JAS Vol 12 No 1 Ketahanan dan Kerentanan Usaha Kecil - Diantara Bencana Alam, Kebijakan Ekonomi, dan Lingkungan Sosial 08-Kebijakan KUKM

BAHASAN UTAMA

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN
USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA

Thee Kian Wie 1

Abstract
This essay describes the impact of policy implementation on the sustainability of
small medium enterprises. As a contributor of 50% of Indonesia's domestic income, Small Medium Enterprises (SMEs) have an important role in the national
economy. SMEs also exist in almost every sector in this region. Before reformation era in Indonesia, the government's policies on SMEs were largely based on
the assumption that SMEs are not a part of the dynamic economy. Thus SME's
policies emphasize on the 'assistance' aspect based on the consideration of prosperity and even distribution. For example, SMEs are excluded from the Anti Monopoly Act. As a result, SME has become a very vulnerable sector in the competition since they are not trained face competition.

Pendahuluan
Usaha kecil dan menengah (UKM) adalah pelaku penting dalam ekonomi
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Mereka bergerak di
berbagai sektor produksi, distribusi,
dan jasa. Oleh karena itu mereka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

Karena UKM sering menghadapi kondisi pasar yang sering berubah, mereka pada umumnya mampu memberikan tanggapan yang cepat terhadap

perubahan tersebut. Hal ini disebabkan UKM pada umumnya mempunyai
organisasi yang lebih luwes dan mampu mengambil keputusan yang lebih
cepat ketimbang usaha-usaha besar
seperti tergambar dari tanggapan

1 Peneliti ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

61

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA

mereka setelah ekonomi Indonesia
dilanda krisis ekonomi Asia (Urata
2000:3—9).
UKM tersebar di seluruh Indonesia,
dan sebagian besar berlokasi di daerah pedesaan. Oleh karena itu UKM
berpotensi untuk mendorong pembangunan pedesaan dan pembangunan
daerah, dan dengan demikian juga

mendorong pembagian pendapatan
yang lebih merata seperti yang terjadi
di Taiwan. UKM Indonesia, khususnya
UKM modern yang dinamis, juga merupakan tempat latihan yang baik bagi pengembangan keterampilan manajerial dan berorganisasi bagi pengusaha kecil serta keterampilan
teknis para pekerja di UKM. Dengan
menghasilkan barang-barang untuk
pasaran ekspor, UKM juga dapat
membantu memperkuat neraca pembayaran Indonesia (Urata 2000:3—
9). Sebagai produsen komponen dan
suku cadang bagi usaha-usaha perakitan, UKM, khususnya industri kecil
dan menengah (IKM), juga dapat berperan sebagai subkontraktor bagi usaha-usaha besar.
Kegiatan kebanyakan usaha kecil di
Indonesia terdapat di sektor perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil
dan garmen, kayu dan produk kayu,
serta produksi barang mineral nonlogam seperti genting. Usaha-usaha
ini beroperasi dalam kondisi pasar
yang amat kompetitif, penuh ketidak-

62


pastian, dan amat dipengaruhi oleh
kondisi ekonomi makro, seperti inflasi. Lingkungan usaha yang buruk juga
lebih banyak merugikan UKM ketimbang usaha besar (World Bank
2005:1).
Sektor UKM secara keseluruhan diperkirakan menyumbang sekitar lebih
dari 50 persen pada Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia. Kebanyakan
UKM bergerak di sektor pertanian dan
perdagangan. Sekitar 10 persen, yaitu industri kecil dan menengah (IKM),
berproduksi untuk ekspor.
Meskipun tidak ada data yang sempurna, diperkirakan bahwa jumlah
pekerja pada industri manufaktur
berskala menengah telah menurun
dari sekitar 10 persen dari jumlah pekerja di sektor industri manufaktur
pada pertengahan 1980-an menjadi
sekitar 5 persen pada akhir 1990-an
(World Bank 2005:1). Dibandingkan
dengan negara-negara industri maju
dan negara-negara industri baru,
struktur industri manufaktur Indonesia dicirikan oleh kekosongan dalam

industri skala menengah (hollow middle). Artinya, di satu sisi terdapat sejumlah kecil usaha-usaha besar, sedangkan di sisi lain terdapat jumlah
usaha rumah tangga (micro enterprises) yang sangat besar dan sejumlah usaha kecil yang lebih kecil (Tabel
1).

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

BAHASAN UTAMA

Tabel 1
Usaha Kecil, Menengah, dan Besar di Indonesia, 2005

Pangsa penjualan barang kebutuhan sehari-hari
% Jumlah Usaha

% Jumlah Pekerja

Usaha rumah tangga
(4 pekerja atau kurang)

90.85


38.10

Usaha kecil
(5—19 pekerja)

8.32

17.86

Usaha menengah dan besar
(20 pekerja dan lebih)

0.83

44.04

100.0

100.0


Skala Usaha

Total
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2005

Angka-angka dalam tabel 1 juga

Karena tulisan ini membahas UKM

memperlihatkan bahwa jumlah usa-

yang beroperasi di sektor-sektor non-

ha-usaha besar dan menengah yang

pertanian di Indonesia, ada baiknya

relatif kecil mempekerjakan jumlah


disajikan juga data tentang jumlah

pekerja yang paling banyak. Di sisi

absolut pekerja (termasuk pemilik) di

lain jumlah pekerja yang besar di se-

usaha-usaha mikro, kecil, dan mene-

kian banyak usaha rumah tangga me-

ngah (tabel 2).

nunjukkan bahwa produktivitas pekerja di usaha-usaha rumah tangga
ini rendah sekali.
Tabel 2
Distribusi Jumlah Pekerja di Usaha-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
di Sektor-Sektor Nonpertanian di Indonesia, 2001
Kategori usaha

Mikro (1—4 pekerja)
Kecil (5—19 pekerja)
Menengah (20—99 pekerja)
Total

Jumlah pekerja
14, 174,236
658,336
67,481
14,900,053

Sumber: PPTA & The Asia Foundation: Provincial SME Development —
Draft Final Report, Part I: Provincial SME Development in Indonesia,
Jakarta, August 2005, tabel 1, hal. 25.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

63

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA


Angka-angka dalam tabel 2 menun-

Beberapa Masalah dalam Pro-

jukkan dengan jelas bahwa jumlah

gram-program Pengembangan

pekerja (termasuk pemilik dan ang-

UKM

gota keluarga yang tidak dibayar) di
usaha mikro jauh lebih banyak diban-

Pengembangan UKM sejak lama men-

ding jumlah pekerja di UKM.


dapat prioritas dalam program-program pemerintah Indonesia. Sektor

Sejak krisis ekonomi Asia, Indonesia

UKM ini juga dipandang sebagai ke-

telah menarik banyak perhatian kare-

kuatan tandingan yang dapat meng-

na ternyata banyak UKM lebih mampu

imbangi dominasi usaha besar asing

menghadapi dampak negatif dari kri-

(proyek PMA) dan usaha besar nonpri-

sis ini ketimbang konglomerat-kong-


bumi. Pengembangan sektor UKM ju-

lomerat besar yang dililit utang besar.

