PENGUKURAN TOLERANSI FRUSTRASI DEWASA DINI DENGAN MENGGUNAKAN THE ROSENZWEIG PICTURE-FRUSTRATION (P-F) STUDY

PENGUKU PADA DEWAS THE ROSEN

ENZWEIG PICTURE-FRUSTRA

  UNIV

SKRIPSI

KURAN TOLERANSI FRUSTRA ASA DINI DENGAN MENGGUN

  

(P-F) STUDY

Di susun oleh :

  

MARIA KHRISTINA I

019114087

IVERSITAS SANATA DHARMA

  

FAKULTAS PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

YOGYAKARTA

RASI UNAKAN ATION

IF YOU WANNA MAKE THE CHANGES FOR YOUR LIFE

  

Jika kehidupan Anda harus memberikan arti, hal itu harus dimulai hari ini

juga.

  

Kita semua harus menjadi seorang juara dunia untuk satu usaha di bidang

tertentu. Kita wajib menemukan bidang tersebut.

Namun, melakukan hal yang sama setiap harinya tidak mungkin memberikan

hasil yang baru. Untuk mengubah hasil yang Anda peroleh, Anda perlu

mengubah apa yang sedang Anda kerjakan. Anda harus mengubah cara

Anda menjalani hidup.

Mengubah cara hidup Anda berarti mengubah cara berpikir Anda.

Mengubah cara berpikir Anda berarti mengubah apa yang Anda yakini atau

terima mengenai kehidupan. Hal itu sangat sulit untuk dilakukan.

Sedemikian sulitnya sehingga bahkan ketika Anda sangat ingin berubah,

Anda lebih memilih untuk menderita karena hal itu terasa akrab dan

menyenangkan bagi diri Anda.

  

Itulah maut yang melumpuhkan dari zona kenyaman itu.

  

Pada dasarnya, ada dua macam orang: orang yang tergolong sebagai singa

dan domba. Sembilan puluh persen dari kita adalah domba. Karena kita suka

menaati norma-norma. Norma itu menjadi zona kenyaman kita.

Zona kenyamanan adalah di mana Anda perlahan-lahan tenggelam dan Anda

menikmatinya saat melakukan hal tersebut.

Perubahan menuntut resiko. Tetapi, seberapa banyak kita bersedia

  

dipertaruhkan bagaikan koin-koin di meja judi, hal tersebut tidak berguna

kecuali jika digunakan untuk bertaruh.

  

Hidup Anda bukan milik Anda sampai Anda mempertaruhkannya.

Yang Anda miliki hanyalah sebuah kesempatan baik untuk menjalani

kehidupan. Setiap kali Anda berpaling dari sesuatu yang menggoyang zona

kenyamanan Anda dan setiap kali Anda memilih untuk tidak mengambil

resiko, anda kehilangan kesempatan itu.

  

Satu kata sederhana yang menyedihkan yang mendefinisikan 90 persen

umat manusia adalah kata “seandainya”.

  

Seandainya segalanya berbeda

EGALA HAL TIDAK PERLU BERBEDA

S .

NDALAH YANG PERLU BERBEDA

A .

  

Keberuntungan bukanlah yang utama. Dunia ini, senantiasa, adalah sebuah

tempat yang adil. Apa yang Anda taburkan itulah yang akan Anda tuai.

  Jika Anda mengalami kegagalan, Anda memang perlu mengalami kegagalan itu. Kegagalan adalah satu langkah maju. Kegagalan adalah harga yang harus Anda bayar.

  

Ada satu solusi terhadap setiap masalah dan terkadang jika Anda cukup

keras dalam mencarinya, masalah itu sendiri akan menyajikan sebuah solusi.

  

Maka, pemahaman terhadap masalah adalah bagian dari solusi.

  

Semua masalah, pada hakikatnya, adalah sebuah solusi

yang belum terealisasikan.

  

Ada sebuah peluang dalam setiap masalah yang Anda alami. Semua masalah

adalah sebuah hadiah. Hanya dengan menerima dan membuka

bungkusnyalah Anda akan menyadari hadiah itu.

  

Anda Didefinisikan oleh masalah-masalah yang Anda

hadapi. Baik oleh masalah-masalah yang mampu Anda

atasi maupun masalah-masalah yang tidak bisa Anda

atasi.

  

Dimanapun Anda kini berada, Anda

ditempatkan di posisi terbaik untuk

memperbaiki diri Anda. Itulah cara yang

ditempuh alam semesta.

  

Anggaplah masalah itu sebagai sebuah panggilan yang

membangunkan Anda.

  

Saya harus berubah.

  

Saya perlu berubah.

  

Saya pasti berubah.

Saya akan berubah.

  

Menghadapi masalah itu penting untuk pengembangan karakter dan

  

atau lebih kecil. Masalah tidak pernah menjadikan seseorang persis seperti

sebelum ia menghadapi masalah itu.

  

Ketahuilah bahwa di dalam segala sesuatu,

ada sebuah tujuan.

  

Jangan menunggu, waktu tidak akan pernah benar-benar tepat. Mulailah

dari tempat Anda berdiri sekarang, dan bekerjalah dengan menggunakan

alat apapun yang Anda miliki, dan alat-alat yang lebih baik akan ditemukan

saat Anda melakukan pekerjaan Anda.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur dan terimakasih saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas selesainya penulisan skripsi dengan judul “Pengukuran Toleransi Frustrasi pada Dewasa Dini dengan Menggunakan The Rosenzweig Picture- Frustration (P-F) Study” Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya skripsi ini.

  Dengan selesainya skripsi ini, penulis secara pribadi ingin menghaturkan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

  1. Y. Heri Widodo, S.Psi, M.Psi, selaku dosen pembimbing yang mau dengan sangat sabar sekali untuk membantu penulis menyelesaikan penelitian ini. Terima sekali ya pak.. Untuk Bu Titik juga, maaf kalo saya sering merepotkan..

  2. Orangtuaku tersayang. Terima kasih untuk tetap percaya bahwa anaknya ini suatu saat pasti akan menyelesaikan skripsinya.. ^.^ Amien, sekarang udah selesai nih ma.. pa.. Makasih juga buat dukungan finansialnya...i love you so much.

  3. Bapak Edy Suhartanto, M.si, selaku Dekan Fakultas Psikologi atas segala bantuan baik teknis maupun non-teknis.

  4. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari S.Psi, M.Si, selaku Kepala Program Studi Psikologi dan Dosen Pembimbing. Terima kasih untuk

  5. Semua dosen fakultas Psikologi yang dengan senang hati membantu saya selama kuliah dan selama penulisan skripsi ini, khususnya untuk Pak Cahyo.. Terima kasih ya pak untuk segala bantuan terutama dalam hal ”energi kehidupan”nya.. Saya banyak dapat pelajaran dari bapak.

  6. Mas Gandung, Mas Mudji, Mbak Nanik, Pak Gie’, terimakasih atas semua bantuannya. Juga untuk Mas Doni, terima kasih ya mas udah mau direpotin terus di ruang baca.

  7. Fur meine liebe... Ahie, thanks banget untuk setiap supportnya, untuk segala pengertiannya, untuk semua hal-hal konyol yang kamu lakukan buatku.. It’s work hun.. =) hehehehe... thanks yah... Love you so much. JBUs.

  8. Kakak2ku tersayang.. Mas Ivan, Mba Anis, Mas Reza, Mba Ade, Mas Boy.. thanks yah udah kasih support terus selama ini.. Ditunggu lho kado kelulusannya.. hehehehe.. =)

  9. Maria (BIA) dan suaminya Adri, thanks ya guys.. walaupun kalian sekarang pacaran mulu tapi kalian masih mau tetep ada buatku dari awal pembuatan skripsi ini.... (entah berapa thn yg lalu..) sampai akhirnya selesai juga.. thank u for care..

  10. My lovely cousin, Karla.. Gw ga tau deh kalo lo ga pernah dateng and kasih solusi itu buat gw (QN).. it’s change everything.. thx ya sist.. you are my family, my friends, my leader, and i proud of you!! Thx untuk segala bantuan doa, semangat, dll yang pasti ga akan muat kalo gw tulis

  11. Untuk teman2ku di QUESTNET.. thank u for the brotherhood.. untuk Afong, thk u udah selalu jadi Tim Senang-Senang buatku.hehehe.. Mario, thk u for the lesson, Chip-Chip buat semua foto-foto perjuanganku, Aan buat segala pertengkaran yang menyenangkan wkwkwkwk.. =D, Fenny buat pinjeman buku-bukunya.. thanks bgt ya fensy..., untuk Kaisar, Reza, Vina, Genesis, Franstens, Agung, dan semua A-Team Giant yg ga bisa satu-satu disebutin.. thk u so much..

  12. Temen-temen basketku... Pippi, Frida, Nyonyo, Efan, Vicki, Shasha, Nila, Bebhe, Nyoman, dll, thk u udah selalu nanyain ”kapan selesainya sih tien skripsinya...” hehehehe.. And thx bgt untuk Topa yang udah bikin gambar adaptasinya, can’t do without him.. thx guyz...

  13. Kowuk, thk u udah slalu nemenin maen bilyard kalo tien lagi bad mood.. jangan bosen-bosen yah...

  14. Richo yang lagi banting tulang di rantau.. Son, i did it.. thk u yah.. thk u buat semua support DVDnya, it always help me when i’m down. thx son..

  15. Thio and Gerald.. thks buat kecerewetan kalian tentang kuliahku.. untung kalian udah ga dijogja.. Gmn kalo disini, pasti tiap saat makin cerewet aja... hehehe.. love u guys..

  16. Diana, thks yah dah ngrepotin kamu.. thk u untuk semua info-info tentang kampus.. apa jadinya kalo ga ada kamu.. hehehe.. ^.^

  17. Rabun.. teman kecilku, teman seperjuanganku.. kapan neh nyusul aku?? Hehehe.. thk u ya udah nemenin kegreja kalo ahie ga bisa nemenin.. =)

  18. Untuk Vodka, Whisky, Jojo.. thk u dah jadi anjing yang slalu menghiburku.. Untuk choky buayaku sayang, thk u dah slalu maklumin kalo aku lupa kasih makan.. hehehe.. The last but not least, momo and popo.. kalian bener2 hamster yg hiperaktif, thk u utk itu. Aku jadi bisa ketawa setiap ngliat kalian.. ^.^

  19. Temen-temen fakultas Psikologi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas semuanya.

  Akhir kata, segala upaya dan kemampuan telah penulis curahkan agar menjadikan skripsi ini sebagai suatu hasil karya yang bermanfaat. Penulis menyadari akan segala kekurangan dan kelemahan yang ada. Oleh karena itu penulis akan sangat berterimakasih dan berbesar hati bila ada kritik dan saran dari pembaca untuk lebih memperbaiki karya penelitian ini.

  Yogyakarta, Mei 2008 Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL………………..………………………………............. i LEMBAR PENGESAHAN OLEH PEMBIMBING……………………….. ii LEMBAR PENGESAHAN OLEH PENGUJI……………..……………... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…….……………... iv HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO…….…………………….. v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN…………………………… ix KATA PENGANTAR………………………...………………………...... x DAFTAR ISI…………………………………………………………….. xiv DAFTAR TABEL…………………………………………………….... xviii DAFTAR GRAFIK……………………….…………………………..…. xix DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….... xx ABSTRAK………………………………………………...…………….. xxi ABSTRACT…………………………………….…………………...….. xxii

  BAB I PENDAHULUAN………………..………………….………….. 1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………… 1 B. Rumusan Masalah…………........…………………………… 9 C. Tujuan Penelitian……………......…………………………. 10 D. Manfaat Penelitian………………..………………………… 10

  1. Manfaat Praktis………...……………………………….. 10

  2. Manfaat Teoretis………...……………………………… 10

  BAB II LANDASAN TEORI………………..…………………………. 12 A. Toleransi Frustrasi…………….…..………………............... 12

  1. Pengertian Toleransi Frustrasi……………….…………. 12

  a. Fase pengaturan..……………………………………. 17

  b. Fase reproduksi…………………………..…………. 18

  c. Fase bermasalah…..……………………...…………. 18

  d. Fase ketegangan emosional…….…………………… 19

  e. Fase keterasingan social…………………………….. 19

  f. Fase komitmen………………...……………………. 19

  g. Fase ketergantungan………………………………… 20

  h. Fase perubahan nilai………………………………… 20 i. Fase penyesuaian diri dengan cara hidup baru……... 21 j. Fase kreatif………………………………………..… 21

  B. Pengukuran Toleransi Frustrasi……………...……..……..… 23

  1. Rosenzweig Picture-Frustration Study………………..… 25

  a. Sejarah Rosenzweig Picture-Frustration Study……... 25

  b. Konstruk dan Terminologi…………………….……. 27

  2. Adaptasi Tes…………...…………………..……………. 31

  a. Pengertian Adaptasi Tes………………...………… 31

  b. Metode Mengadaptasi Tes………………………… 31

  1. Langkah Adaptasi Bahasa………………….…. 31

  2. Adaptasi Gambar…………………………....… 32

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………..……………….… 34 A. Jenis Penelitian…………………………………….........… 34

  C. Definisi Operasional………………………………………. 35

  1. Validitas………...……………………………………… 46

  2. Interpretasi……………………………………………… 57

  1. Skoring…………………………………………………. 51

  G. Metode Analisis Data…..………….……………………… 51

  b. Setelah Adaptasi………………………………….. 50

  a. Sebelum Adaptasi………………………………… 49

  2. Reliabilitas……………………………………………… 49

  b. Setelah Adaptasi………………………………….. 46

  a. Sebelum Adaptasi………………………………… 46

  F. Pertanggungjawaban Mutu Alat Pengumpul Data……...… 46

  D. Subjek Penelitian…………………………………………. 36

  2. Adaptasi Gambar…………………….………………… 44

  1. Langkah Adaptasi Bahasa………….…………………... 43

  f. Need-Persistence (N-P)………….……………………… 42 Langkah Adaptasi………………………………………… 42

  e. Ego-Defense (E-D)…………….……………………….. 42

  d. Obstacle-Dominant (O-D)……..……………………….. 41

  c. Imaggression (M-A)……………………………………. 41

  b. Intraggression (I-A)………….…………………………. 41

  a. Extraggression (E-A)….……….……………………….. 40

  E. Metode dan Alat Pengumpulan Data…………………..…. 38

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.………......... 60 A. Pelaksanaan Penelitian…………………………………… 61 B. Deskripsi Subjek Penelitian……………………………… 61

  D. Pembahasan……………………………………………….. 71

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….. 79 A. Kesimpulan……………………………………………...... 79 B. Saran………………………………………………………. 79 DAFTAR PUSTAKA……………………………….……………………. 81 LAMPIRAN………………………………………….…………………… 83

  DAFTAR TABEL TABEL 1. Komponen-komponen dalam Skoring dari Rosenzweig picture-

  Frustration Study………………………………………………… 29 TABEL 2. Mean dan Standar deviasi dari Kategori Skoring untuk

  Dewasa ….…………………………….………………………… 57 TABEL 3. Norma Kategorisasi Jenjang…..………………………...…… 58 TABEL 4. Norma Kategorisasi Skoring…..……………..……..…….…... 59 TABEL 5. Kategorisasi Usia dan Jenis Kelamin Subjek...…………........ 60 TABEL 6. Klasifikasi E-A………………………………..……………..... 61 TABEL 7. Klasifikasi I-A………………………………...…………….… 63 TABEL 8. Klasifikasi M-A……………………………...…..…………..... 64 TABEL 9. Klasifikasi O-D…………………………….……………….. 66 TABEL 10. Klasifikasi E-D……………………………...…..…………… 67 TABEL 11. Klasifikasi N-P………………………………………………. 69

  DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1. Skor Toleransi Frustrasi…………….…………………….. 71

  GRAFIK 2. Toleransi Frustrasi…………………..…………………….. 72

  DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : ALAT TES ASLI….……...………………………….. 84 LAMPIRAN 2 : ADAPTASI BAHASA ……………...……….…......... 93 LAMPIRAN 3 : ALAT TES YANG TELAH DI ADAPTASI….……... 96 LAMPIRAN 4 : CONTOH PENGISIAN ALAT TES OLEH SUBJEK .. 105 LAMPIRAN 5 : CONTOH PENSKORINGAN……………………..…. 120 LAMPIRAN 6 : HASIL TINGKAT TOLERANSI FRUSTRASI SUBJEK… 125 LAMPIRAN 7 : RELIABILITAS TIAP KATEGORI SKORING…....... 128 LAMPIRAN 8 : KONSTRUKSI TES UNTUK ADULT FORM….....… 138

  

Pengukuran Toleransi Frustrasi pada Dewasa Dini dengan

Menggunakan The Rosenzweig Picture-Frustration (P-F) Study

Maria Khristina Indriani

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengukur toleransi frustrasi pada dewasa dini dengan cara melakukan adaptasi pada alat tes The Rosenzweig

  

Picture-Frustration (P-F) Study for Adult . Jenis penelitian ini adalah

  deskriptif kuantitatif yang berarti memberikan gambaran secara umum tentang toleransi frustrasi pada dewasa dini berdasarkan analisis skor jawaban subjek

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes psikologi, yaitu tes proyektif dengan alat tes The Rosenzweig Picture-Frustration (P-F)

  Study yang telah diadaptasi. Penelitian ini menggunakan 59 orang subjek.

  Berdasarkan hasil dari tes P-F Study ini, dapat dilihat bahwa 78% subjek memiliki tingkat toleransi frustrasi yang tinggi, 5% subjek memiliki tingkat toleransi frustrasi yang sedang, dan 17% subjek memiliki tingkat toleransi frustrasi yang rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek mempunyai tingkat toleransi frustrasi yang tinggi.

  

The Measurement of Frustration Tolerance to early adult with The

Rosenzweig Picture-Frustration (P-F) Study

Maria Khristina Indriani

ABSTRACT

  This research aimed to measure the frustration tolerance of early adult by doing an adaptation to The Rosenzweig Picture-Frustration (P-F) Study for Adult. This was a quantitative description research which give a general view about the frustration tolerance of early adult depend on subject analysis answering score.

  Methodology used in this research was a psychology test, it was projective test with The Rosenzweig Picture-Frustration (P-F) Study that have been adapted. This research used 59 subjects.

  According to the test result of The P-F Study, we can see that 78% subject have a high frustration tolerance, 5% subject have a middle frustration tolerance, and 17% subject have a low frustration tolerance. So, we can make conclusion that most of the subject have a high frustration tolerance.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tidak bisa dipungkiri bahwa di jaman sekarang ini banyak orang

  melakukan tindak kekerasan yang bisa membahayakan orang lain. Bila kita menonton televisi, ada beberapa stasiun televisi yang mempunyai program khusus untuk menayangkan berita-berita seputar tindak kekerasan. Ketika kita membaca berita di Koranpun, yang paling banyak menghiasi halaman depan adalah berita seputar kekerasan. Lihat saja, betapa banyak berita yang kita baca tentang seseorang yang mampu untuk membunuh orang lain hanya untuk masalah yang “sepele” seperti karena uang Rp 50.000 (Petranto, 2006). Entah mengapa masyarakat kita sekarang ini mudah sekali terpicu untuk marah. Dari hal yang kecil-kecil seperti sikap pengendara mobil atau pengguna lalu lintas yang kurang disiplin, kualitas produk yang kurang memenuhi syarat, hingga hal-hal yang bersifat makro, seperti keadilan dan kebijakan pemerintah, semuanya mudah memicu marah.

  Banyak orang melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Contoh lainnya adalah berita apinya di depan para wartawan yang berusaha mewawancarainya (Yulianto, 2004). Beberapa dari kita setelah mendengar berita-berita di atas mungkin berpikir, bagaimana itu bisa terjadi? Situasi apa yang sedang dialami sehingga seseorang melakukan tindakan tersebut? Pertanyaan semacam ini sering kali dilontarkan untuk mengetahui motif seseorang ketika ia melakukan suatu tindakan yang negatif. Byrne & Kelley (dalam Riantori, 2007) mengatakan bahwa para peneliti emosi manusia mengenali bahwa kejadian-kejadian tertentu atau perbuatan orang lain dapat membuat kita menjadi marah, seperti ketika kita secara sengaja disakiti, dihina, ditipu, dibohongi atau diolok-olok – semua ini membangkitkan kemarahan dan sikap agresif kita. Namun penjelasan yang diutarakan oleh pelaku dirasa masih kurang mampu untuk menggambarkan keadaan dirinya saat melakukan tindakan yang negatif. Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mengetahui keadaan emosi seseorang yang mendasari suatu perbuatan jika hanya dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan langsung semacam itu.

  Untuk mengungkapkan keadaan emosi seseorang yang sukar diungkap digunakanlah suatu alat yang dinamakan teknik proyektif.

  Teknik ini memungkinkan agar individu memproyeksikan pribadinya melalui objek di luar dirinya. Dalam tes proyektif, subjek dihadapkan pada materi atau stimulus yang sifatnya ambiguous, dan kemudian ia diminta untuk memberi respon terhadap stimulus tersebut. Subjek akan ada pada dirinya dalam suatu perbuatan yang biasa ia lakukan. Penilaian atau interpretasi tes proyektif ini tidak didasarkan pada prinsip benar dan salah. Semua jawaban dalam tes proyektif adalah benar bila jawaban atau repon yang diberikan benar-benar sesuai dengan keadaan individu yang dites. Tes proyektif seperti halnya pemeriksaan psikologis yang lain merupakan suatu upaya pengukuran agar diperoleh informasi yang akurat untuk menggambarkan kepribadian seseorang dengan lebih tepat. Dengan demikian gambaran kepribadian yang diperoleh sesuai dengan kenyataannya (Yahman, 2007).

  Salah satu contoh yang termasuk dalam kategori tes proyektif adalah The Rosenzweig Picture - Frustation (P-F) Study. Dengan menciptakan sebuah prosedur yang bersifat proyektif, tes ini bertujuan untuk mengukur reaksi terhadap frustasi dengan menyingkap pola-pola dari respon pada stres sehari-hari. Materi teknik ini terdiri dari 24 seri gambar karikatur yang menggambarkan dua orang yang terlibat dalam suatu situasi yang membuat frustasi dari sebuah kejadian sehari-hari. Figur di sebelah kiri dari tiap gambar ditunjukkan mengatakan kata-kata yang membantu individu lain dalam penguraian frustasinya. Figur di sisi kanan selalu ditunjukkan dengan sebuah kotak kosong di atasnya. Ekspresi muka dan ekspresi-ekspresi emosi lain sengaja dihilangkan dari gambar. Saat itu juga subjek diperintahkan untuk memeriksa situasi tersebut dan memberikan jawaban yang pertama kali masuk pikirannya kemudian menuliskannya pada kotak kosong di atas figur disebelah kanan (Rosenzweig, 1978).

  Asumsi dasar Tes P-F adalah bahwa subjek akan memproyeksikan dirinya ke dalam situasi stimulus dan mungkin mengidentifikasikan dirinya sebagai tokoh utama, yaitu, karakter yang berada dalam kondisi frustasi pada tiap item. Dalam memberikan respon pertamanya - tema gambar pertama yang masuk dalam pikirannya hampir seperti dibuat oleh orang yang frustasi - subjek diasumsikan akan merespon dalam beberapa perasaan yang tidak disadari oleh dirinya. Beberapa respon-responnya pada item P-F kemudian bisa diambil sebagai suatu contoh kumpulan pola reaksi dalam situasi-situasi frustrasi.

  Frustasi adalah suatu hal yang penting untuk dibahas lebih mendalam. Perasaan frustrasi yang dialami seseorang bisa saja menyebabkan suatu perbuatan negatif jika tidak ditanggulangi dengan tepat. Bila kita lihat di televisi, koran, atau internet, akan banyak sekali kita temui berita-berita tentang seseorang yang melakukan suatu tindakan yang merugikan dirinya atau orang lain yang disebabkan oleh rasa frustrasi. Ada yang nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri setelah cintanya diputus oleh pacarnya (Pikiran rakyat, 2003), ada yang melampiaskan rasa frustrasinya dengan kebut-kebutan di jalan raya, ada pula yang menjadi agresif dan marah-marah terus. Sebagian menyalurkan emosinya dengan sengaja mencari masalah seperti mengajak orang seseorang karena dipicu oleh perasaan frustrasi. Frustrasi mampu menyebabkan tindakan agresif apabila berada dalam tingkat yang cukup tinggi. Dalam kondisi ini, orang yang sedang mengalami frustrasi tidak dapat mengatasi frustrasinya dengan mudah. Ketidakmampuan mengatasi frustrasi ini dapat disebabkan oleh tidak adanya cara yang dapat dilakukan atau bisa juga sebenarnya ia sudah melakukan berbagai cara namun tidak ada yang berhasil menghilangkan frustrasinya. Bila tidak dapat mengatasi, maka ia melakukan tindakan agresif, baik secara langsung atau beberapa saat setelah frustrasi dialami (Yulianto, 2004).

  Tindakan agresif yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mampu mengatasi frustrasinya ini bisa saja merugikan banyak pihak.

  Apabila frustrasi tersebut tidak dapat dikendalikan lagi, bahkan bersifat destruktif baik bagi diri sendiri maupun orang lain, hal itu bisa menjadi sumber masalah, seperti masalah di kantor, di rumah, di kampus, dan secara umum mempengaruhi kualitas hidup orang tersebut. Orang seperti ini bisa saja melempar-lempar barang atau mengucapkan sumpah serapahnya kepada orang lain sebagai bentuk agresinya. Pada umumnya, orang yang mudah marah memiliki toleransi yang rendah terhadap frustrasi. Ia merasa tidak pantas mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya dari orang lain, atau mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari orang lain. Misalnya terhadap kesalahan kecil yang diperbuatnya, atau akibat kesalahpahaman, dan cara yang biasa dilakukan untuk

  Penulis merasa bahwa dewasa dini adalah kelompok usia yang sangat cocok untuk digunakan sebagai subjek penelitian dalam skripsi ini.

  Masa dewasa dini merupakan masa awal dimana seseorang dituntut untuk bersikap selayaknya orang dewasa sehingga toleransi terhadap kesalahan mulai berkurang (Santrock, 1995). Masa ini juga dianggap sebagai masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional. Pada masa ini, tugas-tugas perkembangan mengacu pada beberapa pokok penyesuaian terhadap peran sebagai mahluk sosial. Hurlock (1999) mencatat setidaknya ada delapan tugas perkembangan pokok yang harus dipenuhi, yaitu : mulai bekerja, memilih pasangan, belajar penyesuaian hidup dengan tunangan, memasuki kehidupan keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara dan mencari kelompok sosial yang menyenangkan. Dua diantara delapan tugas tersebut merupakan usaha untuk membentuk sebuah keluarga yang biasanya didahului dengan proses pacaran, yang secara sederhana diartikan sebagai hubungan cinta antara lelaki dan perempuan diluar pernikahan (Komaidi, 2004).

  Pacaran pada usia dewasa dini biasanya dijalani dengan lebih serius, dengan harapan dapat berlanjut sampai pada jenjang perkawinan.

  Namun terkadang hubungan cinta tidak selamanya berjalan mulus. Hubungan yang dibina mungkin satu dua tahun bahkan lebih ini sedih yang dalam, merasakan kekecewaan, sakit hati, bahkan marah dan bisa dalam waktu yang cukup lama (Cita Cinta, 2004). Tidak semua orang yang memasuki masa dewasa dini bisa mengendalikan kemarahan dan sakit hatinya dengan mudah. Hal paling fatal yang bisa disebabkan oleh orang yang marah dan sakit hati adalah bunuh diri (Saud, 2005). Banyak kasus yang terjadi diakibatkan gagalnya seseorang dalam membina hubungan cinta dan berakhir dengan bunuh diri. Salah satunya adalah Dodi (21) warga Desa Sukaraja Kec. Ciawigebang Kab. Kuningan ditemukan tewas gantung diri karena putus cinta (Pikiran Rakyat, 2006) dan Valentina Eva Laura Maria (21) yang menggemparkan masyarakat Pemalang. Pasalnya, dia memanjat tower milik Satelindo setinggi 75 m dan mencoba menjatuhkan diri karena cintanya diputus (Suara Merdeka, 2004). Adapun Wadi (20) warga Kp. Waru RT.07/01 Desa Hegarmana Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri setelah cintanya diputus oleh pacarnya (Pikiran rakyat, 2003). Menurut Dra Reni Kusumowardhani, seorang psikolog di RSUD Cilacap, orang yang bunuh diri tersebut bisa dipastikan mempunyai tingkat toleransi frustrasi yang rendah. Semua manusia pasti pernah mengalami tekanan dari luar, namun bila memiliki tingkat toleransi frustrasi tinggi, orang itu akan memilih jalan lain selain mengakhiri hidup (Suara Merdeka, 2004).

  Selain itu, tugas perkembangan dewasa dini juga mencari masuk ke perguruan tinggi. Mereka mulai mencari teman-teman sekelompok yang mempunyai kesukaan yang sama, minat yang sama, dan mungkin juga sifat yang sama. Namun karena usia dewasa dini juga merupakan usia yang rentan terhadap masalah dan emosi yang tinggi.

  Ketika mempunyai masalah yang rumit, tidak jarang mereka mengalihkan masalah dan emosinya yang kacau pada perilaku-perilaku yang negatif.

  Beberapa reaksi negatif yang dilakukan oleh mahasiswa mulai dari melanggar rambu lalu lintas, kasus perkelahian antar kelompok mahasiswa yang lebih dikenal dengan tawuran di berbagai kota (Jakarta, Semarang, Pekalongan, dan sebagainya), kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, perilaku seksual bebas dan sebagainya (R. Lestari dan S. Lestari, 2005). Kasus tertangkapnya mahasiswa yang sedang menghisap shabu- shabu karena frustrasi (Solopos, 20 April 2001), mahasiswa sebagai penjual narkoba dan sekaligus mengkonsumsinya (Kedaulatan Rakyat, 13 Juni 2002) semakin membukakan mata bahwa beberapa mahasiswa berperilaku tidak konstruktif sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah yang sedang dialami.

  Seharusnya, tindakan agresif tersebut dapat saja kita cegah bila kita bisa mengetahui terlebih dahulu keadaan emosi seseorang yang bisa menyebabkan frustrasi. Bila kita mampu untuk mengetahui motif dibalik kata-kata yang diucapkan atau tanda-tanda yang ditunjukkan oleh orang- orang yang mengalami frustrasi, setidaknya kita bisa mengantisipasinya sekali adanya alat tes yang dapat untuk mengukur frustrasi seseorang, agar orang-orang yang mempunyai toleransi frustrasi yang rendah dapat memperoleh penanganan yang tepat sebelum ia merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Di Indonesia belum banyak alat-alat tes psikologi yang bertujuan untuk mengukur frustrasi. Alat tes yang lazim digunakan untuk mengetahui tingkat ketahanan seseorang menghadapi tekanan adalah metode Kraepplin. Dengan mengajukan sejumlah pertanyaan, dapat diketahui bagaimana kemampuan orang dalam menghadapi tekanan.

  Di Netherlands, The Rosenzweig Picture - Frustation (P-F) Study

  for Adult telah diadaptasi untuk mengukur hostility in violent pada forensic psychiatric patients. Dalam jurnal ini, penelitian tersebut juga

  menyimpulkan bahwa alat tes ini dapat digunakan untuk mengukur sikap permusuhan seseorang yang bisa mendorong ke perilaku agresi (Wiley & Sons, 2007). Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk mengadaptasi

  The Rosenzweig Picture – Frustration Study for Adult ini kedalam bahasa

  dan budaya Indonesia agar dapat digunakan untuk mengukur toleransi frustrasi seseorang, khususnya pada kelompok subjek dewasa dini.

B. RUMUSAN MASALAH

  Melalui adaptasi alat tes The Rosenzweig Picture-Frustration

  Study yang dilakukan oleh penulis ini, hendak melihat bagaimana

  toleransi frustrasi pada dewasa dini?

  C. TUJUAN PENELITIAN

  Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengukur toleransi frustrasi pada dewasa dini.

  D. MANFAAT PENELITIAN

  1. Manfaat Teoretis

  a. Menambah pengetahuan dalam bidang Psikologi klinis khususnya dalam permasalahan yang terkait dengan toleransi terhadap frustrasi.

