TAP.COM - BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG - IPB REPOSITORY

i

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG (Decapterus russelli
RUPPELL, 1830) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

ANISA ABDULLAH MASJHUR

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biologi Reproduksi
Ikan Layang (Decapterus russelli Ruppell, 1830) di Perairan Selat Sunda adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2016
Anisa Abdullah Masjhur
NIM C24120046

iv

ABSTRAK
ANISA ABDULLAH MASJHUR. Biologi Reproduksi Ikan Layang (Decapterus
russelli Ruppell, 1830) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing RAHMAT KURNIA
dan SULISTIONO.
Ikan layang (Decapterus russelli) merupakan salah satu ikan ekonomis penting di
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek biologi reproduksi ikan
layang di perairan Selat Sunda. Penelitian dilakukan sejak April-Agustus 2015 di
perairan Selat Sunda dengan menggunakan metode pengambilan contoh acak
berlapis (PCAB). Berdasarkan hasil pengamatan rasio kelamin ikan layang jantan

dan betina yang diperoleh selama penelitian adalah 1,29:1. Ikan layang jantan
lebih cepat mencapai matang gonad dibandingkan dengan ikan layang betina
yakni 194 mm dan 196 mm (metode King) serta 194 mm dan 195 mm (Metode
Spearman-Karber). Waktu pemijahan ikan layang terjadi pada bulan Mei–
Agustus dengan puncak pemijahan pada bulan Juli dilihat berdasarkan besarnya
nilai tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad pada bulan
tersebut. Potensi reproduksi ikan layang tinggi yaitu sebesar 2330-117660 butir
telur dengan pola pemijahan lebih dari satu kali (partial spawner) dengan ukuran
diameter telur ikan layang berkisar antara 0,125-0,875 mm.
Kata kunci : Decapterus russelli, ikan layang, reproduksi, Selat Sunda.

ABSTRACT
ANISA ABDULLAH MASJHUR. Reproductive Biology of Indian Scad
(Decapterus russelli Ruppell, 1830) in Sunda Strait Waters. Supervised by
RAHMAT KURNIA and SULISTIONO.
Indian scad (Decapterus russelli) is one of the economically important fish in
Indonesia. This study aims to analyze the reproductive biology of Indian scad.in
Sunda Strait waters. The study was conducted from April-August 2015 in the
Sunda Strait waters using method stratified random sampling. According the
study, the sex ratio male and female of Indian scads was 1.29:1. The length

maturity of male and female of Indian scads was estimated at 194 mm and 196
mm total length (based on King method) and length maturity of female and male
of Indian scads was estimated at 194 mm and 195 mm total length (based on
Spearman-Karber method). Spawning season of the fish in the Sunda Strait seem
in May-August, based on the Gonadal Maturity Stages (GMS) and the
Gonadosomatic Index (GSI) which higher in July indicating the peak of spawning
month. The absolute fecundity ranged from 2330 to 117660 eggs and the
reproductive patterns was partial spawner. Size of ova diameter of this fish
ranged from 0,125 to 0,875 mm.
Key words : Decapterus russelli, Indian scad, reproductive, Sunda Strait.

v

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG (Decapterus russelli
RUPPELL 1830) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

ANISA ABDULLAH MASJHUR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

vi

Judul Skripsi : Biologi Reproduksi Ikan Layang (Decapterus russelli Ruppell,
1830) di Perairan Selat Sunda
Nama
: Anisa Abdullah Masjhur
NIM
: C24120046
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan


Disetujui oleh

Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi
Pembimbing I

Prof Dr Ir Sulistiono, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

vii

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul
Biologi Reproduksi Ikan Layang (Decapterus russelli, Ruppell 1830) di Perairan
Selat Sunda ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk
menempuh studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),
DIPA IPB Tahun Ajaran 2014, kode Mak: 2014. 089. 521219, Penelitian
Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga
Penelitan dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul
“Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis
dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten” yang
dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer DEA (sebagai ketua
peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia MSi (sebagai anggota peneliti).

3. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan saran selama perkuliahan.
4. Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi dan Prof Dr Ir Sulistiono, MSc masing-masing
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,
masukan, dan saran selama penyusunan skripsi ini.
5. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku dosen penguji dan Dr Ir Niken
Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku perwakilan Komisi Pendidikan
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
6. Keluarga tercinta: Umi, Abah, Idrus, Zen, Farhan, dan Nailah atas doa,
motivasi, kasih sayang, dan dukungannya selama ini.
7. Seluruh staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
atas bantuan dan dukungannya
8. Seluruh teman-teman MSP 49 tersayang, TAA 49, partner Layang
(Rohniadita), teman-teman para pejuang Labuan, Bang Gentha, Kak Dinta,
Ulfah, Nita atas semangat, doa, bantuan, dan dukungannya selama ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Anisa Abdullah Masjhur


viii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu
Metode Kerja
Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix
ix
x
1
1
1
2
2
2
2
3
3

4
8
8
21
24
24
24
24
27
38

ix

DAFTAR TABEL

1
2
3
4


Perkembangan TKG berdasarkan Cassie (1956) in Effendie (1992)
Tipe pertumbuhan, R2, dan nilai b
Ukuran pertama kali matang gonad ikan layang (Decapterus russelli) dari
berbagai lokasi
Persentase Index of Prepondarance ikan layang (Decapterus russelli)
April-Agustus 2015

4
10
16
20

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Perumusan masalah
Peta lokasi penelitian
Ikan layang (Decapterus russelli)
Sebaran frekuensi panjang ikan layang (Decapterus russelli) di Perairan
Selat Sunda
Hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus russelli) di
Perairan Selat Sunda
Faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli) di Perairan Selat Sunda
Proporsi kelamin ikan layang (Decapterus russelli) di Perairan Selat
Sunda
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan layang (Decapterus russelli) di
Perairan Selat Sunda
Indeks Kematangan Gonad (IKG) ikan layang (Decapterus russelli) di
Perairan Selat Sunda
Ukuran pertama kali matang gonad ikan layang (Decapterus russelli)
metode King di Perairan Selat Sunda
Ukuran pertama kali matang gonad ikan layang (Decapterus russelli)
metode Spearman-Karber di Perairan Selat Sunda
Hubungan fekunditas terhadap panjang ikan layang (Decapterus russelli)
di Perairan Selat Sunda
Hubungan fekunditas terhadap bobot ikan layang (Decapterus russelli) di
Perairan Selat Sunda
Sebaran diameter telur ikan layang (Decapterus russelli) di Perairan Selat
Sunda
Hubungan Lm (metode King) dan tinggi ikan dengan lebar mata jaring
Hubungan Lm (metode Spearman-Karber) dan tinggi ikan dengan lebar
mata jaring
Nilai Index of Prepondarance ikan layang (Decapterus russelli)

2
3
3
9
10
11
12
13
14
15
15
17
17
18
19
19
20

x

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Jumlah ikan layang (Decapterus russelli) matang gonad di perairan Selat
Sunda
Hubungan panjang bobot ikan layang (Decapterus russelli) di Perairan
Selat Sunda
Uji kesejajaran hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus
russelli) jantan
Grafik hubungan faktor kondisi dengan tingkat kematangan gonad
Perbandingan tinggi ketika Lm dengan lebar mata jaring
Hubungan panjang dan tinggi ikan layang (Decapterus russelli) di
Perairan Selat Sunda
Penghitungan hubungan panjang dan tinggi ikan layang (Decapterus
russelli)
Grafik tingkat kematangan gonad ikan layang (Decapterus russelli) per
selang kelas di Perairan Selat Sunda
Penghitungan Indeks kematangan gonad ikan layang (Decapterus russelli)
di Perairan Selat Sunda
Penghitungan fekunditas ikan layang (Decapterus russelli) di Perairan
Selat Sunda
Ukuran pertama kali matang gonad (metode King) ikan layang
(Decapterus russelli) di Perairan Selat Sunda
Ukuran pertama kali matang gonad (metode Spearman-Karber) ikan
layang (Decapterus russelli) di Perairan Selat Sunda

27
27
27
28
28
29
29
30
31
31
32
34

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perairan Selat Sunda merupakan salah satu perairan Indonesia yang
memilki potensi perikanan yang tinggi. PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai)
Labuan ialah pelabuhan yang menerima pasokan sumberdaya ikan dari Selat
Sunda, yang memiliki hasil perikanan yang beragam. Salah satu jenis ikan yang
didaratkan di PPP Labuan adalah ikan layang (Decapterus russelli) yang termasuk
salah satu ikan pelagis yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis penting. Ikan
layang (D. russelli) merupakan sumberdaya ikan pelagis kecil yang penting di
perairan selat sunda. Nontji (2002) menyatakan bahwa ikan layang di perairan
Indonesia terdapat lima jenis yang umum dijumpai yaitu D. lajang, D. ruselli, D.
macrosoma, D. Kuroides, dan D. maruadsi.
Menurut Fujaya (2004), reproduksi adalah kemampuan individu untuk
menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau
kelompoknya. Reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus hidup
ikan, dimana dalam hubungannya dengan mata rantai lainnya akan menjamin
kelangsungan hidup ikan. Beberapa aspek biologi reproduksi akan dapat
memberikan hubungan yang berarti mengenai frekuensi pemijahan, keberhasilan
pemijahan, lama pemijahan, serta ukuran ikan pertama kali mencapai matang
gonad.
Perumusan Masalah
Sumberdaya ikan mempunyai kemampuan terbatas dalam mendukung
usaha penangkapan ikan (renewable), oleh karena itu kelestarian sumberdaya ikan
akan terancam bila intensitas pemanfaatannya melebihi daya dukung
sumberdayanya.
Selain sifatnya yang renewable, sumberdaya ikan pada
umumnya mempunyai sifat “open access” dan “common property” yang artinya
pemanfaatannya bersifat terbuka untuk siapapun dan merupakan milik bersama.
Dengan demikian apabila pemanfaatan sumberdaya ikan layang berlebih akan
mengakibatkan hilangnya manfaat ekonomi, yang sebenarnya dapat diperoleh bila
pemanfaatan sumberdaya dilaksanakan secara benar.
Terbatasnya informasi mengenai aspek biologi reproduksi ikan layang di
khawatirkan akan menyebabkan terjadinya kegiatan penangkapan yang berlebihan
tanpa melihat musim penangkapan. Hal ini dapat mengancam serta mengganggu
ketersediaan ikan layang di alam. Aspek biologi reproduksi yang dimaksud dalam
penelitian ini mencakup pola pemijahan, ukuran pertama kali matang gonad,
musim pemijahan, dan potensi reproduki ikan layang yang dilakukan berdasarkan
analisis data pendukung, seperti rasio kelamin, faktor kondisi, Tingkat
Kematangan Gonad (TKG), Indeks Kematangan Gonad (IKG), serta diameter
telur. Gambar 1 menunjukkan grafik perumusan masalah.

2

-

Ukuran ikan layang.
Data
reproduksi
ikan layang.

-

Kelompok
umur
TKG, IKG
Faktor kondisi
Fekunditas
Diameter telur

Upaya pengelolaan ikan
layang (Decapterus
ruselli) di Perairan Selat
Sunda

Gambar 1 Perumusan masalah
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek biologi reproduksi ikan layang
(Decapterus russelli) di perairan Selat Sunda sebagai dasar dalam kegiatan
pengelolaan ikan layang yang berkelanjutan.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan akan membantu memberikan informasi terkait
aspek biologi reproduksi ikan layang, sehingga dapat digunakan sebagai dasar
pengelolaan sumberdaya ikan layang. Pengelolaan dilakukan agar pemanfaatan
ikan layang berkelanjutan dan keberadaannya tetap lestari.

METODE

Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dan
digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil tangkapan di sekitar Perairan
Selat Sunda. Pengambilan contoh ikan dilakukan selama 5 bulan, mulai dari
bulan April-Agustus 2015 dengan selang waktu pengambilan contoh satu bulan
sekali pada bulan gelap.
Ikan yang diperoleh kemudian dianalisis di

3

Laboratorium Biologi Perikanan Divisi Manajemen Sumberdaya Perikanan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Metode Kerja
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer. Data primer
ikan layang diperoleh dengan metode penarikan contoh acak berlapis (PCAB),
berdasarkan kelompok ukuran kecil, sedang, dan besar. Jumlah ikan contoh yang
diambil sebanyak 114-200 ekor setiap pengambilan contoh. Pengamatan ikan
dilakukan dengan mengukur panjang dan bobot ikan serta melihat jenis kelamin
dan TKG ikan. Gambar ikan layang disajikan pada Gambar 3.

25,4 mm

Gambar 3 Ikan layang (Decapterus russelli)
Pengukuran panjang total ikan menggunakan penggaris dengan skala
terkecil 1 mm. Pengukuran bobot menggunakan skala terkecil 1 gram. Identifikasi
jenis kelamin ikan layang ditunjukkan dengan membedah ikan tersebut,
sedangkan penentuan TKG ditentukan secara morfologi berdasarkan bentuk,

4

warna, ukuran, bobot gonad, dan perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat
kematangan gonad secara morfologis tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan TKG berdasarkan Cassie (1956) in Effendie (1992)
TKG
I

Betina
Ovari seperti benang, panjang sampai
kedepan rongga tubuh.
Warna jernih.
Permukaan licin.
Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari
gelap kekuning-kuningan.
Telur belum
terlihat jelas dengan mata.

II

III

Ovari berwarna kuning. Secara morfologi
telur mulai kelihatan butirnya dengan mata.

IV

Ovari semakin besar, telur berwarna kuning,
mudah dipisahkan. Butir minyak tidak
tampak, mengisi ⁄ – ⁄ rongga perut.
Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa
terdapat didekat pelepasan.

V

Jantan
Testes seperti benang, lebih pendek
(tebatas) dan terlihat ujungnya di
rongga tubuh. Warna jernih.
Ukuran
testes
lebih
besar.
Pewarnaan putih seperti susu.
Bentuk lebih jelas dari pada tingkat
I.
Permukaan testes tampak bergerigi.
Warna semakin putih, testes makin
besar.
Dalam keadaan diawet mudah
putus.Testes semakin pejal.
Testes bagian belakang kempis dan
di bagian dekat pelepasan masih
berisi.

Analisis Data
Hubungan panjang bobot
Analisis hubungan panjang dan bobot dilakukan untuk mengetahui pola
pertumbuhan ikan Layang. Hubungan panjang dan bobot ini dijelaskan dalam
bentuk persaman eksponesial. Menurut Hile (1936) in Effendie (1992), rumus
umum penentuan hubungan panjang bobot sebagai berikut.
aLb
Keterangan:
W
: bobot ikan (gram)
L
: panjang ikan (mm)
a dan b : konstanta
Nilai b digunakan untuk menduga pola pertumbuhan yang didapat dari
penghitungan panjang dan bobot melalui hipotesis. Adapun hipotesis yang
digunakan sebagai berikut.
H0 : β1 = 3
H1 : β1 ≠ 3,
Hipotesis tersebut kemudian diuji lanjut menggunakan uji statistik sebagai
berikut.
thitung

b-3

| |
Sb

Sb dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

5

Sb

s
∑ni

i -

n

∑ni

i

Selanjutnya nilai t hitung dibandingkan dengan nilait tabel pada taraf
kepercayaan 95 %. Pengambilan keputusannya adalah jika thitung > ttabel maka
tolak hipotesis nol (H0) dan jika thitung > ttabel maka terima hipotesis nol (Walpole
1993).
Menurut Steel dan Torrie (1960), uji kesamaan dari dua nilai b
menggunakan analisis perbedaan antara dua regresi. Hal ini dilakukan untuk
menentukan pendugaan terhadap nilai b sebagai nilai dugaan β yang sama.
Sehingga nilai t dalam kasus ini dapat dihitung menggunaan rumus sebagai
berikut.
b b

t
(







)

Nilai b1 dan ∑
merupakan koefisien regresi dan jumlah kuadrat x dari contoh
pertama dan sama untuk contoh kedua, sehingga estimasi terbaik dari variasi
regresi nya adalah S2p










Faktor kondisi
Faktor kondisi merupakan keadaan yang menyatakan bahwa kemontokan
ikan, faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan dengan
menggunakan rumus Le Cren in Weatherley (1972) dengan ketentuan berdasarkan
nilai b.
K

L3

Jika nilai b = 3, maka tipe pertumbuhan bersifat isometrik
K

aLb

Jika nilai b ≠ 3, maka tipe pertumbuhan bersifat allometrik
Keterangan:
K
: faktor kondisi
W
: bobot ikan (gram)
L
: panjang total ikan (mm)
a dan b : konstanta

6

Nilai K digunakan untuk membandingkan kemontokan antara satu
individu dengan individu lainnya atau antara satu grup dengan grup yang lain.
Nilai K berkisar antara 2-4 menunjukkan tubuh ikan tidak pipih (montok). Ikanikan yang tubuhnya pipih memiliki nilai K berkisar antara 0-2 (Effendie 1992).
Rasio kelamin
Rasio kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan
betina dalam suatu populasi. Konsep rasio adalah proporsi populasi tertentu
terhadap total populasi (Walpole 1993). Analisis untuk mengetahui perbandingan
tersebut dapat dicari berdasarkan persamaan berikut (Effendi 2002):
PJ

B

Keterangan:
PJ
: proporsi jenis
A
: jumlah jenis ikan tertentu
B
: jumlah total ikan
Setelah didapatkan rasio antara ikan jantan dan betina kemudian diuji
kembali menggunakan uji Chi-square (X2) sehingga dapat diketahui
keseimbangan populasi (Steel dan Torrie 1960). Berikut persamaan untuk uji
Chi-square:
∑ni

oi-ei
ei

Keterangan:
X2
: nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mengikuti
Sebaran chi-square
oi
: jumlah frekuensi ikan betina dan ikan jantan yang teramati
ei
: jumlah frekuensi harapan dari ikan betina dan ikan jantan
Hipotesis yang digunakan dalam menentukan keseimbangan populasi
adalah sebagai berikut:
H0 = 1 ; Proporsi jantan dan betina seimbang di perairan
H1 ≠ ; Proporsi jantan dan betina tidak seimbang di perairan
Indeks kematangan gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan suatu nilai dalam persen
sebagai hasil dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk
gonad dikalikan dengan 100 % (Effendie 1992). Berikut persamaan untuk
mencari indeks kematangan gonad:
Bg
IKG
Bt

Keterangan:
IKG : indeks kematangan gonad
Bg
: bobot gonad (gram)
Bt
: bobot tubuh ikan total (gram)

7

Ukuran pertama kali matang gonad
Penentuan panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) dapat
menggunakan sebaran frekuensi proporsi gonad yang telah matang (King 2006).
Analisis data sebaran frekuensi tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1. Menentukan jumlah kelas dan selang kelas yang diperlukan
2. Menghitung frekuensi ikan secara keseluruhan dan frekuensi TKG III dan IV
pada selang kelas panjang yang sudah ditentukan
3. Menentukan proporsi antara TKG III dan IV terhadap frekuensi total tiap
selang kelas yang sudah ditentukan
4. Menentukan nilai teoritis tiap selang kelas berdasarkan proporsi yang
didapatkan
5. Memplotkan nilai tengah setiap selang kelas sebagai sumbu horizontal dan
-nilai teoritis
sebagai sumbu vertikal
nilai ln dari penghitungan
nilai teoritis
6. Meregresikan sumbu vertikal dan sumbu horizontal untuk mendapatkan nilai
ukuran pertama kali matang gonad
Metode yang digunakan untuk menduga logaritma ukuran rata-rata ikan
pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986)
adalah:
m

k

-( ∑ pi )

dengan M = antilog m dan selang kepercayaan 95 % bagi log m dibatasi sebagai:
antilog m M m

,





pi

qi

ni-

Keterangan
m
: log panjang ikan pada kematangan gonad pertama,
xk
: log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad,
x
: log pertambahan panjang pada nilai tengah,
pi
: proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan
pada selang panjang ke-i,
ni
: jumlah ikan pada kelas panjang ke-i,
qi
: 1 – pi,
M
: panjang ikan pertama kali matang gonad.
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang berkembang dalam ovarium sebelum
waktu pemijahan (Bagenal 1973 in Gisper dan Amich 2000). Fekunditas dapat
dihitung melalui persamaan sebagai berikut (Effendi 2002):

F

G

8

Keterangan:
F
G
V
X
Q

: fekunditas (butir)
: bobot gonad total (gram)
: volume pengenceran (ml)
: rata-rata jumlah telur (butir)
: rata-rata berat gonad contoh (gram)

Diameter telur
Diameter telur ditentukan dari ikan betina yang memiliki TKG III dan IV,
yaitu dengan mengamati diameter dari telur yang diamati fekunditasnya. Contoh
telur dari masing-masing sub gonad (anterior, tengah, dan posterior) tersebut
diambil secara acak sederhana sebanyak 50 butir, selanjutnya contoh telur disusun
pada gelas obyek secara teratur dan diamati di bawah mikroskop yang sudah
dilengkapi dengan mikrometer okuler dengan perbesaran 4 x 10.
Kebiasaan makan
Menurut Effendie 2002 kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor
penting, antara lain habitat, musim, ukuran, dan umur ikan. Perubahan lingkungan
suatu perairan juga memungkinkan terjadinya perubahan persediaaan makanan
dan kebiasaan makan ikan. Kebiasaan makan dianalisa menggunakan metode
Index of Preponderance (Natrajan dan Jhingran 1961 in Effendie 1992)
Ip

i i
∑ i i

Keterangan
Ip
: Index of Preponderance
Vi
: Presentase volume satu jenis makanan
Oi
: Presentase frekuensi kejadian satu jenis makanan
∑ i i : Jumlah i
i dari semua jenis makanan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Sebaran frekuensi
Ikan layang yang terdapat di perairan Selat Sunda pada saat penelitian
berjumlah 748 ekor yang terdiri dari 421 ekor ikan jantan dan 327 ekor ikan
betina. Kisaran panjang ikan jantan berada pada 130–251 mm dan ikan betina

9

berada pada 130–250 mm. Ikan layang jantan dan betina banyak dijumpai pada
kisaran panjang 196–206 mm, masing-masing berjumlah 108 ekor dan 126 ekor.
Grafik sebaran frekuensi ikan layang yang disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Sebaran frekuensi panjang ikan layang (Decapterus russelli) di
Perairan Selat Sunda
Hubungan panjang dan bobot
Analisis hubungan panjang dan bobot digunakan untuk mengetahui pola
pertumbuhan ikan layang (Decapterus russelli). Hasil analisis hubungan panjang
dan bobot ikan layang disajikan pada Gambar 5. Tipe pertumbuhan (Tabel 2)
yang merupakan hasil analisis regresi berdasarkan pola pertumbuhan dan jenis
kelaminnya dengan menguji nilai koefisien regresi (b) menggunakan uji-t pada
taraf kepercayaan 95 %.

10

Gambar 5 Hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus russelli) di
Perairan Selat Sunda
Tabel 2 Tipe pertumbuhan, R2, dan nilai b
Bulan
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
Total

Ukuran contoh (n)/R2
Jantan
Betina
Total
98
102
200
95,24
94,32
96,64
90
67
157
77,86
76,18
76,05
81
44
125
75,94
76,13
75,31
93
59
152
88,87
84,50
85,98
59
55
114
85,05
78,34
82,91
421
327
748
95,23
86,41
93,39

Keterangan
Al+
: Allometrik positif
Al: Allometrik negatif
Is
: Isometrik

b/Tipe pertumbuhan
Jantan
Betina
2,8121
2,6660
AlAl2,4123
2,8769
AlIs
2,6936
3,4569
Is
Is
2,8248
2,7549
Is
Is
2,8824
2,9168
Is
Is
3,0922
2,8964
Al+
Is

Total
2,8119
Al2,5378
Al2,8463
Is
2,8216
Is
2,9160
Is
3,0504
Is

11

Faktor kondisi
Nilai faktor kondisi ikan layang jantan dihitung berdasarkan pola
pertumbuhannya yang allometrik dan ikan layang betina dihitung berdasarkan
pola pertumbuhannya yang isometrik. Faktor kondisi merupakan suatu keadaan
yang menggambarkan kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka
berdasarkan data panjang dan berat (Effendie 2002). Grafik faktor kondisi ikan
layang disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6 Faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli) di Perairan Selat
Sunda
Proporsi kelamin
Proporsi kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan
betina, sehingga diperoleh rasio antara ikan jantan dan betina. Hasil penelitian
terhadap proporsi kelamin (sex ratio) ikan layang pada bulan April-Agustus 2015,

12

menunjukkan perbandingan antara jantan dan betina yang disajikan dalam
Gambar 7.

Gambar 7 Proporsi kelamin ikan layang (Decapterus russelli) di Perairan Selat
Sunda
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa proporsi kelamin ikan layang
sebesar 1,29:1. Berdasarkan uji Chi-Square yang dilakukan menunjukkan bahwa
proporsi kelamin ikan jantan dan betina berbeda nyata, artinya proporsi kelamin
ikan layang di perairan Selat Sunda tidak seimbang. Proporsi jantan setiap
bulannya cenderung lebih besar dibandingkan dengan proporsi betina, kecuali
pada bulan April. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi dominansi jantan
selama bulan Mei-Agustus 2015.
Demikian pula dengan rasio kelamin ikan layang yang sudah matang
gonad sebesar 0,82:1 (Lampiran 1). Berdasarkan uji Chi-Square yang dilakukan
menunjukkan bahwa rasio kelamin ikan layang jantan dan betina yang telah
matang gonad berbeda nyata, artinya rasio kelamin ikan layang yang matang
gonad di perairan Selat Sunda tidak seimbang. Rasio betina yang matang gonad
setiap bulannya cenderung lebih besar daripada rasio jantan, kecuali pada bulan
April. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi dominansi betina yang matang
gonad selama bulan Mei-Agustus 2015.
Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan
gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Komposisi tingkat kematangan gonad
pada setiap saat dapat digunakan untuk menduga waktu pemijahan pada ikan.
Grafik tingkat kematangan gonad ikan layang disajikan dalam Gambar 8.

13

Gambar 8 Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan layang (Decapterus russelli)
di Perairan Selat Sunda
Gambar 8 menunjukkan bahwa frekuensi TKG III dan TKG IV tertinggi
pada ikan layang betina terdapat pada bulan Mei dan Juli, sedangkan jantan pada
bulan Juli dan Agustus.
Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan suatu nilai dalam persen
sebagai hasil dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk
gonad dikalikan dengan 100 % (Effendie 1992). Gambar 9 merupakan grafik
indeks kematangan gonad ikan layang.

14

Gambar 9 Indeks Kematangan Gonad (IKG) ikan layang (Decapterus russelli) di
Perairan Selat Sunda
Ukuran pertama kali matang gonad (Lm)
Gambar berikut merupakan hasil analisis ukuran pertama kali matang
gonad (Lm) ikan layang (Decapterus russelli) jantan dan betina menggunakan
metode King (Gambar 10) dan metode Spearman-Karber (Gambar 11).
Berdasarkan metode King nilai Lm ikan layang (Decapterus russelli) jantan dan
betina masing-masing sebesar 194 mm dan 195 mm. Berdasarkan metode
Spearman-Karber nilai Lm ikan layang (Decapterus russelli) jantan dan betina
yang didapatkan masing-masing 194 mm dan 196 mm.

15

Lm = 194 mm

Lm = 195 mm

Gambar 10 Ukuran pertama kali matang gonad ikan layang (Decapterus russelli)
metode King di Perairan Selat Sunda

Lm = 194 mm

Lm = 196 mm

Gambar 11 Ukuran pertama kali matang gonad ikan layang (Decapterus russelli)
metode Spearman-Karber di Perairan Selat Sunda

16

Lagler et al. 1977 in Arniati 2013 menyatakan bahwa perbedaan spesies,
umur, ukuran, dan sifat-sifat fisiologis ikan menjadi faktor yang mempengaruhi
saat ikan pertama kali matang gonad. Selain itu, ketersediaan makanan juga dapat
mempengaruhi ukuran ikan saat pertama kali matang gonad (Gomiero dan Braga
2007). Tabel 3 merupakan perbandingan ukuran pertama kali matang gonad dari
beberapa penelitian terkait ikan layang (Decapterus russeli)
Tabel 3 Ukuran pertama kali matang gonad ikan layang (Decapterus russelli) dari
berbagai lokasi
Jantan

Lm (mm)
Betina

Total

Mozambik

125

135

-

2
3
4
5
6

Perairan Penang, Malaysia
Perairan Perlis, Malaysia
Laut Jawa, Indonesia
Perairan Kakinada, India
India

-

189

160
170
145,5
150
-

7

Perairan Vizhinjam, India

150

145

-

8

Perairan Laut Jawa,
Indonesia

-

-

153

9

Pantai Malabar, India

143

155

-

10

Laut Cina Selatan

-

-

199

11

Perairan Maharashtra, India

-

153

-

Poojary, Tiwari, dan
Sundaram, 2015

12

Perairan Selat Sunda,
Indonesia

171,72

147,15

166,96

Desta, 2015

No

Lokasi

1

Referensi
Brinca, Silva, Sousa,
dan Saetre, 1983
Mansor, 1987
Mansor, 1987
Widodo, 1988
Murty, 1991
Raje, 1997
Balasubramanian dan
Natarajan, 2000
Prihartini, Anggoro,
dan Asriyanto , 2004
Manojkumar, 2005
Sunarso, Zamroni,
dan Wudianto, 2008

Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang berkembang dalam ovarium sebelum
waktu pemijahan (Bagenal 1973 in Gispert dan Amich 2000). Fekunditas dapat
dihubungkan dengan panjang maupun bobot. Namun, jika dihubungkan dengan
bobot dapat bersifat tidak linear. Hal itu terjadi karena bobot dapat berubah secara
cepat tergantung kondisi lingkungan dan fisiologis ikan. Grafik fekunditas
terhadap panjang dan bobot ikan layang disajikan dalam Gambar 12 dan 13.

17

Gambar 12 Hubungan fekunditas terhadap panjang ikan layang (Decapterus
russelli) di Perairan Selat Sunda

Gambar 13 Hubungan fekunditas terhadap bobot ikan layang (Decapterus
russelli) di Perairan Selat Sunda
Diameter telur
Menurut Aprilianty (2000) puncak yang pertama adalah yang dikeluarkan
pertama kali saat memijah yang kemudian akan disusul pemijahan kedua pada
telur yang berada pada puncak kedua pada waktu tertentu. Penentuan waktu
pemijahan dapat diketahui dengan analisis ukuran diameter telur. Gambar 14
merupakan sebaran frekuensi diameter telur ikan layang yang diamati untuk
menduga pola pemijahan.

18

Gambar 14 Sebaran diameter telur ikan layang (Decapterus russelli) di Perairan
Selat Sunda
Ukuran mata jaring
Penggunaan mata jaring yang sesuai sangat menentukan keberlangsungan
populasi ikan. Mata jaring yang sesuai adalah yang melebihi ukuran pertama kali
matang gonad ikan. Grafik perbandingan antara tinggi saat ikan matang gonad
dengan lebar mata jaring disajikan pada Gambar 15 dan Gambar 16.

19

Gambar 15 Hubungan Lm (metode King) dan tinggi ikan dengan lebar mata jaring

Gambar 16 Hubungan Lm (metode Spearman-Karber) dan tinggi ikan dengan
lebar mata jaring

20

Kebiasaan makan
Nilai Index of Prepondarance (IP) pada ikan layang didominasi oleh ikanikan-ikan kecil baik ikan jantan maupun betina (Gambar 17). Sesuai dengan
peryataan Tiews et al. 1968 in Aprilianty 2000 yang menyebutkan bahwa ikanikan kecil merupakan makanan utama ikan layang (Decapterus russelli).

Gambar 17 Nilai Index of Prepondarance ikan layang (Decapterus russelli)
Persentase Index of Prepondarance setiap bulannnya ditunjukkan pada
Tabel 4. Terlihat adanya variasi dalam persentase komposisi makanan yang
berbeda setiap bulannya selama penelitian pada Tabel 4.
Tabel 4 Persentase Index of Prepondarance ikan layang (Decapterus russelli)
April-Agustus 2015
Jenis
makanan
Crustacea
Ikan-ikan
kecil
Nitzschia sp.
Detritus
Cycloella
Molusca
Synedra
Rhizosolenia
sp.

April
J
B
28.71 37.73

Mei
J
B
40.43
8.38

Juni
J
B
44.42 32.64

Juli
J
B
14.75 13.92

Agustus
J
B
46.54 43.32

12.12

27.23

27.09

67.09

28.39

34.43

61.44

58.40

29.42

24.58

22.63
7.83
12.73
15.95

10.65
9.37
1.50
13.53

26.57
5.88
0.04
-

23.18
0.02
1.26
-

24.02
1.61
0.77
0.79
-

16.65
3.08
3.58
9.61
-

5.96
5.49
12.36
-

13.13
3.12
11.44
-

6.38
17.66
-

20.77
6.43
5.89
-

-

-

-

0.06

-

-

-

-

-

-

21

Pembahasan
Sebaran frekuensi ikan layang (Decapterus russelli) jantan dan betina
(Gambar 4) menunjukkan bahwa ikan layang selama April-Agustus 2015 banyak
ditemukan pada selang kelas 196-206 mm. Hal ini berbeda dari penelitian
Aprilianty (2000), Poojary et al. (2015), dan Desta (2015) yang menemukan
bahwa ikan layang banyak ditemukan pada selang kelas 167-175 mm, 170-189
mm, dan 156-160 mm. Frekuensi selang kelas yang berbeda diduga karena
adanya perbedaan waktu penelitian dan kondisi lingkungan tempat penelitian.
Berdasarkan Gambar 5 didapatkan persamaan hubungan panjang dan
bobot untuk ikan layang jantan adalah W=0,000006L3,0922 dan ikan layang betina
adalah W=0.00002L2,8964. Koefisien determinasi ikan jantan sebesar 0,9523, yang
berarti pada ikan layang jantan variabel panjang dapat menjelaskan bobot sebesar
95,23 %. Demikian pula koefisien determinasi ikan betina sebesar 0,8641, yang
berarti pada ikan betina variabel panjang dapat menjelaskan bobot sebesar 86,41
%. Koefisien korelasi (r) panjang dan bobot pada ikan layang jantan sebesar
0,9759 dan pada ikan layang betina sebesar 0,9296. Nilai r yang lebih besar dari
0,7 menujukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki korelasi yang sangat kuat
(Yamin dan Kurniawan 2009).
Berdasarkan hasil uji t (Lampiran 2), pada ikan layang jantan diperoleh
nilai t hitung sebesar 2,7281 dan t tabel sebesar 1,9656. Hasil t hitung yang lebih
besar daripada t tabel memilki arti pola pertumbuhan ikan layang jantan bersifat
allometrik positif (pertumbuhan bobot mendominasi atau nilai b≠3 . Pada ikan
layang betina diperoleh nilai t hitung sebesar 1,6253 dan t tabel sebesar 1,9673.
Hasil t hitung yang kurang dari daripada t tabel berarti pola pertumbuhan ikan
layang betina bersifat isometrik (pertumbuhan panjang dan bobot seimbang atau
nilai b=3) (Tabel 2). Nilai b berbeda-beda disetiap ikan sesuai dengan spesies,
jenis kelamin, umur, musim, dan aktivitas makan (Oymak et al. 2001).
Pola pertumbuhan ikan jantan adalah allometrik positif. Hal ini berbeda
dari pola pertumbuhan ikan jantan setiap waktunya (Tabel 2). Hasil uji
kesejajaran (Lampiran 3) menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan jantan
setiap waktunya tidak berbeda nyata terhadap pola pertumbuhan ikan jantan total,
yang berarti garis-garis tersebut sejajar. Menurut Steel dan Torrie (1960), hal ini
terjadi karena nilai satu β akan cenderung kurang dari dari rata-rata nilai dua β
untuk perbedaan dalam dua jumlah kuadrat.
Menurut Sulistiono et al. (2002), selain menggambarkan kemontokan
ikan, faktor kondisi juga dapat digunakan sebagai acuan penentu tingkat
kematangan ikan. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya nilai faktor
kondisi saat ikan matang gonad. Berdasarkan hasil analisis faktor kondisi ikan
layang betina cenderung fluktuatif terhadap perubahan waktu. Pada bulan Mei
dan Juli faktor kondisi ikan layang betina mengalami kenaikan sedangkan pada
bulan April, Juni dan Agustus mengalami penurunan. Berbeda dari ikan layang
betina, faktor kondisi ikan layang jantan cenderung mengalami penurunan
terhadap perubahan waktu (Gambar 6).
Menurut Effendie (1997) in Hukom et al. (2006) nilai faktor kondisi dapat
meningkat seiring dengan peningkatan kematangan gonad dan akan mencapai
puncak sebelum terjadi pemijahan. Namun, tidak demikian yang terjadi pada ikan
layang dalam penelitian ini (Lampiran 4). Ikan jantan cenderung mengalami

22

penurunan nilai faktor kondisi disetiap peningkatan kematangan gonad. Selain
itu, faktor kondisi ikan betina cenderung meningkat kecuali pada TKG 3 yang
memiliki nilai faktor kondisi paling rendah. Terjadinya penurunan nilai faktor
kondisi ini dapat diduga karena adanya perbedaan jumlah ikan contoh pada setiap
peningkatan kematangan gonad.
Rasio kelamin ikan layang (Gambar 7) jantan dan betina sebesar 1,29:1,
yang berarti ikan layang jantan lebih mendominasi daripada ikan betina. Sesuai
dengan penelitian ini, Desta (2015), Raje (1997), dan Poojary et al. (2015)
menyatakan bahwa ikan layang jantan lenih mendominasi daripada ikan betina,
dengan rasio kelamin masing-masing sebesar 1,9:1, 1,69:1 dan 1,45:1. Namun,
berbeda dari penelitian Aprilianty (2000) di perairan Teluk Sibolga dan Gjosaeter
dan Sousa (1983) di perairan Mozambik, yang menyatakan bahwa rasio kelamin
ikan layang betina lebih dominan dibandingkan dengan ikan jantan masingmasing sebesar 1:1,6 dan 1:1,61. Perbedaan rasio kelamin ikan layang diduga
dipengaruhi adanya perbedaan lingkungan perairan, serta ketersediaan makanan.
Waktu pemijahan pada ikan dapat diduga dengan melihat komposisi
tingkat kematangan gonad ikan. Menurut Ozvarol et al. (2010), musim atau
waktu pemijahan terjadi ketika nilai indeks kematangan gonad untuk kedua jenis
kelamin mencapai tingkat tertinggi. Raje (1997) mengatakan bahwa musim
pemijahan ikan layang di India adalah bulan November-Mei. Berbeda dari
Balasubramanian dan Natrajan (2000) dan Manojkumar (2005) yang mengatakan
bahwa musim pemijahan ikan layang di Malabar masing-masing pada bulan
November-Desember dan bulan Maret-Desember. Namun, pada penelitian ini
diduga musim pemijahan ikan layang di perairan Selat Sunda pada bulan Mei-Juli
dengan puncak pemijahan pada bulan Juli (Gambar 8)
Perbedaan musim pemijahan menunjukkan ikan layang terus menerus
berkembang biak. Meskipun ovarium dalam keadaan matang, ikan layang hanya
bertelur pada saat tertentu saja. Pada saat itulah terjadi variasi dari satu tempat ke
tempat lain, tergantung kondisi lingkungan pada daerah tersebut. Oleh karena itu,
hal ini yang diduga menjadi penyebab terjadinya perbedaan dalam musim
pemijahan dari penelitian yang dilakukan oleh berbagai peneliti (Poojary et al.
2015). Maka demikian diduga pada bulan Mei dan Juli Selat Sunda merupakan
lingkungan yang cocok untuk pemijahan ikan layang.
Nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan layang jantan yang terbesar
terdapat pada bulan Mei dan Agustus, sedangkan ikan layang betina (Gambar 9)
yang terbesar terdapat pada bulan Mei dan Juli. Namun, baik ikan layang jantan
maupun betina memiliki nilai IKG yang berfluktuasi setiap bulannya. Rendahnya
nilai IKG, terjadi akibat ikan layang belum mengalami fase matang gonad.
Berdasarkan penghitungan menggunakan metode King, nilai Lm ikan
layang jantan dan betina masing-masing sebesar 194 mm dan 195 mm.
Berdasarkan penghitungan menggunakan metode Spearman-Karber, nilai Lm ikan
layang jantan dan betina yang masing-masing sebesar 194 mm dan 196 mm.
Beberapa penelitian lainnya terkait Lm ikan layang memiliki banyak perbedaan
pada nilai Lm, baik dilihat berdasarkan tahun maupun berdasarkan tempat
penelitian (Tabel 3). Tingginya aktivitas penangkapan juga akan menurunkan
ukuran panjang pertama kali matang gonad (Fandri 2012). Perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi, pencemaran, dan juga ketersediaan makanan.

23

Terjadinya perubahan kebisaan makan sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa ikan layang jantan dan
betina memiliki makanan utama yang berbeda. Namun, secara keseluruhan
organisme yang dimakan ikan layang baik jantan maupun betina sama. Penelitian
ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar makanan utama ikan layang adalah
ikan-ikan kecil (Gambar 17) sesuai dengan penelitian Aprilianty (2000).
Fekunditas ikan layang berkisar antara 2 330-117 660 butir, pada kisaran
panjang 136-229 mm (Gambar 12) dan bobot tubuh 23-124 g (Gambar 13).
Menurut Patrick et al. (2010) kisaran fekunditas dengan nilai lebih dari 104
memiliki potensi perikanan yang tinggi. Hal in sesuai dengan Raje (1997)
menyatakan bahwa ikan layang di India dengan kisaran panjang total 150-219 mm
dan kisaran bobot tubuh 37-100 g, mengandung telur 21 547-84 228 butir.
Menurut Poojary et al. (2015) fekunditas spesies ikan layang yang sama di
perairan Maharashtra (India) sebanyak 29 986-152 123 butir dengan kisaran
panjang total 149-228 mm dan bobot tubuh 28,55-118,47 g. Adanya perbedaan
atau variasi pada fekunditas disebabkan oleh densitas, ketersediaan makanan,
suhu, dan pengaruh lingkungan lainnya.
Hasil analisis diameter telur ikan layang menunjukkan adanya variasi
modus (Gambar 14). Menurut Sulistiono et al. (2006) adanya variasi modusmodus sebaran frekuensi diameter telur merupakan indikasi bahwa ikan memijah
sebagian atau bertahap (partial spawner). Pada penelitian ini ukuran diameter
telur ikan layang berkisar antara 0,125-0,875 mm. Sesuai dengan penelitian
Manojkumar (2007) dan Tamhane (1996) in Poojary et al. (2015) yang
menyatakan bahwa diameter telur ikan layang masing-masing berkisar 0,06-1,02
mm dan 0,03-0,55 mm. Terjadinya penurunan ataupun perbedaan yang cukup
besar pada ukuran diameter telur ikan layang disebabkan oleh adanya perbedaan
kondisi lingkungan (Poojary et al. 2015).
Berdasarkan hasil kajian reproduksi ikan layang di perairan Selat Sunda,
kegiatan penangkapan yang berlebihan dapat menyebabkan terganggunya
keberlangsungan hidup ikan layang (Decapterus russelli). Penggunaan mata
jaring yang berukuran 1 inci (25,4 mm) juga tidak sesuai, karena masih
tertangkapnya ikan layang yang baru pertama kali matang gonad (Gambar 15 dan
Gambar 16). Perbesaran ukuran mata jaring perlu dilakukan, agar dapat
meloloskan ukuran ikan pertama kali matang gonad (Lampiran 5). Ukuran mata
jaring yang lebih besar dari 1 inci atau kira-kira 1,5 inci (36 mm), diharapkan
hanya menangkap ikan layang yang telah melebihi ukuran pertama kali matang
gonad (Lampiran 5 dan Lampiran 6). Hal ini dilakukan agar ikan layang yang
matang gonad pertama kali memiliki kesempatan untuk memijah terlebih dahulu
sehingga keberadaan ikan layang di perairan tetap lestari.
Berdasarkan hasil pendugaan terhadap waktu pemijahan, TKG, dan IKG
perlu adanya pembatasan atau pelarangan penangkapan ikan layang pada bulan
Mei dan Juli, yang bertujuan memberikan kesempatan pada ikan layang untuk
tetap menjaga keberlangsungan hidupnya. Pembatasan penangkapan dilakukan
agar ikan yang sedang melakukan pemijahan tidak terganggu proses
reproduksinya dan dapat berkembangbiak dengan baik.

24

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Jumlah ikan layang jantan lebih banyak dibandingkan dengan ikan
layang betina, sehingga keberlanjutan populasi ikan layang di perairan Selat
Sunda dapat dikatakan terganggu. Ikan layang jantan lebih cepat mencapai
matang gonad dibandingkan dengan ikan layang betina dengan ukuran pertama
kali matang gonad berturut-turut berkisar antara 194 mm dan 196 mm. Waktu
pemijahan ikan layang di perairan Selat Sunda diduga terjadi pada bulan MeiAgustus dengan puncak pemijahan pada bulan Juli. Potensi reproduksi ikan
layang (Decapterus russelli) tinggi yaitu sebesar 2 330–117 660 butir telur dengan
pola pemijahan lebih dari satu kali (partial spawner).

Saran
Perlu dilakukannya penelitian lanjutan terkait ikan layang (Decapterus
russelli) di perairan Selat Sunda selama satu tahun, agar musim pemijahan ikan
layang di perairan Selat Sunda dapat diidentifikasi secara pasti tanpa pendugaan.

DAFTAR PUSTAKA

Aprilianty H. 2000. Beberapa aspek biologi ikan layang (Decapterus Russelli) di
perairan Teluk Sibolga, Sumatera Utara [skripsi]. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 75 hal.
Arniati. 2013. Nisbah kelamin dan ukuran pertama kali matang gonad ikan layang
(Decapterus macrosoma Bleeker, 1851) tertangkap di perairan Teluk Bone
[skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Jurusan
Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin. Makassar. 67 hal.
Balasubramanian NK and Natarajan P. 2000. Studies on the biology of the scads,
Decapterus russelli and Decapterus macrosoma at Vizhinjam, southwest
coast of India. Indian Journal Fish. 47(4): 291-300.
Brinca L, De Silva AJ, Sousa L, Sousa IM and Saetre R. 1983. A survey of the
fish resources at Sofala Bank, Mozambique, September 1982. Reports on
surveys with the R/V DR. FRIDTJOF NANSEN. Institute of Marine
Research, Bergen. Instituto de Investigacao Pesqueira, Maputo,
Mozambique.

25

Desta FS, 2015. Status stok sumberdaya ikan layang (Decapterus russelli) di
perairan Selat Sunda [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 51 hal.
Effendie MI. 1992. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hal.
EffendieF MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta
Fandri D. 2012. Pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki (Rastrelliger
kanagurta, Cuvier 1817) di Selat Sunda [skripsi]. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 62 hal.
Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknik Perikanan). PT
Rineka Cipta, Jakarta.
Gispert AV and Amich RM. 2000. Fecundity and spawing mode of three
introduced fish spesies in Lake Banyoles (Catalunya, Spain) in comparison
with other localities. Aquatic Sciences. 61:154-166.
Gjosaeter J and Sousa IM. 1983. Reproduction, age, and growth of the Russell’s
Scad, Decapterus russelli (Ruppell, 1828) (Carangidae) from Sofala
Bank, Mozambique. Rev. Invest. Pesq. Maputo. 8:83-108.
Gomiero LM and Braga FMS. 2007. Reproduction of pirapitinga do sul (Brycon
opalinus Cuvier, 1819) in the Paaque Estadual da Serra do Mar -Núcleo,
Santa Virginia, São Paulo, Brazil. Brazil Journal Biology. 67(3):541-549.
Hukom FD, Purnama DR, dan Rahardjo MF. 2006. Tingkat kematangan gonad,
faktor kondisi, dan hubungan panjang-berat ikan tajuk (Aphareus rutilans
Cuvier,1830) di perairan laut dalam Palabuhanratu, Jawa Barat. Jurnal
Ikhtiologi Indonesia. 6(1):1-9.
King M. 2006. Fisheries Biology, Assessment and Management Second Edition.
Blackwell Publishing. 405p
Manojkumar PP. 2005. Maturation and spawning of Decapterus russelli (Ruppel,
1830) along the Malabar Coast. Indian Journal of Fisheries. 2(52):171178.
Mansor MI. 1987. On the status of Rastrelliger and Decapterus fisheries of the
west coast of peninsular Malaysia in 1984-1985. BOBP Report. 39(8):1100.
Murty VS. 1991. Observation on some aspects of biology and population
dynamics of the scad, Decapterus russelli (Ruppel) (Carangidae), in the
trawling grounds off Kakinada. Journal of the Marine Biological
Association of India. 33(1&2): 396-408.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Oymak SA, Solak K, and Unlu E. 2001. Some biological characteristics of
Silurus triostegus from Ataturk Dam Lake (Turkey). Tr. J. Zool. 25:139148.
Ozvarol ZAB, Balci BA, Tasli MGA, Kaya Y, and Pehlivan M. 2010. Age,
growth, and reproduction of goldband goatfish (Upeneus moluccensis
Bleeker (1855)) from the Gulf of the Antalya (Turkey). Journal of Animal
and Veterinary Advances. 9(5): 939-945.
Poojary N, Tiwari LR, Sundaram S. 2015. Reproductive biology of the Indian
scad, Decaperus russelli (Ruppel, 1830) from Maharashtra waters,

26

northwest coast of India. Journal of Marine Biological Association of
India., 57 (1).doi:10.6024/jmbai.2015.57.1.1.01792-0x.
Patrick WS, Spencer P, Link J, Cope J, Field J, Kobayashi D, Lawson P,Gedamke
T, Cortes E, Ormseth O et al. 2010. Using productivity and susceptibility
indices to assess the vulnerability of United States fish stocks to
overfishing. Fishery Bulletin 108(3):305-322.
Prihartini A, Anggoro S, dan Asriyanto. 2004. Analisis tampilan biologis ikan
layang (Decapterus sp) hasil tangkapan purse seine yang didaratkan di
PPN Pekalongan. Balai Besar Pengembangan dan Penangkapan Ikan
(BBPI). Semarang.
Raje SG. 1997. On some aspects of biology of mackerel scad Decapterus russelli
(Ruppell). Indian Journal. Fish. 44(1): 97-99.
Steel RGH dan Torrie JH. 1960. Principles and Procedures of Statistics with
Special Reference to The Biological Sciences. McGraw-Hill Book
Company, Inc. USA. 481p
Sulistiono, Wibisana I, Sari PP, Affandie R, Watanabe S, and, Yokota M. 2002.
maturity and food habits of the japanese hiting (Sillago japonica) in
Omura Bay, Nagasaki, Japan. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia. 9(2):121-128.
Sulistiono, Purnamawati A, Ekosafitri KH, Affandi R, dan Sjafei DS. 2006.
Kematangan gonad dan kebiasaan makanan ikan janjan bersisik
(Parapocryptes sp) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal IlmuIlmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 13(2):97-105.
Sunarso, Zamroni A, dan Wudianto. 2008. Biologi reproduksi dan dugaan musim
pemijahan ikan pelagis kecil di Laut Cina Selatan. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia. 14(4):379-391.
Udupa KS. 1986. Statistical Method of Estimating the size of First Maturity in
Fish. Fishbyte ICLARM. Manila.4(2):8-1.
Walpole. 1993. Pengantar Statistika. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Weatherley AH. 1972. Growth and Ecology of Fish Population. Academic Press,
New York London.
Widodo J. 1988. Population biology of Russell's scad (Decapterus russelli) in the
Java Sea, Indonesia. FA0 Fish. Rep., 389:519pp.
Yamin S dan Kurniawan H. 2009. SPSS Complete: Teknik Analisis Statistik
Terlengkap dengan Software SPSS. Seri Pertama. Salemba Infotek.
Jakarta.

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jumlah ikan layang (Decapterus russelli) matang gonad di perairan
Selat Sunda
Jumlah (n)
Bulan Pengamatan

n

Rasio Kelamin

Betina

Jantan

Betina

Jantan

Uji Chi-square

April

41

4

37

1

9.25

Tidak seimbang

Mei

101

65

36

1

0.55

Tidak seimbang

Juni

73

42

31

1

0.74

Tidak seimbang

Juli

97

58

39

1

0.67

Tidak seimbang

Agustus

91

53

58

1

0.72

Tidak seimbang

Total

403

222

181

1

0.82

Tidak seimbang

Lampiran 2 Hubungan panjang bobot ikan layang (Decapterus russelli) di
Perairan Selat Sunda
Jantan

Betina

b

3,0922

2,8964

sb

0,0338

0,0637

thit

2,7280

1,6253

ttab

1,9656

1,9672

Lampiran 3 Uji kesejajaran hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus
russelli) jantan
Perbandingan nilai b

S2p

Thit

Ttab

April-Mei
April-Juni
April-Juli
April-Agustus
Mei-Juni
Mei-Juli
Mei-Agustus
Juni-Juli
Juni-Agustus
Juli-Agustus
April-Total
Mei-Total
Juni-Total
Juli-Total
Agustus-Total

0,0016
0,0017
0