ga dianggap penting untuk mewu-

Di sisi lain, banyak UKM yang kurang

judkan pembagian hasil-hasil pemba-

tangguh dan terpaksa gulung tikar.

ngunan yang lebih merata (Bird & Hill

UKM yang dapat tetap beroperasi ada-

2006:353).

lah UKM yang tergantung pada masukan (bahan baku) domestik ketim-

Meskipun di masa lampau pernyataan

bang masukan impor yang telah men-

resmi pemerintah selalu menekankan

jadi mahal karena depresiasi rupiah.

betapa penting pengembangan UKM,

Bahkan di antara UKM ini banyak yang

namun selama Orde Baru UKM pada

mulai mengekspor hasil-hasil produk-

dasarnya tidak dianggap sebagai un-

si mereka karena dapat memanfa-

sur yang penting dalam ekonomi yang

atkan peluang baik yang terbuka dari

dinamis. Malahan banyak pejabat pe-

depresiasi rupiah yang tajam. Oleh

merintah yang menangani pengem-

karenanya tidak mengherankan jika

bangan UKM memandang sektor ini

UKM dipandang sebagai usaha yang

sebagai suatu kelompok usaha yang

lebih tangguh ketimbang konglome-

memerlukan bantuan yang lebih ba-

rat-konglomerat besar yang selama

nyak didasarkan atas pertimbangan

Orde Baru hanya dapat berkembang

kesejahteraan atau pemerataan ke-

pesat berkat berbagai fasilitas dan

timbang pertimbangan efisiensi (Hill

proteksi yang mereka peroleh dari pe-

1997:266; PPTA & The Asia Founda-

merintah.

tion 2005:32). Pada gilirannya, pertimbangan ini didasarkan atas persepsi bahwa UKM, khususnya usaha
mikro dan usaha kecil, dimiliki dan di-

64

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

BAHASAN UTAMA

kelola oleh pengusaha dari golongan

petitif UKM terhadap usaha besar

ekonomi lemah.

(Thee 2002:33—9). Bahkan dengan
pengecualian ini, UKM yang mempu-

Karena pertimbangan di atas, kebi-

nyai hubungan dekat (koneksi) de-

jaksanaan pemerintah mengenai UKM

ngan pejabat dapat melakukan tin-

didasarkan atas asumsi bahwa UKM,

dakan antikompetitif terhadap UKM

khususnya usaha kecil, perlu dilindu-

lain yang tidak mempunyai koneksi

ngi terhadap persaingan. Hal itu, mi-

tersebut.

salnya, tercermin dalam pasal 50 h
Undang-undang Larangan Monopoli

Suatu skema lain untuk membantu

dan Persaingan Tidak Sehat yang me-

atau melindungi UKM, khususnya usa-

ngecualikan usaha-usaha kecil dari

ha kecil, adalah reservation scheme.

peraturan-peraturan dalam undang-

Dalam skema ini beberapa sektor atau

undang di atas. Rupanya para peran-

subsektor tertentu hanya terbuka a-

cang undang-undang tersebut ber-

tau tersedia bagi usaha kecil. Dengan

pendapat bahwa usaha-usaha kecil

reservation scheme seperti itu, yang

perlu bantuan tambahan dan bahwa

mirip dengan skema serupa di India,

mengecualikan usaha-usaha kecil da-

maka usaha-usaha besar tidak boleh

ri peraturan-peraturan undang-un-

memasuki sektor-sektor atau subsek-

dang tersebut dapat membantu perk-

tor-subsektor yang hanya terbuka ba-

embangan ini (Thee 2002:339). A-

gi usaha kecil, kecuali jika mereka

kan tetapi, pengalaman menunjukkan

membentuk usaha patungan dengan

bahwa usaha kecil pun bisa melaku-

usaha kecil.

kan perilaku antikompetitif terhadap
usaha kecil lainnya. Dengan mengam-

Kelemahan

bil tindakan yang tegas dan konsisten

scheme ini adalah bahwa skema ini ti-

lain

dari

reservation

terhadap perilaku antikompetitif dari

dak memberdayakan UKM, khusus-

usaha besar atau usaha kecil, un-

nya usaha kecil, karena tidak meng-

dang-undang ini dapat melindungi

andung insentif untuk berkembang,

UKM, khususnya usaha kecil, terha-

tetapi, sebaliknya, mempertahankan

dap setiap tindakan penyalahgunaan

mereka dalam keadaan lemah sehing-

kekuatan pasar yang merugikan me-

ga perlu dilindungi terus. Dengan de-

reka. Dengan demikian, mengecuali-

mikian

kan UKM dari peraturan-peraturan

scheme memang didasarkan atas per-

kebijaksanan

reservation

Undang-undang Antimonopoli tidak

timbangan

akan memperkuat keunggulan kom-

pertimbangan untuk mendorong pe-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

kesejahteraan,

bukan

65

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA

ningkatan pertumbuhan dan efisiensi

punyai potensi pertumbuhan yang

usaha kecil. Di samping itu reser-

baik. Oleh karena itu kebanyakan pro-

vation scheme ini juga bisa merugikan

gram pengembangan UKM pemerin-

usaha kecil yang dinamis dan berdaya

tah ditujukan secara kurang kritis ke-

saing tinggi karena usaha kecil yang

pada

skala usahanya bertambah besar me-

group) yang terlampau besar yang

kelompok

sasaran

(target

lebihi batasan usaha kecil berkat per-

sulit dikelola dan dipantau dengan

tumbuhannya yang pesat dan dinamis

baik, karena meliputi lebih dari 95

akan digolongkan dalam kategori 'bu-

persen (lihat tabel 1) dari semua usa-

kan usaha kecil', melainkan mungkin

ha yang beroperasi di Indonesia (PPTA

usaha menengah, bahkan besar, se-

& The Asia Foundation 2005:32).

hingga tidak bisa menikmati lagi perlindungan yang diperoleh dari reser-

Meskipun para pejabat yang mena-

vation scheme ini. Oleh karena ini

ngani program pengembangan UKM

skema membekukan (freeze) status

menyadari masalah ini namun mere-

quo karena tidak mengandung insen-

ka tidak bertindak untuk memecah-

tif bagi usaha kecil untuk berkembang

kan masalah ini dengan mengadakan

secara dinamis, meskipun kenyataan

pembedaan yang jelas antara jumlah

empiris mengungkapkan bahwa ber-

usaha mikro yang sangat banyak di

bagai usaha kecil dan menengah

satu sisi dan jumlah UKM yang lebih

(UKM) mampu bertumbuh pesat, se-

kecil dan sudah mempunyai potensi

hingga setelah beberapa waktu digo-

untuk menjadi usaha dinamis dengan
prospek pertumbuhan yang baik di si-

longkan sebagai usaha besar.

si lain. Program pengembangan UKM
Suatu masalah penting dengan pro-

Indonesia hendaknya ditujukan untuk

gram-program

mengembangkan

pengembangan

UK

mereka

menjadi

adalah bahwa berbagai program ter-

UKM yang dinamis dengan daya saing

sebut tidak mengadakan perbedaan

internasional tinggi, seperti halnya

yang tegas dan jelas antara, di satu si-

dengan UKM Taiwan yang menjadi

si, usaha mikro yang kebanyakan ti-

ujung tombak ekonomi Taiwan dan

dak

mempunyai

potensi

ekonomi

yang besar karena lebih merupakan

menghasilkan

jumlah

penghasilan

ekspor yang terbanyak bagi Taiwan.

suatu usaha untuk melengkapi pen-

Dengan ini maka 'kekosongan di lapis-

dapatan rumah tangga yang kurang

an tengah' (hollow middle) yang ter-

mencukupi dan, di sisi lain, usaha ke-

dapat dalam struktur industri Indone-

cil dan menengah (UKM) yang mem-

sia dapat diisi dengan baik oleh lapis-

66

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

BAHASAN UTAMA

an UKM yang tangguh, efisien, dan di-

sit juga meliputi usaha mikro) tidak

namis.

berguna untuk tujuan kebijaksanaan,

Berbeda dengan negara-negara Asia

berbagai subkelompok UKM yang sa-

Tenggara lainnya yang mengelom-

ngat mungkin mempunyai ciri-ciri

pokkan usaha kecil dan menengah

yang berbeda, sehingga memerlukan

karena tidak membedakan antara

(UKM), di Indonesia perbedaan diada-

kebijaksanaan dan/atau program pe-

kan antara usaha kecil (yang sering

ngembangan yang sangat berbeda.

dikelompokkan dengan usaha mikro)

Tanpa batasan yang sama dan konsis-

di satu sisi serta usaha menengah dan

ten mengenai UKM, koordinasi sekian

besar di sisi lain. Oleh karena itu se-

banyak program pengembangan UKM

ring timbul salah pengertian atau ke-

antara berbagai instansi pemerintah

kaburan dalam penyusunan program

tentu sangat sulit. Lagipula, dengan

pengembangan UKM yang pada da-

batasan UKM yang terlampau luas a-

sarnya hanya ditujukan kepada usaha

kan sulit sekali untuk mengadakan e-

kecil (plus kadang-kadang usaha mi-

valuasi apakah suatu program pe-

kro). Oleh karena itu program pe-

ngembangan UKM tertentu efektif a-

ngembangan UKM yang lebih efektif

tau tidak (PPTA & The Asia Foundation

bisa disusun dengan terlebih dahulu

2005:25).

mengelompokkan usaha kecil dengan
usaha menengah dalam satu kategori

Bukan saja di antara berbagai instansi

dengan batasan (definisi) yang jelas,

pemerintah tidak terdapat batasan

seperti yang dilakukan di negara-ne-

seragam dan konsisten tentang UKM,

gara Asia Tenggara lainnya.

tetapi instansi bantuan internasional,
termasuk Bank Dunia dan Bank Pem-

Karena banyaknya batasan-batasan

bangunan Asia (ADB), juga tidak

yang berbeda satu sama lain yang di-

menggunakan batasan seragam dan

gunakan berbagai instansi pemerin-

konsisten dalam berbagai program

tah untuk melaksanakan program-

pengembangan UKM mereka. Misal-

program pengembangan UKM, maka

nya, dalam Program Pengembangan

secara praktis tidak mungkin diada-

Usaha Kecil dan Menengah dari Bank

kan evaluasi yang baik tentang dam-

Dunia diakui bahwa tidak ada batasan

pak riil dari berbagai program pe-

seragam, dan oleh karena itu Bank

ngembangan UKM. Suatu batasan

Dunia juga tidak berusaha untuk

yang terlampau luas mengenai UKM

membuat batasan yang jelas. Badan-

(apalagi jika batasan ini secara impli-

badan bantuan internasional lainnya

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

67

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA

juga tidak berusaha membuat batas-

ka, Eropa Barat, dan Jepang datang

an yang sama, namun badan-badan

ke Bali dan menjalin hubungan de-

ini memberikan batasan tertentu me-

ngan

pengusaha-pengusaha

lokal,

ngenai UKM untuk tujuan program

kebanyakan

mereka untuk menetapkan dengan

membuat garmen, khususnya pakai-

pemilik

UKM,

untuk

jelas ruang lingkup program bantuan

an pantai (beach wear) dan pakaian

mereka. Hal ini juga penting untuk

mode yang dapat diekspor, karena

menetapkan

(persyaratan)

mereka melihat bahwa penduduk Bali

yang perlu dipenuhi UKM untuk mem-

kriteria

mempunyai rasa artistik yang tinggi.

peroleh bantuan dari badan-badan

Dengan bantuan konsultasi dari para

ini. Untuk tujuan ini, badan-badan

turis asing yang sekaligus bertindak

bantuan asing sering mengacu pada

sebagai konsultan bisnis dan teknis

batasan UKM tertentu yang diguna-

berupa alih informasi yang penting

kan instansi pemerintah tertentu da-

tentang desain garmen yang diminati

lam program pengembangan UKM

di pasaran ekspor, 'plant lay-out', dan

mereka (Asian Development Bank

pengendalian mutu produk, UKM Bali

2004:5).

mampu menghasilkan garmen ber-

Pengalaman Indonesia dengan per-

pasaran ekspor di Australia, Amerika

mutu tinggi yang sangat diminati di
kembangan UKM menunjukkan bah-

Serikat, Eropa, dan Jepang. Bantuan

wa pertumbuhan UKM yang pesat le-

dan informasi penting yang diberikan

bih banyak disebabkan oleh kebijak-

oleh turis/konsultan asing diberikan

sanaan ekonomi umum pemerintah

atas dasar bisnis murni, yaitu secara

yang telah mempermudah pertum-

khusus dikaitkan dengan produk gar-

buhan UKM ketimbang campur ta-

men yang memenuhi standar mutu

ngan mikro (Bird & Hill 2006:353).

yang telah ditetapkan para pembeli a-

Contohnya adalah industri garmen

sing (Cole 1998:275).

Bali yang berorientasi ekspor yang selama tiga dasawarsa tumbuh dengan

Kinerja ekspor garmen Bali dan indus-

pesat untuk sebagian besar terdiri a-

tri-industri kerajinan rakyat Bali lain-

tas UKM pribumi Bali. Pertumbuhan

nya yang berorientasi ekspor dapat

industri garmen Bali yang pesat sebe-

dipertahankan bahkan sesudah krisis

narnya terjadi secara kebetulan, se-

ekonomi Asia, karena para turis/kon-

waktu turis-turis Australia yang ke-

sultan asing, berbeda dengan para in-

mudian diikuti turis-turis dari Ameri-

vestor asing, tetap berminat untuk

68

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

BAHASAN UTAMA

mengunjungi Bali untuk membeli gar-

tidak menerapkan prosedur ekspor

men dan barang-barang kerajinan

yang rumit. Sikap pemerintah daerah

rakyat lainnya yang dapat diekspor.

