Kebijakan Badan Pengusahaan Batam Dalam Upaya Meningkatkan Penanaman Modal Di Batam

(1)

LAMPIRAN

I. Tabel Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Batam berdasarkan IUT PMDN Tahun 2015 dalam Rp.Juta

No Nama

Perusahaan Bidang Usaha Sektor Investasi TKI TKA

1

PT. CHUCK ENGINEERING BATAM

n Industri komponen dan suku cadang motor penggerak mula dan perdagangan besar (distributor utama) dan Jasa pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas migas (operating and maintenance service).

P Pertambangan

10,000 97 0

2

PT. CITRA LAUTAN TEDUH

Industri beton praktekan, Pembangunan dan pengusahaan kawasan industry Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran

25,463 107 2

3 PT. CITRA PRESINDO

Jasa Industri Untuk Berbagai Pengerjaan Khusus Logam Dan Barang Dari Logam

Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik

800 15 0

4 PT. NAGA MIGAS

Jasa Pertambangan Minyak Bumi Dan Gas Alam~

Pertambangan

12,000 7 0

5

PT. CHUCK ENGINEERING BATAM

Industri komponen dan suku cadang motor penggerak mula dan perdagangan besar (distributor utama) dan Jasa pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas migas (operating and maintenance service). Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik

4,000 54 0

6 PT. INNOVATIF PABRIKASI INDONESIA Industri Karoseri Kendaraan Bermotor Roda Empat Atau Lebih Dan Industri Trailer Dan Semi Trailer Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya

1,400 9 0

7

PT. CAHAYA METAL INDO PERKASA

Industri Barang Dari Kawat, Paku, Mur Dan Baut serta Industri Barang Dari Logam Siap Pasang Untuk Konstruksi Lainnya Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik


(2)

8

PT. SUMBER MARINE SHIPYARD

Industri Pembuatan Kapal, Perahu Dan Bangunan Terapung serta Jasa Reparasi Alat Angkutan, Bukan Kendaraan Bermotor~ Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya

19,312 8 0

9

PT.

EKASURYA SEJATI

Industri Wadah Dari

Kayu Industri Kayu

3,000 45 0

10

PT. SRI INDAH ALUMINIUM EXTRUSION

Industri Ekstrusi Logam Bukan Besi Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik

10,000 39 0

11 PT. MKFF INDONESIA

Industri Semi Konduktor Dan Komponen Elektronik Lainnya Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik

2,152 9 0

12

PT. MITRA ENGINEERING BATAM

Jasa Industri Untuk Berbagai Pengerjaan Khusus Logam Dan Barang Dari Logam

Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik

2,500 9 0

13 PT. WAEN INDONESIA

Daur Ulang Barang Bukan Logam

Industri Lainnya

963 18 0

14

PT.

SMOOTHTEX UTAMA INDONESIA

Industri Pakaian Jadi

(Konveksi) Dari Tekstil Industri Tekstil

1,500 60 0

15

PT. TUNAS OPTIMA PLASTINDO

Industri Barang Dari Plastik Untuk Pengemasan Industri Karet, Barang dari karet dan Plastik

10,600 39 0

16

PT. INDO GLOBAL PERKASA

Industri Kemasan Dan Kotak Dari Kertas Dan Karton Industri Kertas, Barang dari kertas dan Percetakan

3,006 46 0

17

PT. GAJAH IZUMI MAS PERKASA

Industri Air Minum dan air Mineral

Industri Makanan

17,868 241 0

18

PT. HENATO PLASTIK INDONESIA

Industri Barang Dari Plastik Untuk Pengemasan Industri Karet, Barang dari karet dan Plastik

500 9 0


(3)

II. Tabel 2 Perkembangan Proyek dan Realisasi Investasi PMDN di Batam per Sektor Berdasarkan IUT PMDN Dalam Rp.Juta

Bidang Usaha

2014 2015

Pro yek

Investasi Tenaga Kerja

Proyek Investasi Tenaga

Kerja

Perikanan

Pertambangan 2 22,000 4

Industri

Makanan 5 9,127 82 1 17,867.5 241 Industri

Tekstil 1 300 20 1 1,500 60

Industri Kayu 1 3,000 45

Industri Kertas, Barang dari

kertas dan Percetakan

1 3,005,5 46

Industri Kimia Dasar, Barang

Kimia dan Farmasi

4 26,500 177

Industri Karet, Barang dari

karet dan Plastik

4 19,850 228 2 11,100 48

Industri Mineral Non

Logam

3 9,200 90 Industri

Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik


(4)

Industri Instrumen Kedokteran, Presisi, Optik

dan Jam Industri Alat Angkutan dan

Transportasi Lainnya

2 23,000 137 2 20,711.9 17

Industri

Lainnya 2 6,187.6 81 1 1,962.8 18 Listrik, Gas

dan Air Perdagangan

dan Reparasi 3 11,500

Hotel dan

Restoran 1 30,500 50 3 121,053 Transportasi,

Gudang dan Telekomunika

si Perumahan,

Kawasan Industri dan Perkantoran

1 25,462.5 109

Jasa Lainnya 2 2,225 14


(5)

III. Tabel 3 Perkembangan Proyek dan Realisasi Investasi PMA di Batam per Sektor Berdasarkan IUT PMA Dalam Rp.Juta

Negara

Investor Bidang

usaha Proye

k PMA TKA Pro yek

PMA TKA

Afghanistan 1 1,000 5

Perdagangan

dan Reparasi 1 1,000 5

Amerika

Serikat 4 7,100 239 3 3,600 78

Pertambanga

n 4 7,100 239 3 3,600 78

Industri Mineral Non Logam

1 1,200 17

Industri Logam Dasar, Barang Logam,

Mesin dan

Elektronik

1 3,500 110

Konstruksi 1 1,200 56

Perdagangan

dan Reparasi 3 3,600 129

Jasa Lainnya 1 1,200 5

Australia 4 4,200 148 1 5,994,812.3 61

Industri

Tekstil 1 1,000 102

Industri Logam Dasar, Barang Logam,

Mesin dan

Elektronik

Industri Alat Angkutan dan

Transportasi Lainnya

1 1,000 21

Industri


(6)

Perdagangan

dan Reparasi

Hotel dan

Restoran 1 1,000 20

Jasa Lainnya 1 1,200 5

Bangladesh 1 1,000 10

Perdagangan

dan Reparasi 1 1,000 10

Belanda 3 7,912.5 1,002 2 3,050 78

Pertambanga

n 1 1,200 11

Industri Logam Dasar, Barang Logam,

Mesin dan

Elektronik

1 2,000 981

Perdagangan

dan Reparasi 1 4,712.5 10 1 2,000 38

Jasa Lainnya 1 1,050 40

British Virgin

Islands

Hotel dan

Restoran Cayman Islands Industri Mineral Non Logam Gabungan

Negara 22 126,632.9 7,203 12 65,596 1,315

Pertambanga

n 2 57,660 1,858 1 2,000 18

Industri Makanan Industri Kulit, Barang dari

kulit dan

Sepatu

Industri Kertas, Barang dari

kertas dan

Percetakan


(7)

Industri Kimia Dasar, Barang

Kimia dan

Farmasi

1 6,000 48

Industri Karet, Barang dari

karet dan

Plastik

2 5,170 635 1 1,000 10

Industri Logam Dasar, Barang Logam,

Mesin dan

Elektronik

6 35,900 3,658 1 11,226 817

Industri Instrumen Kedokteran, Presisi,

Optik dan

Jam

1 2,200 75

Industri Alat Angkutan dan

Transportasi Lainnya

1 12,002.9 32

Industri

Lainnya

Konstruksi 1 1,050 4

Perdagangan

dan Reparasi 4 4,600 32 5 5,200 98

Hotel dan

Restoran 2 39,120 320

Transportasi

, Gudang

dan

Telekomuni kasi

Jasa Lainnya 4 5,100 101

Hongkong,

RRT 1 1,000 150

Industri Logam Dasar, Barang Logam,

Mesin dan

Elektronik


(8)

Industri

Lainnya

India 1 1,000 15

Perdagangan

dan Reparasi 1 1,000 15

Indonesia

Konstruksi

Inggris 3 3,400 28

Pertambanga

n

Hotel dan

Restoran

Jasa Lainnya 3 3,400 28

Jepang 3 92,600 358

Kehutanan 1 1,000 26

Industri Karet, Barang dari

karet dan

Plastik

2 91,600 332

Industri Instrumen Kedokteran, Presisi,

Optik dan

Jam Jerman Industri Logam Dasar, Barang Logam,

Mesin dan

Elektronik

Korea

Selatan

Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya Konstruksi Perdagangan dan Reparasi

Malaysia 8 76,174.4 1,383 12 161,848.4 631

Tanaman Pangan dan Perkebunan


(9)

Pertambanga

n

Industri

Makanan 3 147,743.6 243

Industri Karet, Barang dari

karet dan

Plastik

1 1,904.8 300

Industri Logam Dasar, