Perkembangan Bimbingan dan Konseling. docx

Perkembangan Bimbingan dan Konseling
A. Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar mengacu pada
perkembangan siswa SD yang tengah beradaptasi dengan lingkungan yang lebih luas dan
belajar bersosialisasi dengan mengenal berbagai aturan, nilai, dan norma-norma. Materi
bimbingan dan konseling di SD termuat ke dalam empat bidang bimbingan, yaitu
bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karier.
Dalam bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa
SD menemukan dan memahami, serta mengembangkan pribadi yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, aktif, dan kreatif, serta sehat jasmani
dan rohani.
Dalam bidang bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan konseling membantu
siswa SD dalam proses sosialisasi untuk mengenal serta berhubungan dengan lingkungan
sosial yang dilandasi budi pekerti luhur dan rasa tanggung jawab.
Bidang bimbingan belajar, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa
SD mengembangkan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai pengetahuan dan
keterampilan, serta menyiapkannya untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat yang
lebih tinggi. Dalam bidang bimbingan karier, pelayanan bimbingan dan konseling
membantu siswa SD mengenali dan mulai mengarahkan diri untuk karier masa depan.
Layanan bimbingan dan konseling di SD meliputi layanan orientasi, informasi,
penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan

konseling kelompok. Layanan orientasi di SD ditujukan untuk siswa baru guna
memberikan pemahaman dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah yang baru
dimasuki. Hasil yang diharapkan dari layanan orientasi ialah dipermudahnya penyesuaian
siswa terhadap pola kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan kegiatan di sekolah lain yang
mendukung keberhasilan siswa. Fungsi utama bimbingan ini ialah fungsi pemahaman dan
pencegahan.
Layanan informasi bertujuan untuk membekali siswa dengan berbagai
pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenali diri,
merencanakan, dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga,
dan masyarakat. Layanan ini digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan
kegiatan dan prestasi belajar, mengembangkan cita-cita, dan mengambil keputusan.
Fungsi utama layanan ini ialah fungsi pemahaman dan pencegahan.
Layanan penempatan dan penyaluran memungkinkan siswa berada pada posisi
dan pilihan yang tepat, yaitu berkenaan dengan posisi duduk dalam kelas, kelompok
belajar kegiatan ekstra kurikuler, program latihan, serta kegiatan-kegiatan lainnya sesuai
dengan kondisi fisik dan psikisnya. Fungsi utama layanan ini ialah fungsi pencegahan
dan perkembangan/pemeliharaan.
Layanan pembelajaran dimaksudkan untuk memungkinkan siswa memahami serta
mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, keterampilan dan materi belajar


yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta tuntutan kemampuan yang
berguna dalam kehidupan dan perkembangan dirinya. Fungsi utama layanan ini ialah
fungsi pemeliharaan dan pengembangan.
Layanan konseling perseorangan memungkinkan siswa mendapatkan layanan
langsung secara tatap muka dengan guru kelas dalam pembahasan permasalahannya.
Fungsi utama layanan ini ialah fungsi pengentasan.
Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara
bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber yang bermanfaat untuk
kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga
dan masyarakat. Fungsi utama layanan ini ialah fungsi pemahaman dan pengembangan.
Layanan konseling kelompok memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi
pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok. Fungsi
utama layanan ini ialah fungsi pengentasan.
https://widyaayu1122.wordpress.com/2014/01/05/pentingnya-layanan-bimbingankonseling-di-sekolah-dasar/
B. Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Pertama
C. Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Atas
Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum demi
mutu keberhasilan akademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional,
atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dipungkiri,
karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik ( sekolah

menengah umum / SMU ) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau
penyiapan peserta didik ( sekolah menengah kejuruan / SMK ) agar sanggup memasuki
dunia kerja.
Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan
melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk
perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan
kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi,
pendampingan pribadi, pengasahan nilai - nilai kehidupan ( values ) dan pemeliharaan
kepribadian siswa ( cura personalis) terabaikan. Situasi demikian diperparah oleh
kerancuan peran di setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (
BK ) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah.
Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan
pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut
disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi
label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi
siswa bermasalah atau nakal.
Merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling
di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal, antara lain :
a. Dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis).


b. Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang
terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak.
c. Menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana
yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah
pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar
hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup. Empat
peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di
suatu sekolah.
Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan
peran yang saling berkomplemen. Bimbingan konseling dengan para konselornya
disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan
dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban
serta penegakan tata tertib. Siswa mbolosan, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi
konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan
hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian
memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika
tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum.
Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orangorang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah
menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah
kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau

kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa ketimpangan ini membentuk
pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika seluruh komponen
kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta
hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang.
BK dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan.
Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka diri
tanpa waswas akan privacy-nya.
Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk
diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat
mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong
untuk lebih mengerti akan anak mereka.
Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal
justru datang dari faktor -f aktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu
apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru - guru BK. Ada kekhawatiran
bahwa konselor akan memakan “gaji buta”. Akibatnya, konselor mesti disampiri tugastugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak
demikian hitungan honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf
pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur
terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam
penanganannya.


BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan
yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca:
mau!) menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar
bagian dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat
gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk dikedepankan peran BK dengan mencoba
menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang
lebih besar pada BK dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika
mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak.
Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah
menengah dan semua pihak yang terlibat didalam proses kependidikan.
http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/bimbingan-konseling-di-sekolahmenengah.html
D. Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi