. Sarana dan prasarana sosial ekonomi telah semakin mampu memenuhi kebutuhan rakyat pada umumnya. Sekalipun begitu, hasil tersebut disertai dengan berbagai kelemahan. Kesenjangan kemajuan antardaerah dan kemiskinan di kalangan masyarakat belum tertangani secara tepat. Indonesia menjadi negara penghutang ketiga terbesar di dunia. Kolusi dan korupsi yang merugikan rakyat belum terkontrol secara sistematik. Penyalahgunaan kekuasaan di semua peringkat struktur masyarakat masih menghimpit hak-hak dasar rakyat, terutama yang lebih lemah. Demokrasi dipertentangkan dengan kemakmuran, sekalipun keduanya merupakan tujuan kemerdekaan (Pabottingi, 1996:51).

  Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang yang merupakan realitas sosial. Pendekatan sosiologi sastra ini merupakan pendekatan yang tidak mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelitian.

  Pendekatan tersebut berdasarkan anggapan bahwa sastra adalah cermin kehidupan masyarakat dan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Damono, 1978:2).

  Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Pertama-tama dipilih salah satu unsur dalam novel karya Kuntowijoyo yakni aspek konflik politik.

  Wasripin dan Satinah

  Selanjutnya konflik politik dalam novel tersebut dideskripsikan dengan dibantu oleh teori- teori tentang konflik serta dihubungkan dengan peristiwa pada masa Orde Baru. Analisis ini dilengkapi dengan data-data sejarah yang diperoleh dari kepustakaan.

  Peneliti hanya menggunakan satu teknik pengumpulan data, yakni metode kepustakaan. Metode ini dilakukan dengan menelaah pustaka yang ada kaitannya dengan objek penelitian yakni konflik politik pada masa Orde Baru dalam novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo. Metode kepustakaan diperoleh dengan cara teknik catat, yakni mencatat data yang berasal dari buku-buku dan bacaan-bacaan yang memuat hal- hal yang berhubungan dengan konflik politik pada masa Orde Baru. Peneliti mengumpulkan representasi atau cerita-cerita yang memuat konflik atau gambaran konflik yang mirip atau menyinggung kejadian yang terjadi pada kehidupan nyata, yaitu yang benar-benar terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia.

  1.7 Sumber Data Novel : Wasripin dan Satinah Pengarang : Kuntowioyo Tahun terbit : 2003 Tebal buku : iv + 256 hlm; 14 cm x 21 cm Cetakan : Pertama Penerbit : Penerbit Buku Kompas

  1.8 Sistematika Penyajian Hasil penelitian ini terdiri dari tiga bab. Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

  Bab II berupa analisis sosiologis yang membahas aspek konflik politik dalam novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo. Bab III mengungkapkan masalah realitas sosial, yakni membahas kesejajaran antara konflik politik dalam novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo dengan konflik politik dalam sejarah Indonesia.

  Bab IV berisi kesimpulan dari hasil analisis data dan diakhiri dengan