Pornografi dan Anak Tuhan (1)

Yusak Novanto, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Dosen Fakultas Psikologi UPH Surabaya dan Assistant Marketing Manager
UPH Surabaya.

Pornografi dan Anak Tuhan

Di era teknologi informasi seperti ini kita seakan – akan

mengalami

kebebasan yang tanpa batas untuk mencari sumber informasi yang dapat memenuhi
kebutuhan kita sebagai manusia. Informasi yang luas itu dapat kita temukan di
sekeliling kita melalui televisi, radio, majalah, surat kabar, dan yang terbaru adalah
dunia internet yang tanpa dibatasi waktu dan ruang. Jenis informasi yang kita cari
seharusnya merupakan cerminan dari kebutuhan terbesar yang dimiliki oleh setiap
individu tersebut. Misalnya saja, ada orang yang tertarik pada cara –cara menjaga
kebugaran tubuhnya, maka kegemarannya adalah membaca majalah atau menonton
siaran televisi yang berkaitan dengan olah raga dan senam kesehatan. Sementara itu,
ada orang lain yang lebih tertarik untuk berbicara mengenai perang dan kekerasan,
maka film laga dan berita kriminal tentu menjadi tontonan utamanya setiap hari.
Selain kedua hal yang telah disebutkan di atas, ada sebuah kebutuhan dalam diri

manusia yang telah menggerakkan salah satu industri terbesar dalam sejarah media
massa. Kebutuhan itu adalah kebutuhan seks yang dimiliki setiap manusia normal
yang hidup di dunia ini. Dorongan atau nafsu seks telah membuat industri pornografi
menjadi salah satu industri yang paling menguntungkan di muka bumi hingga saat
ini. Pornografi dalam media telah merajalela ke seluruh penjuru dunia dengan
berbagai macam bentuk dan jenisnya. Tentu hal ini merupakan sebuah fenomena
yang mempengaruhi sikap, nilai dan perilaku umat manusia, termasuk orang yang
mengaku dirinya adalah seorang Kristen, pengikut Kristus.
Definisi Pornografi adalah “Semua material tertulis, visual, atau suara yang
menampilkan segala sesuatu yang berkaitan dengan seksual dan diproduksi dengan
tujuan untuk membangkitkan rangsangan seksual” (David & Rathus, 1995). Definisi
di atas sebenarnya tidak berlaku absolut/mutlak dalam kenyataan sehari – hari seperti
misalnya pada kasus seorang sutradara pembuat film yang membuat film untuk

merangsang penonton secara seksual melalui suara/audio,ia dapat dikategorikan
terlibat dalam pornografi meskipun tidak ada tubuh telanjang atau adegan seks yang
ditampilkan dalam film itu. Di sisi yang lain, penggambaran aktivitas seksual yang
dilakukan oleh manusia tidak dapat digolongkan ke dalam pornografi bila hal itu
dibuat untuk mengekspresikan sesuatu karya seni yang artistik, dan tidak semata –
mata mengandung nilai percabulan yang kotor dan menjijikkan. Banyak karangan

novel di Amerika yang pada jaman dulu digolongkan ke dalam pornografi, namun
saat ini lebih dipandang sebagai karya sastra biasa yang kebetulan jalan ceritanya
memang menampilkan perilaku seksual yang dilakukan manusia sehari-hari.
Untuk membahas definisi pornografi, biasanya terdapat pandangan yang
subyektif yang berbeda-beda dalam diri setiap orang. Misalnya, sebuah patung
telanjang di taman kota tentu tidak digolongkan ke dalam pornografi, karena tujuan
pembuatnya adalah sebagai karya seni yang dikagumi karena sejarah dan nilai
estetikanya. Selain itu, sesuatu yang dianggap pornografi oleh seseorang, belum tentu
dikategorikan menjadi pornografi jika orang lain yang melihatnya. Selain pornografi,
kita juga mengenal istilah erotika yang didefinisikan sebagai “Buku, gambar, dan
lain – lainnya yang berkaitan dengan cinta seksual/eros” (David & Rathus, 1995).
Banyak penulis kontemporer yang menggunakan istilah erotika untuk menyebut
material seksual yang diproduksi secara artistik atau digunakan untuk tujuan seni.
Dalam budaya barat, pornografi sering diklasifikasikan menjadi hard-core “(Xrated) atau soft-core (R-rated). Pornografi hard core meliputi penggambaran alat
kelamin dan hubungan seksual secara terang-terangan dan vulgar. Sedangkan
pornografi soft-core biasanya terdapat pada gambar – gambar wanita telanjang dalam
majalah seperti Penthouse dan Playboy. Jenis ini lebih merupakan foto wanita/pria
telanjang yang hanya bertujuan untuk menstimulasi fantasi seksual jika dibandingkan
dengan gambar adegan seksual vulgar yang mendorong manusia untuk meniru
adegan yang ditampilkan. Film/video yang tergolong soft-porn biasanya meliputi

adegan seksual atau adegan telanjang tanpa mengekspose bagian alat kelamin secara
close-up.
Hampir semua dari kita, entah pria dan wanita, baik disengaja maupun tidak
tentu sudah pernah melihat/mendengar/menyentuh material yang menampilkan hal –
hal seksual, entah itu dalam bentuk novel, sketsa, cerita-cerita, gambar, foto tubuh

pria/wanita telanjang, adegan seks dalam video porno, lagu, humor, karikatur, iklan,
video game, dan website porno. Di Canada (1984) telah dibuktikan bahwa 38 % dari
2000 orang dewasa yang mengikuti suatu penelitian pernah melihat adegan
hubungan seksual dalam sebuah film. Sedangkan di Amerika, pada tahun 1986,
ditemukan 25 % responden setidaknya telah menonton film X-rated satu kali dalam
setahun. Masyarakat Amerika tampaknya telah diperkenalkan dengan pornografi
sejak mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama oleh teman –teman
dekatnya ketika usia mereka 13-15 tahun. Wanita lebih sering ditunjukkan pornografi
oleh pacarnya jika dibanding dengan keadaan sebaliknya. Survey yang dilakukan
tahun 1985 dengan 600 orang di Amerika menghasilkan kenyataan bahwa 90 % dari
subyek penelitian pernah melihat majalah Playboy, Playgirl atau sejenisnya. 95 %
responden menyatakan bahwa mereka setidaknya pernah satu kali melihat film Rrated (soft porn), dan 65 % pria dan wanita pernah melihat film X-rated (hard-core).
Pornografi biasanya digunakan untuk membangkitkan atau memperkuat
rangsangan seksual, dan sering pula digunakan sebagai alat bantu masturbasi. Selain

itu, sering pula pornografi digunakan oleh pasangan yang sudah menikah untuk
meningkatkan sensasi seksual mereka ketika sedang berhubungan seks. Ada pula
pornografi yang digunakan untuk iklan suatu produk tertentu yang diharapkan
dengan prinsip asosiasi di dalam otak manusia, para konsumen tetap loyal pada
produk itu karena ingatan yang terus melekat pada pornografi tadi. Penelitian
menyatakan bahwa baik pada pria dan wanita, kedua-duanya menunjukkan respons
fisiologis terhadap rangsangan seksual yang diperoleh melalui gambar, film dan
audiotapes yang porno.
Terdapat perbedaan pada pria dan wanita yang cukup nampak dalam meresponi
pornografi. Pria lebih berespons dan bergairah pada pornografi visual dan suara
dibandingkan dengan wanita. Wanita bisa saja menyukai novel romantis, namun
tampaknya mereka tidak terlalu tertarik pada gambar erotis, film atau videotape.
Wanita cenderung merasa jijik ketika melihat material yang tergolong X-rated,
sebaliknya pria lebih menunjukkan respon positif terhadap materi seperti itu. Wanita
merespons secara erotis kepada sentuhan,suara, keharuman, hubungan, dan
romantisme. Wanita membutuhkan keintiman untuk seks dan keinginan kenikmatan

dari apa yang mereka lakukan. Bagi pria, pornografi memang dengan mudah dapat
menjadi alat untuk memperoleh seks tanpa melibatkan emosi diri dan pasangannya.
Beberapa penelitian tentang pornografi telah dibuat di Amerika yang tentu saja

hasilnya dapat bermacam-macam sesuai dengan tahun pelaksanaan dan karakterisitik
masyarakat yang ditelitinya. Misalnya saja pada tahun 1960, Komisi konggres
Amerika menyatakan bahwa negara seharusnya tidak terlalu mencampuri hak orang
dewasa untuk melihat pornografi karena menurut penelitian yang dilakukan, terbukti
bahwa pornografi tidak menyebabkan terjadinya tindak kejahatan yang disertai
kekerasan atau pun penyimpangan seksual seperti eksibisionisme, voyeurisme, dan
penganiayaan anak-anak. Memang pada beberapa orang yang terangsang oleh
pornografi ditemukan peningkatan frekuensi aktivitas seksual yang biasa mereka
lakukan sebelumnya, baik itu masturbasi atau pun berhubungan seks dengan
pasangannya.
Pada tahun 1985, sebuah komite yang diketuai oleh jaksa agung Amerika
menyatakan bahwa tayangan pornografi yang menggambarkan kedudukan wanita
yang lebih rendah dibandingkan dengan pria, telah meningkatkan tingkat penerimaan
para responden terhadap perilaku pemerkosaan. Kemudian, hasil peneitian psikologi
eksperimen dalam laboratrium juga menyatakan bahwa pria yang melihat pornografi
yang disertai kekerasan akan lebih cepat menjadi agresif terhadap wanita dan kurang
merasa

ikut


prihatin

terhadap

wanita

di

sekelilingnya

yang

mengalami

penganiayaan/pelecehan seksual. Mereka berpikir bahwa kebanyakan wanita yang
diperkosa/dilecehkan juga menikmati perlakuan itu sama seperti yang mereka tonton
pada kebanyakan film/video porno. Penayangan semacam ini akan mengakibatkan
terjadinya efek desentisasi, yaitu para penonton akan semakin merasa kurang
menentang adegan kekerasan yang terjadi dalam film, jika mereka terus menerus
diberikan tontonan seperti itu. Terutama untuk pria, film semacam ini secara

potensial akan meningkatkan dorongannya untuk melakukan perilaku yang mereka
lihat.
Pornografi yang tidak disertai dengan kekerasan juga mengakibatkan beberapa
perubahan yang terjadi pada sikap, nilai dan perilaku manusia yang menontonnya.
Misalnnya saja pada suatu penelitian telah dibuktikan bahwa pria dan wanita yang
sama –sama mendapat tampilan pornografi secara terus menerus akan bersikap lebih

lunak terhadap pemerkosa dan hukuman yang harus ditanggungnya. Selain itu,
akibatnya dari pornografi tanpa kekerasan adalah pria lebih bersikap meremehkan
wanita dan menganggap bahwa wanita adalah milik umum yang dapat dinikmati
siapa saja, dan tentu hal ini secara tidak langsung merendahkan hak wanita untuk
memilih pasangan seksualnya secara terhormat. Wanita juga hanya dihargai sebagai
obyek mainan seks yang harganya diukur dari seberapa menarik fisik dan
kemampuan seksnya, dibandingkan dengan kepribadian wanita itu sendiri.
Orang – orang yang terlibat pornografi terus menerus, entah itu hanya sebagai
konsumen, atau penjual, dan pelaku industri pornografi, mereka akan mengalami
perubahan dan pergeseran nilai – nilai seksual yang tradisional dan juga nilai –nilai
keluarganya. Menurut Dr.Archibald.D.Hart (1994), anak laki –laki yang telah
melihat sesuatu yang erotis sebelum usia empat belas tahun mendapat satu efek yang
signifikan : setelah dewasa merek biasanya lebih aktif secara seksual dan berperilaku

seksual yang lebih bervariasi daripada mereka yang belum melihatnya. Selain itu,
Mereka akan cenderung lebih menerima hubungan perselingkuhan di luar
pernikahan, dan hubungan seks pra-nikah. Selain itu, mereka juga cenderung untuk
tidak ingin mempunyai banyak anak dan mereka menganggap bahwa pernikahan
adalah suatu lembaga yang tidak penting lagi saat ini karena dengan pornografi
mereka dapat memenuhi kebutuhan seksualnya tanpa harus bertanggungjawab
terhadap suatu komitmen hubungan suami-isteri yang mengikat. Kecanduan
pornografi yang terus menerus bisa menyebabkan ketidakpuasan terhadap bentuk
fisik tubuh dan kemampuan seks pasangan dalam hubungan seks sehari-hari. Tentu
hal ini merupakan pemicu yang ampuh dari terjadinya perselingkuhan yang
membahayakan sebuah keluarga Kristen yang mengalami belenggu pornografi.
Dampak pornografi jelas sekali dapat dirasakan oleh orang yang terlibat di
dalamnya misalnya terhadap keadaan fisik, mental dan spiritualnya. Secara fisik,
pornografi yang dinikmati terus menerus akan mengakibatkan suatu siklus
rangsangan seksual yang terus menerus sehingga hal ini akan meningkatkan
ketegangan pikiran dan terkurasnya tenaga untuk konsentrasi pada hal tersebut.
Belum lagi, jika fantasi seksual itu dilanjutkan dengan bermasturbasi atau
berhubungan seks dengan pasangannya. Jika perilaku ini dilakukan dalam frekuensi
yang tinggi, maka secara fisik tubuh juga akan mengalami kelelahan sehingga tidak


fit untuk melakukkan aktivitas yang lainnya. Secara mental, jelas orang semacam ini
akan mengalami suatu ikatan yang sulit dilepaskan, seperti misalnya pada gejala
kecanduan narkoba yang bisa muncul sewaktu – waktu dan menuntut pemuasan saat
itu juga. Hal ini tentu sangat berbahaya dan secara tidak langsung dapat
meningkatkan perilaku seksual yang disertai dengan kekerasan dan pemaksaan oleh
orang yang kecanduan pornografi.
Di jaman yang serba instan ini, konsumen pornografi juga dimanjakan
tersedianya material semacam itu di dekat rumah – rumah kita dengan suatu slogan
utama “Dapatkan sekarang, sebagaimana anda inginkan dan kapan saja Anda
menginginkannya”. Secara spiritual, fantasi pornografi merusak jiwa dengan
kebohongan bahwa kenikmatan seksual itu tersedia secara cepat, mudah, dan murah.
Fakta saat ini membuktikan bahwa pornografi berkembang dengan begitu dashyatnya
bagai air bah yang tidak bisa kita bendung alirannya. Diperkirakan bahwa 50 situs
dewasa baru muncul di internet setiap harinya dan perkiraan terakhir dari FBI
menunjukkan bahwa dalam setahun, industri pornogafi mengalami peningkatan
penghasilan kira-kira $12-14 milyar. Benih ikatan pornografi telah ditanamkan oleh
iblis ketika korbannya masih dalam usia yang sangat muda. Dosa ini dapat
menghalangi panggilan Tuhan kepada seorang manusia untuk hidup seturut
kehendak penciptaNya. Seorang pria yang mempunyai karisma dan keahlian
berkotbah seharusnya dapat menjadi pemberita Injil yang handal, namun ia

mengalami ikatan seksual yang bersumber pada pornografi di masa mudanya.
Pandangan dunia mengatakan bahwa “Tidak ada salahnya dengan hal ini; semua
orang melakukannya”, hal ini membuat para pria dan wanita Kristen juga terlibat
dalam pornografi. Mereka menjadi budak seks dan mengalami gaya hidup ketagihan
dalam diri mereka.
Menurut Ted Roberts (1999), akar dari ketagihan seksual pada umumnya
adalah tiga masalah besar dalam hidup manusia, yaitu disfungsi keluarga, trauma
pribadi, dan masyarakat yang ketagihan. Disfungsi dalam keluarga seperti kisah
cerita Absalom yang memberontak kepada Daud ayahnya cukup membuktikan bagi
kita bahwa keadaan keluarga yang tidak harmonis dapat memicu munculnya dosa –
dosa seksual maupun dosa yang lainnya. Selain itu trauma pribadi karena pernah
mengalami pengalaman seksual yang tidak senonoh dan sewajarnya juga akan

mengakibatkan seseorang mengalami kecanduan seksual. Apalagi jika hal ini
diperparah dengan lingkungan tempat tinggal yang serba membolehkan perilaku
seksual yang terjadi saat ini. Menurut Ted Roberts, gaya hidup terdiri dari fantasi
seksual akibat pornografi yang menjadi fokus dalam pikiran seseorang. Jika fokus ini
berkepanjangan dan sangat kuat, fantasi seksual akan mengakibatkan suatu puncak
perubahan mental yang membelokkan pikiran seseorang dari kehidupan nyata dan
membuat ia hidup dalam dunia fantasinya sendiri.

Selain mengalami fantasi seksual, orang yang ketagihan akan melakukan
beberapa ritual atau kebiasaan dalam kehidupannya seperti misalnya ia akan
mendatangi toko buku orang dewasa, pergi ke bar – bar yang menjajakan seks,
menonton film porno, dan bahkan memandang seseorang di tempat kerja yang bisa
membuatnya terangsang secara seksual. Orang yang terperangkap di dalam ikatan
seksual akan melakukan ritual tersebut ketika ia menghadapi situasi-situasi hidup
yang menekan dan membutuhkan kenyamanan pada masa – masa krisis/konflik. Jika
hal ini terus menerus berlangsung, tingkat rangsangannya dapat berubah dari hal
yang ringan kepada hal yang eksplisit, dari sensual kepada kejahatan, kepada hal
yang menyimpang, dan akhirnya banyak dari mereka yang mempratikkan fantasi
mereka.
Orang yang hidup dengan ketagihan terhadap pornografi akan mengalami rasa
malu dan rasa bersalah yang dalam. Orang semacam ini cenderung untuk menutupi
perbuatannya karena takut bahwa perilakunya akan diketahui oleh orang lain dan
direndahkan oleh orang lain. Rasa malu dan bersalah ini sering kali ditemukan pada
orang – orang yang masih aktif menjalankan kegiatannya keagamaannya dengan
setia. Rasa malu adalah perasaan batiniah yang ditimbulkan karena kekurangan atau
ketidakcukupan sebagai manusia pada beberapa bidang. Kita merasa malu ketika kita
melanggar batas – batas kesalehan di dalam diri kita. Mereka menjadi orang yang
hidup dengan topeng yang sewaktu –waktu dapat dibuka dan ditutup. Mereka
mungkin berputar – putar di dalam perasaan hina yang besar terhadap diri sendiri dan
komitmen yang diucapkan berulangkali untuk “Tidak melakukan hal ini lagi”, tetapi
itu hanyalah masalah waktu dan sekali lagi mereka berada di luar kendali. Seringkali
pada tingkat ini, mereka akan menyingkirkan semua kekang moral dan bahkan
menyatakan bahwa tidak ada yang salah dengan apa yang sedang mereka lakukan.

Orang yang terlibat secara terus menerus dalam pornografi akan memiliki
beberapa asumsi yang salah dalam pikiran mereka mengenai seksualitas dan wanita.
Seperti misalnya jika seorang pria melihat gambar wanita telanjang yang sedang
bekerja di tempat kerja, tentu saja hal ini bisa mengakibatkan pemikiran bahwa di
mana ada wanita, yang terpenting adalah mereka hanyalah obyek seksual. Selain itu,
pria memiliki asumsi yang salah bahwa pria harus bekerja keras memegang kendali
dalam terjadinya hubungan seks karena belum pernah terjadi di dalam majalah atau
film porno, cerita berakhir tanpa keberhasilan bagi sang pria untuk mendapatkan
seksualitas tokoh wanitanya.
Secara psikologis, bahaya yang paling besar dari pornografi terhadap jiwa
seseorang adalah munculnya gejala – gejala penyimpangan perilaku seksual sebagai
akibat dari frekuensi dan variasi penayangan material pornografi tersebut. Misalnya
saja, seorang pria yang menonton adegan film porno yang menggambarkan
hubungan seks antara manusia dan hewan, tentu secara alamiah dalam dirinya akan
terbangkit nafsu seksualnya dan ingin mencoba melakukan perilaku yang sama
seperti yang ia tonton. Penyimpangan seksual ini menjadi sangat berbahaya dan
berkonsekuensi secara hukum ketika si pelaku berusaha untuk memaksakan
keinginan seksualnya pada sesuatu di luar dirinya sehingga orang lain merasa
terganggu dengan apa yang dilakukannya. Ada pun penyimpangan preferensi seksual
sebagai akibat jangka panjang yang tidak langsung dari ikatan pornografi yang terus
menerus biasanya meliputi perilaku fetishme, transvetisme, sadomasochisme,
voyeurisme, pedofilia, parafilia, ekshibisionisme, bestiality, homoseksualitas, dan
banyak hal lagi yang sulit untuk disebutkan satu persatu. Orang – orang semacam ini
pada akhirnya tidak akan memperoleh kepuasan seksual yang normal dengan
pasangannnya dalam hubungan pernikahan yang harmonis karena mereka lebih
menyukai perilaku – perilaku di atas untuk memuaskan nafsunya. Dalam diri mereka,
pornografi memiliki kekuatan untuk membatalkan kebutuhannya akan keintiman
dengan cara menggantikannya dengan kesenangan sensual dan seksual.Setiap
pecandu pornografi akan menyetujui pernyataan di atas, sekalipun produsen material
pornografi akan selalu menyangkal akibat negatif pornografi sampai kapan pun.
Dalam iman Kristiani, pornografi digolongkan ke dalam pemicu salah satu
jenis dosa seksual, yaitu percabulan dan perzinahan. Pornografi dilarang keras karena

pengaruhnya yang begitu kuat untuk mempengaruhi fantasi seorang manusia.
Bahkan Tuhan Yesus Kristus sendiri memperingatkan umatNya dengan keras dalam
Injil Matius 5 : 28, Dia berkata “Setiap orang yang memandang perempuan serta
menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.” Hal inilah yang
disebut sebagai perselingkuhan dalam pikiran karena gambar – gambar seks yang
ditampilkan dalam pornografi begitu kuat muncul dalam ingatan sehingga hal itu
selalu meninggalkan kesan pribadi yang abadi. Ketika seorang manusia
melihat/menikmati material seksual pornografi, mereka akan berfantasi seksual dan
membayangkan bahwa ia memiliki hubungan seks yang menggairahkan dengan
wanita/pria yang biasanya bukan merupakan pasangan suami/isterinya. Hal ini juga
dialami oleh pria/wanita yang lajang, mereka akan cenderung membayangkan betapa
indahnya jika mereka dapat berhubungan seks dengan artis yang gambar
telanjangnya mereka lihat atau adegan pornonya mereka nikmati. Perilaku ini disebut
sebagai perzinahan.
Perzinahan adalah salah satu dosa yang semenjak awal sejarah dunia ini telah
dibenci oleh Tuhan. Dalam 10 perintah Allah yang diberikan kepada Musa, perintah
untuk tidak berzinah sudah termasuk di dalamnya.Hukuman untuk pezinah dalam
perjanjian lama adalah kematian. Hukuman ini tidak saja menimpa orang yang tidur
dengan orang yang bukan isterinya atau bersundal dengan pelacur, namun hukuman
ini juga dikenakan pada orang Israel yang menyembah kepada allah lain selain
YAHWE. Raja Solomo mengemukakan suatu kata – kata bijaksana dalam Amsal 6 :
32 yang menyatakan bahwa ”Siapa melakukan zinah tidak berakal budi; orang yang
berbuat demikian merusak diri”.Di dalam perjanjian baru, orang yang melakukan
perzinahan tidak akan memperoleh bagian dalam kerajaan Allah dan kehidupan
kekal. Menurut Alkitab, karena perzinahan itu berasal dari pikiran manusia yang
belum diperbaharui, maka satu –satunya jalan untuk keluar dari jerat ikatan seksual
adalah dengan memperbarui pikiran kita terus menerus tiap hari dengan hikmat
Tuhan melalui firman Tuhan.
Menurut Dr. Archibald.D.Hart, ada beberapa langkah praktis yang dapat kita
lakukan untuk mematahkan obsesi terhadap bahan – bahan pornografi sebagai
berikut :

1. Keluarlah dan musnahkan bahan – bahan pornografi yang kita miliki, jangan
menyisakannya sedikit pun, betapa pun kita merasa sayang untuk
membuangnya. Sedikit yang tersisa dapat membuat kita tetap terpaku pada
hal tersebut dan tergoda untuk menikmatinya lagi suatu saat nanti.
2. Ubahlah kebiasaan kita. Jangan pergi ke toko – toko yang menjual bahan
pornografi, hindarilah tempat – tempat yang mendorong kita secara seksual,
dan jauhilah godaan untuk menyendiri tanpa lingkungan yang kondusif di
sekeliling kita.
3. Jangan manjakan fantasi – fantasi kita. Berhentilah memberikan “makanan”
pada kebutuhan fantasi kita yang berlebihan dan tidak sehat. Cobalah
kendalikan diri kita saat kita berfantasi seks, gantilah isi pikiran kita dengan
memikirkan hal – hal lain yang positif.
4. Jujurlah kepada diri kita sendiri dan akuilah bahwa kita memiliki masalah.
Bertanggung jawablah pada seseorang yang mengerti tentang diri kita. Kita
bisa bertukar pikiran dan mengeluarkan segala keluh kesah pergumulan seks
kita pada pemimpin dan rekan orang percaya yang kita percayai karena pada
prinsipnya keterbukaan adalah awal dari pemulihan hidup.
5. Sabarlah dan buanglah perasaan “gagal” bila kenyataannya kita gagal.
Kebiasaan kita yang lama memerlukan waktu untuk bertumbuh, maka akan
diperlukan waktu juga untuk membinasakannya.
6. Berdoalah atas masalah yang kita hadapi. Mintalah pelepasan dan kekuatan
dari Allah. Izinkan Dia memberi kekuatan khusus yang kita perlukan untuk
memenangkan peperangan pikiran yang tidak akan pernah berhenti sepanjang
hidup kita.

. DAFTAR REFERENSI

Hart, Archibald D. (1995). The Sexual Man : Texas : Thomas Nelson, Inc
Roberts, Ted (1999). Pure Desire. USA : Regal Books
Jeffrey Nevid, Lois Fichner-Rathus Spencer A. Rathus (1993). Human Sexuality In a
World of Diversity USA : Simon & Schuster

View publication stats