Kebijakan Bahasa dan Sastra Balai Bahasa

Kebijakan Bahasa dan Sastra Balai Bahasa Medan
Prof. Amrin Saragih, PhD, MA, DTEFL

Pendahulaun
Bahasa adalah sistem arti dan ekspresi untuk perealisasian arti itu, yang digunakan oleh pemakai
bahasa untuk memenuhi kebutuhannya sebagai anggota masyarakat. Bahasa terbentuk dalam
masyarakat sejalan dengan perkembangan masyarakat. Dengan kata lain, bahasa wujud dan
berevolusi dalam konteks sosial. Berbagai elemen sosial seperti nilai, sikap, cara pandang, dan
budaya terealisasi dalam bahasa. Konteks sosial menentukan struktur bahasa. Konteks sosial
mencakupi unsur situasi dan budaya yang di dalamnya terdapat ideologi (Halliday 2004; Martin
1992: 496). Hubungan bahasa dengan konteks sosial adalah hubungan konstrual semiotik, dengan
pengertian konteks sosial menentukan bahasa dan bahasa menentukan konteks sosial. Dengan
demikian, bahasa adalah produk dan proses sosial. Dengan kata lain, secara spesifik bahasa
adalah refleksi masyarakat atau bangsa. Dengan pengertian ini, bahasa merupakan identitas
bangsa dan pada gilirannya jati diri bangsa menentukan bahasa. Pusat Bahasa dengan Balai
Bahasa Medan sebagai unit pelaksana tugas ditugasi melaksanakan kebijakan pemerintah dalam
hal pemakaian bahasa daerah, Indonesia, dan asing.
Metafungsi Bahasa
Bahasa diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain, bahasa diperlukan
karena bahasa berfungsi dalam kehidupan manusia. Ada tiga fungsi bahasa dalam kehidupan
manusia, yakni (1) memerikan, (2) mempertukarkan, dan (3) merangkai pengalaman yang masingmasing fungsi itu disebut sebagi fungsi ideasional (ideational function), antarpersona (interpersonal

function), dan tekstual (textual function) (Halliday 2002: 23). Lebih lanjut, fungsi ideasional terbagi
ke dalam dua subbagian, yakni fungsi eksperiensial (experiential function), bahasa digunakan
untuk menggambarkan pengalaman dan fungsi logis (logical function), bahasa digunakan untuk
menghubungkan pengalaman.

Fungsi eksperiensial, logis, antarpersona, dan tekstual disebut metafungsi bahasa, yakni
fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa. Keempat fungsi bahasa itu terealisasi dalam tata
bahasa. Dengan kata lain, tata bahasa adalah teori tentang pengalaman manusia, yakni teori
tentang bagaimana memaparkan, menghubungkan, mempertukarkan , dan merangkai
pengalaman.
Alam semesta terbentang luas dan manusia hidup di dalamnya dengan segala anugerah
alam itu. Manusia hidup dalam kelompok atau masyarakat dengan aturan yang berlaku dalam
masyarakat itu, yang disebut sosial semesta. Interaksi manusia dengan alam semesta dan sosial
semesta menghasilkan pengalaman secara individu—setiap orang memiliki pengalaman tersediri—
yang perlu dikomunikasikan kepada orang lain.
Karya sastra merupaka n paduan keempat fungsi bahasa dengan fokus pada fungsi
antarpersona. Bahasa sastra dengan ciri utama pada keindahan bahasa merupakan ragam
pemakaian bahasa, yang berbeda dengan ragam lain. Perbedaan ragam bahasa atau teks sastra
dengan ragam lain adalah pada pengodean keindahan bahasa dan multimakna yang dapat
diinterpretasikan dari satu karya sastra. Kajian sastra tidak terlepas dari kajian kebahasaan

(linguistik). Walaupun selama bertahun-tahun kajian sastra dipisahkan dari linguistik, terutama oleh
mahzab formalisme, kini dengan pendekatan linguistik fungsional sistemik, teori linguistik dapat
digunakan mengkaji karya sastra.
Bahasa dan Sastra Daerah, Indonesia, dan Asing
Indonesia merupakan negara yang memiliki sifat pluralisme dalam suku atau etnik
(ethnic), bahasa, dan budaya. Kebijakan Pusat Bahasa dengan pelaksana Balai Bahasa Medan di
Sumatra Utara khususnya yang bertaut dengan bahasa dan sastra, adalah mewujudkan kondisi
multibahasa (multilingualism) secara proporsional dalam upaya menjunjung bahasa persatuan—
bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah identitas bangsa Indonesia, yang telah membentuk
nilai, sikap, cara pandang, cara berpikir, budaya dan ideologi Indonesia.

Saat ini diperkirakan 740 bahasa daerah di Indonesia. Sekitar lima bahasa diperkirakan
mengalami kepunahan, atau mungkin sudah punah.
Sebagai anggota masyarakat dunia dan untuk ikut serta dalam upaya kesejahteraan
dunia, bangsa Indonesia memerlukan bahasa asing. Bangsa Indonesia mempelajari bahasa dan
sastra asing, seperti Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Arab, Jepang, dan Mandarin untuk tujuan
ekstrinsik atau intrinsik. Penguasaan bahasa asing sesungguhnya bermanfaat bagi bangsa
Indonesia.
Akan tetapi, kecenderungan negatif pada saat ini berlangsung dengan pengutamaan
bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, oleh bangsa Indonesia dalam konteks pemakaian

bahasa di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ada anggapan bahwa bahasa
dan sastra Indonesia lebih rendah daripada bahasa dan sastra Inggris. Selanjutnya, dianggap
bahasa dan sastra daerah tidak berguna dalam konteks globalisasi saat ini. Sebagian bangsa
Indonesia beranggapan bahwa untuk dapat menjadi negara maju dan ikut dalam masayarakat
dunia dalam era globalisasi hanya dengan penguasaan bahasa Inggris. Pidato atau ucapan
seorang terpelajar dianggap bergengsi kalau dinyatakan dalam bahasa Inggris atau bercampur
dengan bahasa Inggris. Ada anggapan bahwa bahasa Indonesia tidak mampu menjadi bahasa
ilmu dan teknologi. Merek dagang, iklan dan semboyan dianggap bergengsi dan memiliki nilai jual
kalau dinyatakan atau bercampur dengan bahasa Inggris dalam kosakata atau tata bahasa.
Beberapa sekolah merasa bangga dengan atribut “sekolah internasional” dengan pernyataan
bahwa sekolah itu menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris dalam semua pelajaran dan
kurikulum internasional seperti kurikulum di Singapura, Australia, Inggris, atau Amerika. Jika
kecenderungan ini berlangsung dan mencapai puncaknya bahasa dan sastra Indonesia dan daerah
akan musnah dan jati diri bangsa akan punah. Musnahnya identitas bangsa berarti hilangnya
bangsa Indonesia.

Dalam konteks tiga bahasa dalam wilayah NKRI, yakni bahasa daerah, bahasa Indonesia dan
bahasa asing kebijakan Balai Bahasa Medan adalah kebijakan multibahasa, multilingualisme,
atau multiglosia dengan menetapkan fungsi masing-masing bahasa secara seimbang.
Kebijakan Balai Bahasa Medan

Sejalan dengan kebjakan Pusat Bahasa di Jakarta, Balai Bahasa Medan menjalankan
kebijakan bahasa dalam konteks pengembangan bangsa, khususnya pengembangan sumber
daya generasi muda (siswa dan mahasiswa) yang mencakupi unsur spritual atau etika, afeksi,
dan kognisi. Aspek kerohanian, keindahan, dan pikiran ditautkan dengan penguasaan atau
pemelajaraan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing.
Bahasa daerah berfungsi sebagai (1) lambang identitas daerah, (2) lambang kebangaan
daerah, (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah, (4) sarana pendukung
budaya daerah dan budaya Indonesia, (5) pendukung sastra daerah, dan sastra Indonesia, dan
(6) bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan jika diperlukan dalam penyampaian
pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu (pasal 33 ayat 2 UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional). Di samping keenam fungsi itu, bahasa daerah adalah sarana
yang paling tepat menjadi pembentuk unsur spritual atau etika seseorang. Bahasa daerah
merupakan bahasa ibu atau bahasa pertama sebagian besar anak Indonesia. Di antara
keutamaan bahasa daerah adalah bahasa itu berisi kebijakan dan hikmah yang telah teruji dan
berevolusi selama ratusan atau ribuan tahun dan mendarahdaging dalam kehidupan
seseorang. Kebijakan atau hikmah dalam bahasa daerah menguatkan spritualitas siswa atau
mahasiswa. Kebijakan atau hikmah bahasa daerah telah mengisi bagian kanan otak manusia
sehingga secara spontan jika seseorang menghadapi rangsangan dia akan memberi reaksi
sesuai dengan kebjiakan atau hikmah dalam bahasa pertama itu. Bahasa yang umum
digunakan dalam berhubungan dengan kekuatan alam gaib, bermimpi, terkejut, marah dan

memaki, dan identitas diri (misalnya nama kecil atau panggilan) adalah bahasa pertama,
bahasa ibu, atau bahasa daerah. Misalnya, jika seorang penutur bahasa Batak Toba terkejut
atau kebingungan terhadap sesuatu penutur bahasa itu merujuk benda halus begu (Ai begu
aha do na ni dok na i). Beranalogi dengan spesis fauna atau flora yang mampu bertahan di
suatu daerah setelah melalui seleksi alam semesta, bahasa daerah dengan hihkmah dan
kebijakan di dalamnya juga telah diuji oleh alam dan sosial semesta. Ini berarti unsur kekuatan
bahasa dan sastra daerah hendaklah dipertahankan dan dikembangkan terus.

Bahasa indonesia umumnya merupakan bahasa kedua bagi sebagian besar
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia dikuasai melalui pemelajaran di sekolah atau
pemerolehan dalam masyarakat.
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang
identitas nasional, (2) lambang kebanggaan nasional, (3) alat pemersatu berbagai
kelompok etnis, dan (4) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Selanjutnya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di
dalam perhubungan pada tingkat nasional, (4) bahasa resmi untuk pengembangan
kebudayaan nasional, (5) sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengethuan
dan teknologi , (6) bahasa media massa, (7) pendukung sastra Indonesia, dan (8)
pemerkaya bahasa dan sastra daerah. Di samping fungsi sebagai bahasa nasional dan

bahasa negara, bahasa Indonesia dapat berfungsi sebagai sarana pengembangan
afeksi atau estetika bagi pemelajar bahasa Indonesia. Dengan memelajari fungsi
bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa di Indonesia para
pelajar atau mahasiswa akan menghargai bahasa Indonesia. Selanjutnya, pelajar atau
mahasiswa umumnya belajar sastra dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia.
Fokus pada sarana afeksi atau estetika bukan berarti bahwa bahasa Indonesia tidak
dapat digunakan sebagai sarana pengembangan kognisi. Pengembangan kognisi justru
sebagian besar dilakukan melalui bahasa Indonesia.
Bahasa asing di Indonesia berfungsi sebagai (1) sarana perhubungan
antarbangsa, (2) sarana pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknlogi modern, (3)
sumber kebahasaan pemerkaya kosakata dan peristilahan BI, dan (4) bahasa pengantar
pada satuan pendidian tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing (UU
No. 20/2003)

Bahasa Inggris sebagai bahasa asing tidak akan pernah menjadi
bahasa kedua di Indonesia. Bahasa Inggris dipelajari di sekolah dan
universiats sebagai bahasa asing dalam konteks keilmuan dan teknologi.
Dengan kata lain, pengajaran bahasa Inggris adalah dalam kaitan
pengembangan kognisi siswa atau mahasiswa.
Kebijakan Pemelajaran Bahasa dalam Era Kreasi dan Inovasi

Dalam awal abad ke-21 ini era informasi yang saat ini kita berada
di dalamnya, akan segera berahir dan digantikan oleh Era Kreasi atau
Inovasi. Dalam Era Kreasi dan Inovasi daya saing suatu bangsa ditentukan
oleh kemampuannya membuat kreasi atau inovasi baru. Kreasi dan inovasi
hanya dapat dilakukan dalam bahasa ibu atau bahasa pertama.
Dengan fungsinya masing-masing ketiga bahasa yang ada di
Indonesia perlu diajarkan dengan kebijakan yang proporsional. Tidak ada
bukti yang kuat yang menunjukkan bahwa dengan penguasaan bahasa
Inggris negara yang bukan penutur bahasa Inggris dapat maju. Sebaliknya,
kebanyakan negara menjadi maju adalah akibat upaya yang mereka
lakukan dalam bahasa ibunya. Indonesia tidak akan lebih maju dengan
cara menggantikan bahasa nasional bahasa Indonesia dengan bahasa
Inggris. Bahasa penjajah akan mengakibatkan bangsa Indonesia terjajah
secara intelektual. Berbagai negara maju adalah akibat bereka mampu
mengeksplorasi nilai, kebijakan, dan hikmah dalam budaya atau bahasa
mereka dan memasarkan hikmah atau kebijakan itu ke khazanah
antarbangsa.

Simpulan
Bahasa merupakan realisasi ideologi, budaya, dan situasi yang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan sebagai anggota masyarakat untuk
memerikan, mempertukarkan, dan merangkai pengalaman. Jika suatu bahasa
musnah atau hilang, maka hilanglah identitas bangsa atau penutur bahasa itu.
Indonesia memilki tiga bahasa dengan fungsi masing-masing, yakni bahasa
daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing. Bangsa Indonesia sedang
menghadapi krisis bahasa berupa pencampurbauran bahasa Indonesia dengan
bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, hilangnya kecintaan terhadap bahas
daerah, dan masuknya bahasa asing ke Indonesia dalam layanan umum, niaga
dan industri, dan pendidikan. Upaya yang efektif untuk mengatasi krisis bahasa
adalah melalui kebijakan atau upaya pengajaran bahasa dan sastra daerah,
Indonesia dam asing secara proporsional.
Rujukan
Halliday, M. A. K. 2002. Text as Semantic Choice in Social Context. Dalam
Webster, J. J. (ed.) Linguistic Studies of Text and Discourse. London:
Continuum, 23—81.
Halliday, M. A. K. 2003. Introduction: on the “Architecture” of Human Language.
Dalam Webster, J. J. On Language and Linguistics. London: Continuum. 1—
29.
Halliday, M. A. K. 2004. An Introduction to Functional Grammar, third edition.
London: Arnold.

Martin, J. R. 1992. English Text: Sytem and Structure. Amsterdam: John
Benjamins.