Perbandingan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dengan kurang dari 10 bulan

(1)

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANAK PALSI SEREBRAL YANG MENDAPAT TERAPI FISIK LEBIH DARI 10 BULAN DENGAN

KURANG DARI 10 BULAN

TESIS

DEWI ANGREANY

107103016 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANAK PALSI SEREBRAL YANG MENDAPAT TERAPI FISIK LEBIH DARI 10 BULAN DENGAN

KURANG DARI 10 BULAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

DEWI ANGREANY

107103016 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : Perbandingan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dengan kurang dari 10 bulan

Nama Mahasiswa : Dewi Angreany Nomor Induk Mahasiswa : 107103016

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

dr. Johannes H. Saing, M.Ked(Ped), SpA(K)

Anggota

dr. Hj. Melda Deliana, M.Ked(Ped), SpA(K)

Program Magister Kedokteran Klinik Dekan Sekretaris Program Studi

dr.Murniati Manik,MSc,SpKK,SpGK

NIP: 19530719 198003 2 001 NIP: 19540220 198011 1 001 Prof.dr.Gontar Siregar,SpPD- KGEH


(4)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANAK PALSI SEREBRAL YANG MENDAPAT TERAPI FISIK LEBIH DARI 10 BULAN DENGAN KURANG

DARI 10 BULAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.


(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 3 November 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Johannes H. Saing, M.Ked(Ped), Sp.A(K) ... Anggota :

1. dr. Hj. Melda Deliana, M.Ked(Ped), Sp.A(K) ... 2. dr. Tina C. L. Tobing, M.Ked(Ped), Sp.A(K) ... 3. dr. Nelly Rosdiana, M.Ked(Ped), Sp.A(K) ... 4. Elvi Andriani Yusuf, M.Si, Psikolog ...


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama dr. Johannes H. Saing, M.Ked(Ped), Sp.A(K) yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. 2. dr. Hj. Melda Deliana, M.Ked(Ped), Sp.A(K), sebagai pembimbing


(7)

3. dr. Yazid Dimyati, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku kepala divisi Neurologi dan dr. Fereza Amelia, M.Ked(Ped), Sp.A sebagai staf pengajar divisi Neurologi yang sangat banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

4. Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K), selaku Kepala bagian Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU dan dr. Beby Syofiani Hasibuan, M.Ked(Ped), Sp.A selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK USU yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K) dan Rektor Universitas Sumatera Utara sebelumnya Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) serta Dekan FK-USU Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, FInaSIM yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK USU.

6. Ibu Elvi Andriani Yusuf, M.Si, Psikolog, dr.Tina Christina L.Tobing, M.Ked(Ped), Sp.A(K), dan dr. Nelly Rosdiana M.Ked(Ped), Sp.A(K) yang telah menguji, memberikan koreksi, saran dan perbaikan pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.


(8)

8. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Poppy Indriasari, Regia Sabarati Sinurat, Bebi Trianita Sari, Khairunnisa Agustina, Silvia Yasmin Lubis, Ghazali Ahmad Siregar, Febriyanti mobilina, Cherry Nurul Faried Lubis, Dwi Novianti, Sisca Kartika Dewi, Selwan S. Situngkir, Supriadi, Rahmat Sumiko, Atika Rimalda Nasution, Dame Lamtiur Sitompul, Ratna Sari Barus, Rika Haryanti, Perjuangan, Fadhila Ihsani, Trina Devina, Ika Citra Dewi Tanjung, Elida Irawaty Saragih, dan Ahmad Tarmizi Rangkuti. Terima kasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini. 9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya Alm. Raja Ahmad Muchtar dan Alm. Hj. Nurhayati. Jasa ibu dan bapak tidak akan pernah saya lupakan yang telah membimbing, mendidik dan membesarkan saya. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada mertua saya H. Abdul Hamid Lubis dan Hj. Chairusmiaty yang telah banyak membantu dan


(9)

terimakasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan selama saya menempuh pendidikan. Kepada para kerabat dan saudara yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doanya selama ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, November 2014


(10)

DAFTAR ISI

Lembaran Persetujuan Pembimbing ii

Daftar isi iii

Daftar tabel v Daftar gambar vi Daftar singkatan dan lambing vii BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum 3

1.4.2. Tujuan Khusus 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi palsi serebral 5

2.2. Etiologi dan faktor risiko palsi serebral 5

2.3. Diagnosis palsi serebral 6

2.4. Klasifikasi palsi serebral 6

2.5. Kualitas hidup anak palsi serebral 7

2.6. Penilaian kualitas hidup anak palsi serebral 8 2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

anak palsi serebral 10

2.9. Terapi fisik pada anak palsi serebral 11

2.8. Kerangka Konseptual 13

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain 14

3.2. Tempat dan Waktu 14

3.3. Populasi dan Sampel 14

3.4. Perkiraan Besar Sampel 15

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 16

3.5.1. Kriteria Inklusi 16


(11)

3.11. Definisi Operasional 20

3.12. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 27

BAB 4. HASIL 28

BAB 5. PEMBAHASAN 36 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 41

5.2 Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 47

2. Biaya Penelitian 47

3. Jadwal Penelitian 48

4. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua 48

5. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) 50

6. Kuisioner penelitian 51


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data demografi sampel penelitian 30 Tabel 4.2. Data neurologi sampel penelitian 31

Tabel 4.3 Data dasar terapi fisik 32

Tabel 4.4 Perbedaan tingkatan motorik sebelum dan

setelah terapi pada kelompok I 33

Tabel 4.5 Perbedaan tingkatan motorik sebelum dan

setelah terapi pada kelompok II 34

Tabel 4.6 Perbedaan skor kualitas hidup anak palsi


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.8 Kerangka konseptual 13


(14)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

CP QOL-child : Cerebral Palsy Quality Of Life questionnaire for children

TORCH : Toksoplasma, Rubella, Sitomegalovirus, Herpes simpleks

PVL : periventricular leukomalacia

GMFCS : Gross Motor Function Classification System

CPCHILD : Caregiver Priorities and Child Health Index of Life with disabilities

PedsQL : Pediatric Quality of Life inventory

YPAC : Yayasan Pendidikan Anak Cacat

IQ : Intelligence quotient

NDT : neurodevelopmental therapy


(15)

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANAK PALSI SEREBRAL YANG MENDAPAT TERAPI FISIK LEBIH DARI 10 BULAN DENGAN KURANG

DARI 10 BULAN

Dewi Angreany

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan, Indonesia

, Johannes H. Saing, Melda Deliana, Yazid Dimyati, Fereza Amelia

Abstrak

Latar belakang Palsi serebral merupakan penyebab keterbatasan fisik paling umum pada anak. Keterbatasan aktivitas fisik menyebabkan rendahnya kualitas hidup anak. Terapi Fisik memegang peranan penting dalam tatalaksana anak dengan palsi serebral.

Tujuan Untuk membandingkan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dengan kurang dari 10 bulan.

Metode Penelitian sekat lintang yang dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2012 di Medan. Sampel adalah anak palsi serebral usia 4 sampai 12 tahun yang telah mendapat terapi fisik. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok secara konsekutif yaitu kelompok I yang mendapat terapi fisik 10 bulan atau lebih, dan kelompok II yang mendapat terapi fisik kurang dari 10 bulan. Orangtua diminta untuk mengisi kuisioner CQ QOL-child. Data dianalisis menggunakan uji t independen dan Mann-Whitney dengan interval kepercayaan 95%.

Hasil Dari 60 anak yang memenuhi kriteria, 30 anak dimasukkan dalam kelompok I dan 30 anak dalam kelompok II. Rerata lamanya terapi fisik pada kelompok I adalah 35.7 (SD 19.3) bulan dan kelompok II 4.2 (SD 3.1) bulan. Tingkatan kemampuan motorik kasar anak meningkat pada kedua kelompok yaitu dari GMFCS IV menjadi GMFCS II pada kelompok I (P=0.0001) dan dari GMFCS IV menjadi GMFCS III (P=0.002) pada kelompok II. Rerata skor kualitas hidup pada kelompok I dan II adalah 79.63 (SD 5.73) dan 47.71 (SD 6.85) secara berurutan (P=0.0001).

Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat terapi fisik kurang dari 10 bulan.


(16)

COMPARISON OF THE QUALITY OF LIFE IN CEREBRAL PALSY CHILDREN WITH PHYSICAL THERAPY MORE AND LESS THAN 10

MONTHS

Dewi Angreany

Department of Child Health, Medical School,

, Johannes H. Saing, Melda Deliana, Yazid Dimyati, Fereza Amelia

University of Sumatera Utara – Haji Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia

Abstract

Background Cerebral palsy (CP) is the most common cause of severe physical disability in childhood. These limitations may cause lower level experience or quality of life (QOL). Physical therapy (PT) plays a central role in managing CP.

Objective To compare QOL in CP children with PT more and less than 10 months.

Methods A cross sectional study was performed from June to December 2012 in Medan. Eligible samples were four until twelve years old CP children who received PT. samples were devided into 2 group consecutively, group I was CP children with PT≥10 months, group II was CP children with PT<10 months. Parents were asked to fill CP QOL questionnaires. Data was analyzed by using independent t-test and mann-whitney U test with 95% confidence interval.

Results We enrolled 60 CP children, 30 children into group I and 30 children into group II. The mean duration of PT in group I was 35.7 (SD 19.3) months and group II was 4.2 (SD 3.1) months. Gross motoric level in both group Increased from GMFCS IV to GMFCS II in group I (P=0.0001) and from GMFCS IV to GMFCS III (P=0.002) in group II. The mean total CP QOL scores in group I and II was 79.63 (SD 5.73) and 47.71 (SD 6.85) respectively (P=0.0001).

Conclusion Our study demonstrates that QOL in more than 10 months PT group is significantly higher than the other group.


(17)

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANAK PALSI SEREBRAL YANG MENDAPAT TERAPI FISIK LEBIH DARI 10 BULAN DENGAN KURANG

DARI 10 BULAN

Dewi Angreany

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan, Indonesia

, Johannes H. Saing, Melda Deliana, Yazid Dimyati, Fereza Amelia

Abstrak

Latar belakang Palsi serebral merupakan penyebab keterbatasan fisik paling umum pada anak. Keterbatasan aktivitas fisik menyebabkan rendahnya kualitas hidup anak. Terapi Fisik memegang peranan penting dalam tatalaksana anak dengan palsi serebral.

Tujuan Untuk membandingkan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dengan kurang dari 10 bulan.

Metode Penelitian sekat lintang yang dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2012 di Medan. Sampel adalah anak palsi serebral usia 4 sampai 12 tahun yang telah mendapat terapi fisik. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok secara konsekutif yaitu kelompok I yang mendapat terapi fisik 10 bulan atau lebih, dan kelompok II yang mendapat terapi fisik kurang dari 10 bulan. Orangtua diminta untuk mengisi kuisioner CQ QOL-child. Data dianalisis menggunakan uji t independen dan Mann-Whitney dengan interval kepercayaan 95%.

Hasil Dari 60 anak yang memenuhi kriteria, 30 anak dimasukkan dalam kelompok I dan 30 anak dalam kelompok II. Rerata lamanya terapi fisik pada kelompok I adalah 35.7 (SD 19.3) bulan dan kelompok II 4.2 (SD 3.1) bulan. Tingkatan kemampuan motorik kasar anak meningkat pada kedua kelompok yaitu dari GMFCS IV menjadi GMFCS II pada kelompok I (P=0.0001) dan dari GMFCS IV menjadi GMFCS III (P=0.002) pada kelompok II. Rerata skor kualitas hidup pada kelompok I dan II adalah 79.63 (SD 5.73) dan 47.71 (SD 6.85) secara berurutan (P=0.0001).

Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat terapi fisik kurang dari 10 bulan.


(18)

COMPARISON OF THE QUALITY OF LIFE IN CEREBRAL PALSY CHILDREN WITH PHYSICAL THERAPY MORE AND LESS THAN 10

MONTHS

Dewi Angreany

Department of Child Health, Medical School,

, Johannes H. Saing, Melda Deliana, Yazid Dimyati, Fereza Amelia

University of Sumatera Utara – Haji Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia

Abstract

Background Cerebral palsy (CP) is the most common cause of severe physical disability in childhood. These limitations may cause lower level experience or quality of life (QOL). Physical therapy (PT) plays a central role in managing CP.

Objective To compare QOL in CP children with PT more and less than 10 months.

Methods A cross sectional study was performed from June to December 2012 in Medan. Eligible samples were four until twelve years old CP children who received PT. samples were devided into 2 group consecutively, group I was CP children with PT≥10 months, group II was CP children with PT<10 months. Parents were asked to fill CP QOL questionnaires. Data was analyzed by using independent t-test and mann-whitney U test with 95% confidence interval.

Results We enrolled 60 CP children, 30 children into group I and 30 children into group II. The mean duration of PT in group I was 35.7 (SD 19.3) months and group II was 4.2 (SD 3.1) months. Gross motoric level in both group Increased from GMFCS IV to GMFCS II in group I (P=0.0001) and from GMFCS IV to GMFCS III (P=0.002) in group II. The mean total CP QOL scores in group I and II was 79.63 (SD 5.73) and 47.71 (SD 6.85) respectively (P=0.0001).

Conclusion Our study demonstrates that QOL in more than 10 months PT group is significantly higher than the other group.


(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Palsi serebral merupakan penyebab keterbatasan aktivitas fisik yang paling sering pada anak, dengan Insidensi sekitar 2 sampai 2.5 per 1000 kelahiran hidup.1 Palsi Serebral ditandai dengan perubahan tonus otot berupa

spastisitas atau rigiditas, kelemahan otot, gerakan involunter, atau kombinasi diantaranya. Gangguan motorik umumnya disebabkan karena kerusakan sistem saraf pusat dalam 2 tahun pertama kehidupan, bersifat tidak episodik dan tidak progresif.2 Palsi serebral terjadi pada masa bayi dan anak, namun

dampak yang ditimbulkannya berlangsung sepanjang hidup.3

Prevalensi palsi serebral diketahui meningkat pada kelahiran prematur. Bayi dengan berat badan lahir rendah 24 kali lebih berisiko menjadi palsi serebral.4 Di Asia, distribusi pada bangsa Melayu lebih besar dibandingkan

bangsa India dan Cina.5

Pengobatan palsi serebral memerlukan pendekatan multidisiplin. Secara garis besar tatalaksana dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu: latihan fisik, obat-obatan dan / atau pembedahan, terapi perilaku.6 Terapi fisik

memegang peranan penting dalam meningkatkan fungsi motorik anak palsi serebral.7 Perbaikan kemampuan motorik dapat meningkatkan kualitas hidup


(20)

Kualitas hidup anak palsi serebral dipengaruhi oleh kondisi kesehatan fisik, personal dan lingkungan.9 Penilaian kualitas hidup merupakan hal yang

sangat penting untuk menilai kondisi kesehatan dan mengevaluasi terapi yang telah diberikan terhadap anak palsi serebral.10 Kualitas hidup anak palsi

serebral dapat dinilai dengan menggunakan berbagai instrumen. Salah satu insrumen yang dapat digunakan adalah Cerebral Palsy Quality Of Life questionnaire for children (CP QOL-child). Kuisioner ini spesifik untuk anak palsi serebral, memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi dan telah diterjemahkan dalam beberapa versi bahasa.11

Gangguan motorik pada anak palsi serebral mengakibatkan berkurangnya partisipasi dan menurunkan kualitas hidup anak. Pemberian terapi fisik secara rutin selama 1 tahun dapat memperbaiki fungsi motorik sehingga meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan mental anak.12 Dalam

suatu pengamatan yang dilakukan Prudente dkk di Brazil tahun 2010 didapatkan adanya peningkatan kualitas hidup yang signifikan pada anak palsi serebral yang melakukan terapi fisik selama 10 bulan.13 Di Indonesia

belum ada penelitian yang menilai kualitas hidup anak palsi serebral menggunakan kuisioner CP QOL-child dan membandingkan antara yang telah diterapi fisik lebih dari 10 bulan dan kurang dari 10 bulan.


(21)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan : Bagaimana perbandingan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dan kurang dari 10 bulan?

1.3. Hipotesis

Ada perbedaan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dan kurang dari 10 bulan.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum : membandingkan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dan kurang dari 10 bulan.

1.4.2. Tujuan Khusus : membandingkan tingkatan motorik kasar anak palsi serebral sebelum dan sesudah mendapat terapi fisik.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai dampak palsi serebral terhadap kualitas hidup, dan pengaruh terapi fisik dalam meningkatkan kualitas hidup anak.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui dampak dari palsi serebral terhadap kualitas hidup anak, diharapkan dapat meningkatkan


(22)

pelayanan kesehatan terhadap anak dan mempermudah akses dalam mencapai tempat pelayanan kesehatan.

3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan kontribusi ilmiah mengenai pengaruh terapi fisik terhadap peningkatan kualitas hidup anak palsi serebral.


(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi palsi serebral

Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak bersifat progresif, terjadi saat perkembangan otak janin dan bayi. Gangguan motorik sering disertai dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, gangguan perilaku, epilepsi, dan gangguan muskuloskeletal.14

2.2. Etiologi dan faktor risiko palsi serebral:

Penyebab palsi serebral pada sebagian besar anak tidak diketahui.1

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya palsi serebral antara lain: faktor risiko prenatal (korioamnionitis pada ibu, pertumbuhan janin terganggu, terpapar dengan toksin, infeksi Toksoplasma, Rubella, Sitomegalovirus, Herpes simpleks / TORCH kongenital); kerusakan otak di masa perinatal (hipoksik-iskemik, strok neonatal, trauma, perdarahan intrakranial), kerusakan otak pada prematuritas (periventricular leukomalacia / PVL), gangguan perkembangan (malformasi otak intrauterin, gangguan metabolik dan genetik); kerusakan otak di masa postnatal (kern icterus, infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis neonatal).2,15


(24)

2.3. Diagnosis palsi serebral

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa pemeriksaan neurologi yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan terhadap perubahan tonus otot, kekuatan otot, refleks, dan koordinasi.16 Terdapatnya

refleks primitif yang persisten dan tidak adanya reflek protektif pada usia yang seharusnya, merupakan gambaran penting yang menggambarkan adanya gangguan pada traktus kortikospinalis.17

2.4. Klasifikasi palsi serebral

Secara garis besar, klasifikasi palsi serebral dapat dibagi menjadi: 1. Klasifikasi fisiologi dan topografi

Palsi serebral dapat dibagi dalam 2 kelompok fisiologi yaitu piramidal dan ekstrapiramidal.15 Pada kelompok piramidal, gejala yang menonjol adalah

spastisitas, ditemukan pada 70% - 85% dari seluruh kasus palsi serebral. 18

Sedangkan kelompok ekstrapiramidal antara lain diskinesia, korea, atetosis, distonia, dan ataksia.15

Klasifikasi palsi serebral tipe spastik dapat dibagi berdasarkan lokalisasi atau topografi disfungsi motorik, antara lain: diplegi, hemiplegi, triplegi, kuadriplegi / tetraplegi.15


(25)

2. Klasifikasi fungsional

Klasifikasi fungsional berdasarkan tingkat keparahan gangguan motorik / Gross Motor Function Classification System (GMFCS).19 GMFCS dibedakan

berdasarkan kelompok umur dan terbagi menjadi 5 tingkatan, yaitu:20

Tingkat I : berjalan tanpa hambatan Tingkat II : berjalan dengan hambatan

Tingkat III : berjalan dengan menggunakan alat bantuan pegangan tangan Tingkat IV : bergerak sendiri dengan hambatan, kadang menggunakan alat

bantu mobilitas

Tingkat V : berpindah tempat dengan menggunakan kursi roda

GMFCS dapat digunakan untuk menentukan pemilihan terapi yang tepat sesuai dengan usia pasien dan tingkatan fungsi motorik, serta memprediksi prognosis fungsi motorik kasar anak palsi serebral.19

2.5. Kualitas hidup anak palsi serebral

Kualitas hidup diartikan sebagai persepsi subjektif individu terhadap kedudukannya dalam kehidupan, meliputi berbagai komponen kehidupan seperti sistem nilai dan budaya di tempat tinggalnya dalam hubungannya dengan tujuan, harapan, dan norma.10,12 Kualitas hidup anak palsi serebral

merupakan penilaian terhadap seluruh aspek kehidupan, meliputi aspek kesehatan (fisik, mental, dan sosial) dan aspek non kesehatan (ekonomi, sekolah, dan agama).11


(26)

Secara umum, kualitas hidup anak palsi serebral lebih rendah dibandingkan anak normal kelompok usia yang sama. Gangguan motorik memegang peranan penting dalam hal ini.12 Di Asia seperti Malaysia, kualitas

hidup anak palsi serebral masih rendah, hal ini disebabkan karena kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan untuk anak-anak cacat, kurangnya kesadaran dan keahlian dari sumber daya manusia, dan tingkat ekonomi yang rendah.5

Namun beberapa bayi dengan gangguan motorik ringan menunjukkan perbaikan dan mencapai fungsi motorik normal pada masa anak-anak.21

2.6. Penilaian kualitas hidup anak palsi serebral

Pemilihan instrumen kualitas hidup bergantung kepada validitas, keandalan, mudah dalam penggunaan, biaya lebih murah, sesuai dengan sosial kultural / budaya setempat.11,22

Beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kualitas hidup anak palsi serebral, diantaranya:

1. Cerebral Palsy Quality Of Life questionnaire for children (CP QOL-child). CP QOL-child adalah kuisioner yang digunakan untuk menilai kualitas hidup anak palsi serebral usia 4-12 tahun. Ada 7 aspek yang dinilai, yaitu: (1) Fungsi sosial dan penerimaan (2) Partisipasi dan kesehatan fisik (3) Status


(27)

CP QOL dapat digunakan untuk: menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak palsi serebral, mengetahui apakah intervensi yang diberikan telah meningkatkan kualitas hidup dan mendapatkan informasi tentang beberapa aspek dalam kehidupan anak.11

2. Caregiver Priorities and Child Health Index of Life with disabilities (CPCHILD)

Merupakan alat yang digunakan untuk menilai status fungsional dan kesehatan, hubungan kesehatan dan kualitas hidup anak palsi serebral yang

sangat berat umur 5-18 tahun. CPCHILD menilai 6 aspek yaitu: (1)

Perawatan diri sendiri (2) Posisi, pindah tempat, dan mobilitas (3) Komunikasi dan interaksi sosial (4) Kenyamanan, emosi, dan perilaku (5) Kesehatan (6) Kualitas hidup.23

CPCHILD dapat digunakan untuk: membantu klinisi menilai faktor yang mengganggu kualitas hidup anak, memonitor perkembangan anak, membantu dalam perencanaan dan evaluasi program rehabilitasi bagi anak.22,23

3. Pediatric Quality of Life inventory (PedsQL) 3.0 Cerebral palsy module Merupakan alat untuk menilai hubungan kesehatan dengan kualitas hidup khusus pada palsi serebral. PedsQL 3.0 ini dirancang untuk anak sehat dan anak palsi serebral yang berumur 5-18 tahun. Ada 7 aspek yang dinilai: (1)


(28)

Aktivitas sehari-hari (2) Aktivitas sekolah (3) Pergerakan dan keseimbangan (4) Nyeri dan sakit (5) Kelelahan (6) Aktivitas untuk makan (7) Berbicara dan komunikasi.24,25 PedsQL 3.0 ini dapat digunakan untuk: menentukan faktor

yang mempengaruhi kualitas hidup anak, membantu mengoptimalkan terapi yang diberikan pada anak.25

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup palsi serebral 1. Kondisi kesehatan atau penyakit anak

Hal ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas hidup anak. Kondisi kesehatan fisik terutama ditentukan oleh struktur dan fungsi tubuh anak. Anak palsi serebral mempunyai gangguan beberapa sistem tubuh seperti sistem saraf pusat, respirasi, kardiovaskular, dan muskuloskeletal.26

Gangguan anatomi tubuh disebabkan karena perubahan struktur dan morfologi otot. Penelitian secara immunohistochemical pada anak palsi serebral, menunjukkan adanya peningkatan jaringan lemak intramuskular, penumpukan kolagen pada otot, dan hipotrofi serat otot.27 Perubahan struktur

dan fungsi tubuh pada anak palsi serebral akan mengakibatkan penurunan aktivitas dan partisipasi anak dalam melakukan kegiatan sehari-hari, sehingga menurunkan kualitas hidup anak.26


(29)

2. Faktor personal

Faktor personal berkaitan dengan aspek emosional dan perilaku (internalisasi dan eksternalisasi). Perlindungan yang berlebihan dari orang tua dapat menimbulkan masalah psikologis pada anak palsi serebral seperti kecemasan dan depresi. Suatu penelitian di Hongkong tahun 2008 menunjukkan bahwa tingkatan gangguan motorik tidak mempengaruhi

psikologi anak.28 Anak dengan gangguan emosional dan perilaku

menunjukkan penurunan komunikasi dan fungsi sosial, yang mengakibatkan rendahnya kualitas hidup.12,29

3.Faktor lingkungan

Keluarga, masyarakat, dan pemerintah memegang peranan penting dalam faktor lingkungan.30 Kurangnya penerimaan anak palsi serebral dalam

masyarakat berupa adanya sikap diskriminasi, stigmatisasi, dan kurang pengertian dari masyarakat terhadap kondisi anak palsi serebral,

menyebabkan menurunnya kualitas hidup anak.31 Faktor keluarga

dipengaruhi oleh: tingkat pendidikan orang tua, status perkawinan orang tua, serta kesehatan fisik dan mental orang tua.29

2.8. Terapi Fisik pada anak palsi serebral

Terapi fisik adalah bentuk pengobatan dengan latihan dan peralatan khusus agar anak dapat memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan


(30)

kemampuan fisiknya. Disebut juga fisioterapi. Terapi fisik sebaiknya diberikan dalam satu tahun pertama kehidupan atau segera setelah diagnosis palsi serebral dibuat. Pemberian terapi fisik juga terbukti dapat memperbaiki panjang langkah, urutan langkah, kecepatan dan irama gaya berjalan, peningkatan rentang gerakan, pengurangan spastisitas dan rigiditas.31

Terapi fisik bertujuan untuk memperbaiki struktur dan fungsi tubuh, sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan partisipasi anak.8 Manfaat

pemberian terapi fisik pada anak palsi serebral antara lain: mencegah komplikasi muskuloskeletal seperti kelemahan atau atrofi otot, menghindari kontraktur otot, mencegah deformitas tulang, dan membantu anak melakukan aktivitas sehari-hari.32

Terapi fisik pada anak palsi serebral mencakup peregangan, penguatan, dan pengaturan posisi.9 Frekuensi pemberian terapi fisik masih

bervariasi diantara beberapa sentra. Suatu penelitian menggambarkan bahwa perbaikan motorik dicapai bila terapi dilakukan empat kali dalam sebulan, dan tiga jam setiap kali latihan, selama dua tahun. Terapi fisik diberikan sepanjang hidup anak.33


(31)

2.9. Kerangka Konseptual

Kerusakan otak masa prenatal Kerusakan otak masa perinatal Kerusakan otak masa postnatal

PALSI SEREBRAL

Gangguan gerakan dan bentuk tubuh Penurunan aktivitas Penurunan partisipasi Faktor personal Faktor lingkungan KUALITAS HIDUP CP QOL-child

(1) fungsi sosial dan penerimaan, (2) partisipasi dan kesehatan fisik, (3)

fungsi, (4) mental, (5) nyeri dan dampak kecacatan, (6) akses ke tempat pelayanan kesehatan, (7)

kesehatan keluarga

Gambar 2.8 Kerangka konseptual

= yang diteliti

Gangguan sensasi, persepsi,

kognisi, perilaku, epilepsi.


(32)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan studi sekat lintang yang membandingkan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik 10 bulan atau lebih dengan kurang dari 10 bulan.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Haji Adam Malik Medan, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD dr.Pirngadi Medan, Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Desember 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak yang didiagnosis palsi serebral oleh dokter spesialis neurologi anak. Populasi terjangkau adalah populasi target yang datang ke Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam Malik Medan, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD dr. Pirngadi Medan, dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi


(33)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus data numerik untuk dua populasi independen,yaitu:34

�1 = �2 = 2 �(��+��)�� (�1− �2) �

2

n1 = n2 = besar sampel masing-masing kelompok

α = kesalahan tipe I = 0,05 Tingkat kepercayaan 95% Zα = deviat baku normal untuk α = 1,96

β = kesalahan tipe II = 0,2 Power (kekuatan penelitian) 80%

Zβ = 0,842

Sd = simpangan baku kelompok yang mendapat terapi fisik = 34,213

X1–X2 = perbedaan selisih skor yang diharapkan = 30

Dengan menggunakan rumus di atas maka didapat besar sampel untuk masing-masing kelompok sebanyak 30 orang, diambil secara konsekutif.


(34)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Anak usia 4-12 tahun yang telah didiagnosis palsi serebral oleh dokter spesialis neurologi anak.

2. Anak mendapat terapi fisik / fisioterapi

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak menderita penyakit neurodegeneratif atau penyakit psikiatri. 2. Telah menjalani terapi pembedahan.

3. Menggunakan obat-obatan anti spastisitas.

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua sampel penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu. Formulir penjelasan terlampir dalam usulan penelitian ini.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(35)

1. Orang tua dan anak diberikan penjelasan dan informed consent yang menyatakan setuju mengikuti penelitian ini.

2. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuisioner.

3. Semua anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik 10 bulan atau lebih dimasukkan dalam kelompok pertama, dan anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik kurang dari 10 bulan dimasukkan dalam kelompok kedua. Frekuensi terapi fisik yang dilakukan minimal 1 kali dalam seminggu atau 4 kali dalam sebulan, dengan lama terapi fisik 1 sampai 3 jam setiap kali latihan.

4. Dilakukan pengukuran antropometri yang terdiri dari pengukuran berat badan dan tinggi / panjang badan anak. Berat badan diukur dalam satuan kg, menggunakan timbangan merk Camry buatan Cina, dengan ketelitian 0.1 cm. Tinggi badan diukur dalam satuan cm, menggunakan stadiometer bagi anak yang dapat berdiri. Sedangkan untuk anak yang tidak dapat berdiri, dilakukan pengukuran panjang badan dengan menggunakan kayu pengukur, dengan pengurangan 0.5-1.5 cm dari hasil pengukuran. Anak dengan gangguan fisik dilakukan pengukuran alternatif dengan rentang lengan, panjang lengan atas, dan panjang tungkai bawah, dengan rumus sebagai berikut:35

Perempuan (cm) = 84.88 - (0.24 x usia) + (1.83 x panjang tungkai bawah) Laki-laki (cm) = 64.19 – (0.04 x usia) + (2.02 x panjang tungkai bawah).


(36)

5. Lingkar kepala diukur dengan menggunakan pita pengukur, diambil dari lingkar maksimum kepala yaitu di atas tonjolan supraorbita dan melingkari protuberantia oksipital. Pengukuran dicatat dengan ketelitian 0.1 cm.35

6. Tingkatan gangguan motorik kasar dinilai dengan menggunakan Gross Motor Function Classification System (GMFCS).20 Data gangguan motorik

sebelum terapi diambil dari terapis berdasarkan kemampuan fisik anak sebelum mendapat terapi yang dikonversikan ke GMFCS. Tingkatan gangguan motorik setelah terapi dinilai langsung saat mengambil data. 7. Tingkatan IQ anak diukur dengan melakukan tes IQ secara langsung

kepada anak yang dilakukan oleh seorang psikologis anak; sebagian lagi diambil dari data IQ anak yang telah dilakukan di tempat terapi.

8. Masing-masing orang tua diberi kuisioner CP QOL-Child yang berisikan beberapa pertanyaan penilaian kualitas hidup anak palsi serebral.

9. Kuisioner yang telah diisi dikumpulkan dan diteliti kelengkapannya.

10. Berdasarkan hasil jawaban kuisioner dilakukan penilaian kualitas hidup anak pada kelompok pertama dan kedua dengan menjumlahkan seluruh nilai dari setiap pertanyaan dan diambil nilai rata-ratanya.


(37)

12. Anak dengan hasil kuisioner menunjukkan gangguan kualitas hidup yang berat akan ditindaklanjuti dengan konseling ke ahli psikologi anak.

3.9. Alur Penelitian

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Lama menjalani fisioterapi kategorikal

Variabel tergantung Skala

Kualitas hidup numerik

Populasi terjangkau yang memenuhi

kriteria inklusi

Anak yang mendapat terapi fisik ≥ 10 bulan

Anak yang mendapat terapi fisik < 10 bulan

Penilaian kualitas hidup


(38)

3.11. Definisi Operasional

a. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan bersifat tidak progresif dan tidak episodik.14

b. Gross Motor Function Classification System (GMFCS) adalah klasifikasi fungsional berdasarkan kemampuan untuk bergerak dengan lebih menekankan pada duduk, berpindah tempat, dan terbagi dalam 5 tingkatan gangguan motorik:20

• GMFCS usia 4-6 tahun

Tingkat I: Anak duduk di kursi tanpa bantuan penyangga tangan. Anak bangkit dari lantai atau kursi untuk berdiri tanpa alat bantu. Anak dapat berjalan di dalam dan di luar ruangan, dan menaiki tangga. Anak mempunyai kemampuan untuk berlari dan melompat.

Tingkat II: Anak duduk dengan kedua tangan bebas untuk memegang benda. Anak bangkit dari lantai atau kursi untuk berdiri sering membutuhkan permukaan yang stabil untuk dapat menarik atau mendorong dengan tangan mereka. Anak berjalan tidak membutuhkan alat bantu penyangga tangan di dalam ruang dan untuk jarak yang dekat di luar ruang. Anak dapat menaiki tangga dengan berpegangan pada


(39)

Tingkat III: Anak duduk di kursi biasa namun membutuhkan penyangga panggul dan badan untuk memaksimalkan fungsi lengannya. Anak bangkit meninggalkan kursi duduk dengan menggunakan permukaan yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan lengannya. Anak berjalan dengan bantuan penyangga tangan dan menaiki tangga dengan bantuan orang dewasa. Anak sering digendong pada perjalanan jauh atau pada medan yang tidak rata.

Tingkat IV: Anak duduk di kursi namun membutuhkan susunan duduk adaptif untuk mengontrol badan dan memaksimalkan fungsi tangan. Anak bangkit meninggalkan kursi duduk dengan bantuan orang dewasa atau pada permukaan yang stabil untuk menarik dan mendorong dengan lengannya. Anak dapat berjalan baik pada jarak dekat dengan walker dan pengawasan orang tua tetapi mempunyai kesulitan untuk mengubah dan mempertahankan keseimbangan pada permukaan yang tidak rata. Anak digendong dalam masyarakat. Anak dapat bergerak sendiri dengan menggunakan kursi roda listrik.

Tingkat V: Gangguan fisik membatasi kontrol gerakan dan kemampuan mempertahankan antigravitasi kepala dan bentuk tubuh. Seluruh fungsi motorik terbatas. Keterbatasan fungsi dalam duduk dan berdiri yang tidak sepenuhnya dapat dikompensasi dengan menggunakan alat bantu. Pada tingkat V anak tidak mempunyai kemampuan bergerak sendiri dan selalu


(40)

digendong. Beberapa anak dapat bergerak sendiri dengan menggunakan kursi roda listrik dengan adaptasi yang luas.

• GMFCS usia 6-12 tahun

Tingkat I: Anak berjalan di rumah, sekolah, di luar ruangan, dan di dalam masyarakat. Anak dapat berjalan menaiki dan menuruni trotoar tanpa penyangga badan dan menaiki tangga tanpa berpegangan pada pinggir tangga. Anak dapat melakukan kemampuan motorik kasar seperti berlari dan melompat, namun kecepatan, keseimbangan, dan koordinasi terbatas. Anak dapat berpatisipasi dalam aktivitas fisik dan olahraga bergantung pada pilihan sendiri dan faktor lingkungan.

Tingkat II: Anak berjalan pada sebagian besar tempat. Anak mengalami kesulitan berjalan jauh dan keseimbangan di tempat yang tidak rata, tempat mendaki, tempat ramai, tempat tertutup, atau ketika membawa benda. Anak naik dan turun tangga dengan berpegangan pada pinggir tangga atau dengan bantuan penyangga badan jika tidak ada pinggir tangga. Di luar ruangan dan dalam masyarakat anak dapat berjalan dengan penyangga badan, alat mobilitas penyangga tangan, atau alat mobilitas beroda ketika pergi jarak jauh. Anak hanya memiliki kemampuan


(41)

ketrampilan motorik mungkin memerlukan adaptasi agar dapat berpartisipasi pada kegiatan fisik dan olahraga.

Tingkat III: Anak berjalan dengan menggunakan alat mobilitas penyangga tangan di dalam ruangan. Ketika duduk, anak mungkin membutuhkan sabuk pengaman untuk keselarasan panggul dan keseimbangan. Perpindahan dari duduk untuk berdiri atau dari lantai untuk berdiri memerlukan bantuan fisik dari orang lain atau dukungan tempat. Ketika pergi jarak jauh, anak menggunakan beberapa bentuk mobilitas beroda. Anak dapat naik dan turun tangga dengan berpegangan pada pinggir tangga dengan pengawasan atau penyangga badan. Keterbatasan berjalan mungkin memerlukan adaptasi agar dapat berpartisipasi pada kegiatan fisik dan olahraga termasuk mendorong sendiri kursi roda manual atau kursi roda listrik.

Tingkat IV: Anak menggunakan metode mobilitas yang membutuhkan penyangga badan atau mobilitas listrik pada berbagai situasi. Anak memerlukan duduk adaptif untuk mengontrol tubuh dan panggul, dan penyangga badan pada sebagian besar perpindahan. Di rumah anak menggunakan mobilitas lantai (berguling, merayap, merangkak), berjalan jarak pendek dengan penyangga badan atau menggunakan mobilitas listrik. Bila diposisikan anak memerlukan walker penyangga tubuh di rumah atau di sekolah. Di sekolah, di luar ruangan, dan dalam masyarakat anak dibawa dengan kursi roda manual atau listrik.


(42)

Keterbatasan dalam pergerakan memerlukan adaptasi agar dapat berpartisipasi pada kegiatan fisik dan olahraga termasuk penyangga badan dan atau mobilitas listrik.

Tingkat V: Anak dibawa dengan kursi roda manual dalam berbagai situasi. Anak memiliki keterbatasan dalam kemampuan mempertahankan antigravitasi kepala dan postur tubuh, dan mengontrol pergerakan lengan dan kaki. Bantuan teknologi diperlukan untuk memperbaiki kesejajaran kepala, duduk, berdiri, dan atau bergerak, namun keterbatasan tidak sepenuhnya dapat dikompensasi dengan peralatan. Perpindahan memerlukan bantuan fisik lengkap dari orang dewasa. Di rumah anak mungkin dapat bergerak jarak pendek di lantai atau digendong orang dewasa. Anak mungkin dapat bergerak sendiri menggunakan mobilitas listrik dengan adaptasi yang luas untuk duduk dan mengontrol jalan. Keterbatasan mobilitas memerlukan adaptasi agar dapat berpartisipasi pada kegiatan fisik dan olah raga termasuk penyangga tubuh dan menggunakan mobilitas listrik.

c. Spastisitas dikarakteristikkan dengan peningkatan tonus otot berupa fleksi pasif disepanjang kelompok otot suatu sendi.18


(43)

Distonia adalah perubahan abnormal tonus otot secara keseluruhan yang dipicu oleh pergerakan.21

e. Diplegi adalah keterlibatan motorik terutama pada ekstremitas bawah bilateral.15

f. Hemiplegi adalah keterlibatan ekstremitas atas dan bawah unilateral.15

g. Kuadriplegi / tetraplegi adalah disfungsi keempat ekstremitas.15

h. Kualitas hidup diartikan sebagai persepsi subjektif individu terhadap kedudukannya dalam kehidupan, meliputi berbagai komponen kehidupan

seperti sistem nilai dan budaya di tempat tinggalnya dalam hubungannya dengan tujuan, harapan, norma dan perhatian yang dimiliki.Dinilai dengan menggunakan CP QOL-child.10,12

i. CP QOL-child adalah kuisioner yang digunakan untuk menilai kualitas hidup anak palsi serebral, dirancang untuk anak umur 4-12 tahun. Ada 7 aspek kehidupan yang dinilai yaitu: (1) kemampuan sosial dan penerimaan, (2) partisipasi dan kesehatan fisik, (3) status fungsional, (4) emosi, (5) nyeri dan dampak kecacatan, (6) akses ke tempat pelayanan kesehatan, (7) kesehatan keluarga.10,11,22 Masing-masing pertanyaan

mempunyai 9 tingkatan, mulai dari 1 (sangat tidak bahagia) sampai 9 (sangat bahagia) kecuali untuk pertanyaan ke 47 yang terdiri dari 5 kriteria. Selanjutnya tiap tingkatan diberi nilai 0-100 dengan perincian 1=0; 2=12,5; 3=25; 4=37,5; 5=50; 6=62,5; 7=75; 8=87,5; 9=100. Untuk pertanyaan ke 47 mempunyai perincian 1=0; 2=25; 3=50; 4=75; 5=100. Nilai dari seluruh


(44)

pertanyaan dijumlahkan dan diambil nilai rata-ratanya. Kemudian dibandingkan nilai rata-rata antara kedua kelompok.

j. Fungsi fisik adalah setiap pergerakan tubuh yang menghasilkan peningkatan output energi.9

k. Partisipasi adalah keterlibatan dalam situasi kehidupan dan merupakan interaksi antara individu dengan kesehatan fisik, sosial dan lingkungan.36

l. Fungsi sosial adalah upaya untuk membentuk dan mempertahankan hubungan sosial yang diperkuat oleh faktor lingkungan dan interaksi positif.29

m. Status fungsional adalah kapasitas anak untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari.29

n. Terapi fisik adalah bentuk pengobatan dengan latihan dan peralatan khusus agar anak dapat memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan fisiknya. Disebut juga fisioterapi.31

o. Penyakit neurodegeneratif adalah penyakit akibat kerusakan neuron dan serabut mielin, yang bermanifestasi berupa gangguan motorik (ataksia) dan mempengaruhi ingatan (demensia).2

p. Penyakit psikiatri adalah penyakit gangguan mental yang meliputi kelainan afektif, kognisi, dan persepsi.2


(45)

3.12. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data yang terkumpul dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS dengan tingkat kemaknaan P < 0.05. Untuk membandingkan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dan kurang dari 10 bulan digunakan uji t independen dan uji Mann-Whitney. Untuk membandingkan tingkat gangguan motorik anak palsi serebral sebelum dan setelah terapi fisik digunakan uji marginal homogeinity.


(46)

BAB 4. HASIL

Sampel diperoleh dari anak penderita palsi serebral yang mendapat terapi fisik di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Haji Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi, Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Medan. Pada ketiga tempat ini hanya didapatkan 47 anak (16 anak dari RSUP Haji Adam Malik, 4 anak dari RSUD dr.Pirngadi Medan, 27 anak dari YPAC). Untuk memenuhi jumlah sampel, kami melakukan penelitian terhadap anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik di tempat atau klinik swasta lain di Kota Medan seperti Kidcare children therapy center, Althaf home care, pusat rehabilitasi medik RS dr. Rusdi Medan. Diperoleh sampel 73 anak palsi serebral yang terdiri dari 38 anak yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dan 35 anak yang mendapat terapi fisik kurang dari 10 bulan.

Dari 73 anak palsi serebral, 13 anak dieksklusikan dari penelitian ini karena 4 anak berusia di bawah 4 tahun, 6 anak berusia di atas 12 tahun, 3 anak mendapat terapi anti spastisitas. Dari 60 anak yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi dua kelompok yaitu: kelompok pertama yang terdiri dari 30 anak penderita palsi serebral yang mendapat terapi fisik 10 bulan atau lebih dan kelompok kedua yang terdiri dari 30 anak palsi serebral yang


(47)

Gambar 4.1. Profil penelitian

Rata-rata usia pada kelompok I adalah 9.7 tahun dan pada kelompok II adalah 6.9 tahun. Responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki pada kelompok I yaitu 17 anak (56.7%), sedangkan pada kelompok II perbandingan laki-laki dan perempuan sama. Status gizi dan lingkar kepala terbanyak pada kedua kelompok responden adalah normal. Tingkat pendidikan orang tua responden yang terbanyak adalah SMA (Tabel 4.1).

73 anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik

13 anak dieksklusikan : 4 anak berusia < 4 tahun 6 anak berusia > 12 tahun 3 anak mendapat obat anti spastisitas

60 anak yang memenuhi kriteria inklusi

Kelompok I Anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik ≥ 10

bulan (n=30)

Kelompok II Anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik < 10

bulan (n=30)

Orangtua mengisi kuisioner penilaian kualitas hidup

( CP QOL-Child )

Orangtua mengisi kuisioner penilaian kualitas hidup


(48)

Tabel 4.1 Data demografi sampel penelitian Karakteristik responden Kelompok I

n = 30

Kelompok II n = 30

Jenis Kelamin, n (%)

Laki-laki 17 ( 56.7 ) 15 ( 50 )

Perempuan 13 ( 43.3 ) 15 ( 50 )

Umur (tahun), mean (SD) 9.7 ( 2.45 ) 6.9 ( 1.74 ) Berat badan (kg), mean (SD) 26 ( 9.11 ) 19.3 ( 4.98 ) Tinggi badan (cm), mean (SD) 126.0 ( 15.28 ) 110.8 ( 20.09 ) BB/TB (%), mean (SD) 95.9 (10.48 ) 93.0 ( 6.48 ) Status Gizi, n (%)

Gizi normal 16 ( 53.3 ) 21 ( 70 )

Malnutrisi ringan 8 ( 26.7 ) 9 ( 30 )

Malnutrisi sedang 1 ( 3.3 ) -

Gizi lebih 5 ( 16.7 ) -

Lingkar kepala (cm), mean (SD) 50.8 ( 2.74 ) 48.9 ( 3.76 ) Lingkar kepala, n (%)

Normal 18 ( 60 ) 18 ( 60 )

Mikrosefali 9 ( 30 ) 11 ( 36.7 )

Makrosefali 3 ( 10 ) 1 ( 3.3 )

Status imunisasi anak, n (%)

Lengkap 26 ( 86.7 ) 29 ( 96.7 )

Tidak lengkap 4 ( 13.3 ) 1 ( 3.3 )

Pendidikan ayah, n (%)

SD 3 ( 10 ) 1 ( 3.3 )

SLTP 1 ( 3.3 ) 1 ( 3.3 )

SLTA 17 ( 56.7 ) 15 ( 50 )

S1 9 ( 30 ) 13 ( 43.3 )

Pendidikan ibu, n (%)

SD 3 ( 10 ) 1 ( 3.3 )

SLTP 1 ( 3.3 ) 5 ( 16.7 )

SLTA 18 ( 60 ) 14 ( 46.7 )

S1 8 ( 26.7 ) 10 ( 33.3 )

Pekerjaan ayah, n (%)

Wiraswasta 21 ( 70 ) 13 ( 43.3 )

Buruh/tani - 2 ( 6.7 )

PNS 3 ( 10 ) 2 ( 6.7 )

Pegawai swasta 5 ( 16.7 ) 11 ( 36.7 )

Profesional 1 ( 3.3 ) -

TNI/Polri - 2 ( 6.7 )

Pekerjaan ibu, n (%)

Wiraswasta 2 ( 6.7 ) 3 ( 10 )


(49)

Tabel 4.2 Data neurologi sampel penelitian

Karakteristik responden Kelompok I (n =30) Kelompok II (n = 30)

Klasifikasi fisiologis, n (%)

Spastik 22 ( 73.3 ) 23 ( 76.7 )

Hipotoni 7 ( 23.3 ) 6 ( 20 )

Atonia 1 ( 3.3 ) 1 ( 3.3 )

Klasifikasi topografi, n (%)

Hemiplegi - 1 ( 3.3 )

Diplegi 13 ( 43.3 ) 8 ( 26.7 )

Tetraplegi / kuadriplegi 17 ( 56.7 ) 21 ( 70 ) Usia pertama kali didiagnosis, n (%)

< 2 tahun 16 ( 53.3 ) 11 ( 36.7 )

> 2 tahun 9 ( 30 ) 15 ( 50 )

Tidak tahu 5 ( 16.7 ) 4 ( 13.3 )

Gangguan lain, n (%)

Bicara 14 ( 46.7 ) 22 ( 73.3 )

Bicara & melihat 1 ( 3.3 ) 3 ( 10 )

Bicara & mendengar 3 ( 10 ) 4 ( 13.3 )

Tidak ada 12 ( 40 ) 1 ( 3.3 )

Memerlukan alat bantu khusus, n (%)

Ya 25 ( 83.3 ) 21 ( 70 )

Tidak 5 ( 16.7 ) 9 ( 30 )

Jenis alat bantu khusus, n (%)

Tongkat khusus 3 ( 10 ) -

Kursi roda 8 ( 26.7 ) 2 ( 6.7 )

Sepatu khusus 5 ( 16.7 ) 7 ( 23.3 )

Splint 3 ( 10 ) 6 ( 20 )

Tidak ada 11 ( 36.7 ) 15 ( 50 )

Tingkatan IQ anak, n (%)

Average 1 ( 3.3 ) -

Low average 6 ( 20 ) -

Borderline mental retardation 5 ( 16.7 ) -

Mild mental retardation 6 ( 20 ) -

Moderate mental retardation 5 (16.7) 1 (3.3)

Tidak dapat diperiksa 7 (23.3) 29 (96.7)

Tabel 4.2 menunjukkan data neurologi anak palsi serebral dimana pada kedua kelompok didapatkan: tipe gangguan motorik yang paling banyak ditemukan adalah spastik tetraplegi / kuadriplegi. Selain gangguan fisik, gangguan lain yang paling banyak ditemukan adalah gangguan bicara. Sekitar 50% responden pada kelompok I diagnosis pertama kali ditegakkan


(50)

pada usia kurang dari 2 tahun dan pada kelompok II pada usia lebih dari 2 tahun. Hasil penelitian menunjukkan 83.3% pada kelompok I dan 70% pada kelompok II responden memerlukan alat bantu khusus. Tingkatan IQ responden pada kelompok I terbanyak adalah low average dan mild mental retardation, 20 responden tidak dapat dilakukan pemeriksaan. Sedangkan pada kelompok II hanya 1 anak yang dapat dilakukan pemeriksaan IQ.

Tabel 4.3 Data dasar terapi fisik

Karakteristik responden Kelompok I (n =30) Kelompok II (n = 30)

Lama terapi fisik (bulan), mean (SD) 35.7 ( 19.37 ) 4.2 ( 3.13 ) Frekuensi terapi fisik/minggu, n (%)

1 kali 1 ( 3.3 ) -

2 kali 3 ( 10 ) -

3 kali 15 ( 50 ) 22 ( 73.7 )

4 kali 11 ( 36.7 ) 8 ( 26.7 )

Motorik sebelum terapi, n (%)

GMFCS II 1 ( 3.3 ) 5 ( 16.7 )

GMFCS III 9 ( 30 ) 9 ( 30 )

GMFCS IV 15 ( 50 ) 10 ( 33.3 )

GMFCS V 5 ( 16.7 ) 6 ( 20 )

Motorik setelah terapi, n (%)

GMFCS I 2 ( 6.7 )

GMFCS II 19 ( 63.3 ) 9 ( 30 )

GMFCS III 9 ( 30 ) 10 ( 33.3 )

GMFCS IV - 6 ( 20 )

Rata-rata lama terapi fisik pada kelompok I adalah 35.7 bulan dan pada kelompok II adalah 4.2 bulan dengan frekuensi terapi fisik paling sering yaitu 3 kali dalam seminggu pada kedua kelompok sampel. Kemampuan motorik


(51)

motorik kasar terbanyak adalah GMFCS II pada kelompok I dan GMFCS II dan III pada kelompok II (tabel 4.3).

Tabel 4.4 Perbedaan tingkatan motorik sebelum dan setelah terapi pada kelompok I

Tingkatan motorik setelah terapi P GMFCS I GMFCS II GMFCS III

Tingkatan motorik sebelum terapi

GMFCS II 1 (50) 0 0 0.0001

GMFCS III 1 (50) 8 (42.1) 0

GMFCS IV 0 9 (47.4) 6 (66.7)

GMFCS V 0 2 (10.5) 3 (33.3)

Dengan menggunakan uji marginal homogeneity pada tabel 4.4 ditemukan perbedaan yang signifikan tingkatan motorik anak sebelum dan setelah terapi fisik (P = 0.0001, P < 0.05) pada kelompok I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkatan motorik kasar sebelum terapi terbanyak pada tingkat IV yaitu sebanyak 15 responden. Namun, setelah diberikan terapi, umumnya tingkatan motorik berada pada tingkat II yaitu sebanyak 19 responden.


(52)

Tabel 4.5 Perbedaan tingkatan motorik sebelum dan setelah terapi pada kelompok II

Tingkatan motorik setelah terapi P

GMFCS II

GMFCS III

GMFCS IV

GMFCS V Tingkatan

motorik sebelum terapi

GMFCS II 5 (55.6) 0 0 0 0.002

GMFCS III 4 (44.4) 5 (50) 0 0

GMFCS IV 0 5 (50) 5 (83.3) 0

GMFCS V 0 0 1 (16.7) 5 (100)

Dengan menggunakan uji marginal homogeneity pada tabel 4.5 ditemukan perbedaan yang signifikan tingkatan motorik sebelum dan setelah terapi (P = 0.02, P < 0.05) pada kelompok II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkatan motorik sebelum terapi kebanyakan pada tingkat III dan IV yaitu sebanyak 9 dan 10 responden. Namun, setelah diberikan terapi, umumnya tingkat gangguan motorik berada pada tingkat II dan III yaitu sebanyak 9 dan 10 responden.


(53)

Tabel 4.6 Perbedaan skor kualitas hidup anak palsi serebral pada kedua kelompok

Skor Kelompok I

n = 30

Kelompok II

n = 30 P 95% CI

Kemampuan sosial dan penerimaan, mean (SD)

82.5 (8.34) 52.3 (8.46) 0.0001a 25.94 – 34.62 Partisipasi dan

kesehatan fisik 80.8 (7.52) 44.3 (10.56) 0.0001

a 31.81 – 41.29

Status fungsional 69.3 (5.30) 42.3 (9.37) 0.0001b -

Emosi 82.2 (10.51) 41.9 (16.14) 0.0001b -

Nyeri dan dampak

kecacatan 71.9 (9.44) 39.1 (8.52)

0.0001a 33.32 – 42.62 Akses ke tempat

pelayanan kesehatan

81.9 (6.03) 53.9 (8.14) 0.0001b -

Kesehatan keluarga 88.7 (6.19) 65.3 (9.81) 0.0001b -

Total

79.6 (5.73) 47.7 (6.85) 0.0001a 28.66 – 35.18 a Uji t independent, b Uji Mann whitney

Tabel 4.6 menampilkan perbedaan skor kualitas hidup anak palsi serebral pada kedua kelompok responden. Dari uji statistik menggunakan uji t independent dan Mann whitney diperoleh bahwa seluruh komponen kualitas hidup menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok responden (P = 0.0001, P < 0.05). Begitu pula untuk skor total kualitas hidup juga menunjukkan perbedaan yang signifikan (P = 0.0001)


(54)

BAB 5. PEMBAHASAN

Palsi serebral dijelaskan sebagai gangguan perkembangan motorik dan bentuk tubuh akibat hambatan fungsi yang dikaitkan dengan gangguan non progresif yang terjadi pada perkembangan otak janin atau anak.37 Palsi

serebral sering diikuti dengan gangguan neurologi yang lain seperti retardasi mental, gangguan pendengaran, dan gangguan berbicara.2

Penelitian yang dilakukan oleh Pfeifer dkk terhadap 100 anak palsi serebral di Brasil tahun 2009 didapati tipe palsi serebral secara fisiologi yang paling banyak adalah spastik (80%) dan secara topografi yang terbanyak adalah kuadriplegi / tetraplegi (52%).38 Hasil yang sama diperoleh dari

penelitian ini dimana lebih dari 70% responden pada kedua kelompok termasuk dalam tipe spastik kuadriplegi. Sedangkan gangguan penyerta lain yang paling banyak ditemukan adalah gangguan bicara.

Gangguan motorik pada anak palsi serebral merupakan penyebab utama berkurangnya partisipasi dan aktivitas fisik anak.39 Terapi fisik sebagai

salah satu tatalaksana palsi serebral memegang peranan penting dalam memperbaiki fungsi motorik. Terapi fisik yang diberikan terhadap anak palsi


(55)

terapi fisik pada anak palsi serebral dapat berupa latihan kekuatan, latihan olahraga, dan terapi berkuda.6

Terapi fisik pada anak palsi serebral bertujuan untuk memperbaiki struktur dan fungsi tubuh, sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan partisipasi anak.8 Penelitian yang dilakukan oleh The American Physical

Therapy Association tahun 2007 menunjukkan bahwa latihan fisik dapat mengurangi kondisi sekunder atau komplikasi pada anak palsi serebral, dapat membantu memperbaiki postur, tonus otot, dan keseimbangan.41

Suatu sistematik review yang menganalisis 22 uji klinis intervensi terapi fisik terhadap anak palsi serebral, memperlihatkan efektifitas menengah beberapa jenis terapi fisik untuk ekstremitas atas yang terbukti memperbaiki range of motion (ROM) dengan segera.42 Penelitian yang

dilakukan Sorsdahl dkk di Norwegia tahun 2010 terhadap 22 orang anak palsi serebral yang diberikan terapi fisik secara intensif dengan durasi 3 jam tiap latihan, 5 hari dalam seminggu, selama 3 minggu terbukti dapat memperbaiki kemampuan motorik dasar, meningkatkan kemandirian anak, dan mengurangi ketergantungan anak terhadap pengasuh dan alat bantu gerak.8

Penelitian yang dilakukan Virginia Knox dkk di London, UK tahun 2002 terhadap 20 anak palsi serebral usia 2 sampai 12 tahun didapatkan hasil bahwa pemberian terapi bobath selama 6 minggu efektif memperbaiki fungsi motorik anak.43


(56)

Penelitian ini memperlihatkan adanya perbaikan motorik kasar anak setelah mendapat terapi fisik. Pada kedua kelompok terjadi perubahan tingkatan motorik kasar setelah mendapat terapi fisik yaitu dari GMFCS IV menjadi GMFCS II pada kelompok I dan dari GMFCS IV menjadi GMFCS III pada kelompok II. Terapi fisik pada penelitian ini terbukti secara bermakna memperbaiki fungsi motorik anak palsi serebral.

Kualitas hidup didefinisikan oleh WHO sebagai persepsi subjektif individu terhadap posisi dirinya dalam kehidupan.12 Penelitian Kualitas hidup

anak palsi serebral hampir selalu tidak mungkin melalui laporan langsung dari anak karena keterbatasan dalam komunikasi dan gangguan kognisi. Penilaian kualitas hidup anak palsi serebral yang berasal dari laporan anak hasilnya sangat subjektif dan kurang akurat. Kesehatan mental anak menjadi faktor yang penting dalam hal ini.44 Pada penelitian ini kuisioner diisi oleh

orangtua. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan responden untuk berkomunikasi dan sebagian besar responden mempunyai gangguan motorik yang berat yaitu GMFCS IV pada kedua kelompok yang diteliti.

Penilaian kualitas hidup anak palsi serebral dapat menggunakan beberapa instrumen spesifik antara lain: CP QOL-child, CPCHILD, PedsQL 3.0 CP module.11,22 Penelitian ini menggunakan kuisioner CP QOL-child


(57)

dampak kecacatan (6) Akses ke tempat pelayanan kesehatan (7) Kesehatan keluarga.10,22

Aktivitas fisik diasumsikan mempunyai korelasi positif dengan kualitas hidup dan fungsi psikososial.39 Penelitian yang dilakukan oleh Janssen dkk di

Belanda tahun 2009 menunjukkan kualitas hidup anak palsi serebral lebih rendah dibandingkan anak normal pada kelompok usia yang sama dikaitkan dengan gangguan motorik dan kesehatan mental yang dialami anak.12

Namun pada penelitian case control yang dilakukan oleh Jeng dkk di Taiwan tahun 2013 terhadap 23 anak palsi serebral dengan GMFCS I, dimana 11 anak diberikan terapi fisik secara rutin, dan 12 anak lainnya sebagai kontrol tidak mendapat terapi fisik, didapati hasil adanya perbaikan daya tahan jantung dan paru, kekuatan otot, fleksibilitas, agilitas, dan keseimbangan yang bermakna pada kelompok kasus, namun tidak terdapat perbedaan kualitas hidup yang bermakna antara kedua kelompok.45

Penelitian longitudinal yang dilakukan Prudente dkk di Brasil tahun 2010 menunjukkan adanya peningkatan kualitas hidup dan fungsi motorik anak palsi serebral setelah melakukan rehabilitasi selama 10 bulan.13

Pada penelitian ini didapatkan hasil adanya perbedaan kualitas hidup secara bermakna antara kedua kelompok dimana pada kelompok anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan kualitas hidup lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat terapi fisik kurang dari


(58)

10 bulan. Perbedaan kualitas hidup tersebut terdapat pada ketujuh aspek yang dinilai dan skor total antara kedua kelompok.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional sehingga tidak dapat diketahui perkembangan atau perbaikan motorik kasar anak secara berkala. Tidak dapat diketahui frekuensi terapi fisik yang efektif dalam meningkatkan kualitas hidup anak palsi serebral. Pemeriksaan IQ tidak dapat dilakukan terhadap seluruh responden penelitian oleh karena sebagian besar sampel termasuk dalam palsi serebral yang berat sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan tes IQ.


(59)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

- Kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik kurang dari 10 bulan.

- Tingkat kemampuan motorik anak palsi serebral mengalami perbaikan setelah mendapat terapi fisik.

6.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut yang dapat menilai durasi dan frekuensi terapi fisik yang efektif dalam memperbaiki tingkat kemampuan motorik dan kualitas hidup anak palsi serebral.


(60)

RINGKASAN

Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak bersifat progresif, terjadi saat perkembangan otak janin dan bayi. Gangguan motorik sering disertai dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, gangguan perilaku, epilepsi, dan gangguan muskuloskeletal.

Keterbatasan aktivitas fisik dapat menyebabkan rendahnya kualitas hidup anak palsi serebral. Perbaikan kemampuan motorik dapat meningkatkan kualitas hidup anak. Terapi fisik memegang peranan penting dalam meningkatkan fungsi motorik anak palsi serebral. Pemberian terapi fisik terbukti dapat memperbaiki panjang langkah, urutan langkah, kecepatan dan irama gaya berjalan, peningkatan rentang gerakan, pengurangan spastisitas dan rigiditas. Terapi fisik yang diberikan pada anak palsi serebral mencakup peregangan, penguatan, dan pengaturan posisi menggunakan metode bobath atau neurodevelopmental therapy (NDT).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dan kurang dari 10 bulan. Serta untuk mengetahui perbandingkan tingkatan kemampuan


(61)

fisik 10 bulan atau lebih dan kelompok II yang mendapat terapi fisik kurang dari 10 bulan. Masing-masing 30 anak untuk tiap kelompok.

Sebagai kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik kurang dari 10 bulan. Terdapat perbaikan kemampuan motorik anak palsi serebral setelah mendapat terapi fisik.


(62)

SUMMARY

Cerebral palsy (CP) describes a group of permanent disorders of the development of movement and posture, causing activity limitation. These disorders are attributed to nonprogressive disturbances that occurred in the developing fetal or infant brain. The motor disorders of CP are often accompanied by disturbances of sensation, perception, cognition, communication, and behavior, by epilepsy and by secondary musculoskeletal problems.

Activity limitation may cause lower level experience or quality of life (QOL). Physical therapy (PT) plays a central role in managing CP

The purpose of this study is to determine the comparison of QOL in CP children with more than 10 months and less than 10 months PT. Also to compare gross motor level before and after PT. This study enrolled 60 CP children, devided into 2 groups consecutively, group I was CP children with 10 months PT, group II was CP children with 10 months

Methods A cross sectional study was performed from June to December 2012 in Medan. Eligible samples were four until twelve years old CP children who received PT. samples were devided into 2 group consecutively, group I was CP children with PT≥10 months, group II was CP children with PT<10


(63)

and group II was 4.2 (SD 3.1) months. Gross motoric level in both group Increased from GMFCS IV to GMFCS II in group I (P=0.0001) and from GMFCS IV to GMFCS III (P=0.002) in group II. The mean total CP QOL scores in group I and II was 79.63 (SD 5.73) and 47.71 (SD 6.85) respectively (P=0.0001).

Conclusion Our study demonstrates that QOL in more than 10 months PT group is significantly higher than the other group.

DAFTAR PUSTAKA

1. Reddihough D. Cerebral palsy in childhood. Aust fam physician. 2011; 40:192-6.

2. Swaiman KF, Wu Y. Cerebral palsy. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, Schor NF, penyunting. Pediatric Neurology principles and practice. Edisi ke-5. Philadelpia: Elsevier Inc, 2011.h.491-504.

3. Mesterman R, Leitner MD, Yifat R, Gilutz G, Hakeini OL, Bitchonsky O, et al. Cerebral palsy-long-term medical, functional, educational, and psychosocial outcomes. J Child Neurol. 2010; 25:36-42.

4. Wu YW, Xing G, Afflick EF, Danielson B, Smith LH, Gilbert WM. Racial, ethnic, and socioeconomic disparities in the prevalence of cerebral palsy. Pediatrics. 2011; 127:e674-81.

5. Lim MSY, Wong CP. Impact of cerebral palsy on the quality of life in patients and their families. Neurol Asia. 2009; 14:27-33.

6. Tsoi WS, Zhang LA, Wang WY, Tsang KL, Lo SK. Improving quality of life of children with cerebral palsy: a systematic review of clinical trials. Child care health dev. 2011; 38:21-31.

7. Anttila H, Autti-Ramo I, Suoranta J, Makela M, Malmivaara A. Effectiveness of physical therapy interventions for children with cerebral palsy: a systematic review. BMC Pediatrics. 2008; 8(14):1-10.

8. Sorsdahl AB, Moe-Nilssen R, Kaale HK, Rieber J, Strand LI. Change in basic motor abilities, quality of movement and everyday activities following


(64)

intensive, goal-directed, activity-focused physiotherapy in a group setting for children with cerebral palsy. BMC Pediatr. 2010; 10:26-37.

9. Colver AF, Dickinson HO, Parkinson K, Arnaud C, Beckung E, Fauconnier J, et al. Access of children with cerebral palsy to the physical, social and attitudinal environment they need: a cross-sectional European study. Disabil Rehabil. 2010; 1:1-8.

10. Wang HY, Cheng CC, Hung YH, Lin JH, Lo SK. Validating the cerebral palsy quality of life for children (CP QOL-Child) questionnaire for use in Chinese populations. Neuropsychol Rehabil. 2010; 20:883-98.

11. Davis E, Shelly A, Waters E, davern M. Measuring the quality of life of children with cerebral palsy: comparing the conceptual differences and psychometric properties of three instruments. Dev Med Child Neurol. 2010; 52:174-80.

12. Janssen CGC, Voorman JM, Becher JG, Dallmeijer AJ, Schuengel C. Course of health-related quality of life in 9-16-year-old children with cerebral palsy: associations with gross motor abilities and mental health. Disabil Rehabil. 2010; 32:344-51.

13. Prudente COM, Barbosa MA, Porto CC. Relation between quality of life of mothers of children with cerebral palsy and the children’s motor functioning, after ten months of rehabilitation. Rev Lat Am Enfermagem. 2010; 18:149-55.

14. Rosenbaum P, Paneth N, Levinton A, Goldstein M, Bax M. A report: the defenition and classification of cerebral palsy april 2006. Dev Med Child Neurol. 2007; 109 Suppl:8-14.

15. Pakula AT, Braun KVN, Yeargin-Allsopp M. Cerebral palsy: classification and epidemiology. Phys Med Rehabil Clin N Am. 2009; 20:425-52.

16. Liptak GS, Murphy NA. Clinical report providing a primary care medical home for children and youth with cerebral palsy. Pediatrics. 2012; 128:e1321-9.

17. Russman BS. Disorder of motor execution I: cerebral palsy. Dalam: David RB, Bodensteiner JB, Mandelbaum DE, Olson BJ, penyunting. Clinical Pediatric Neurology. Edisi ke-3. NewYork: Demos Medical Publishing, 2009.h.433-49.


(65)

19. Hiratuka E, Matsukura TS, Pfeifer LL. Cross-cultural adaptation of the gross motor function classification system into Brazilian-Portuguese (GMFCS). Rev Bras Fisioter. 2010; 14:537-44.

20. Palisano R, Rosenbaum P, Barlett D, Livingston M. GMFCS-E&R gross motor function classification system expanded and revised. Dev Med Child Neurol. 2007; 39:214-23.

21. Fenichel GM, penyunting. Hemiplegi. Dalam: Clinical Pediatric Neurology A sign and symptoms approach. Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier Inc, 2009.h.249-83.

22. Carlon S, Shields N, Yong K, Gilmore R, Sakzewski L, Boyd R. Asystematic review of the psychometric properties of quality of life measures for school aged children with cerebral palsy. BMC Pediatr. 2010; 10:81-92.

23. Narayanan UG, Fehlings D, Weir S, Knights S, Kiran S, Campbell K. Initial development and validation of the caregiver priorities and child health index of life with disabilities (CPCHILD). Dev Med Child Neurol. 2006; 48:804-12.

24. Yang X, Xiao N, Yan J. The PedsQL in pediatric cerebral palsy: reliability and validity of the Chinese version pediatric quality of life inventory 4.0 generic core scale and 3.0 cerebral palsy module. Qual Life Res. 2011; 20:243-252.

25. Varni JW, Burwinkle TM, Berrin SJ, Sherman SA, Artavia K, Malcarne VL, et al.The PedsQL in pediatric cerebral palsy: reliability, validity, and sensitivity of generic core scale and cerebral palsy module. Dev Med Child Neurol. 2006; 48:442-9.

26. Doscantos AN, Pavao SL, Decampos AC, Rocha NAC. International classification of functioning, disability and health in children with cerebral palsy. Disabil Rehabil. 2011; 1:1-6.

27. Barret RS, Lichtwark GA. Gross muscle morphology and structure in spastic cerebral palsy: a systematic review. Dev Med Child Neurol. 2010; 52:794-804.

28. Ho SM, Fung AS, Chow SP, Ip WY, Lee SF, Leung EY, et al. Overprotection and the psychological states of cerebral palsy patients and their caretakers in Hong kong: a preliminary report. Hong Kong Med J.2008; 14:286-91

29. Voorman JM, Dallmeijer AJ, Eck MV, Schuengel C, Becher JG. Social functioning and communication in children with cerebral palsy: association


(66)

with disease characteristics and personal and environmental factors. Dev Med Child Neurol. 2010; 52:441-7.

30. Murphy N, Caplin DA, Christian BJ, Luther BL, Holobkov R, Young PC. The function of parents and their children with cerebral palsy. PM R. 2011; 3:98-104.

31. Van den Broeck C, De Cat J, Molenaers G, Franki I, Himpens E, Severijns D, et al. The effect of individually defined physiotherapy in children with cerebral palsy. Eur J Paediatr Neurol. 2010; 14:519-25.

32. Mulroy SJ, Winstein CJ, Kulig K, Beneck GJ, Fowler EG, Demuth SK, et al. Secondary mediation and regression analyses of the PTClinResNet database: determining causal relationships among the international classification of functioning, disability and health levels for four physical therapy intervention trials. Phys ther. 2011; 91:1767-79.

33. Polovia S, polovia TS, Polovia A, Polovia-Proloscic T. Intensive rehabilitation in children with cerebral palsy: our view on the neuronal group selection theory. Coll Antropol. 2010; 34:981-8.

34. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung seto, 2008.h.302-31.

35. Hendarto A, Sjarif DR. Antropometri ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik. Jilid ke-1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011.fh.23-48.

36. Kang LJ, Palisano RJ, Orlin MN, Chiarello LA, King GA, Polansky M. Determinants of social participation-with friends and others who are not family members-for youths with cerebral palsy. Phys Ther. 2012; 90:1743-57.

37. Bax M, Goldstein M, Rosenbaum P, Levinton A, Paneth M. Proposed definition and classification of cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 2005;47:571-6.

38. Pfeifer LL, Silva DBR, Funayama CAR, Santos JL. Classification of cerebral palsy, association between gender, age, motor type, topography and gross motor function. Arq Neuropsiquiatr. 2009; 67:1057-61.


(67)

40. Butler C, Darrah J. Effects of neurodevelopmental treatment (NDT) for cerebral palsy: an AACPDM evidence report. Dev Med Child Neurol. 2001;43:778-90.

41. Fowler EG, Kolobe TH, Thorpe DE. Promotion of physical fitness and prevention of secondary conditions for children with cerebral palsy. Physical Therapy. 2007;87(11):1495-1510.

42. Sakzewski L, Ziviani J, Boyd R. Systematic review and meta-analysis of therapeutic management of upper-limb dysfunction in children with congenital hemiplegia. Pediatrics. 2009; 123:e1111-22.

43. Knox Virginia, Evans AL. Evaluation of the functional effects of a course of bobath therapy in children with cerebral palsy: a preliminary study. Dev Med Child Neurol. 2002; 44:447-60.

44. Dickinson HO, Parkinson KN, Ravens-Sieberer U, Schirripa G, Thyen U, Arnaud C, et al. Self Reported quality of life of 8-12 year old children with cerebral palsy: a cross-sectional European study. Lancet. 2007;369:2171-8.

45. Jeng S, Yeh K, Liu W, Huang W, Chuang Y, Wong A, Lin Y. A physical fitness follow-up in children with cerebral palsy receiving 12-week individualized exercise training. Research in Developmental Disabilities 34 (2013) 4017–4024


(68)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Dewi Angreany

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak

FK-USU/RSHAM

2. Anggota Penelitian

1. dr. Johannes H. Saing, SpA(K) 2. dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) 3. Prof. dr. Bistok Saing, SpA(K) 4. dr. Yazid Dimyati, SpA(K)

5. dr. Fereza Amelia M.Ked(Ped), Sp.A 6. dr. Dwi Novianti

7. dr. Regia Sabarati Sinurat 8. dr. Elida Irawati Saragih 9. dr. Poppy Indriasari

2. Biaya Penelitian

1. Bahan / Perlengkapan : Rp. 3.000.000

2. Transportasi / Akomodasi : Rp. 2.000.000

3. Penyusunan / Penggandaan : Rp. 2.000.000

4. Seminar hasil penelitian : Rp 3.000.000


(69)

3. Jadwal Penelitian

Kegiatan/ Waktu

1-31 Juni 2012

1Juli-30

November 2012

1-31 Desember 2012

Persiapan Pelaksanaan Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan

4. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua Kepada Yth Bapak / Ibu ...

Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri, nama saya dr. Dewi Angreany bertugas di Divisi Neurologi Departemen Ilmu kesehatan Anak FK USU / RSUP Haji Adam Malik Medan.

Bersama ini, saya ingin menyampaikan kepada Bapak / Ibu bahwa Divisi Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUSU - RSHAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai “Perbandingan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dan kurang dari 10 bulan”.

Palsi serebral merupakan penyebab keterbatasan aktivitas fisik yang paling sering pada anak-anak, berupa gangguan gerakan dan bentuk tubuh yang menetap. Gangguan motorik disebabkan karena kerusakan sistem saraf pusat dalam 2 tahun pertama kehidupan, tidak berulang dan tidak bertambah tingkat keparahannya.Walaupun palsi serebral terjadi pada masa


(70)

anak-anak, namun dampak yang ditimbulkannya berlangsung sepanjang hidup. Palsi serebral sering diikuti dengan gangguan neurologi yang lain seperti retardasi mental, gangguan pendengaran, dan gangguan berbicara. Buruknya dampak yang ditimbulkan palsi serebral terhadap kehidupan, serta pengobatan yang memerlukan waktu jangka panjang, menyebabkan rendahnya kualitas hidup anak palsi serebral.

Pengobatan pada anak palsi serebral secara garis besar terdiri dari 3 kategori : latihan fisik, obat-obatan dan / atau tindakan pembedahan, serta terapi perilaku. Latihan fisik / fisioterapi dapat memperbaiki fungsi fisik anak dan meningkatkan kualitas hidup. Pada pengamatan anak palsi serebral selama 10 bulan terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup. Karena itu saya ingin mengetahui perbandingan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dan kurang dari 10 bulan.

Kualitas hidup anak palsi serebral merupakan penilaian terhadap seluruh aspek kehidupan,meliputi aspek kesehatan (fisik, mental, dan sosial) dan aspek non kesehatan (ekonomi, sekolah, dan agama). Penilaian kualitas hidup anak palsi serebral ini menggunakan kuesioner CP QOL-child yang akan diisi para orang tua.

Jika Bapak / Ibu bersedia, maka saya mengharapkan Bapak / Ibu dapat menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.


(71)

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Pekerjaan : ...

Alamat : ... Orang tua dari : ...

Telah menerima dan mengerti penjelasan yang sudah diberikan oleh dokter mengenai penelitan “Perbandingan kualitas hidup anak palsi serebral yang mendapat terapi fisik lebih dari 10 bulan dan kurang dari 10 bulan“. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian ini.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan, 2012


(72)

Divisi Neurologi

Dept. Ilmu Kesehatan Anak FK USU – RSHAM Medan

KUISIONER PENELITIAN DATA UMUM

No urut :

Tanggal :

1. Nama : ...………...………

2. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

3. Tempat / tanggal lahir : ………..………...……... 4. Berat / tinggi :...kg /...cm BB/TB:...%

5. Lingkar kepala :... cm (...)

6. Anak ke : …………...dari …………...bersaudara

7. Jenis Persalinan : Spontan / SC

8. Usia Kehamilan : Cukup bulan / Kurang bulan

9. Riwayat Imunisasi :

BCG [ ] Polio I [ ] Campak/MMR [ ] DPT I [ ] Polio II [ ] Hepatitis B I [ ] DPT II [ ] Polio III [ ] Hepatitis B II [ ] DPT III [ ] Polio IV [ ] Hepatitis B III [ ] DPT IV [ ]

9. Orang tua Ayah Ibu

Nama :... ... Usia (tahun) :... ...


(73)

2. Katolik : [ ] [ ] 3. Protestan : [ ] [ ] 4. Buddha : [ ] [ ] 5. Hindu : [ ] [ ] 6. Lain-lain : [ ] [ ] Pendidikan

1. Tidak tamat SD : [ ] [ ] 2. Tamat SD : [ ] [ ] 3. SLTP : [ ] [ ] 4. SLTA : [ ] [ ] 5. Perguruan Tinggi : [ ] [ ] Pekerjaan

1. Wiraswasta : [ ] [ ] 2. Buruh / Tani : [ ] [ ] 3. Pegawai Negeri : [ ] [ ] 4. Pegawai swasta : [ ] [ ] 5. TNI / POLRI : [ ] [ ] 6. Profesional : [ ] [ ]

7. Lain-lain : [ ] [ ] Penghasilan Orang Tua / bulan : Ayah Ibu 1. < Rp 500.000 : [ ] [ ] 2. Rp 500.000 - 2.000.000 : [ ] [ ] 3. > Rp 2.000.000 : [ ] [ ]

1. Apakah Bapak / ibu mengetahui diagnosa penyakit anak Bapak / ibu? Jika Ya, sebutkan..

DATA KHUSUS

a. Tidak

b. Ya ( ... )

2. Sejak usia berapa anak Bapak / Ibu didiagnosa palsi serebral? a. < 2 tahun


(74)

b. > 2 tahun c. Tidak Tahu

3. Selain gangguan gerakan, apakah anak Bapak / Ibu mengalami gangguan lain? Pilih salah satu & coret yang tidak perlu

a. Gangguan penglihatan ( Ya / Tidak ) b. Gangguan pendengaran ( Ya / Tidak ) c. Gangguan berbicara ( Ya / Tidak )

4. Apakah anak bapak / ibu memerlukan alat bantu khusus untuk bergerak atau berjalan? Jika Ya, pilih salah satu alat & coret yang tidak perlu

a. Tidak b. Ya

5. Apa jenis alat bantu yang dipergunakan anak Bapak / Ibu? a. Tongkat khusus

b. kursi roda c. sepatu khusus

d. alat lainnya (sebutkan………)

6. Apakah anak Bapak / ibu menderita penyakit lain selain palsi serebral? Jika Ya, sebutkan....

a. Tidak

b. Ya (...) c. Tidak tahu

7. Apakah anak Bapak / ibu mendapat fisioterapi? Jika Ya, sudah berapa lama?

a. Tidak

b. Ya ( ... tahun ... bulan ) c. Tidak tahu

8. Apakah Bapak / ibu rutin membawa anak Bapak / ibu ke RS untuk fisioterapi? Berapa lama sekali?


(1)

Divisi Neurologi

Dept. Ilmu Kesehatan Anak FK USU – RSHAM Medan

KUISIONER PENELITIAN DATA UMUM

No urut :

Tanggal :

1. Nama : ...………...……… 2. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

3. Tempat / tanggal lahir : ………..………...……... 4. Berat / tinggi :...kg /...cm BB/TB:...%

5. Lingkar kepala :... cm (...)

6. Anak ke : …………...dari …………...bersaudara

7. Jenis Persalinan : Spontan / SC

8. Usia Kehamilan : Cukup bulan / Kurang bulan 9. Riwayat Imunisasi :

BCG [ ] Polio I [ ] Campak/MMR [ ] DPT I [ ] Polio II [ ] Hepatitis B I [ ] DPT II [ ] Polio III [ ] Hepatitis B II [ ] DPT III [ ] Polio IV [ ] Hepatitis B III [ ] DPT IV [ ]

9. Orang tua Ayah Ibu

Nama :... ... Usia (tahun) :... ... Menikah usia :... ... Agama


(2)

2. Katolik : [ ] [ ] 3. Protestan : [ ] [ ] 4. Buddha : [ ] [ ] 5. Hindu : [ ] [ ] 6. Lain-lain : [ ] [ ] Pendidikan

1. Tidak tamat SD : [ ] [ ] 2. Tamat SD : [ ] [ ] 3. SLTP : [ ] [ ] 4. SLTA : [ ] [ ] 5. Perguruan Tinggi : [ ] [ ] Pekerjaan

1. Wiraswasta : [ ] [ ] 2. Buruh / Tani : [ ] [ ] 3. Pegawai Negeri : [ ] [ ] 4. Pegawai swasta : [ ] [ ] 5. TNI / POLRI : [ ] [ ] 6. Profesional : [ ] [ ]

7. Lain-lain : [ ] [ ] Penghasilan Orang Tua / bulan : Ayah Ibu 1. < Rp 500.000 : [ ] [ ] 2. Rp 500.000 - 2.000.000 : [ ] [ ] 3. > Rp 2.000.000 : [ ] [ ]

1. Apakah Bapak / ibu mengetahui diagnosa penyakit anak Bapak / ibu? Jika Ya, sebutkan..

DATA KHUSUS

a. Tidak

b. Ya ( ... )

2. Sejak usia berapa anak Bapak / Ibu didiagnosa palsi serebral? a. < 2 tahun


(3)

b. > 2 tahun c. Tidak Tahu

3. Selain gangguan gerakan, apakah anak Bapak / Ibu mengalami gangguan lain? Pilih salah satu & coret yang tidak perlu

a. Gangguan penglihatan ( Ya / Tidak ) b. Gangguan pendengaran ( Ya / Tidak ) c. Gangguan berbicara ( Ya / Tidak )

4. Apakah anak bapak / ibu memerlukan alat bantu khusus untuk bergerak atau berjalan? Jika Ya, pilih salah satu alat & coret yang tidak perlu

a. Tidak b. Ya

5. Apa jenis alat bantu yang dipergunakan anak Bapak / Ibu? a. Tongkat khusus

b. kursi roda c. sepatu khusus

d. alat lainnya (sebutkan………)

6. Apakah anak Bapak / ibu menderita penyakit lain selain palsi serebral? Jika Ya, sebutkan....

a. Tidak

b. Ya (...) c. Tidak tahu

7. Apakah anak Bapak / ibu mendapat fisioterapi? Jika Ya, sudah berapa lama?

a. Tidak

b. Ya ( ... tahun ... bulan ) c. Tidak tahu

8. Apakah Bapak / ibu rutin membawa anak Bapak / ibu ke RS untuk fisioterapi? Berapa lama sekali?

a. Tidak rutin


(4)

9. Selain fisioterapi, apakah anak Bapak / ibu mendapat pengobatan palsi serebral yang lain?

a. Tidak

b. Ya, obat-obatan ( ... ) c. Ya, Pembedahan ( tgl... bln... thn.... ) d. Ya, terapi perilaku

10. Tipe gangguan motorik yang diderita anak

a. Spastik / diskinesia / ataksia / hipotonia / campuran b. Hemiplegi / diplegi / tetraplegi

11. Tingkatan motorik anak sebelum terapi fisik ( data diambil dari terapis) a. GMFCS I

b. GMFCS II c. GMFCS III d. GMFCS IV e. GMFCS V

12. Tingkatan motorik anak setelah terapi fisik a. GMFCS I

b. GMFCS II c. GMFCS III d. GMFCS IV e. GMFCS V


(5)

(6)