1. INTEGRASI SISTEM JDIHN_kaBPHN_REVISI_2

INTEGRASI SISTEM JDIHN DALAM AGENDA PENATAAN REGULASI
DALAM RANGKA REVITALISASI HUKUM JILID II
Oleh :
Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI.
A. PENDAHULUAN

Saat ini pemerintah sedang melanjutkan reformasi hukum dengan melakukan
revitalisasi hukum jilid II. Untuk agenda kali ini pemerintah memilih untuk fokus kepada
masalah penataan regulasi, di samping juga penutan akses terhadap keadilan, dan
jaminan rasa aman masyarakat. Agenda penataan regulasi yang dilakukan adalah:
evaluasi seluruh peraturan perundang-undangan, penguatan pembentukan peraturan
perundang-undangan, dan pembuatan database yang terintegrasi. Ketiga langkah ini
dipilih sebagai agenda penataan regulasi karena: Pertama, Evaluasi seluruh peraturan
perundang-undangan perlu dilakukan mengingat kualitas regulasi saat ini masih rendah
yang ditandai dengan masih adanya tumpang tindih dan disharmoni antar peraturan
perundang-undangan, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal, jumlah regulasi
juga masih dirasakan berlebihan serta tidak semuanya berdaya guna dan berhasil guna.
Kedua, Penguatan pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan
karena masih terdapat penyelundupan isu-isu primordial, sektarian, kepentingan asing,
dan ego sektoral dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, serta masih

belum terintegrasinya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dengan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah. Selain itu perencanaan pembentukan
peraturan perundang-undangan belum sejalan dengan kebijakan pembangunan; serta
tidak adanya mekanisme carry over dalam prolegnas dan prolegda. Ketiga, pembuatan
database yang terintegrasi untuk mengatasi ketidakseragaman database peraturan
perundang-undangan tingkat pusat maupun daerah yang dimiliki oleh lembaga-lembaga
pemerintah (BPHN, DJPP, SETNEG, SETKAB). Ketidakseragaman database peraturan
perundang-undangan ini menyebabkan belum tersedianya informasi yang akurat, baik
mengenai mengenai status peraturan perundang-undangan, baik tingkat pusat maupun
daerah, sejak tahun 1945 – 2017, serta belum tersedianya informasi mengenai Peraturan
1

Menteri dan Peraturan Daerah dalam database peraturan perundang-undangan yang
terintegrasi.
Teknologi informasi mempunyai potensi besar untuk memperlancar jalan bagi upaya
revitalisasi hukum, terutama dalam pelaksanaan agenda penataan regulasi. Pemanfaatan
teknologi informasi dapat menghasilkan efisiensi yang ditunjukkan oleh kecepatan dan
ketepatan waktu pemrosesan, serta ketelitian dan kebenaran (validitas) yang dihasilkan.
Hal ini berkaitan dengan penggunaan perangkat keras komputer (hardware), program
aplikasi pendukung (software), perangkat komunikasi dan internet sebagai sarana

pengelolaan informasi. Sayangnya belum ada pedoman ataupun dasar hukum tentang
urgensi dimanfaatkannya teknologi informasi untuk membangun legal sistem ini dalam
proses legislasi, meski telah ada pedoman dan dasar hukum mengenai prosedur atau
proses untuk membuat Rancangan Undang Undang maupun Rancangan Peraturan
Pemerintah yang mengacu pada UU No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan sebagai pengganti Undang-undang No.10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Di lingkungan Pemerintahan penggunaan teknologi informasi (e-Government) mulai
didorong dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 3 tahun 2003 tentang kebijakan
dan strategi nasional pengembangan E-government adalah respon yang baik bagi
penerapan teknologi komunikasi dan informasi di lingkungan pemerintahan. Kebijakan
Pemerintah ini semakin diperkuat dengan lahirnya UU No.11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik yang memberikan landasan dan perintah yang lebih tegas kepala
pemerintah untuk menyediakan berbagai informasi dengan dukungan teknologi
informasi. Konsep e-government adalah aplikasi teknologi informasi yang berbasis
internet dan perangkat digital lainnya yang dikelola pemerintah untuk keperluan
penyampaian informasi dan komunikasi dari pemerintah ke masyarakat atau sebaliknya,
dan lembaga-lembaga lainnya secara online.
Dalam lampiran Instruksi Presiden mengenai kebijakan dan strategi nasional

pengembangan e-government, dipaparkan enam strategi yang disusun pemerintah dalam
mencapai

tujuan

strategis

e-government.

Strategi

tersebut

adalah:

pertama,

mengembangkan sistem pelayanan yang andal, terpercaya serta terjangkau masyarakat
luas. Sasarannya antara lain, perluasan dan peningkatan kualitas jaringan komunikasi ke
seluruh wilayah negara dengan tarif terjangkau. Sasaran lain adalah pembentukan portal

2

informasi dan pelayanan publik yang dapat mengintegrasikan sistem manajemen dan
proses kerja instansi pemerintah. Kedua, menata sistem dan proses kerja pemerintah
dan pemerintah daerah otonom secara holistik. Dengan strategi ini, pemerintah ingin
menata sistem manajemen dan prosedur kerja pemerintah agar dapat mengadopsi
kemajuan teknologi informasi secara cepat. Ketiga, memanfaatkan teknologi informasi
secara optimal. Sasaran yang ingin dicapai adalah standardisasi yang berkaitan dengan
interoperabilitas pertukaran dan transaksi informasi antarportal pemerintah.
Standardisasi dan prosedur yang berkaitan dengan manajemen dokumen dan informasi
elektronik. Keempat, meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan
industri telekomunikasi dan teknologi informasi. Sasaran yang ingin dicapai adalah
adanya partisipasi dunia usaha dalam mempercepat pencapaian tujuan strategis egovernment. Itu berarti, pengembangan pelayanan publik tidak perlu sepenuhnya
dilayani oleh pemerintah. Kelima, mengembangkan kapasitas sumber daya manusia, baik
pada pemerintah maupun pemerintah daerah otonom disertai dengan meningkatkan eliteracy masyarakat. Keenam, melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui
tahapan yang realistik dan terukur Dalam pengembangan e-government, dapat
dilaksanakan dengan empat tingkatan yaitu, persiapan, pematangan, pemantapan dan
pemanfaatan.

B. PENATAAN DATABASE PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SEBAGAI DASAR

PENATAAN REGULASI.

Kebutuhan informasi hukum yang sangat mendesak seyogianya dapat dipenuhi dan
diakses secara mudah dan murah bagi yang membutuhkannya serta dapat diandalkan
dan tersaji secara cepat dan tepat. Informasi Hukum yang jelas, akurat dan mutakhir
dirasakan sangat urgen bagi :
1.

Penentuan Kebijakan Pemerintah dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota
sampai ke Camat serta bagaimana kebijakan Pemerintah Daerah (otonom)
menggunakan limpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat;

2.

Pemeriksaan dan investigasi oleh Polisi, Jaksa, Komisi Pemberantasan Korupsi, dsb;

3.

Penyusunan putusan pengadilan oleh Hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,
Mahkamah Militer, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi serta berbagai

Pengadilan khusus;
3

4.

Pelaksanaan tugas para Pengacara dan Pembela perkara di lembaga-lembaga
Bantuan Hukum termasuk penyusunan strategi pembelaan (pleidooi) bagi kliennya;

5.

Pelaksanaan tugas para guru besar dan dosen Fakultas Hukum, agar mutu
pendidikan Sarjana Hukum Indonesia tetap up-to-date dengan peraturan perundangundangan daerah, nasional dan internasional yang paling mutakhir;

6.

Pembinaan kesadaran hukum masyarakat, agar setiap warga negara dan penduduk
mengetahui apa yang merupakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara;

7.


Informasi Hukum yang paling mutakhir itu juga sangat penting bagi para mahasiswa
untuk dapat menyusun skripsi, tesis dan disertasinya secara baik sehingga dapat
meningkatkan kecerdasan bangsa.

Mengingat kebutuhan informasi hukum diatas sangat vital maka keberadaan situs
web pemerintah dalam rangka penerapan e-government dapat menjadi wahana atau
sarana yang efektif dan efisien untuk digunakan dalam rangka penyebarluasan produk
hukum maupun produk kebijakan masing-masing instansi baik eksekutif, legislatif
maupun Judikatif.
Ada 3 (tiga) alasan pentingnya penataan database peraturan, yaitu: Pertama,
memenuhi ketentuan perundang-undangan. Setiap undang-undang mewajibkan
pemerintah untuk menempatkannya di lembaran negara. Kedua, database peraturan
sangat diperlukan agar publik dapat dengan mudah mengetahui peraturan perundangundangan. Sebab, dengan teori fictie hukum, setiap warga negara diwajibkan untuk tahu
dan memahami peraturan perundang-undangan. Ketiga, pembuatan database yang
terintegrasi perlu dilakukan untuk mengatasi ketidakseragaman database peraturan
perundang-undangan tingkat pusat yang dimiliki oleh lembaga-lembaga pemerintah. Hal
ini menyebabkan belum tersedianya informasi yang akurat, mengenai status peraturan
perundang-undangan, baik tingkat pusat maupun daerah, sejak tahun 1945 – 2017, serta
belum tersedianya informasi mengenai Peraturan Menteri dan Peraturan Daerah dalam


database peraturan perundang-undangan yang terintegrasi. Penataan database hukum
yang terintegrasi ini perlu dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan
Informasi Hukum Nasional (JDIH), Badan Pembinaan Hukum Nasional memiliki
kewajiban dan kewenangan untuk pengembangan dan pengelolaan database peraturan
perundang-undangan. Namun hingga saat ini, pengelolaan data peraturan perundang4

undangan tersebut masih belum terintegrasi.
Penyediaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap, akurat, mudah, dan
cepat juga merupakan faktor penting dalam mendukung pembangunan hukum nasional
melalui perencanaan pembangunan hukum (prolegnas/ prolegda) dan penyebarluasan
peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat,
serta analisa dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Database peraturan
perundang-undangan sangat vital bagi analisis dan evaluasi regulasi, harmonisasi, serta
sinkronisasi peraturan perundang-undangan. Dengan adanya database peraturan yang
akurat dan terintegrasi maka proses evaluasi regulasi yang bermasalah akan menjadi
lebih mudah dan cepat. Begitu juga dengan proses harmonisasi dan sinkronisasi
peraturan perundang-undangan untuk penguatan legislasi menjadi lebih cepat dan
akurat.
Pada skala yang lebih luas, dengan tersedianya database yang baik maka informasi

publik terbuka semakin lebar sehingga masyarakat dapat mengontrol setiap langkah dan
kebijakan

pemerintah,

terutama

dalam

proses

legislasi.

Akses

informasi

penyelenggaraan pemerintahan termasuk informasi hukum menjadi terbuka sangat
lebar bagi siapa saja. Sehinga dapat dikatakan ada demokratisasi dibidang akses publik
terhadap informasi hukum serta jalannya pemerintahan. Arus informasi hukum yang

tidak terhambat dan terbuka luas untuk berbagai kalangan ini, akan meningkatkan
kepastian hukum sehingga dapat meningkatkan kepatuhan publik terhadap aturan
hukum dan tata pemerintahan. Selanjutnya dengan kelancaran arus informasi hukum ini
maka ketimpangan antara yang memiliki akses informasi hukum dengan yang tidak
mempunyai akses dapat diminimalisir, sehingga ketegangan dan kecurigaan antar
masyarakat, serta antara pemerintah dan masyarakat dapat dihindari. Dengan adanya
arus informasi hukum yang terbuka ini pula dapat menekan perbuatan korupsi karena
dengan tersedianya informasi hukum yang lengkap dan tepat masyarakat dan kalangan
luas dapat memantau serta mengukur batasan-batasan kewenangan instansi
dilingkungan eksekutif, legislatif dan judikatif, serta memudahkan menuntut pertangung
jawaban apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau pelanggaran-pelanggaran.
Pemanfaatan teknologi informasi menjadi pilihan strategis untuk menguatkan
pengawasan publik agar tidak terjadi penyimpangan. Keterbukaan informasi merupakan
salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan Negara yang terbuka
dan tranparan untuk memberikan informasi kepada publik sesuai peraturan perundang5

undangan yang berlaku. Dengan demikian maka masyarakat dapat ikut serta dalam
melakukan pengawasan dalam proses legislasi. Pengawasan dan penilaian yang
diberikan pada masyarakat tersebut merupakan perwujudan dari kebebasan
mendapatkan informasi dan menyatakan pendapat sebagai salah satu ciri negara hukum

Pancasila.

C. PERAN JDIH DALAM PENATAAN REGULASI

Pada mulanya, munculnya keinginan yang menganggap perlu ada kebijakan nasional
membentuk Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) adalah akibat
keprihatinan di kalangan ahli hukum, yang melihat keadaan dokumentasi dan informasi
hukum begitu lemah sehingga merupakan kendala dalam usaha pembangunan hukum.
Dokumentasi dan informasi hukum dianggap lemah, karena :
1.

Dokumen hukum potensial, tersebar di instansi Pusat dan daerah, sebagian besar
belum dikelola dengan baik;

2.

Peraturan perundang-undangan di Departemen dan Lembaga Tinggi Negara belum
seluruhnya dibina secara bersistem;

3.

Perkembangan dokumentasi hukum (peraturan/buku/dll) di instansi pemerintah
sulit diketahui;

4.

Tenaga pengelola dokumentasi hukum sangat langka karena kurang diminati;

5.

Peralatan, sarana dan prasarana untuk mengelola dokumentasi hukum tidak
memadai;

6.

Koordinasi pendayagunaan dokumentasi hukum belum ada;

7.

Perhatian terhadap keberadaan dokumentasi dan perpustakaan hukum masih
sangat kurang.

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan data base hukum regulasi guna mendukung
keberhasilan proses Reformasi Regulasi, maka pengembangan jaringan data base hukum
dan regulasi menjadi sangat penting. Sesuai dengan mandat yang diberikan, JDIHN
merupakan wadah yang tepat bagi pengembangan jaringan tersebut, yang tidak hanya
merupakan jaringan pada tingkat Pusat secara horizontal, tetapi juga merupakan
jaringan mencakup daerah Propinsi/Kabupaten/Kota secara vertikal. Dengan
memperhatikan kepada perannya untuk mendukung keberhasilan Reformasi Regulasi,
6

sudah sepatutnya jika peran SJDIHN terus diberdayakan, termasuk dalam hal
peningkatan sarana prasarana, akses, pembiayaan serta kapasitas sumber daya
pengelolanya. demikian pula harus terus ditingkatkan mekanisme koordinasinya.
Mengingat pentinganya data base hukum sebagai unsur pendukung keberhasilan
agenda penataan regulasi dalam rangka revitalisasi hukum, maka peran JDIHN perlu
terus ditingkatkan. Peningkatan peran JDIHN dapat dilakukan baik dari aspek penguatan
kelembagaan, peningkatan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi,
peningkatan kapasitas sumber daya pengelolanya serta dari aspek penganggarannya.
Selain itu, untuk menjawab tuntutan serta dinamika masyarakat yang terus berkembang
dan tuntutan kepuasan terhadap kebutuhan informasi hukum serta seiring
perkembangan teknologi informasi dalam pengelolaan data perlu dikembangkan aplikasi
integrasi sistem yang dapat mendukung

penataan dan pengelolaan dokumen dan

informasi hukum yang tersebar diberbagai instansi menjadi informasi hukum yang
terpadu dan terintegrasi. Bahkan di masa mendatang, JDIH dalam koordinasi BPHN dapat
menjadi sebuah National Single Portal” peraturan perundang-undangan yang menjadi
rujukan resmi situs hukum nasional maupun internasional.
Dengan demikian, pada akhirnya keberadaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi
Hukum Nasional dapat memudahkan akses terhadap dokumentasi dan informasi hukum
sehinga tercipta kepastian hukum, transparansi dan akuntabilitas dalam mendorong
penyelenggaraan pemerintahan yang baik menuju terwujudnya kesejahteraan dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

D. PENUTUP

Kebutuhan Sistem Informasi Hukum yang beroperasi secara Nasional (National
Single Portal) dengan memelihara komunikasi dua arah yaitu mengirimkan pesan dari
instansi Pemerintah/Negara atau masyarakat ke Jaringan Informasi Hukum dan
sebaliknya mengirimkan informasi dari Jaringan Informasi Hukum ke instansi
Pemerintah/Negara dan/atau masyarakat adalah dirasakan sangat mendesak.
Membangun sebuah Sistem Informasi Hukum tentunya tidak terlepas dari
komponen-komponen dasar yang menjadi pilar berdirinya sistem itu sendiri yang
meliputi komponen-komponen seperti infrastruktur (berbasis teknologi), konten(data),
organisasi dan Sumber Daya Manusia, yang akan berhubungan dengan manajemen
7

sistem informasi hukum. Selanjutnya dalam konteks pengembangan JDIH sebagai sarana
pendayagunaan bersama perturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya,
maka data base produk hukum pemerintah Pusat dan Daerah merupakan aset yang harus
terus di pupuk dan dikembangkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Oleh karenanya
kelengkapan semua produk hukum baik di Pusat dan Daerah yang memenuhi standar
pengelolaan data elektronik menjadi sangat krusial mengingat kelengkapan dokumentasi
produk hukum akan menghasilkan informasi hukum yang berkualitas. Sehingga
diharapkan baik Pusat maupun Anggota Jaringan dapat melengkapi dan membangun
basis data elektronik dengan format pangkalan data yang seragam dan format
komunikasi standar yang pada gilirannya dapat mewujudkan Sistem Informasi Hukum
Nasional yang terpadu dan handal sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
akan layanan informasi hukum yang mudah diakses.
Sistem Informasi Hukum BPHN dibangun pula berdasarkan misi yang diemban
BPHN dalam membangun sistem e-government di bidang hukum, sehingga dapat diakses
oleh lembaga eksekutif, legislatif dan judikatif dan profesi hukum lainnya serta
masyrakat luas pada umumnya melalui pengembangan Jaringan Dokumentasi dan
Informasi Hukum. Pelaksanaan e-government adalah sebagai upaya pemerintah dalam
menggunakan Teknologi Informasi dalam meningkatkan kinerjanya terutama dalam
hubungannya dengan masyarakat, dunia usaha maupun lembaga terkait menunju good
governance, yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan mengedepankan
transparansi, akuntabilitas serta melibatkan peran masyrakat dalam perumusan suatu
kebijakan publik termasuk peraturan perundang-undangan.
Dengan terbangunnya National Single Portal ini maka memungkinkan sistem yang
interaktif (dua arah) sehingga dapat memfasilitasi peran serta dan partisipasi
masyarakat seluas-luasnya, terutama dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan sejak tahap pra legislasi yang diawali dengan perencanaan hukum, penelitian,
pengkajian dan penyusunan Naskah Akademis yang menjadi materi muatan suatu RUU
menuju tahap legislasi yaitu pembahasan RUU di DPR untuk disepakati dan diundangkan
yang kemudian disebarluaskan dan disosialisasikan, serta pasca legislasi berupa analisis
evaluasi untuk mengetahui apakah suatu peraturan undang-undang efektif, efisien, serta
masih sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada masa kini dengan dijiwai oleh
semangat nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

8