KAPAN DERITA PALESTINA BERAKHIR

KAPAN DERITA PALESTINA BERAKHIR?
Kita selaku umat muslim sangatlah luka dan menderita ketika bumi Palestina digempur
Israel secara membabi-buta. Nyawa warga Palestina demikian murah di mata rezim Zionis Israel
di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Ariel Sharon itu. Selaku warga dunia, kehormatan dan
martabat kita juga terinjak-injak karena apa yang dilakukan Israel di Palestina telah merenggut
nyawa dan kehancuran semua kelompok warga, termasuk kalangan Kristiani. Dan tak ada tangan
besi dunia yang mampu menghentikan keganasan politik dan militer Israel itu.Tapi, itulah yang
terjadi.
Tak dapat dibayangkan betapa hancurnya perasaan, martabat, kehormatan, dan jiwa raga
saudara-saudara kita di negeri para Nabi itu. Sejak tahun 1948, penderitaan selalu menyertai
anak-anak negeri Palestina. Tak ada Tanah Air. Tak ada kemerdekaan. Tak ada masa depan.
Bahkan selalu dalam ancaman. Berbagai tragedi terjadi berulang-ulang. Ketika beberapa tahun
lalu ada harapan untuk hidup di negeri sendiri, tiba-tiba tahun ini tragedi itu terulang lagi. Israel
membumi-hanguskan Nablus, Ramalah, dan kota-kota lain di Palestina. Tak tanggung-tanggung,
pemimpin Palestina Yasser Arafat pun dikepung dan berada dalam kepungan tentara-tentara
Israel.
Di tengah penderitaan dan tragedi pahit anak-anak negeri Palestina itu, ternyata negerinegeri muslim khususnya di Timur Tengah terkesan tidak bersatu. Tak ada sikap tegas untuk
melawan Israel. Juga tak ada langkah konkret yang membela Palestina. Dukungan diplomasi
tidak optimal, apalagi dukungan militer dan fisik. Kita yang berada di negeri muslim terbesar,
menjadi sangat prihatin.
Sikap PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dan kekuatan-kekuatan dunia pun tak segera

menghentikan kebrutalan Israel itu. Tuntutan agar Isrel menghentikan agresinya memang
terdengar di sejumlah negara Barat, tetapi tak ada langkah politik dan militer yang konkret untuk
menghentikan Israel, yang berbeda sama sekali ketika menghadapi Iraq dan libya.
Maka, muncul berbagai perlawanan dan pembelaan yang langsung dari kelompokkelompok dalam masyarakat muslim, yang memobilisasi massa untuk berjihad ke Palestina.
Keaadaan jadi serba sulit, dicegah susah, dibiarkan pun bermasalah. Itulah yang terjadi, ketika
negara secara kelembagaan tidak berfungsi untuk menghentikan dan menghukum agresi Israel.
Di kalangan tokoh muslim pun terpecah-belah. Hanya soal pengiriman tenaga
sukarelawan jihad ke Palestina, yang tentu tak semudah itu melakukannya, sementara tokoh
muslim saling menyerang. Diam, mungkin lebih baik ketimbang terlaibat polemik yang
kontraproduktif. Sementara kita sendiri tak berbuat nyata untuk Palestina.
Kita malah salut dengan ratusan hingga ribuan warga di sejumlah negara, termasuk di
negara-negara Barat, yang terus bergelombang menyuarakan protes atas kekejaman dan agresi
Israel itu. Itulah suara hati nurani, yang membenci kekejaman dan mendambakan perdamaian.
Sementara hanya karena berbeda dalam memandang masalah atau langkah tertentu, sebagian elit
muslim di Tanah Air mudah untuk berpolemik di media publik.
Sementara itu, derita Palestina tetap tak berkesudahan, dan Israel tetap menteror serta
melakukan agresi. Negeri Palestina tak jelas nasibnya, sementara pembelaan dari negara-negara
muslim juga tak begitu meyakinkan, apalagi dari negara-negara lain. Kita sungguh prihatin dan
cemas dengan keadaan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina itu. Kita jadi bertanya
dalam hati, kapan Palestina akan keluar dari penderitaannya yang panjang? Kita rasanya hanya


mampu ikhtiar yang terbatas sambil memanjatkan do’a semoga Allah Subhanahu Wata’ala
memberikan jalan kemenangan bagi Palestina. (HNs)
Sumber: SM-09-2002