Memasyarakatkan Hasil Hisab Tarjih Muhammadiyah

Memasyarakatkan Hasil Hisab Tarjih Muhammadiyah
Alhamdulillah ldul Adha 1422 Hijriyah yang diperkirakan berbeda antara basil hisab
yang dilakukan Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah
dan penetapan yang dilakukan Pemerintah ternyata sama. Ini karena pada Selasa Wage
29 Dzulqo'dah 1422 bertepatan 12 Februari 2002 ada 3 orang santri yang berhasil
merukyat hilal di Cakung Jakarta Timur. Karenanya, meski ada yang menentang dalam
Sidang Isbat, Pemerintah berketetapan Jum'at 22 Februari 2002 sebagai Hari Raya ldul
Adha. Ini berarti libur ldul Adha maju satu hari dari SK Menteri Agama sebelumnya
yang menetapkan Sabtu 23 Februari 2002 sebagai libur Idul Adha.
Beragam tanggapan instansi, baik swasta maupun negeri, dalam mensikapi hasil
pengumuman Pemerintah tentang ldul Adha tersebut. Ada instansi yang meliburkan
karyawannya Jum'at, Sabtu dan Ahad seperti yang dilakukan umumnya dunia perbankan
dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul DI Jogja. Ada yang melokir hari libur menjadi
Jum’at dan Sabtu masuk seperti biasa sebagaimana yang dilakukan SD-SD Negeri di
Kabupaten Sleman DI Jogja.
Peristiwa semacam ini, menjadikan masyarakat kenyang terhadap perbedaan penentuan
Hari Raya Ied. Dengan demikian jika nanti timbul perbedaan lagi, maka tidaklah menjadi
bingung. Tinggal bagaimana keyakinan masing-masing dalam mensikapi ketetapanketetapan yang ada. Bisa berdasar hisab dan juga bisa berdasar rukyat. Ini tergantung
keyakinan masing-masing dan meskinya tetap menghargai keyakinan orang lain dalam
berhari Raya asalkan terus konsisten dengan apa yang diyakininya.
Bagi warga Muhammadiyah dan simpatisannya, tentu saja ketetapan hari raya yang

dihisab oleh Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah
menjadi pedoman dalam melaksanakan Hari Raya maupun Siyamu Ramadhan. Hitungan
yang berdasarkan Hisab Wujudul Hilal, yaitu jika pada tanggal 29 bulan Hijriyah telah
terjadi ijtima' dan pada waktu matahari telah tenggelam bulan belum tenggelam (bulan
wujud) maka pada malam dan hari berikutnya telah tanggal 1 bulan baru Hijriyah.
Lalu mungkinkah akan terjadi perbedaan lagi, apa yang telah ditetapkan oleh Majelis
Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah berdasarkan hisab dengan
penetapan Pemerintah pada waktu-waktu yang akan datang? Tentu saja kemungkinan itu
akan tetap terjadi, lebih-lebih pada Idul Fitri 1423 H yang akan datang posisi bulan dalam
keadaan kritis, yang amat sangat sulit untuk dirukyat. Seperti halnya Idul Adha yang lalu
Pemerintah telah menetapkan sebelumnya 23 Februari 2002 sebagai Libur Idul Adha
yang berarti satu hari setelah hari yang ditetapkan oleh Hisab Majelis Tarjih
Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah (22 Februari 2002), maka
penetapan Idul Fitri 1423 H juga berbeda satu hari. Muhammadiyah menetapkan Kamis
Kliwon 5 Desember 2002 sebagai Idul Fitri, sedangkan Pemerintah menetapkan Jum'at
Legi 6 Desember 2002 sebagai Libur Idul Fitri (Lihat Kalender Suara Muhammadiyah).

Mungkinkah sebagaimana penetapan Idul Adha yang dilakukan Pemerintah yang maju
sehari juga akan dilakukan Pemerintah dalam hal menetapkan Idul Fitri 1423 H
mendatang ? Kemungkinan itu tentu ada, tetapi sangatlah tipis. Ini karena tinggi hilal

pada saat itu hanya 0 derajat 4 menit 42 detik, meski ijtimak telah terjadi pukul 14.35.24
WIB (angka-angka ini terjadi di Jogja). Suatu kedudukan yang sangat sulit untuk
dirukyat. Berbeda dengan apa yang terjadi ldul Adha lalu, saat itu tinggi hilal yang ada
di Jogja saja telah mencapai 2 derajat 27 menit 17 detik ( dua derejat lebih) yang sangat
mungkin untuk dirukyat jika cuaca memungkinkan.
Sayangnya tidak semua penanggalan atau kalender yang dikeluarkan oleh
Muhammadiyah (baik itu yang dikeluarkan Amal Usaha, Ortom atau yang lainnya) tidak
semua mencantumkan ketetapan ini. Ini karena, pembuatan kalendernya masih
berdasarkan apa yang ditetapkan pemerintah bukan berdasarkan hitungan Majelis Tarjih
dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah sebagaimana kalender yang
dikeluarkan Suara Muhammadiyah. Karenanya, melihat perbedaan yang demikian, jauhjauh hari harus ada upaya untuk memasyarakatkan ketetapan ini, agar warga
Muhammadiyah dan simpatisannya tidak ragu-ragu lagi dalam melaksanakan ketetapan
tersebut. (eff).
Sumber: SM-06-2002