Bali di atas tentu bukan merupakan

Arus turis/konsultan asing baru ber-

'sumbangan' positif, kecuali dalam ar-

kurang secara tajam setelah serangan

ti negatif bahwa pemerintah tidak

bom di Bali pada 12 Oktober 2002

menerapkan kebijaksanaan yang sa-

yang kemudian diikuti lagi oleh sera-

ngat restriktif terhadap pertumbuhan

ngan bom di Bali yang kedua pada ak-

industri garmen dan industri-industri

hir 2005.

kerajinan rakyat Bali lainnya (Bird &
Hill 2006:354).

Pengalaman industri garmen Bali agak unik dan tidak mudah untuk ditiru
di daerah-daerah lainnya. Namun pe-

Sekilas Program Pengembangan

ngalaman industri garmen Bali mena-

UKM Selama Orde Baru dan Se-

rik sekali karena keberhasilannya sa-

sudah Krisis Ekonomi Asia

ma sekali tidak tergantung dari bantuan atau program pengembangan

Selama Orde Baru hampir semua pro-

UKM pemerintah tertentu, tetapi di-

gram pengembangan UKM hanya di-

mungkinkan karena hubungan yang

tujukan kepada usaha kecil (termasuk

terjalin antara pengusaha lokal Bali,

usaha mikro), dan bukan kepada ke-

khususnya UKM, dan turis-turis asing

lompok UKM sebagai kelompok sasar-

yang kemudian bertindak selaku kon-

an (target group). Kebanyakan dari

sultan bisnis bagi UKM tersebut. Ke-

program bantuan langsung kepada

berhasilan industri garmen Bali dan

usaha kecil (dan mikro) tersebut ber-

industri-industri kerajinan rakyat Bali

tujuan untuk menanggulangi berba-

lainnya dalam mengekspor produk-

gai kendala utama yang dihadapi usa-

produk mereka juga dimungkinkan

ha kecil yaitu kekurangan modal, le-

berkat kebijaksanaan imigrasi peme-

mahnya keterampilan manajerial dan

rintah daerah Bali yang cukup toleran

pemasaran, serta rendahnya tingkat

terhadap kehadiran turis asing yang

teknologi yang rendah. Program pe-

sebenarnya menyalahi ketentuan imi-

ngembangan usaha kecil yang terpen-

grasi karena mereka bukan turis mur-

ting adalah program bantuan kredit

ni, melainkan terlibat dalam bisnis de-

(baik yang suku bunganya disubsidi

ngan

lokal

maupun yang menetapkan suku bu-

(Cole 1998). Di samping itu pemerin-

pengusaha-pengusaha

nga pasar) dan program jasa bisnis

tah daerah Bali pada umumnya juga

yang nonfinansial (non-financial busi-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

69

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA

ness development services), terma-

UKM, khususnya usaha kecil (dan

suk jasa-jasa penyuluhan industri dan

usaha mikro). Di antara sekian ba-

pelatihan teknis serta skema penye-

nyak program kredit pemerintah, pro-

diaan (reservation scheme) beberapa

gram Kredit Investasi Kecil dan Kredit

sektor atau subsektor melulu bagi

Modal Kerja Permanen (KIK/KMKP)

usaha kecil (Asian Development Bank

serta program Kredit Usaha Kecil
(KUK) adalah program kredit peme-

2000:14).

rintah yang terpenting bagi usaha ke1. Program kredit untuk UKM se-

cil selama Orde Baru. Tabel 3 di bawah

lama Orde Baru dan sesudah kri-

menyajikan ciri-ciri utama kedua pro-

sis

gram kredit itu.

Pemerintah Orde Baru telah meluncurkan berbagai program kredit bagi
Tabel 3
Program Kredit untuk Usaha Kecil Selama Orde Baru
Program Kredit

Suku Bunga

Jenis Kredit

KIK/KMKP
(1973—1990)

Disubsidi

Kredit investasi dan
modal kerja

Kredit usaha kecil

Suku bunga pasar

Alokasi paling sedikit
20 persen dari
portepel pinjaman
bank niaga untuk
usaha kecil, termasuk
kredit untuk investasi
dan kredit untuk
modal kerja

70

Bank Pelaksana
Lima bank BUMN,
Bapindo, dan semua
bank pembangunan
daerah dan 14 bank
swasta

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

BAHASAN UTAMA

Program Kredit Investasi Kecil dan

nakan usaha kecil untuk modal kerja,

Kredit Modal Kerja Permanen (KIK/

yaitu untuk kelanjutan operasi usaha

KMKP) yang diperkenalkan Bank In-

kecil ini. Tidak banyak kredit diguna-

donesia pada tahun 1973 ditujukan

kan untuk tujuan investasi, seperti

khusus kepada golongan ekonomi le-

pembelian barang modal baru atau

mah. Program ini dilancarkan agar ke-

untuk membiayai perluasan (ekspan-

giatan investasi yang dirangsang de-

si) usaha. Akan tetapi, berbeda de-

ngan kebijaksanaan 1969 dapat pula

ngan kebanyakan usaha kecil yang

dilakukan oleh para pengusaha kecil/

bergerak di bidang nonindustri manu-

golongan ekonomi lemah yang me-

faktur, 13 persen dari kredit yang dite-

merlukan perhatian dan syarat-syarat

rima usaha industri kecil (IK) diguna-

khusus agar dapat berhubungan de-

kan untuk tujuan investasi sementara

ngan perbankan. Pola KIK/KMKP ada-

11 persen digunakan untuk modal

lah suatu skema kredit yang didukung

kerja (Poot, Kuyvenhoven, & Jansen

Indonesia

1990). Angka-angka ini menunjukkan

(KLBI) sebesar 80 persen, suku bu-

Kredit

Likuiditas

Bank

bahwa usaha industri kecil (IK) meng-

nga KLBI 3 persen, dan pagu (plafon)

gunakan persentase kredit yang sedi-

masing-masing sebesar Rp5 juta de-

kit lebih tinggi untuk tujuan investasi

ngan prosedur yang relatif mudah,

ketimbang untuk tujuan modal kerja

seperti prosedur permohonan yang
relatif mudah, suku bunga rendah (12

Pada akhir 1980-an, keberlanjutan

persen setahun untuk KIK dan 15 per-

program KIK/KMKP mulai diragukan

sen setahun untuk KMKP, jangka wak-

karena tingkat kredit macet makin

tu relatif panjang yaitu lima tahun un-

tinggi sampai melebihi 27 persen.

tuk KIK dan 3 tahun untuk KMKP, pe-

Tingkat kredit macet yang tinggi serta

nilaian kredit yang lebih menekankan

masalah dalam menagih pembayaran

kelayakan usaha, dan, untuk mengu-

kembali kredit yang telah dikeluarkan

rangi risiko bank, pengasuransian

disebabkan oleh berbagai faktor, ter-

kredit kepada PT Askrindo dengan ta-

masuk pelatihan staf perbankan yang

rif premi yang relatif ringan (Bank In-

kurang memadai, sogokan kepada

donesia 2001:24—5).

staf perbankan yang korup, pengelo-

Meskipun program KIK/KMKP dituju-

sentif yang kurang memadai bagi staf

laaan dana bank yang salah, dan inkan untuk memberikan kredit inves-

perbankan untuk tekun dalam mena-

tasi maupun kredit modal kerja, ba-

gih pembayaran kembali kredit yang

gian terbesar dari kredit ini dipergu-

telah diberikan kepada usaha kecil
(Grizzell 1988).

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

71

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA

Karena tingkat kredit macet yang

masuk rumah dan tanah yang ditem-

tinggi, maka program KIK/KMKP di-

pati. Dalam pemberian KUK, pemerin-

hentikan pada Januari 1990. Dihenti-

tah menentukan bahwa setiap bank

kannya program KIK/KMKP juga erat

komersial harus menyediakan seku-

berkaitan dengan upaya pemerintah

rang-kurangnya 20 persen dari kredit

untuk mengurangi peran KLBI dalam

yang diberikan kepada usaha kecil.

membiayai program KIK/KMKP, kare-

Ketentuan ini berlaku bagi semua

na semakin besar disalurkannya KLBI

bank, termasuk Bank Perkreditan

oleh Bank Indonesia, semakin sulit

Rakyat (BPR), kecuali bagi bank-bank

bagi pemerintah untuk melaksanakan

asing dan bank campuran yang sudah

kebijakan moneter yang efektif untuk

terkena kewajiban memberikan 50

mengendalikan inflasi (Bank Indone-

persen dari kreditnya untuk ekspor

sia 2001: 76—7).

(Bank Indonesia 2001:88).
peran

Implementasi program KUK tidak ber-

KLBI, pada Januari 1990 pemerintah

jalan lancar karena bank-bank me-

Dalam

rangka

mengurangi

mengeluarkan Paket Januari 1990

ngalami kesulitan atau ternyata eng-

(Pakjan 90) yang pada dasarnya meli-

gan untuk menyalurkan 20 persen da-

puti perubahan yang mendasar dalam

ri kredit mereka untuk usaha kecil.

kebijaksanaan kredit untuk usaha ke-

Namun, karena mereka bisa dikena-

cil dan koperasi dari kebijaksaan kre-

kan denda jika tidak memberikan pa-

dit selektif yang disubsidi (subsidised

ling sedikit 20 persen dari kredit me-

selective credit policy) menjadi kebi-

reka kepada usaha kecil, bank-bank

jaksanaan kredit yang berorientasi

sering memberikan kredit kepada pe-

pasar (market-oriented credit policy)

milik usaha kecil yang digunakan un-

(Bank Indonesia 2001:76—7). Berda-

tuk tujuan konsumsi ketimbang untuk

sarkan pertimbangan ini, maka pe-

tujuan bisnis. Karena batasan menge-

merintah pada Januari 1990 memper-

nai usaha kecil juga luas, yaitu usaha

kenalkan kebijaksanaan kredit baru

dengan aset total maksimal sebesar

bagi usaha kecil dan koperasi, yaitu

Rp600 juta, maka usaha yang lebih

Kredit Usaha Kecil (KUK).

menikmati fasilitas kredit ini adalah
UKM ketimbang usaha-usaha yang

Dalam hubungan ini usaha kecil diar-

benar-benar kecil.

tikan sebagai usaha yang mempunyai
total aset maksimal Rp600 juta ter-

72

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

BAHASAN UTAMA

Akibat krisis ekonomi Asia, sebagian

ketentuan bahwa bank wajib mencan-

besar perbankan tidak dapat meme-

tumkan rencana pemberian KUK da-

nuhi kewajiban pemberian KUK. Oleh

lam 'business plan' bank tersebut. Di

karena itu sejak 1 Januari 1998 sanksi

samping ini pagu (plafon) KUK yang

untuk bank-bank yang tidak dapat

semula berjumlah maksimum Rp350

memenuhi kewajiban pemberian KUK

juta per nasabah dinaikkan menjadi

tidak diberlakukan. Karena krisis per-

maksimum Rp500 juta per nasabah.

bankan, tidak mengherankan jika

Lagipula, sanksi maupun insentif ber-

pemberian KUK menurun dari Rp67,2

talian dengan pemberian KUK diha-

trilyun pada September 1997 turun

puskan (Bank Indonesia 2001:197—

drastis menjadi Rp37,4 trilyun pada

8).

Oktober 1999. Suatu faktor lain yang
menyebabkan turunnya pemberian

2. Program bantuan teknis

KUK adalah penutupan 48 bank swas-

Di antara sekian banyak program ban-

ta setelah krisis, yang kemudian dija-

tuan teknis untuk UKM, khususnya

dikan Bank Beku Operasi (BBO) dan

usaha kecil, Program Pembinaan dan

Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU),

Pengembangan Industri Kecil (BIPIK)

sehingga bank-bank ini tidak lagi

yang dimulai pada 1980 adalah pro-

memberikan KUK (Bank Indonesia

gram yang terpenting. Program ini

2001:184—5).

memberikan pelatihan dan jasa-jasa
penyuluhan bagi UKM, khususnya

Setelah diberlakukannya Undang-Un-

usaha kecil, dan dikelola oleh Direkto-

dang no. 23/1998 tentang Indepen-

rat Jendral Industri Kecil, Departemen

densi Bank Indonesia, Bank Indone-

Perindustrian (Thee 1994:108).

sia tidak lagi dapat berperan aktif dalam pengembangan usaha kecil. Bank

Program BIPIK adalah program terko-

Indonesia kemudian mengeluarkan

ordinasi yang menyediakan berbagai

Peraturan Bank Indonesia (PBI no. 3/

masukan untuk usaha industri kecil

2/PBI/2001 pada 14 Januari 2001

(IK). Bantuan teknis diberikan kepada

yang menetapkan bahwa Bank Indo-

kelompok (cluster) usaha-usaha IK.

nesia tidak lagi menetapkan kewajib-

Konsep 'cluster' adalah unsur pokok

an KUK kepada bank, namun tetap

dalam program BIPIK, yang sebenar-

menganjurkan bank untuk menyalur-

nya sudah dimulai pada 1950-an se-

kan KUK yang besarnya diserahkan

waktu pemerintah Indonesia mendiri-

kepada kebijaksanaan dan kemam-

kan Induk Industri untuk memberikan

puan masing-masing bank, dengan

bantuan teknis kepada usaha-usaha

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

73

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA

kecil, khususnya yang bergerak di in-

manfaatkan usaha-usaha kecil, kare-

dustri pertenunan. Akan tetapi keku-

na pengalaman dan pengetahuan tek-

rangan dana dan keengganan keba-

nis dan bisnis dari tenaga penyuluh la-

nyakan usaha kecil untuk memanfa-

pangan (TPL) pada umumnya kurang

atkan fasilitas dari induk industri me-

memadai. Lagipula, pelatihan dan

nyebabkan bahwa bantuan teknis a-

masukan-masukan yang disubsidi pa-

wal

ini

kurang

berhasil

(Grizzell

1988).

da umumnya ditentukan oleh pejabatpejabat di pusat ketimbang ditentukan oleh kebutuhan riil dari pengusa-

Sewaktu program BIPIK dilanjutkan

ha-pengusaha kecil (Grizzell 1988).

lagi sejak 1970-an, program ini sekali
lagi memusatkan perhatian pada pe-

Karena berbagai kelemahan di atas,

ngembangan kelompok industri kecil

program BIPIK tidak membawa hasil-

(industrial clusters). Kelompok indus-

hasil yang diharapkan. Hal ini ternyata

tri kecil ini pada umumnya terdiri atas

dari temuan-temuan dari suatu studi

50 sampai 100 usaha industri kecil

penilaian

dampak

yang

beberapa

yang didukung oleh Unit Pelayanan

waktu telah diselenggarakan oleh ILO.

Teknis (UPT) yang memberikan jasa-

Studi ILO mewancarai 200 usaha-usa-

jasa penyuluhan dan teknis dan ka-

ha kecil, 100 di antaranya yang telah

dang-kadang bahan-bahan baku ke-

ikut serta dalam program BIPIK dan

pada usaha-usaha industri kecil ini. Di

100 lainnya tidak. Studi ini mengung-

samping itu, pada akhir 1970-an didi-

kapkan bahwa tidak ada perbedaan

rikan Lingkungan Industri Kecil (LIK)

yang berarti antara kinerja usaha-

di beberapa daerah di mana terdapat

usaha kecil yang ikut serta dalam pro-

konsentrasi usaha-usaha industri ke-

gram BIPIK badan kinerja usaha-usa-

cil yang relatif besar. Kedua fasilitas

ha kecil yang tidak ikut serta dalam

utama yang terdapat di LIK ini adalah

program ini. Studi ini juga mengung-

fasilitas untuk pendidikan dan latihan

kapkan

bahwa

usaha-usaha

kecil

dan fasilitas untuk memperbaiki mutu

yang telah menarik manfaat dari fasi-

produk usaha-usaha industri kecil ini

litas-fasilitas dalam unit pelayanan

(Departemen Perindustrian 1982).

teknis (UPT) tidak merasa perlu untuk
memelihara fasilitas-fasilitas ini, se-

LIK dan UPT pada umumnya kurang

hingga akhirnya mutu fasilitas-fasili-

berhasil dalam membina industri-in-

tas ini merosot (PPTA & The Asia Foun-

dustri kecil yang tangguh karena fasi-

dation 2005:35).

litas-fasilitas yang tersedia kurang di-

74

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

BAHASAN UTAMA

Suatu temuan lain dari studi ILO ada-

sehingga

lah bahwa usaha-usaha kecil yang

dana yang sebenarnya bisa digunakan

menghamburkan

banyak

mengalami pertumbuhan pesat lebih

secara lebih efektif jika berbagai pro-

cenderung untuk mencari bantuan di

gram tersebut terkoordinasi dengan

UPT. Hal ini menunjukkan bahwa me-

lebih baik. Penghamburan dana dan

reka mencari bantuan dari UPT karena

salah sasaran dana-dana ini sesudah

mereka mengalami pertumbuhan, te-

krisis ekonomi Asia merupakan masa-

tapi bukan bahwa mereka bertumbuh

lah yang lebih serius karena kendala

karena mendapat bantuan dari UPT.

anggaran yang dihadapi pemerintah

Oleh karena itu studi ILO menyimpul-

setelah krisis. Oleh karena itu pro-

kan bahwa pada umumnya program

gram kredit subsidi besar-besaran ke-

BIPIK kurang berhasil mendorong

pada usaha kecil pada masa kini agak

pertumbuhan usaha-usaha industri

sulit dibiayai pemerintah.

kecil (PPTA & The Asia Foundation
2005:35).

Di sisi lain, data statistik tentang produksi hasil-hasil industri manufaktur
mengungkapkan bahwa produksi ha-

Dari program pengembangan

sil-hasil industri usaha-usaha yang

UKM yang ditentukan 'dari atas'

besar merosot sesudah krisis ekonomi

ke program yang ditentukan oleh

Asia, sedangkan produksi hasil-hasil

kebutuhan riil UKM

industri UKM justru tetap bertumbuh.
Perbedaan dalam kecenderungan ha-

Program-program pemerintah untuk

sil-hasil produksi kedua kategori ini

pengembangan UKM kurang berhasil

dikonfirmasi oleh data statistik ten-

karena berbagai faktor, termasuk ku-

tang penyaluran kredit yang menun-

rangnya koordinasi antara instansi-in-

jukkan bahwa kredit untuk UKM terus

stansi pemerintah yang bertanggung-

meningkat sampai triwulan pertama,

jawab atas program-program UKM,

meskipun sesudah itu kecenderung-

disain program yang kurang baik, dan

annya agak datar (World Bank 2003:

pemantauan dan evaluasi yang ku-

4).

rang memadai (World Bank 2001:
2.16). Di samping ini sesudah krisis

Kinerja UKM yang lebih baik, khu-

ekonomi Asia diintrodusasi berbagai

susnya UKM yang berorientasi ekspor,

program pengembangan UKM, khu-

memperkuat anggapan umum bahwa

susnya program-program kredit yang

UKM, berbeda dengan konglomerat-

disubsidi yang sering tumpang-tindih,

konglomerat yang dililit banyak utang,

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

75

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA

lebih mampu mengatasi dampak ne-

gram UKM yang didasarkan atas 'per-

gatif dari krisis ketimbang konglo-

timbangan kesejahteraan' dan yang

merat-konglomerat besar. Akan tetapi

lebih banyak ditentukan 'dari atas',

kenyataan menunjukkan bahwa krisis

artinya disusun oleh pejabat-pejabat

ekonomi

dampak

pemerintah tanpa banyak konsultasi

yang berbeda atas berbagai UKM, ter-

dengan UKM (supply-driven promo-

Asia

membawa

gantung pada sektor tempat mereka

tion programs), perlu diganti dengan

beroperasi. Kinerja UKM di sektor

program-program

pengembangan

industri manufaktur yang berorientasi

UKM yang didasarkan atas 'pertimba-

ekspor atau yang berorientasi pasar

ngan efisiensi', artinya program-pro-

domestik tetapi tidak banyak tergan-

gram pengembangan UKM yang bero-

tung pada impor barang-barang mo-

rientasi pasar dan yang didasarkan

dal atau bahan-bahan baku ternyata

atas kebutuhan riil dan keinginan UKM

lebih baik ketimbang UKM yang bero-

sendiri (market-oriented, demand-

rientasi pasar domestik dan juga ba-

driven SME programs). Hal ini berarti

nyak tergantung pada impor barang-

bahwa pengembangan UKM yang se-

barang modal dan bahan baku (Berry,

hat perlu tercermin pada kenaikan da-

Rodriguez, & Sandee 1999: 12). UKM

lam produktivitas mereka. Oleh kare-

ini dan banyak UKM di beberapa sek-

na hal itu sangat tergantung pada

tor lain menghadapi banyak kesulitan

lingkungan usaha, maka programprogram UKM yang baru perlu diarah-

sesudah krisis.

kan kepada pertumbuhan UKM yang
Karena dukungan yang luas sesudah

tangguh, efisien, dan berkelanjutan

krisis untuk lebih memperdayakan

(Asian Development Bank 2000: 14).

UKM, maka pemerintah menegaskan
komitmennya untuk mendorong per-

Program pengembangan UKM yang

tumbuhan UKM yang lebih pesat. A-

didasarkan atas kebutuhan riil UKM

kan tetapi karena program-program

hendaknya terdiri atas empat unsur

pengembangan UKM di masa lampau

pokok, yaitu:

yang lebih banyak didasarkan atas

1. Memperbaiki lingkungan usaha ba-

'pertimbangan

kesejahteraan'

ter-

nyata kurang efektif dalam member-

gi UKM
2. Memperlancar akses UKM ke lem-

dayakan UKM, maka berbagai pihak,

baga-lembaga

termasuk beberapa pejabat yang me-

dan lembaga finansial nonbank)

keuangan

(bank

nangani pengembangan UKM, me-

yang bisa menyalurkan dana kepa-

ngemukakan

da UKM dengan akses yang mudah

76

bahwa

program-pro-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

BAHASAN UTAMA

3. Menyediakan jasa-jasa pengem-

lingkungan usaha yang kurang kon-

bangan UKM yang nonfinansial

dusif merupakan kendala yang pen-

yang lebih efektif (misalnya, ban-

ting bagi pertumbuhan UKM yang se-

tuan dalam peningkatan kemam-

hat. Hal ini tercermin pada konperensi

puan pemasaran, teknologi, akses

Forum Daerah (FORDA) yang dise-

yang lebih mudah ke pasar do-

lenggarakan para pemilik UKM bebe-

mestik (ketimbang pasar lokal

rapa waktu yang lalu, yang mengung-

yang lebih kecil)

kapkan bahwa salah satu kendala po-

4. Memfasilitasi pembentukan aliansi

kok bagi kegiatan UKM (seperti yang

strategis antara UKM atau antara

juga dihadapi usaha besar) adalah ba-

UKM dengan mitra nasional (usaha

nyaknya peraturan pemerintah pusat

domestik yang besar) atau mitra

maupun daerah serta prosedur peri-

asing.

zinan yang berbelit-belit, tidak transparan, memakan waktu yang lama,

Akan tetapi sampai seberapa jauh pe-

dan mahal.

merintah Indonesia mampu dan bertekad untuk melaksanakan program

Kendala ini tercermin dari temuan-te-

pengembangan UKM, yang terutama

muan suatu survei di antara usaha-

ditentukan oleh kebutuhan riil UKM

usaha besar dan UKM yang dilakukan

yang tercermin pada permintaan pa-

oleh Bank Dunia pada 2003. Survei ini

sar UKM (demand-driven SME promo-

mengungkapkan bahwa UKM meng-

tion programs), akan banyak tergan-

hadapi berbagai kendala yang ber-

tung pada hasil pembahasan yang kini

kaitan dengan lingkungan usaha yang

masih berlangsung di antara kalangan

kurang kondusif yang menyebabkan

pemerintah sendiri, elite politik, pene-

bahwa UKM menghadapi biaya yang

liti-peneliti yang peduli pada perkem-

relatif lebih tinggi ketimbang usaha

bangan UKM yang pesat, dan, tentu

besar. Biaya yang relatif lebih tinggi ini

saja, pengusaha kecil dan menengah

disebabkan oleh berbagai peraturan

sendiri.

daerah dan pajak pemerintah daerah
yang diberlakukan setelah otonomi

Di antara keempat unsur pokok di a-

daerah 2001, biaya untuk listrik yang

tas, perbaikan lingkungan usaha bagi

harus disediakan sendiri oleh UKM jika

UKM perlu mendapat prioritas yang

lokasi UKM ini tidak tersambung de-

tinggi karena hingga kini kurang di-

ngan jaringan listrik PLN, dan biaya

perhatikan oleh pihak yang peduli pa-

untuk menyogok pejabat korup untuk

da pemberdayaan UKM, meskipun

memperlancar prosedur perizinan. Di

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

77

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA

samping itu banyak UKM juga meng-

kecil, untuk membentuk agunan yang

hadapi kesulitan atau rintangan da-

diperlukan untuk memperoleh kredit

lam

lembaga-lembaga

bank. Di samping itu perbaikan dalam

keuangan untuk memperoleh kredit

administrasi perpajakan, khususnya

mengakses

(World Bank 2004:48—9).

dalam restitusi pajak impor yang telah
lebih dulu dibayar, akan sangat mem-

Berhubung dengan hal di atas, maka

bantu kegiatan UKM. Satu hal lainnya

perbaikan lingkungan usaha Indone-

yang dapat membantu UKM adalah

sia akan sangat membantu kegiatan

perbaikan dalam peraturan dan per-

serta pertumbuhan UKM yang sehat.

undangan perburuhan berupa pe-

Pengalaman telah menunjukkan bah-

luang bagi UKM untuk bertindak seba-

wa kebijaksanaan dan lembaga-lem-

gai subkontraktor bagi usaha-usaha

baga yang bertujuan untuk mendo-

besar, seperti banyak dijumpai di Je-

rong pertumbuhan ekonomi yang se-

pang dan Korea Selatan (World Bank

hat, terutama melalui perbaikan ling-

2004:50). Di kedua negara ini, 'sub-

kungan usaha, sangat membantu

contracting' telah memegang peran

pertumbuhan UKM yang sehat. Di

penting dalam mengintegrasikan UKM

samping itu pengalaman juga menun-

secara berhasil dalam sektor industri

jukkan bahwa program kredit yang

manufaktur yang dinamis dan berori-

memberikan kredit dengan suku bu-

entasi ekspor.

nga pasar ternyata tidak merugikan
UKM, karena kendala utama bagi UKM
terutama terletak pada akses ke sum-

Kesimpulan

ber kredit, dan bukan pada suku bunga pasar. Oleh karena itu program

Uraian di atas mengemukakan bahwa

kredit bersubsidi sebaiknya diganti-

pertumbuhan UKM yang sehat dan di-

kan dengan program kredit dengan

namis sangat penting untuk memper-

suku bunga pasar (World Bank 2004:

kuat

struktur

ekonomi

Indonesia,

49), dengan ketentuan bahwa akses

khususnya sektor industri manufak-

UKM ke sumber-sumber pendanaan

tur, yang kini masih dicirikan oleh 'ke-

ini perlu dipermudah.

kosongan pada tingkat menengah'
(hollow middle) antara usaha besar di

Dalam kaitan dengan pemberian kre-

satu sisi dan usaha mikro di sisi lain.

dit kepada UKM, maka perbaikan da-

Untuk mencapai tujuan itu maka pro-

lam sertifikasi tanah akan sangat

gram pengembangan UKM hendaknya

membantu UKM, khususnya usaha

diperbaiki dengan mengubah fokus

78

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

BAHASAN UTAMA

program UKM ini dari program 'yang

nonpemerintah (LSM, badan-ba-

terutama ditentukan dari atas', yaitu

dan bantuan internasional yang

yang terutama disusun oleh para pe-

berpengalaman dalam membantu

jabat, menjadi program yang teruta-

UKM seperti UNIDO, atau usaha-

ma ditentukan oleh keinginan dan ke-

usaha perakitan besar yang berke-

butuhan riil UKM sendiri.

pentingan dengan pertumbuhan

Penyusunan program pengembangan

dapat bertindak sebagai subkon-

UKM yang sehat dan dinamis yang
UKM yang lebih ditentukan oleh ke-

traktor mereka). Pengalaman di

inginan dan kebutuhan riil UKM sendi-

negara-negara berkembang lain-

ri hendaknya berfokus pada dua un-

nya, khususnya di negara-negara

sur, yaitu:

industri baru (NIB) Asia Timur, te-

1. Menciptakan atau memperbaiki

lah menunjukkan bahwa bantuan

lingkungan usaha secara berarti

dari pihak nonpemerintah, khu-

bagi UKM, karena hingga kini ke-

susnya sektor swasta, ternyata le-

giatan dan efisiensi UKM sering

bih efektif dalam meningkatkan

menghadapi kendala oleh berba-

kemampuan manajerial, teknologi

gai peraturan dan prosedur admi-

dan pemasaran UKM, jika bantuan

nistrasi yang berbelit-belit dan

ini diberikan atas dasar saling

memakan waktu;

membutuhkan dan saling meng-

2. Menyediakan jasa-jasa finansial

untungkan. Instansi-instansi pe-

dan nonfinansial (jasa-jasa kon-

merintah tentu bisa dan perlu ber-

sultasi dalam hal pemasaran, per-

peran dalam pengembangan UKM

baikan teknologi, dan manaje-

yang sehat, misalnya dengan me-

men) yang efisien dan yang diten-

lengkapi bantuan usaha swasta

tukan oleh keinginan dan kebutuh-

besar,

an riil UKM sendiri. Jasa-jasa ini

mendominasi program pengemba-

sebaiknya disediakan oleh pihak

ngan UKM yang baru.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

namun

sebaiknya

tidak

79

KEBIJAKAN EKONOMI DAN KETAHANAN USAHA KECIL-MENENGAH DI INDONESIA

Daftar Pustaka
Asian Development Bank. 2000. Poverty Assessment in Indonesia (mimeo)
Manila, 14 Februari.
________. 2004. Special Evaluation Study of Small and Medium Enterprise
Policies and Operations. Manila, 14 Februari.
Bank Indonesia. 2001. Sejarah Peranan Bank Indonesia Dalam
Pengembangan Usaha Kecil. Biro Kredit. Jakarta.
Berry, Albert, Edgar Rodriguez & Henry Sandee. 1999. Firm and Group
Dynamics in the Role of the SME Sector in Indonesia. Makalah yang
ditulis untuk Proyek World Bank tentang 'The Role of Small and Medium
Enterprises in Development'. Final draft, 1 November.
Bird, Kelly & Hal Hill. 2006. Indonesian Industrial Policies: Before and After
the Crisis. Chu & Hill (editors). hal. 335—75.
Chu, Yun-Peng & Hal Hill (editors). 2006. The East Asian High-Tech Drive.
Cheltenham. UK: Edward Elgar.
Cole, William. 1998. Bali's garment industry. Hill & Thee (editors). hal.
255—78.
Departemen Perindustrian. 1982. Pembinaan Industri Kecil. Jakarta: Departemen Perindustrian.
Grizzell, Steve. 1988. Promoting Small-Scale Manufacturing in Indonesia:
What works?. Development Studies Project II, Development Studies
Project Research Memo no. 17. Jakarta.
Hill, Hal. 1997a. Small-Medium Enterprise and Rapid Industrialisation: The
ASEAN Experience. hal. 266—94.
Hill, Hal. 1997b. Indonesia's Industrial Transformation, Institute of Southeast
Asian Studies, Singapore.
Hill, Hal & Thee Kian Wie (editors). 1998. Indonesia's Technological
Challenge, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore.

80

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

BAHASAN UTAMA

Meyanathan, Saha Dhevan (editor). 1994. Industrial Structures and the
Development of Small and Medium Enterprise Linkages — Examples
from East Asia. Washington, D.C.: The World Bank.
Poot, Huib; Arie Kuyvenhoven & Jaap Jansen. 1990. Industrialisation and
Trade in Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
PPTA & The Asia Foundation. 2005. Provincial SME Development — Draft
Final Report, Part I: Provincial SME Development in Indonesia, ADB
PPTA 4281 INO. Project Preparatory Technical Assistance Team. August.
Jakarta: Departemen Perindustrian.
Thee, Kian Wie. 1994. Indonesia, Meyanathan (editor 1994). hal. 95—122.
________. 2002. “Competition Policy and the New Anti-Monopoly and Fair
Competition Law”. Bulletin of Indonesian Economic Studies 38(3) (Desember):331—42.
Urata, Shujiro. 2000. Policy Recommendations for SME Promotion in the Republic of Indonesia. Report of the JICA Senior Advisor to the
Coordinating Minister of the Economy, Finance and Industry, Republic
of Indonesia. Tokyo: Japan International Cooperation Agency.
World Bank. 2001. Indonesia — The Imperative for Reform. Report no.
23093-IND. Washington, D.C. 2 November.
________. 2003. Indonesia — Maintaining Stability, Deepening Reforms, Report 25330- IND. Washington, D.C. January.
________. 2004. Raising Investment in Indonesia — A Second Generation of
Reforms, East Asia PREM. Jakarta, 24 Februari.
________. 2005. “Mendukung Usaha Kecil dan Menengah”. Indonesia Policy
Briefs, no. 6. Jakarta.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 12 NO. 1 MARET 2007

81