Hakikat Ilmu Pengetahuan, Fungsi, dan Gunanya

Hakekat Ilmu Pengetahuan, Fungsi, dan Gunanya
A. Hakekat Ilmu Pengetahuan
Istilah ilmu diambil dari bahasa Arab “alima, ya’lamu,’ilman” yang berarti mengerti atau
memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris istilah ilmu berasal dari kata science, yang
berasal dari bahasa Latin scienta dari bentuk kata kerja scire, yang berarti mempelajari atau
mengetahui. Istilah ilmu dan sains menurut Mulyadhi Kartanegara (dalam Susanto, 2010,
hlm. 76) tidak berbeda terutama sebelum abad ke 19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas
pada bidang-bidang fisik atau indrawi, sedangkan ilmu melampaui pada bidang-bidang non
fisik, seperti metafisika.
Menurut The Liang Gie (dalam Susanto, 2010, hlm. 76), ilmu sebagai pengetahuan,
aktivitas atau metode merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Ilmu adalah rangkaian
aktivitas manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu, yang akhirnya aktivitas
metodis itu menghasilkan pengetahuan ilmiah.
Sedangkan Sumarna (dalam Susanto, 2010, hlm. 77) menjelaskan ilmu dihasilkan dari
pengetahuan ilmiah, yang berangkat dari perpaduan proses berfikir deduktif (rasional) dan
induktif (empiris). Jadi, proses berfikir inilah yang membedakan antara ilmu dan
pengetahuan.
Adapun pengertian pengetahuan itu sendiri, seperti yang dikemukan Surajiyo (dalam
Susanto, 2010, hlm. 77) adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan
manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya. Namun, manusia tidak dapat
menuntut bahwa memperoleh sesuatu itu berarti sudah jelas kebenarannya, karena boleh jadi

hanya kebetulan benar saja.
Suhartono (dalam Susanto, 2010, hlm. 77), secara khusus mengemukakan tentang
perbedaan makna antara ilmu dan pengetahuan. Dengan mengambil rujukan dari Webster’s
Dictionary, Suparlan menjelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang
menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yag diperoleh secara biasa atau sehari hari melalui
pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi, dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science)
didalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sistematis, metodis,
ilmiah, dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi yang bersifat fisis (natural).

Sesuai dengan pandangan para penulis, cakupan pengetahuan lebih luas dan umum
dibandingkan dengan ilmu, dan keberadaan keduanya tidak bisa dipisahkan karena saling
berhubungan. Ilmu membentuk daya intelegensia yang melahirkan skill atau keterampilan
yang memenuhi kebutuhan sehari hari. Sedangkan pengetahuan membentuk daya moralitas
keilmuan yang kemudian melahirkan tingkah laku kehidupan manusia. Ilmu adalah hasil
dari pengetahuan dan pengetahuan adalah hasil tahu (ilmu) manusia. Atau dengan kata lain
ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu yang
akhirnya menghasilkan pengetahuan.
Menurut H. E Saifuddin (dalam Ghony, 1982, hlm. 16), ilmu pengetahuan merupakan
usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistematika mengenai kenyataan
struktur, pembagian, bagian-bagian, dan hukum-hukum tentang hal-ikhwal yang diselidiki

(alam, manusia dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu
penginderaan manusia itu, yang kebenaranya diuji secara empiris, penelitian dan
eksperimental.
Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, ilmu
pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali, disusun dan dikembangkan secara
sistematis dengan menggunakan pendekatan tertentu yang dilandasi oleh metodologi ilmiah
untuk menerangkan gejala alam dan/ atau kemasyarakatan tertentu.
1. Objek Ilmu Pengetahuan
Salah satu ciri ilmu adalah memiliki objek penyelidikan yang terdiri dari dua objek
yaitu;
a. Objek material, adalah suatu hal yang menjadi sasaran penyelidikan atau pemikiran
sesuatu yang dipelajari baik berupa benda konkret atau abstrak. Objek material
yang bersifat konkret adalah objek yang secara fisik dapat terlihat dan terasa oleh
alat peraba. Objek material konkret ini merupakan objek yang paling banyak
ditemui di sekeliling kita, baik yang bernyawa atau yang hidup maupun benda mati.
Sedangkan objek material yang bersifat abstrak misalnya nilai-nilai, ide-ide, paham,
aliran, sikap, dan sebagainya.

b. Objek formal, merupakan sudut pandang atau cara memandang terhadap objek
material, termasuk prinsip-prinsip yang digunakan. Dalam hal ini berarti hakikat,

esensi dari objek meterialnya yang menjadi objek formal filsafat.
2. Kehadiran Filsafat Sebagai Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada mulanya hanya ada satu, yaitu filsafat. Karena filsafat
mempersoalkan kebenaran pengetahuan yang bersifat umum, abstrak dan universal,
maka wajarlah jika filsafat tidak mampu menjawab persoalan hidup yang bersifat
konkret, praktis, dan pragmatis. Oleh karena itu, muncullah berbagai jenis ilmu
pengetahuan khusus dengan objek studi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, dari kajian
filsafat yang membicarakan manusia muncullah ilmu pengetahuan humaniora, kajian
filsafat yang membicarakan masalah kemasyarakatan muncullah ilmu pengetahuan
sosial. Selain itu, juga terhadap objek alam dan unsur-unsurnya, berkembang ilmu
pengetahuan fisika, kimia, biologi, dan lain-lain.
Sebagai induk ilmu pengetahuan, ruang lingkup studi filsafat mencakup semua hal
yang ada bahkan yang mungkin ada menurut aspeknya yang mendasar berupa sifat
hakikat atau substansinya.
3. Persyaratan Ilmu Pengetahuan
Menurut Ghony (1982, hlm. 22), syarat suatu ilmu pengetahuan yaitu :
a. Metodologis
Ilmu pengetahuan memakai metode khusus dalam usaha untuk mencapai
pengetahuan yang diinginkan.
b. Objektif

Ilmu pengetahuan harus objektif, tidak boleh hanya bersifat pada subyek
peneliti, tetapi harus bersifat realistis.
c. Logis
Ilmu pengetahuan tersusun dengan pengetahuan yang memakai pola-pola atau
hukum-hukum penalaran dan dapat ditelusuri dengan akal sehat. Ilmu pengetahuan
secara logis mengandung tiga makna, antara lain:
1) Rasional, artinya semua konsep benar-benar dapat dimengerti oleh akal sehat.

2) Konsistensi, artinya semua pernyataan terdiri dari konsep-konsep yang arti dan
maknanya tetap dan jelas dari awal hingga akhir.
3) Implikatif,

artinya

antar-ilmu

pengetahuan

saling


berhubungan

atau

keterikatan.
d. Sistematik
Ilmu pengetahuan merupakan struktur yang kuat, runtut dan harmonis, serta
tersusun secara sistematik.
e. Memenuhi kebutuhan manusia
Semua aktivitas penelitian ilmiah yang dilakukan manusi semata-mata hanya
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
4. Cabang-cabang Ilmu Pengetahuan
Rosyadi (2009, hlm. 75) mengemukakan bahwa sistem pendidikan pada zaman
purba dan abad pertengahan berdasarkan artistik liberalis atau kesenian merdeka, terdiri
dari dua bagian, yaitu:
a. Trivium atau tiga bagian yaitu:
1) Gramatika, agar orang berbicara baik.
2) Dialektika, agar orang dapat berfikir secara baik, logis, dan formil.
3) Rhetorica, agar orang berbicara dengan indah.
b. Quarivum atau empat bagian yaitu:

1) Aritmethica, yaitu ilmu hitung.
2) Geometrica, yaitu ilmu ukur.
3) Musica, yang ilmu musik.
4) Astronimia, yaitu ilmu perbintangan.
Hatta (dalam Rosyadi, 2009, hlm. 76) membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga
pokok besar, yaitu:
a. Ilmu alam (yang terdiri atas teoretika dan praktika)
b. Ilmu sosial ( yang terdiri atas teoretika dan praktika)
c. Ilmu kultur
Undang-undang Pokok tentang Perguruan Tinggi Nomor 22 Tahun 1961 di
Indonesia menggolongkan ilmu pengetahuan atas empat kelompok, yaitu:

a. Ilmu agama/ kerohanian
1) Ilmu agama
2) Ilmu jiwa
b. Ilmu kebudayaan
1) Ilmu sastra
2) Ilmu sejarah
3) Ilmu pendidikan
4) Ilmu filsafat

c. Ilmu sosial
1) Ilmu hukum
2) Ilmu ekonomi
3) Ilmu sosial politik
4) Ilmu ketatanegaraan dan ketataniagaan
d. Ilmu eksakta dan teknik
1) Ilmu hayat
2) Ilmu kedokteran
3) Farmasi
4) Kedokteran hewan
5) Pertanian
6) Ilmu pasti dan alam
7) Ilmu teknik
8) Ilmu geologi
9) Ilmu oceanografi
Secara garis besar, Rosyadi (2009, hlm. 77) membagi ilmu pengetahuan menjadi
tiga kelompok besar, yaitu:
a. Ilmu-ilmu Pengetahuan Alam (natural science)
1) Biologi
2) Antropologi fisik

3) Ilmu kedokteran
4) Ilmu farmasi
5) Ilmu pertanian

6) Ilmu pasti
7) Ilmu alam
8) Ilmu teknik
9) Ilmu geologi, dan lain sebagainya.
b. Ilmu-ilmu Kemasyarakatan (social science)
1) Ilmu hukum
2) Ilmu ekonomi
3) Ilmu jiwa sosial
4) Sosiologi
5) Antropologi budaya dan sosial
6) Ilmu sejarah
7) Ilmu politik
8) Ilmu pendidikan
9) Publisistik dan jurnalistik, dan sebagainya.
c. Humaniora (studi humanitas, humanities studies)
1) Ilmu agama

