PERDA KOTA BIMA NO 7 TAHUN 2010

J A L A B O
M A

DA H U

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA
NOMOR 7 TAHUN 2010
TENTANG
PERLINDUNGAN HUTAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BIMA,
Menimbang : a. bahwa hutan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa sebagai
sumber kekayaan alam yang memberikan banyak manfaat,
mutlak dibutuhkan oleh umat manusia dan merupakan salah satu
unsur basis pertahanan nasional yang harus dilindungi dan
dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat;
b. bahwa untuk menjaga kelestarian dan keberadaan hutan, tanah,
dan air serta untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang
lestari perlu dilakukan perlindungan hutan yang lebih terarah
dan terkoordinasi;
c. bahwa dengan semakin meningkatnya kerusakan kawasan hutan

dan hutan negara di wilayah Kota Bima akibat dari kegiatan
penebangan, perladangan liar dan ilegal loging serta pembakaran
hutan oleh sebagian masyarakat yang akan berdampak pada
rusaknya kelestarian sumber daya hutan, maka untuk melindungi
sumber daya hutan dari kerusakan yang lebih parah diperlukan
upaya-upaya Perlindungan Hutan;
d. bahwa sebagaimana dimaksud huruf a, b, dan c tersebut di atas
dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Bima
tentang Perlindungan Hutan.
Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209)
2.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3419);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang, Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3888);
5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kota Bima di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 26, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4188);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);

7. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan
sebagian urusan Pemerintah di Bidang Kehutanan kepada
Daerah;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan
Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5056);
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
15. Peraturan Daerah Kota Bima Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas-Dinas Daerah Kota Bima (Lembaran Daerah Kota Bima
Tahun 2008 Nomor 3):
16. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 6)
17. Peraturan Daerah Kota Bima Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kota Bima (Lembaran Daerah Kota Bima Tahun 2008
Nomor 18).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BIMA
dan

WALIKOTA BIMA
MEMUTUSKAN
Menetapkan :

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA TENTANG PERLINDUNGAN
HUTAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Daerah Kota Bima.
b. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai Unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
c. Walikota adalah Walikota Bima.
d. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bima.
e. Dinas Kehutanan adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunanan Kota Bima;
f. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan;

g. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap;
h. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak
atas tanah;
i. Hasil Hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa
yang berasal dari hutan;
j. Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah;
k. Perlindungan Hutan adalah usaha-usaha untuk mencegah dan membatasi
kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia
(kegiatan penebangan liar, perladangan liar dan illegal logging/pencurian hasil
hutan) dan kebakaran hutan serta untuk mempertahankan dan menjaga hak-hak
Negara dan Daerah atas hutan dan hasil hutan;
l. Perladangan liar adalah kegiatan usaha tani yang dilakukan secara berpindahpindah atau menetap di dalam maupun di luar kawasan hutan tanpa izin dari
pejabat yang berwenang;
m. Penebangan liar adalah kegiatan mengambil hasil hutan berupa kayu tanpa ijin
dari pejabat yang berwenang;
n. Kebakaran hutan adalah suatu keadaan di mana hutan dilanda api sehingga
mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan
kerugian ekonomis dan atau nilai ekonomis;
o. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah badan hukum

Daerah/Nasional yang diberi hak pengusahaan hutan oleh Walikota;
p. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku mempunyai wewenang untuk memberikan
ijin;
q. Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat (SKSKB) adalah dokumen milik
Departemen Kehutanan yang berfungsi sebagai bukti legalitas pengangkutan;
penguasaan atau pemilikan kayu di tanah milik;
BAB II
ASAS, TUJUAN DAN MANFAAT
Pasal 2
Penyelenggaraan kegiatan perlindungan hutan menganut asas manfaat, keamanan,
kenyamanan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pasal 3
Penyelanggaraan kegiatan perlindungan hutan bertujuan :
a. Menjaga keberadaan hutan untuk tidak mengalihkan fungsinya;
b. Mengendalikan kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan hidup;
c. Melakukan optimalisasi rehabilitasi, reklamasi hutan dan lahan;
d. Mencegah terjadinya perambahan, pembakaran, pembalakan hutan dan atau
lahan.

Pasal 4
(1) Pemanfaatan hutan dan atau lahan dapat dilakukan sepanjang tidak
bertentangan dengan pasal 3 (1) peraturan daerah ini.
(2) Pemanfaatan hutan sebagaimana ketentuan ayat 1 diatas yang berkenaan
dengan penelitian, pengembangan,usaha pariwisata, pendidikan, survei dan
kegiatan lain yang bersifat ilmiah.
(3) Pengembangan untuk kawasan hutan wisata ditetapkan dengan peraturan
Walikota.
BAB III
PERLINDUNGAN TERHADAP KERUSAKAN HUTAN
Pasal 5
Setiap orang atau badan dilarang mengerjakan dan atau menggunakan dan atau
menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
Pasal 6
(1) Setiap orang atau badan dilarang melakukan kegiatan yang nyata dan atau
dapat diduga, melakukan pengrusakan hutan, baik secara sendiri-sendiri
maupun secara bersama-sama.
(2) Kategori kegiatan pengrusakan hutan dan lahan dalam pasal ini meliputi :
a. Melakukan pembalakan, penebangan/pemotongan pohon atau kayu.
b. Melakukan perambahan, pembakaran hutan dan atau lahan baik disengaja

maupun tidak disengaja.
c. Melakukan eksploitasi penggalian lahan dan
d. Melakukan penanaman holtikultura yang sifatnya semusim yang berdampak
pada perambahan dan pembakaran lahan.
BAB IV
PERLINDUNGAN HASIL HUTAN
Pasal 7
Setiap orang atau badan dilarang melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan
(kayu) dengan menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan (kayu dan bukan
kayu) yang diketahui dan patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil
atau dipungut secara tidak sah

Pasal 8
(1) Larangan kegiatan pemungutan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada pasal
7 di kecualikan bagi kegiatan mengambil hasil hutan bukan kayu secara alami
dengan tetap memperoleh izin dan tidak merusak fungsi hutan.
(2) Pemungutan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
berupa :
a. Mengambil rotan;

b. Mengambil madu;
c. Mengambil buah dan aneka hasil hutan lainya;
d. Perburuan satwa liar yang tidak dilindungi dan dilaksanakan secara
tradisonal; atau
e. Pengambilan atau pemanfaatan kayu kering/lapuk
Pasal 9
(1) Untuk melindungi hak-hak masyarakat yang berkenaan dengan pengelolaan
kayu dari tanah milik rakyat, maka harus diadakan pengukuran dan pengujian
secara teknis dari dinas kehutanan.
(2) Ketentuan mengenai pengukuran dan pengujian hasil hutan ditandai dengan
diterbitkannya Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat (SKSKB).
(3) Ketentuan mengenai Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat (SKSKB) dan tata
cara perolehannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB V
KEWAJIBAN
Pasal 10
(1) Pemerintah daerah berkewajiban melakukan upaya inventarisasi terhadap
kawasan hutan yang dikuasai oleh masyaraakat secara tidak sah dan melakukan
pembinaan dan pemberdayaan masyarakat untuk kepantingan perlindungan
hutan.

(2) Setiap orang atau badan berkewajiban menjaga dan melindungi kelestarian
hutan sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan Daerah ini.
(3) Ketentuan mengenai pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB VI
PENGAWASAN
Pasal 11
(1) Pelaksanaan pengawasan perlindungan hutan dilakukan oleh Dinas Kehutanan
dan berkoordinasi dengan Dinas terkait.
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a. Melakukan pemantauan terhadap usaha atau kegiatan yang berpotensi
terjadinya kerusakan hutan;
b. Melakukan pencegahan terhadap kegiatan pengrusakan hutan dan atau
lahan;
c. Mengambil tindakan pengamanan terhadap orang dan alat-alat yang
digunakan untuk melakukan pengrusakan hutan dan lahan sebagai alat bukti;

BAB VII
PENYIDIKAN
Pasal 12
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
atas pelanggaran perlindungan hutan yang pengangkatannya ditetapkan sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai Orang Pribadi
atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang perlindungan hutan;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari Orang Pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang perlindungan hutan;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana dibidang perlindungan hutan;
e. melakukan penggeledahan dan penyitaan untuk mendapatkan barang bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain.
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan;
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang
lain dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang
perlindungan hutan;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya untuk diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang perlindungan hutan menurut hukum yang dapat
dipertanggung jawabkan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) wajib membuat berita acara terhadap
setiap penyelidikan tentang :
a.
pemeriksaan tersangka;
b.
penggeledahan rumah;
c.
penyitaan benda/barang bukti;
d.
pemeriksaan surat;
e.
pemeriksaan saksi;
f. pemeriksaan di tempat kejadian.
(4) Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikirim/dilimpahkan kepada
Penuntut Umum melalui Penyidik POLRI
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 13
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal
5,6 dan 7 Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan selama-lamanya 6
bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 100.000.000,- (Seratus juta
rupiah).

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah
pelanggaran.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 15
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bima.

Ditetapkan di Raba-Bima.
pada tanggal, 28 Juli 2010
WALIKOTA BIMA,
ttd
M. QURAIS H. ABIDIN
Diundangkan di Raba-Bima.
pada tanggal, 28 Juli 2010
Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA BIMA,
ttd
H. N U R D I N
LEMBARAN DAERAH KOTA BIMA TAHUN 2010 NOMOR 104
Salinan sesuai dengan aslinya.
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA KOTA BIMA

MARIAMAH, SH
NIP. 19670311199303 2 013

P E N J E LASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA BIMA
NOMOR 7 TAHUN 2010
TENTANG
PERLINDUNGAN HUTAN
I.

PENJELASAN UMUM
Hutan sebagai karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang di

anugerahkan kepada Bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai
harganya, oleh karenanya harus dilindungi dan dilestarikan sebagai wujud rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kerusakan Hutan di Kota Bima dirasakan sudah mencapai tingkat kekritisan
yang memprihatinkan, akibat dari eksploitasi sumber daya hutan yang tidak
memperhatikan keseimbangan yang berdampak pada menuainya berbagai
bencana. Untuk menjamin kelangsungan fungsi, kondisi hutan dan kawasan hutan,
maka perlu di lakukan upaya perlindungan hutan, yaitu mencegah dan membatasi
kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak, kebakaran
serta hama dan penyakit.
Bahwa dalam rangka pengamanan sumber daya hutan, maka Pemerintah Kota
Bima berkewajiban dan berkewenangan untuk menetapkan regulasi agar kerusakan
hutan dapat diminimalisir, dalam bentuk Peraturan Daerah.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 :
Cukup jelas
Pasal 2 :
Cukup jelas
Pasal 3 :
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1) : Yang dimaksud orang adalah subyek hukum baik orang pribadi, badan
hukum maupun badan usaha.
Ayat (2) : Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)

: Yang dimaksud dengan kegiatan yang dapat di duga adalah misalnya
membawa alat-alat pemotong kayu (gergaji mesin atau manual)

Ayat (2) :
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR .............