Derita TKW Siti Hajar.

Pikiran Rakyat
o

Se/asa

456
20

21

o Mar

OApr

0

Rabu

o Kamis
8
23


7
22

9
24

8Jun

OMei

0

Jumat

10

11
25


26

OJul 0 Ags

8 Sabtu 0 Minggu
12 27

~

o Sep

28

14

OOkt

29

-..-


Oleh SOEROSO DASAR
IMPI buruk menimpa Siti
Hajar, TKW asal Limbangan,
Garut di Malaysia. Selain badannya disiram air panas hingga melepuh, gajinya sekitar Rp 50 juta pun tertahan. Setelah KBRI di Malaysia turun
tangan barulah gajinya cair, dan penyesalan serta maaf dari keluarga majikan
terucapkan. Namun, kasus ini tetap saja diproses secara hukum. Semakin
lengkaplah bibit permusuhan antara
dua negara serumpun. Memang, rekam
jejak dan sejarah panjang hubungan
dua negara serum pun itu dihiasi pasang surut sejak negeri ini merdeka.
Namun, keduanya mempunyai ketergantungan. Indonesia penyuplai tenaga keIja untuk membangun negeri jiran, sementara Malaysia membutuhkan tenaga keIja yang tidak bisa dipenuhi dari dalam negeri.
Lebih dari tiga juta TKI bekeIja di
Malaysia. Wanita bekeIja di rumah
tangga, sedangkan lelaki menjadi buruh bangunan atau di perkebunan kelapa sawit dan karet (rambung). Masalah gaji tinggi merupakan "magnet"
yang menggiurkan, sehingga datang secara ilegal pun dilakukan. Daya tarik
lainnya adalah jarak yang tidak terlalu
jauh, bahasa yang sarna, dan keyakinan
(agama) yang relatif sarna.
Di daerah Johor Bahru, di atas kere:.

ta api jurusan Malaysia-Singapura, penulis pernah berbincang dengan TKI
asal Jawa Barat yang menjadi petugas

M

Kliping

Hum as

cleaning seroice kereta api. BekeIja hanya tiga hari dalam seminggu mereka
memperoleh penghasilan sebesar Rp
2,7 juta berikut fasilitas lainnya. Bagaimana tidak menggiurkan? Padahal,
TKI tersebut tidak mengantongi ijazah
pendidikan tinggi.
Persoalan TKI pernah diangkat pada
suatu diskusi (media gathering) di
Bandung, baru-baru ini. Dalam diskusi, muncul pertanyaan, apakah benar
bumi Jawa Barat sudah tidak mampu
memberikan kesempatan keIja serta
penghasilan yang baik bagi kehidupan

sehingga harus menjadi TKI di luar negeri? Menarik bila diselami lebih jauh,
terutama dalam konteks nilai-nilai religi. Islam hanya mewajibkan yang mencari nafkah adalah suami. Walaupun istri (perempuan) tidak dipersalahkan
untuk bekeIja, membantu ekonomi ke~
luarga. Akan tetapi, dengan syarat tidak keluar dari koridoragama.
Banyaknya TKIfTKW dari Jawa Barat yang ke luar negeri telah mengundang berbagai persoalan sosial baru.
Kita sekarang tidak bisa menutup mata terhadap anak yatim yang ditinggal
pergi orang tuanya menjadi TKI, mereka ini dikenal dengan yatim struktural.
Menyedihkan lagi, bila yang menjadi
TKI adalah ibunya, tempat mereka
menggantungkan kasih sayang, tiang
rumah tangga. Pernahkah kita memperhitungkan realitas sosial ini? Bangsa ini sebenarnya harns dibangun dari

Un pad

2009

30

16


31

0 Nov '0 Des

Derita
- -- - -TKW Siti~~j~r
-

15

komunitas yang paling kedl, yakni keluarga. Apabila rusak pembangunan
keluarga, rusaklah pembangunan moral dan budi pekerti.
,
TKW yang berangkat ke luar negeri
datang dari'berbagai kabupaten di Jawa parat. Namun, yang berasal dari
p81ltai utara relatif signifikan. Pada sisi
lain, tingkat kemiskinan di pantai utara relatif tinggi (di atas 30 persen).
Apakah kemiskinan telah mendorong
mereka menjadi TKI? Bila dilihat dari
dampak sosial yang bakal teIjadi, perlu

adanya pemikiran-pemikiran dan tindakan serius mengatasinya. Apakah bijak bila kepergian mereka dihentikan
karena muncul berbagai masalah?
Rendaknya kita realistis melihat hasil pembangunan negeri tercinta. Kesempatan kerja yang masih terbatas
serta tingkat persaingan hidup yang semakin ketat dengan mata telanjang tidak bisa dimungkiri. Akan tetapi, tanpa pengetahuan dan keterampilan berangkat ke luar negeri untuk bekeIja,
benar-benar mempunyai risiko besar
serta mengundang berbagai masalah.
TKI memberikan devisa terbesar kedua setelah devisa dari minyak. Akan
tetapi, tidak berarti pemerintah menutup mata dengan berbagai kejadian
yang ada. Dari kasus demi kasus tersebut hendaknya perlu diambil pelajaran.
Apakah pemerintah telah maksimal
melindungi rakyatnya yang ada di luar
negeri? Apakah pemerintah telah benar-benar membuka kesempatan keIja
bagi penduduk negeri ini, sehingga mereka tidak perlu pergi ke negeri orang?

TKW sendiri juga perlu introspeks'f
mendalam. Apakah langkah yang diayunkan untuk memilih TKI sudah sesuai
dengan koridor agama yang diyakini?
Karena kalau tidak, sebesar apa pun
dolar, bath, ringgit, real, ataupun mata
uang Timur Tengah lainnya, tidak akan

membawa manfaat dan kebahagiaan
dalam hidup. Sebaliknya, bila kepergian menjadi TKI adalah murni mencari
nafkah guna kebahagiaan dunia akhirat, sesuai dengan ajaran llahi, tentu tidak menjadi masalah.
Kisah Siti Rajar mengingatkan kita,
betapa sulitnya memilihjalan kehidupan yang benar. Padahal, sesungguhnya
Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia
itulah yang berbuat zalim pada dirinya
sendiri (yunus:44). Benarlah yang dikatakan ahli hikmah, banyak kenikmatan yang dilipat di antara taring-taring bencana. Banyak kegembiraan
yang menghadap arah di mana di sana
sejumlah musibah telah menanti. Oleh
karena itu, bersabarlah atas beberapa
ujian yang teIjadi pada masa-masamu,
karena segal a sesuatu ada akibatnya.
Setiap kesusahan ada kegembiraan. Setiap yang murni masih memiliki campuran. Kisah Siti RajaI' dalam versi
yang lain sudah sering kita dengar, tetapi kepergian TKI ke luar negeri tak
kunjung reda. Seolah hujan emas di negeri orang lebih baik daripada hujan
batu di negeri sendiri. Entahlah. ***
Penulis, peneliti masalah kependudukan dan SDM---~
di Unpad.
.-