2) Ilmu filsafat
3) Ilmu bahasa
4) Ilmu seni
5) Ilmu jiwa, dan sebagainya.
Masing-masing ilmu pengetahuan mempunyai hubungan yang tidak dapat
dipisahkan sama sekali secara tegas dan Islam mengajarkan bahwa Al-Qur’an sebagai
sumber dari ilmu pengetahuan baik yang terfomulasi dalam ayat ayat Qur’aniah
maupun ayat-ayat Kauniah. Karenanya ilmu pengetahuan tidak berdiri tegak sendiri
tanpa bantuan dan keterlibatan yang lain.
5. Eksistensi Ilmu Pengetahuan
Cara yang dipakai untuk menjelaskan identitas ilmu pengetahuan ada 4yaitu;
a. Objek ilmu pengetahuan, yaitu sasaran pokok atau tujuan penyelidikan keilmuan,
baik objek material atau objek formal.

b. Metode ilmu pengetahuan, yaitu suatu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
yang benar, merupakan cara-cara penyelidikan yang bersifat keilmuan disebut
juga metode ilmiah.
c. Sistem ilmu pengetahuan, merupakan petunjuk adanya saling berkaitan dan saling
berhubungan antara satu dan yang lain secara fungsional.
d. Kebenaran ilmiah maksudnya, suatu pengetahuan yang jelas dan pasti

kebenarannya menurut norma-norma keilmuan.
Kebenaran ini menurut Michael Williams ada 5 teori, yaitu:
1)

Kebenaran koherensi, suatu pernyataan dianggap benar kalau pernyataan
tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar.

2) Kebenaran korespodensi, suatu pernyataan adalah benar jika materi
pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespodensi (berhubungan)
dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
3) Kebenaran

pragmatis,

suatu

kebenaran

pernyataan


diukur

dengan

menggunakan kriteria fungsional.
4) Kebenaran perfomatif, suatu pernyataan kebenaran bukanlah kualitas atau
sifat sesuatu, tetapi sebuah tindakan (performatif).
5) Kebenaran proposisi, suatu pernyataan disebut benar apabila sesuai dengan
persyaratan materialnya suatu proposisi, bukan pada syaratformal proposisi.
B. Fungsi dan Guna Ilmu Pengetahuan
Menurut Fudyantanto (dalam Rosyadi, 2009, hlm. 84), fungsi ilmu pengetahuan dibagi
menjadi empat macam, yaitu:
1. Fungsi deskriptif
Menggambarkan, melukiskan, memaparkan suatu objek atau masalah sehingga mudah
dipelajari oleh peneliti.
2. Fungsi pengembangan
Melanjutkan hasil penemuan yang lalu dan menemukan hasil ilmu pengetahuan yang
baru.

3. Fungsi prediksi
Meramalkan kejadian-kejadian yang besar kemungkinan terjadi sehingga manusia dapat
mengambil tindakan-tindakan yang perlu dalam usaha menghadapinya.
4. Fungsi kontrol
Berusaha mengendalikan peristiwa-peristiwa yang tidak dikehendaki.
Selain itu, Syaifullah (dalam Rosyadi, 2009, hlm. 84) mengemukakan fungsi ilmu
pengetahuan untuk mengontrol tingkah laku manusia dalam usaha menguasai alam
lingkungan sekitarnya dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan hidupnya. Tingkat martabat
manusia sebagai makhluk budaya ditentukan oleh tingkat ilmu dan perkembangan
kebudayaan, yaitu tingkat kemampuan manusia melepaskan diri dari ikatan alat instingnya
dan penguasaan manusia terhadap alam sekitar dengan alat pengetahuan dan ilmu yang telah
dimiliki.
Menurut Rosyanti (dalam Darmadi, 2017, hlm. 33), fungsi dan kegunaan ilmu
pengetahuan diantaranya:
1. Memahami jati diri dan memahami berbagai kebaikan yang terkandung dalam ajaran
syariat.
2. Mengetahui rahasia alam metafisik.
3. Mengetahui rahasia alam fisika.
4. Memanfaatkan sumber daya alam dan sarana kehidupan yang lebih luas.
5. Memenuhi tuntutan hidup yang lebih baik.
6. Mengatasi berbagai masalah kehidupan.
7. Memelihara perdamaian dunia.

Daftar Pustaka
Darmadi, H. 2017. Integrasi Agama dan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Diandra Kreatif.
Ghoni, M. D. 1982. Hakekat Ilmu Pengetahuan Dalam Pendidikan. Surabaya: Usana Offset
Printing.
Rosyadi, K. 2009. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto, A. 2010. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi.