Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema sp. Pada Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hamperi Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Di Laboratorium

7

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)
Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :Kingdom

:

Animalia;

Filum:

Arthropoda;

Kelas: Insekta; Ordo: Coleoptera; Family: Scolytidae; Genus: Hypothenemus ;
Spesies: Hypothenemus hampei Ferr.
Telur

Gambar 2. Telur Hypothenemus hampei Ferr.
Sumber : www. nbair. res. In

Setelah kawin didalam biji kopi, kumbang betina keluar dan terbang untuk
mencari makanan. Mula-mula yang dimasukinya buah yang masih muda. Setelah
habis isinya, kumbang terbang mencari buah yang lebih tua dan bertelur. Jumlah
telur dapat mencapai 70 butir. Kadang satu buah kopi dapat dimasuki lebih dari
satu kumbang sehingga jumlah telur bisa sampai 80 butir. Telur ini akan menetas
setelah 5-9 hari (Departemen Pertanian, 2002).
Larva
Penggerek buah kopi merupakan kumbang berukuran 0,7-1,7 mm,
berbadan bulat dengan kepala berbentuk segitiga yang ditutupi oleh rambutrambut halus. Kumbang ini biasanya akan bertelur dalam lubang gerekan.

Universitas Sumatera Utara

8

Telurnya menetas dalam waktu sekitar 8 hari, lalu berubah menjadi larva
berwarna putih dan bermulut coklat (Najiyati dan Danarti, 2002).

Gambar 3. Larva Hypothenemus hampei Ferr.
Sumber : www. nbair. res. In
Pupa

Pupa memiliki struktur kulit cukup keras, berwarna putih susu. Stadium
larva 10-26 hari dan stadium pupa 4-9 hari.

Gambar 4. Pupa Hypothenemus hampei Ferr.
Sumber : www. nbair. res. In
Imago
H. hampei perkembangannya dengan metamorfosa sempurna dengan
tahapan telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa. Kumbang betina lebih
besar dari kumbang jantan. Panjang kumbang betina lebih kurang 1,7 mm dan
lebar 0,7 mm, sedangkan panjang kumbang jantan 1,2 mm dan 0,6-0,7 mm.

Universitas Sumatera Utara

9

Serangga dewasa atau imago, perbandingan antara serangga betina dengan
serangga jantan rata-rata 10 : 1. Pada kondisi demikian perbandingan serangga
betina dan jantan hanya 103 hari, sedangkan serangga betina dapat mencapai 282
hari dengan rata-rata 156 hari. Serangga betina mengadakan penerbangan pada
sore hari, yaitu sekitar pukul 16.00 sampai dengan 18.00 (Wiryadiputra, 2007).


Gambar 5. Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)
Sumber : pensoft. net
Gejala Serangan Hypothenemus hampei Ferr.
Pada umumnya H. hampei Ferr.menyerang buah dengan endosperma yang
telah mengeras, namun buah yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah
kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek untuk mendapatkan
makanan dan selanjutnya ditinggalkan. Buah demikian tidak berkembang,
warnanya berubah menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur. Serangan pada
buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu kopi karena biji
berlubang. Biji kopi yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan
senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang
merupakan salah satu penyebab utama kerusakan mutu kimia, sedangkan citarasa
kopi dipengaruhi oleh kombinasi komponen-komponen senyawa kimia yang
terkandung dalam biji (Tobing et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara

10


Kumbang dan larva ini menyerang buah kopi yang sudah cukup keras
dengan cara membuat liang gerekan dan hidup di dalamnya sehingga
menimbulkan kerusakan yang cukup parah. Hama ini tidak hanya menyerang
buah

di

kebun,

tetapi

juga

menyerang

buah

di

penyimpanan


(Najiyati dan Danarti, 2002).

Gambar 6. Gejala serangan Hypothenemus hampei Ferr. terhadap buah kopi
Sumber : Foto Langsung
Serangan H. hampei Ferr. pada buah muda menyebabkan gugur buah.
Serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubanglubang dan bermutu rendah (PPKKI, 2006). H. hampei Ferr. diketahui makan dan
berkembang biak hanya di dalam buah kopi saja. Kumbang betina masuk ke
dalam buah kopi dengan membuat lubang dari ujung buah dan berkembang biak
dalam buah (Irulandi et al., 2007).
PBKo mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang
bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan,
serangan dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang
tertinggal

setelah

panen,

dapat


ditemukan

lebih

dari

100

PBKo

(Departemen Pertanian, 2002.).

Universitas Sumatera Utara

11

Kondisi saat ini menunjukan bahwa hama penggerek buah kopi merupakan
hama yang sangat merugikan petani kopi, serangan PBKo dapat menurunkan
mutu kopi dan penurunan produksi hingga 20 – 30% bahkan tidak jarang petani

yang gagal panen. Hama PBKo merupakan serangga menyerupai kumbang yang
berukuran kecil dengan warna hitam. Kumbang tersebut umumnya menyerang
buah yang mulai masak dan meninggalkan telur di dalamnya hingga telur tersebut
menjadi ulat yang akan menyerang buah kopi (Arief et al., 2011).
Pengendalian
Pencegahan hama ini dilakukan dengan pemangkasan kopi dan naungan
untuk memberikan cahaya yang cukup bagi tanaman kopi, kemudian lakukan
panen secara teratur untuk memotong siklus dari pertumbuhan kumbang, panen
habis tanaman kopi yang terserang PBKo (Arief et al., 2011).
PBKo mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang
bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan,
serangan dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang
tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo. Karena itu penting
sekali

membersihkan

kebun

dari


semua

buah

yang

tertinggal

(Departemen Pertanian, 2002).
Pengendalian hayati merupakan salah satu metode pengendalian hama
yang semakin diminati akhir-akhir ini karena memiliki keunggulan, diantaranya
adalah sifatnya yang ramah lingkungan. Dalam konteks ini musul alami adalah
agens pengendali (control agens) yang dapat berkecukupan diri (self-sustenance)
sehingga hemat karena mereka dapat berkembang

biak di alam. Selain itu,

popolasi musuh alami digarapkan dapat bereaksi secara terpaut kepadatan


Universitas Sumatera Utara

12

(density depence) dengan populasi hama, artinya daya kendali oleh musuh alami
itu semakin tinggi pada populasi hama yang semakin padat.Dengan demikian
pengendalian hayati diharapkan dapat memncegah peledakan populasi hama.
Sifat-sifat baik pengendalian hayati itu sering ditandingkan dengan sifat buruk
yang dimiliki oleh metode pengendalian kimiawi (meracuni lingkungan, boros,
menimbulkan resistensi dan resurjensi hama, dan sebagainya) (Susillo, 2007).
Nematoda Entomopatogen Steinernema sp.

Gambar 7. Nematoda entomopatogen Steinernema sp.
Sumber : Foto Langsung
Nematoda adalah mikroorganisme berbentuk cacing berukuran 700-1200
mikron dan berada di dalamtanah. Nematoda yang ada di dalam tanah, ada yang
tergolong free living, nematode parasit tanaman dan nematoda entomopatogen.
Nematoda entomopatogen telah dipergunakan untukmengendalikan serangga
hama pada tanaman pangan, perkebunan, rumput lapangan golf serta tanaman
hortikultura. Nematoda entomopatogen dapat diisolasi dari berbagai tempatdi

seluruh

belahan

dunia,

khususnya

dari

golongan

Steinernematidae

danHeterorhabditidae baru dapat digunakan untukmengendalikan hama-hama
golongan

Lepidoptera,

seperti


:

Galleria

mellonella

(L.),

Universitas Sumatera Utara

13

Spodoptera exigua Hubner., Agrotis ipsilon Hufnayel. yang virulensinya
mencapai 100 persen (Nugrohorini, 2010).
Nematoda Entomopatogen selain digunakan untuk mengendalikan hama
yang menyerang kuncup bunga, bunga, buah, biji, daun dan batang, juga
dimanfaatkan untuk mengendalikan hama yang hidup dalam tanah. Sucipto (2008)
melaporkan potensi penggunaan NEP tersebut untuk mengendalikan rayap tanah
(Macrotermes spp.). NEP dengan dosis aplikasi 12.500 juvenil infektif/tanaman
berpotensi untuk membasmi uret (larva Lepidiota stigma) instar 3 menunjukkan
tingkat kematian larva hingga 80% setelah 3 minggu aplikasi (Safitriet al., 2013).
Dari percobaan yang penah dilakukan Wiratno dan Rohimatun
(2012)membuktikan bahwa Kematian larva B. longissima pada pengamatan 72
JSI, tingkat kematian larva pada perlakuan 3.500 JI/ml air meningkat sebesar 70%
dari pengamatan 48 JSI. Rata-rata kematian larva pada perlakuan 7.000 JI/ml air
berbeda tidak nyata dengan perlakuan 3.500 JI/ml air meskipun mengalami
peningkatan kematian sebesar 80% dari pengamatan 48 JSI. Kematian pupaB.
longissima pada perlakuan 7.000 JI/ml air pada 72 JSI sangat rendah
dibandingkan stadia larva dan imago, yaitu hanya mencapai 16,7%. Kematian
imago B.longissima sudah terjadi pada pengamatan 24 JSI yaitu berkisar antara
3,33 sampai dengan 6,67% dan meningkat pada periode-periode pengamatan
berikutnya. Pada 72 JSI tingkat kematian imago pada kepadatan 3.500 JI/ml air
lebih tinggi 6,66% dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan tingkat kepadatan
7.000 JI/ml air.
Konsentrasi nematoda entomopatogen (termasuk Steinernema sp.) yang
digunakan harus sesuai dengan batas konsentrasi optimalnya. Apabila konsentrasi

Universitas Sumatera Utara

14

yang digunakan melebihi batas optimal,maka akan menciptakan suatu kompetisi
dalam hal ruang dan makanan antar nematode entomopatogen itu sendiri.
Kompetisi ini yang menyebabkan nematoda entomopatogen kurang efektif apabila
diaplikasikan melebihi batas konsentrasi optimalnya (Nugrohorini, 2010).
Penggunaan Steinernema sp. sebagai agensia hayati semakin banyak
dikembangkan di berbagai belahan dunia karena berbagai keunggulannya, yaitu
mudah diperoleh, ramah lingkungan, mudah diproduksi massal, toleran terhadap
berbagai macam pestisida, dapat aktif mencari serangga sasaran, tidak menyerang
vertebrata, dan dapat diaplikasikan dengan alat semprot standar. Namun,
kendalanya adalah Steinernema sp.tidak dapat disimpan lama karena tidak
mempunyai struktur istirahat (Shapiro-Ilan et al., 2002). Untuk mendukung
kelangsungan hidup di luar habitatalaminya, Steinernema sp.Sangat pada air dan
cadangan makanan sebagai sumber energi (Prabowo dan Indrayani, 2012).
Efektivitas dan persistensi NEP juga dipengaruhi oleh faktor abiotik.
faktok abiotik yang memengaruhi persistensi nematode entomopatogen di dalam
tanah ialah oksigen, derajat keasaman (pH), kelembapan, dan temperatur tanah.
Faktor abiotik lain yang diduga berpengaruh dalam efektivitas NEP adalah tekstur
tanah (SuciptodalamSafitriet al., 2013).
Efektivitas Steinernema sp.dalam pengendalian hama berbeda tergantung
patogenitasnya, sedangkan patogenitas dipengaruhi oleh mekanisme infeksi.
Infeksi Steinernema sp. dilakukan oleh stadium larva instar III atau Juvenil
Infektif (JI) terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi langsung
membran intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai haemocoel
serangga, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan ke dalam hemolimfa

Universitas Sumatera Utara

15

untuk berkembang biak dan memproduksi toksin yang mematikan serangga.
Steinernema sp. sendiri juga mampu menghasilkan toksin yang mematikan. Dua
faktor ini yang menyebabkan Steinernema sp. mempunyai daya bunuh yang
sangat cepat. Serangga yang terinfeksi Steinernema sp. dapat mati dalam waktu
24–48 jam setelah infeksi (Brown et aldalam Safitriet al., 2013).
Tingginya tingkat ketergantungan petani terhadap pestisida kimia akan
membawa dampak negatif pada upaya ekspansi komoditas pertanian di pasar
bebas, yang seringkali menghendaki produk bermutu dengan tingkat penggunaan
pestisida yang rendah. Dengan demikian secara berangsur-angsur harus segera
diupayakan pengurangan penggunaan pestisida kimiawi dan mulai beralih kepada
pengendalian dengan agen hayati Nematoda Entomopatogen yang aman bagi
lingkungan (Sucipto, 2009).
Hypothenemus hamperi (Ferr.), hama penggerek buah kopi merupakan
hama utama pada tanaman kopi. Nematoda Entomopatogen (NEP) merupakan
tipe dari musuh alami, yang memiliki kemampuan sebagai biopestisida komersial
untuk mengendalikan Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo). Untuk perlakuan
control terhadap hama penggerek buah kopi, NEP sebaiknya disemprotkan ke
hama penggerek kopi sementara hama tersebut masih di batang tanaman kopi,
atau ke hama yang telah jatuh ke permukaan tanah. Penelitian terakhir
menyebutkan bahwa secara intensif NEP ini berada di atas atau di dalam tanah
atau pasir (Mantonet al., 2012).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Uji Efektifitas Nematoda Steinernema sp. Isolat Lokal Untuk Mengendalikan Ulat kantong (Metisa plana) (Lepidoptera: Psychidae) di Laboratorium dan Lapangan

1 57 75

EFEKTIVITAS CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. PADA FORMULA GRANULAR TERHADAP HAMA PENGGEREK BUAH KOPI, Hypothenemus hampei Ferr.

0 4 6

EFEKTIVITAS CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. PADA FORMULA GRANULAR TERHADAP HAMA PENGGEREK BUAH KOPI, Hypothenemus hampei Ferr.

0 5 14

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema sp. Pada Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hamperi Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Di Laboratorium

0 10 59

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema sp. Pada Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hamperi Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Di Laboratorium

0 0 12

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema sp. Pada Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hamperi Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Di Laboratorium

0 0 2

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema sp. Pada Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hamperi Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Di Laboratorium

0 0 6

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema sp. Pada Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hamperi Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Di Laboratorium

0 0 3

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema sp. Pada Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hamperi Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Di Laboratorium

0 0 13

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)

0 1 9