  2. Manfaat Praktis

  a. Di dalam bisnis dan industri, alat ini digunakan untuk mengukur sejauh mana toleransi frustrasi seorang karyawan dalam menghadapi rutinitas dan permasalahan kerja, bisa juga digunakan untuk mengukur toleransi seorang karyawan yang akan diberikan tanggung jawab yang lebih besar misalnya dalam hal naik jabatan.

  b. Di dalam suatu lembaga pendidikan umum, informasi dari alat tes pendidik dalam mengajar murid-muridnya. Dalam lembaga pendidikan militer, misalnya kepolisian. Alat tes ini dapat digunakan untuk mengukur toleransi frustrasi seorang polisi yang hendak diberikan suatu tanggung jawab, contohnya dalam hal memegang senjata.

  c. Untuk riset kebudayaan, alat ini dapat dipakai untuk membandingkan toleransi frustrasi antara masyarakat Yogyakarta dengan masyarakat Irian Jaya.

BAB II LANDASAN TEORI A. TOLERANSI FRUSTRASI

1. Pengertian Toleransi Frustrasi

  Semua orang pasti menginginkan hidupnya selalu teratur sesuai dengan rencana yang sudah mereka susun. Hal ini sangat masuk akal, lalu apa yang menjadi masalahnya? Sayangnya, terkadang kita selalu hanya menginginkan – kita beranggapan bahwa segala sesuatunya harus sejalan dengan apa yang kita mau. Hal ini mencerminkan kecenderungan manusia yang dinamakan low frustration-tolerance (LFT) atau yang disebut sebagai toleransi frustrasi yang rendah. Toleransi frustrasi yang rendah (LFT) disebabkan oleh perasaan yang mengganggap bahwa frustrasi adalah suatu bencana besar dan tidak boleh dialami oleh seseorang (“What is Low Frustration-Tolerance, 2007, para.1). Hal ini didasarkan pada anggapan seperti:

  “Dunia ini harus memberikan kesenangan dan

  

“Semuanya harus terjadi seperti yang aku mau, dan

aku tidak terima bila hal itu tidak terjadi seperti yang

kuinginkan”,

“Frustrasi adalah sesuatu yang tidak bisa diterima,

oleh karena itu aku harus menghindarinya”,

“Orang lain tidak boleh melakukan sesuatu yang bisa

membuatku menjadi frustrasi”.

  Sebuah konsep diciptakan oleh Albert Ellis (dalam ”Things must

  

be , 2007), seorang psikolog di New Zeland yang mengatakan bahwa

  LFT muncul dari keinginan bahwa segala sesuatunya harus seperti yang diinginkan. Oleh karena itu, bila sesuatu hal terjadi tidak seperti yang diinginkan maka LFT bisa menimbulkan banyak penderitaan, misalnya: a. Kecemasan (anxiety), timbul ketika seseorang mempunyai keyakinan bahwa mereka harus mendapatkan apa yang mereka inginkan (dan jangan sampai mendapatkan apa yang tidak mereka inginkan), dan ketika sesuatu hal tidak terjadi seperti yang seharusnya, maka akan menjadi sangat tidak menguntungkan bagi orang tersebut. Kecemasan yang berlebihan bisa menjadikan orang tersebut mengalami stress berat.

  b. Lari pada kesenangan-kesenangan yang bersifat sementara. Pada bisa membuatnya merasa nyaman dan lari dari rasa sakitnya. Seperti minum minuman beralkohol, memakai obat-obatan terlarang, melakukan seks bebas, atau belanja berlebihan untuk menghindari perasaan kehilangan.

  c. Tendensi untuk ketergantungan (addictive tendencies). Toleransi frustrasi yang rendah adalah kunci untuk seseorang menjadi ketergantungan. Lebih mudah menerima dorongan untuk minum minuman beralkohol secara berlebihan, memakai obat-obatan terlarang, berjudi, daripada untuk menolak dorongan tersebut. Oleh karena itu hal ini dapat menyebabkan kecanduan/ketergantungan.

  d. Mengeluh dan berpikir negatif (negativity and complaining).

  Toleransi frustrasi yang rendah bisa menyebabkan orang tersebut merasa menderita ketika melewati rintangan kecil, dan cenderung untuk membanding-bandingkan antara keadaan dirinya dengan orang lain.

  e. Kemarahan (anger). Mengacu pada sikap permusuhan ketika seseorang melakukan sesuatu yang tidak disukai, atau orang lain gagal untuk memenuhi apa yang diinginkan. Dan bisa saja kemarahan ini mengacu pada tindakan agresif.

  Begitulah yang biasa dilakukan oleh seseorang dengan toleransi seakan-akan terperangkap pada anggapan seperti “aku tidak bisa”,

  

“aku tidak tahan” , atau “hal ini tidak bisa diterima”. Ketika seseorang

  dengan toleransi frustrasi yang rendah mengalami frustrasi, ini berarti (a) dia merasa mengalami kehancuran, (b) dia tidak pernah lagi merasakan kebahagiaan.