Kebijakan Badan Pengusahaan Batam Dalam Upaya Meningkatkan Penanaman Modal Di Batam

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era global pembangunan hukum ditandai dengan kecenderungan tuntutan
kebutuhan pasar yang dewasa ini semakin mengglobal. Dalam kondisi seperti
sekarang, produk-produk hukum yang dibentuk lebih banyak bertumpu pada
keinginan pemerintah karena tuntutan pasar. Tuntutan kebutuhan ekonomi telah
mampu menimbulkan perubahan-perubahan yang amat fundamental baik dalam
hal fisik maupun sosial politik dan budaya yang mampu melampaui pranatapranata hukum yang ada. Produk hukum yang ada lebih mengarah pada upaya
untuk memberi arahan dalam rangka menyelesaikan konflik yang berkembang
dalam kehidupan ekonomi.1 Pembangunan hukum yang tertuju pada kehidupan
perekonomian saat ini harus mampu mengarah dan memfokuskan pada aturanaturan hukum yang diharapkan mampu memperlancar roda dinamika ekonomi dan
pembangunan yang tidak melepaskan diri dari sistem demokrasi ekonomi dengan
mengindahkan akses rakyat untuk mencapai efisiensi dan perlindungan
masyarakat golongan kecil.
Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice), yang
menyatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian (the
end of justice is to secure from injury). Ajaran Smith tersebut menjadi dasar
hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara hukum dan ekonomi, dan antara
ekonomi dengan politik sehingga mempunyai hubungan yang erat, dan kemudian


1

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia (Jakarta : LP3IS, 2001), hlm.9.

Universitas Sumatera Utara

dikenal dengan istilah ekonomi-politik (political economy).2 Salah satu tujuan dari
ekonomi-politik adalah menyediakan sejumlah daya bagi negara atau pemerintah
agar mampu menjalankan berbagai tugas dan fungsinya dengan baik. Ekonomipolitik berusaha untuk merumuskan bagaimana memakmurkan rakyat dan
pemerintah sekaligus. Globalisasi mengakibatkan eksistensi hukum dipandang
penting karena perubahan di berbagai bidang menuntut adanya norma atau rule of
law dapat memberikan arahan pada cita-cita mulia sebagaimana pertama kali ide
liberalisasi perdagangan lahir yang menghendaki adanya pemerataan ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraaan masyarakat dunia yang selama ini dianggap tidak
adil akibat praktik kolonialisme.
David M. Trubek (Guru Besar dari University of Wisconsin) menyatakan
bahwa rule of law merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi
dan akan memberikan dampak yang luas bagi reformasi sistem ekonomi di
seluruh dunia berdasarkan pada teori apa yang dibutuhkan untuk pembangunan
dan bagaimana peranan hukum dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan

ekonomi merupakan hal yang sangat penting dicapai karena setiap negara
menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih baik dan ini
akan menjadi indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. Dalam
hal mempercepat pertumbuhan ekonomi ada banyak hal yang menjadi jalan keluar
agar dapat memacu percepatan tersebut, mulai dari melakukan pembenahan
internal kondisi perekonomian di suatu negara bahkan sampai melakukan
kerjasama internasional dalam segala bidang untuk dapat memberikan kontribusi
positif demi percepatan pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa faktor yang
2

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air Tahun 2013,

hlm.2.

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu faktor sumber daya manusia, faktor
sumber daya alam, faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor budaya dan
faktor daya modal.
Berkaitan dengan faktor daya modal, pada umumnya persoalan utama

yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam
pembangunan ekonominya adalah kurang tersedianya modal (capital). Salah satu
upaya yang dilakukan adalah dengan pengembangan di bidang penanaman modal
karena secara ekonomi penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan
produksi, sehingga penanaman modal pada hakikatnya merupakan langkah awal
kegiatan pembangunan ekonomi.3 Modal memiliki peran yang sangat penting bagi
pertumbuhan perekonomian suatu negara untuk mengembangkan potensi
kekayaan sumber daya alam yang belum dapat dimanfaatkan secara optimal.
Setiap penanaman modal akan memberikan kontribusi yang besar bagi
pertumbuhan ekonomi sebuah negara karena penanaman modal akan mendorong
berkembangnya aktivitas perekonomian secara keseluruhan.4
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas keseluruhan kurang
lebih 1.990.250

. Wilayah Indonesia yang demikian luasnya tentunya

menyimpan potensi kekayaan alam yang sangat besar, baik di darat maupun di
laut. Potensi kekayaan alam tersebut untuk memanfaatkan berbagai kegiatan
pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya
pertumbuhan


dan

perkembangan

industri

perikanan,

perhubungan

laut,

pertambangan, pertanian, energi, pariwisata dan sebagainya sehingga diperlukan
Nasrianti, ―Kewenangan Pemberian Persetujuan dan Perizinan Penanaman Modal
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal‖ (Tesis Universitas
Sumatera Utara, 2008), hlm.1.
4
Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Bandung: PT. Alumni,
2009), hlm.31.

3

Universitas Sumatera Utara

modal yang cukup untuk mengembangkan potensi kekayaan sumber daya alam.
Indonesia dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)
Tahun Anggaran 2015 membutuhkan dana investasi Rp778,3 triliun5 untuk
mendanai pembangunan nasional, dimana sebesar 79.7% diantaranya diharapkan
berasal dari masyarakat, termasuk swasta dan asing. Namun Badan Koordinasi
Penanaman Modal (selanjutnya disebut BKPM) mencatat realisasi investasi tahun
2015 hanya sebesar Rp545,4 triliun walaupun nilai ini meningkat 17,8%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 6 Berdasarkan hal tersebut,
maka masih diperlukan pembenahan kebijakan dasar penanaman modal agar
penanaman modal di Indonesia dapat mencapai target dan mampu mendanai
pembangunan nasional.
Adanya kebijakan dasar penaman modal akan sejalan dengan salah satu
tujuan pembentukan pemerintahan negara yakni untuk memajukan kesejahteraan
umum. Amanat tersebut telah dijabarkan dalam ketentuan Pasal 33 UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD RI
1945) dan sekaligus merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan
seluruh peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi

mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip
demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia.
Keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan
dimantapkan lagi dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik ekonomi dalam rangka
demokrasi ekonomi sebagai sumber hukum materil. Berkaitan dengan hal
5

Dana investasi Pemerintah, Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, hlm.195.
6
http://www.bkpm.go.id (diakses pada pada tanggal 12 Februari 2016).

Universitas Sumatera Utara

tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan
perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, kapasitas dan kemampuan teknologi
nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan
kesejateraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. 7

Sejak

Januari

2001,

Negara

Indonesia

memulai

babak

baru

penyelenggaraan pemerintah. Otonomi daerah dilaksanakan di seluruh Daerah
Tingkat II kota dan kabupaten. Hampir seluruh kewenangan pemerintah pusat
diserahkan pada daerah kecuali lima bidang, yaitu politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal nasional, serta agama.8 Dalam

menyerasikan kewenangan pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan
pemerintah kota/ kabupaten, pembentuk undang-undang mencoba menyusunnya
berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang dimaksud berdasarkan eksternalitas,
akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan
antarsusunan pemerintahan.9 Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU Pemda) disebutkan bahwa
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah terdiri atas
urusan wajib dan urusan lain. Salah satu tugas yang menjadi urusan wajib
pemerintah daerah dalam Pasal 10 ayat (1) butir n UU Pemda, urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan urusan dalam skala
provinsi yang meliputi pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/ kota. Dalam Pasal 11 ayat (2) huruf (l) UU Pemda disebutkan bahwa

7

Ibid., hlm.63.
Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Malang: Bayumedia
Publishing, 2003), hlm.113.
9
Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

8

Universitas Sumatera Utara

urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi
bidang penanaman modal.10 Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UUPM) pada Bab XII, Pasal 27
ayat (1) dinyatakan sebagai berikut :
Pemerintah mengoordinasikan kebijakan penanaman modal, baik koordinasi
antarinstansi pemerintah, antara instansi pemerintah dengan Bank Indonesia,
antara instansi pemerintah dengan daerah, maupun antar pemerintah daerah.
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus diri sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan
asas otonomi daerah dan tugas pembantuan atau dekonsentrasi. Untuk itu, dalam
rangka penyelenggaraan penanaman modal diatur mengenai penyelenggaraan
urusan penanaman modal.11 Oleh karena itu dengan diberikannya kewenangan
kepada pemerintah daerah mengurus daerahnya secara otonom termasuk di
antaranya memberikan insentif kepada investor, perlu menciptakan peluang
investasi yang memadai tidak hanya sarana fisik, tetapi juga non fisik misalnya
diterbitkannya peraturan daerah yang selanjutnya disebut perda dapat dijadikan

sebagai pemacu kehadiran investor.12
Kota Batam sebagai salah satu daerah yang menjalankan pelaksanaan
otonomi daerah merupakan kota yang berpotensi di Indonesia. Letak Pulau Batam
sangat strategis karena berada di dekat Selat Malaka yang menjadi jalur lintas
perdagangan yang teramai di dunia. Batam juga berada 20

dari

Singapura yang merupakan terminal pengiriman internasional kedua terbesar di
10

Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Tinjauan Terhadap Pemberlakuan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Jakarta: Rajawali Pers, 2007),
hlm.255.
12
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi (Bandung: CV Nuansa Aulia, 2007), hlm.188.
11

Universitas Sumatera Utara


dunia dan menjadi pusat keuangan dunia dan tujuan wisata dunia. Letak Batam
juga dekat dengan Natuna yang merupakan ladang minyak dan gas terbesar dunia
dan relatif berada di tengah Kawasan Asia Tenggara yang merupakan kawasan
perdagangan bebas ASEAN dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016.
Letak geografis Batam yang unik dan khusus menjadikan posisinya begitu sentral
karena dapat dijadikan sebagai pintu gerbang bagi arus masuk penanaman modal
dari luar negeri yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan rakyat
Indonesia.13Selain itu, dilihat dari potensi bahan baku, ketersediaan lahan industri,
tingkat pendapatan yang bersaing dan tenaga kerja, sarana dan prasarana, serta
keberadaan status Free Trade ZoneArea dimana pajak pertambahan nilai (PPN),
pajak atas penjualan barang mewah (PPnBM) dan cukai tidak berlaku lagi
menjadikan Batam sebagai lokasi yang strategis sehingga pengembangan usaha di
Batam mampu menawarkan iklim investasi yang berbeda dengan daerah lainnya.
Hal ini diharapkan dapat menjadi pendukung dan daya tarik untuk penanaman
modal di Batam.
Pertumbuhan ekonomi Batam pada tahun 2013 sebesar 8.39 % lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu Batam
dijadikan sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi secara nasional maupun bagi
Provinsi Kepulauan Riau. Adapun sektor penggerak ekonomi yang merupakan
nadi perekonomian Kota Batam meliputi sektor komunikasi, sektor listrik, air dan
gas, sektor perbankan, sektor industri dan alih kapal, sektor perdagangan dan jasa.
Produk yang dihasilkan tidak hanya merupakan konsumsi masyarakat Batam dan
Indonesia tetapi juga merupakan komoditi ekspor untuk negara lain.
13

Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Universitas Sumatera Utara

Pada akhir tahun 2013, penanaman modal di Batam telah terakumulasi
total US $ 16,47 miliar dalam investasi yang terdiri dari investasi pemerintah dan
investasi swasta. Pemerintah berinvestasi dalam hal pembangunan infrastruktur.
Investasi swasta terdiri dari investasi domestik dan investasi asing. Lebih dari
1000 perusahaan asing yang beroperasi di Batam, sementara jumlah perusahaan
lokal kurang lebih 10.000 perusahaan.14
Secara konstitusional, acuan penyelenggaraan pemerintahan daerah
terdapat dalam Pasal 18 UUD NRI 1945. Pengaturan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah diperjelas dalam Pasal 18A UUD NRI
1945. UUD NRI 1945 mengatur pula mengenai kekhususan dan keistimewaan
daerah-daerah di Indonesia. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 18B UUD NRI
1945 yaitu bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang. Batam sebagai daerah yang memiliki kekhususan sebagai bagian dari
pemerintah daerah sekaligus daerah industri serta kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas menempatkan Batam sebagai objek tunggal yang dikelola oleh 2
(dua) otoritas yang berbeda, yaitu Badan Pengusahaan Batam (selanjutnya disebut
BP Batam) dan Pemerintah Kota (selanjutnya disebut Pemko) Batam. Otonomi
Daerah di Batam bersifat asimetri15 karena tidak seragam dan memiliki
kekhususan atau keistimewaan dalam bidang perekonomian, pertanahan, dan
penataan ruang. Berdasarkan UU Pemda, Pemko Batam memiliki kewenangan
dalam penanaman modal di Batam. Namun, BP Batam yang merupakan otoritas
14

http://www.bpbatam.go.id/ini/Industri_economy/invest_guide.jsp (diakses pada tanggal
28 Januari 2016).
15
Muhammad Sapta Murti, ―Urgensi otonomi khusus Batam dikaitkan dengan
pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015‖, Jurnal Rechtsvinding, Bandung, Universitas
Padjajaran, 2015, hlm.221.

Universitas Sumatera Utara

pengembangan Batam juga memiliki peran penting dalam penanaman modal di
Batam.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi
dengan judul ―Kebijakan Badan Pengusahaan Batam Dalam Upaya Meningkatkan
Penanaman Modal Di Batam.‖
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah
mengenai hal-hal berikut :
1. Bagaimana kebijakan penanaman modal dalam Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ?
2. Bagaimana kedudukan Badan Pengusahaan Batam dalam pengaturan kegiatan
penanaman modal di Batam ?
3. Bagaimana kebijakan Badan Pengusahaan Batam dalam upaya meningkatkan
penanaman modal di Batam ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat disimpulkan yang
menjadi tujuan penulisan penulisan skripsi ini adalah:
1. Memberikan gambaran tentang kebijakan penanaman modal dalam UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
2. Memahami kedudukan Badan Pengusahaan Batam dalam pengaturan kegiatan
penanaman modal di Batam.
3. Mengetahui kebijakan Badan Pengusahaan Batam dalam upaya meningkatkan
penanaman modal di Batam.

Universitas Sumatera Utara

Manfaat penulisan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Pembahasan yang akan dibahas dalam tulisan skripsi ini tentu akan menambah
pemahaman dan pandangan baru dalam dunia penanaman modal, dimana hal
ini bisa menjadi masukan terhadap para penanam modal khususnya serta
Badan Pengusahaan Batam dan pemerintah untuk melihat lebih rinci lagi
bagaimana kebijakan yang benar melalui aspek hukum khususnya mekanisme
perizinan dan pemberian fasilitas penanaman modal agar nantinya tidak terjadi
ketimpangan wewenang yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2. Manfaat praktis
Dapat dijadikan pedoman oleh baik itu penulis, mahasiswa, pemerintah,
praktisi hukum, masyarakat ataupun khususnya institusi Badan Pelayanan
Penanaman Modal (selanjutnya disebut BPM) BP Batam serta Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (selanjutnya disebut BPM-PTSP)
Pemko Batam dan para pengusaha yang terutama berkecimpung dalam dunia
penanaman modal agar kedepannya para pengusaha maupun investor tersebut
tidak lagi bingung serta terjebak pada hal-hal yang mempersulit segala sesuatu
untuk penanaman modal di Batam.

D. Keaslian Penulisan
Salah satu upaya dalam mengembangkan pemikiran yang kritis dan
menambah wawasan, penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul
“Kebijakan Badan Pengusahaan Batam Dalam Upaya Meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

Penanaman Modal Di Batam”. Untuk

mengetahui keorisinalitas penulisan,

sebelum melakukan penulisan skripsi, penulis terlebih dahulu melakukan
penelurusan terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Hal ini dibenarkan oleh Pusat Dokumentasi dan
Informasi Hukum/ Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum melalui
surat tertanggal 1 Februari 2016 yang menyatakan bahwa “tidak ada judul yang
sama”.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran
penulis yang didasarkan pada pengertian, teori–teori, dan aturan hukum yang
berlaku dan diperoleh dari referensi buku, media elektronik, serta data-data dari
BPM BP Batam dan BPM-PTSP Pemko Batam dalam rangka memenuhi tugas
akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara. Apabila di kemudian hari terdapat judul yang
sama atau sudah pernah ditulis, maka penulis bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Berdasarkan judul ―Kebijakan Badan Pengusahaan Batam Dalam Upaya
Meningkatkan Penanaman Modal Di Batam‖, dapat ditemukan beberapa istilah,
diantaranya yaitu :
1. Penanaman modal
Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik
oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya
disebut NKRI).16 Penanaman modal tersebut terdiri dari penanaman modal dalam
16

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Universitas Sumatera Utara

negeri dan penanamaan modal asing. Penanaman modal dalam negeri adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah NKRI yang
dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam
negeri.17 Sedangkan penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah NKRI yang dilakukan oleh penanam modal
asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal asing.18
2. Kebijakan
Kebijakan merupakan terjemahan dari kata Inggris policy artinya politik,
siasat, kebijaksanaan.19 Dalam pembahasan ini kebijakan dibedakan dengan
kebijaksanaan. Menurut M.Irfan Islamy, policy diterjemahkan dengan kebijakan
yang berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian
kebijaksanaan

memerlukan

pertimbangan-pertimbangan

lebih

jauh

lagi,

sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya. 20Policy atau
kebijakan ini tertuang dalam dokumen resmi bahkan dalam beberapa bentuk
peraturan hukum, misalnya di dalam undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden (selanjutnya disebut keppres), peraturan menteri, peraturan
daerah (selanjutnya disebut perda) dan lain-lain. Dengan demikian, kebijakan
(policy) adalah seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik
dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk pencapaian tujuan.

17

Pasal 1 ayat(2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Pasal 1 ayat(3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
19
Wojowasito, Kamus Umum Inggris-Indonesia (Jakarta : Cypress, 1975).
20
Ibid.
18

Universitas Sumatera Utara

Produk semacam ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan freies
ermessen21, yaitu badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan
merumuskan kebijakan dalam pelbagai bentuk seperti peraturan, pedoman,
pengumuman, dan surat edaran. Suatu aturan kebijakan pada hakikatnya
merupakan produk dari perbuatan tata usaha negara, namun tanpa disertai
kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat tata usaha negara
tersebut. Aturan kebijakan dimaksud pada kenyataannya telah merupakan bagian
dari kegiatan pemerintahan.
3. Kebijakan penanaman modal
Pasal 4 UUPM menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan
dasar penanaman modal untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang
kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian
nasional dan mempercepat peningkatan penanaman modal. Dalam menetapkan
kebijakan dasar tersebut, pemerintah memberi perlakuan yang sama bagi penanam
modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan
kepentingan nasional, menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan
keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan
sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, dan membuka kesempatan bagi perkembangan
dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi. Kebijakan dasar penanaman modal tersebut diwujudkan dalam bentuk
rencana umum penanaman modal.

21

Freies ermessen adalah tindakan pemerintah (administrasi negara) yang memerlukan
kebebasan untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam menyelesaikan persoalan
yang memerlukan penanganan segera tetapi peraturan untuk penyelesaian persoalan itu belum ada
karena belum dibuat oleh badan yang diserahi tugas (legislatif).

Universitas Sumatera Utara

F.

Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek

yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. 22 Sedangkan
penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.23 Penelitian merupakan
bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami
segala kehidupan, atau lebih jelasnya penelitian merupakan sarana yang
digunakan oleh manusia untuk memperkuat, menguji, serta mengembangkan ilmu
pengetahuan.24 Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih
terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian
yang digunakan antara lain :
1. Jenis dan sifat penelitian
Penelitian dalam menyusun skripsi ini ialah penelitian hukum normatif
yang bersifat deskriptif. Penelitian normatif juga disebut dengan penelitian
doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang memusatkan pada
analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in books) maupun
hukum yang diputuskan oleh hakim melalui putusan pengadilan (law is decided
by the judge through the judicial process).25 Penelitian ini bersifat deskriptif yang
bertujuan untuk menggambarkan secara tepat mengenai peraturan hukum dalam
konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis fakta secara
cermat tentang kebijakan penanaman modal. Adapun pendekatan yang dilakukan
22

Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris (Jakarta:
Indonesia Hillco, 1990), hlm. 106.
23
Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2001), hlm. 1.
24
Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UIPress, 1986), hlm.250.
25
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Gratifi
Press, 2006), hlm.118.

Universitas Sumatera Utara

dalam penelitian ini adalah pendekatan yang mengkonsepsikan hukum sebagai
norma, kaidah, maupun azas dengan tahapan berupa studi kepustakaan dengan
pendekatan dari berbagai literatur. Metode penelitian juga menggabungkan
dengan studi kepustakaan (library research) dengan menggunakan media literatur
yang ada maupun jurnal ilmiah elektronik lainnya seperti internet dan tinjauan
yuridis.
2. Data penelitian
Sumber data yang menjadi bahan penulisan skripsi adalah data sekunder
yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan didukung oleh data primer.
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan melalui
wawancara dengan informan yaitu Kepala Subkoordinat BPM BP Batam dan
Kepala Bidang Data Investasi BPM-PTSP Pemko Batam. Sedangkan data
sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil
penelitian yang berbentuk laporan, buku harian, dan seterusnya. Data-data
sekunder meliputi26 :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri
dari :
1) Norma atau kaidah dasar, yakni Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.
2) Peraturan dasar yaitu batang tubuh UUD NRI 1945 dan Ketetapanketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3) Peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 23

26

Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UIPress, 2014), hlm.5.

Universitas Sumatera Utara

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 2011, Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014,
Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014, Keputusan Menteri,
Peraturan Daerah, Peraturan Kepala BKPM, Keputusan Kepala BP,
dan lainnya.
b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer, seperti misalnya, Rancangan Peraturan Presiden Tahun
2016 tentang perubahan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka
dengan persyaratan, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan
hukum, dan seterusnya.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara27 :
a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang disebut dengan data
sekunder berupa perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, sejumlah
buku-buku, artikel-artikel baik dari surat kabar, majalah, maupun media
elektronik yang semuanya itu dimaksudkan untuk memperoleh data-data
atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar
dalam penelitian.
b. Penelitian lapangan (field research), yaitu dengan melakukan penelitian
27

Fred, N. Kerlinger, Asas-Asas Penelitian Behavioral (Yogyakarta : Gajahmada
Univ.Press, Cetakan Kelima, 1996), hlm.770.

Universitas Sumatera Utara

lapangan untuk mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang aktual dari
BPM BP Batam dan BPM-PTSP Pemko Batam. Untuk mengumpulkan
data-data ini, penulis menggunakan teknik wawancara (interview) dan
memberikan daftar pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi.
4. Analisis data
Data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis
kemudian dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif dan
induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan, dan
membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan
berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga
diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dirumuskan.
G.

Sistematika Penulisan
Penulisan ini ditulis secara terperinci dan sistematis agar memberikan

kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya.
Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini sebagai berikut :
Bab I yaitu pendahuluan. Bab ini menggambarkan secara umum tentang
latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian
penulisan, metode penelitian, serta sistematika penulisan yang akan berkenaan
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
Bab II mengenai kebijakan penanaman modal dalam UUPM. Bab ini
menggambarkan secara umum tentang faktor- faktor yang mempengaruhi
penanaman modal di Indonesia, pokok-pokok pengaturan penanaman modal

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan UUPM yaitu perizinan, bidang usaha, ketenagakerjaan, fasilitas, hak
dan kewajiban, serta penyelesaian sengketa penanaman modal, dan kebijakan
penanaman modal berdasarkan UUPM yaitu kebijakan untuk mendorong
terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk
penguatan daya saing perekonomian nasional dan kebijakan untuk mempercepat
peningkatan penanaman modal.
Bab III tentang kedudukan BP Batam dalam pengaturan kegiatan
penanaman modal di Batam diuraikan mengenai kedudukan BP Batam sebelum
dan sesudah UU Pemda, serta tugas dan kewenangan BP Batam.
Selanjutnya pada Bab IV tentang kebijakan BP Batam dalam upaya
meningkatkan penanaman modal di Batam menjelaskan secara mendalam tentang
kedudukan kebijakan dalam hukum positif di Indonesia, kendala dalam
penanaman modal di Batam, Perda Kota Batam yang berkaitan dengan
penanaman modal di Batam, serta Kebijakan BP Batam dalam upaya
meningkatkan penanaman modal di Batam.
Adapun Bab V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari babbab terdahulu, serta saran menyangkut rumusan masalah.

Universitas Sumatera Utara