Kualitas Hidup pada Subjek yang Mengalami Dandruff

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dandruff, atau biasa disebut dengan ketombe atau pitiriasis simpleks atau

pitiriasis sika, adalah kelainan skuamasi kulit kepala, dan dapat atau tidak berkaitan
dengan seborea.1,2 Dandruff sendiri merupakan varian paling ringan dari dermatitis
seboroik.3
Sampai saat ini, dandruff merupakan masalah yang cukup menonjol di
kalangan umum, karena banyak ditemukan dan dapat menyebabkan rasa
khawatir/tertekan, hilangnya kepercayaan diri atau tidak nyaman bagi pengidapnya.
Penyakit ini sering ditemukan pada usia dewasa muda, sedangkan pada anak relatif
jarang dan berbentuk ringan. Insiden puncak dan keparahan penyakit terjadi pada usia
sekitar 20 tahun. Dandruff biasanya mengenai orang yang secara konstitusional
memiliki kulit berminyak (seborrheic diathesis). Sekitar 50 % populasi dunia pernah
menderita penyakit ini dengan derajat keparahan yang berlainan.4
Patofisiologi dandruff diduga berhubungan dengan peran hiperproliferasi

epidermis, mikroorganisme, dan peran kelenjar sebasea.4
Gambaran klinis dandruff biasanya ditandai oleh skuama yang dapat berwarna
keputih-putihan atau keabu-abuan dan dapat terlepas dari permukaan kulit dan
bertebaran di antara batang rambut atau jatuh pada kerah baju ataupun bahu
penderita.1,4 Karena hal tersebut, maka dandruff dapat menyebabkan penderita merasa

2

terganggu. Selain mengganggu faktor fisik, dandruff mungkin turut mempengaruhi
kualitas hidup pasien yaitu adanya gangguan secara sosial, psikologis dan emosional.
Dandruff dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup pasien jika langkah
preventif yang tepat tidak dilakukan.5
Kualitas hidup merupakan persoalan yang sangat penting dalam psikologi
kesehatan yang mencakup sebagian besar pengertian kesehatan masyarakat.6 Fokus
pengukuran kualitas hidup dalam penelitian kesehatan dapat ditelusuri pada transisi
historis dari fokus perawatan medis yang dominannya kuratif pada pertengahan abad
ke-20 pertama ke fokus pada efek samping pengobatan medis dan dampak penyakit
dan kesakitan pada kesehatan fisik, sosial, dan emosi.7
Faktanya, kualitas hidup didefinisikan sebagai pertimbangan kognitif yang
sadar mengenai kepuasan terhadap kehidupan.6 Organisasi Kesehatan Dunia/World

Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu
dari keberadaannya dalam kehidupan, dalam konteks kultural dan sistem nilai di
mana dia hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian dan
dampaknya pada kesehatan fisik, kondisi mental dan independensi hubungan sosial.6,8
Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan/health-related quality of
life (HRQL) merefleksikan evaluasi pasien terhadap dampak penyakit dan
pengobatan pada fungsi fisik, psikologis, sosial dan kesehatan. HRQL dapat
membantu dalam menentukan keputusan klinis, monitor proses terapi, berkomunikasi
dengan pasien, dan mengevaluasi hasil pengobatan.9 Kualitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan/health-related quality of life (HRQL) dapat dinilai

3

dengan instrumen dermatologi yang spesifik, salah satunya adalah Skindex-29.
Skindex-29 merupakan instrumen HRQL yang dirancang untuk mengukur efek dari
penyakit kulit pada kehidupan pasien. Skindex-29 merupakan alat pengukur yang
cukup menjanjikan dalam penelitian pelayanan kesehatan dan pemeriksaan
medis.8,10,11
Penilaian kualitas hidup sebagai dampak dari penyakit kulit, dalam hal ini
dandruff adalah penting dalam manajemen klinis. Mendeteksi pasien yang beresiko

lebih tinggi mengalami kualitas hidup yang lebih buruk adalah hal yang sangat
penting agar dapat mengobatinya dengan cara yang lebih terintegrasi, meliputi
keputusan menggunakan pengobatan yang ada dan dukungan psikologis untuk kasus
yang paling berat.12
Penelitian sebelumnya mengenai dampak dandruff atau dermatitis seboroik
terhadap kualitas hidup penderita telah pernah dilakukan di Polandia oleh
Szepietowski dkk pada tahun 2009. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa adanya
pengaruh signifikan yang bersifat negatif terhadap kualitas hidup penderita terutama
pada penderita dermatitis seboroik.13
Peneliti berminat untuk mengetahui dan menilai kualitas hidup pada penderita
dandruff. Sampel penelitian yang diambil oleh peneliti dalam hal ini adalah tenaga
kerja di RSUP H. Adam Malik Medan karena berdasarkan survei pendahuluan, masih
terdapat keluhan – keluhan dandruff pada tenaga kerja tersebut.

4

1.2

Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran kualitas hidup pada subjek yang mengalami

dandruff ?

1.3

Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan umum
Mengetahui gambaran kualitas hidup pada subjek yang mengalami
dandruff.

1.3.2

Tujuan khusus
a. Mengetahui nilai Skindex-29 untuk menilai kualitas hidup pada
subjek yang mengalami dandruff.
b. Mengetahui gambaran kualitas hidup pada subjek yang mengalami
dandruff berdasarkan usia.
c. Mengetahui gambaran kualitas hidup pada subjek yang mengalami
dandruff berdasarkan jenis kelamin.

d. Mengetahui gambaran kualitas hidup pada subjek yang mengalami
dandruff berdasarkan lama menderita penyakit.

1.4

Manfaat Penelitian
1.4.1

Untuk bidang akademik/ilmiah
Membuka wawasan mengenai gambaran kualitas hidup pada subjek
yang mengalami dandruff berdasarkan penilaian skala Skindex-29.

5

1.4.2

Untuk pelayanan masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada subjek yang mengalami dandruff, dengan
melakukan pendekatan multidimensi yang mencakup aspek fisik,

psikologis dan psikososial untuk meningkatkan kualitas hidup subjek
tersebut.

1.4.3

Untuk pengembangan penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan bagi penelitian selanjutnya
dalam menilai kualitas hidup subjek yang mengalami dandruff.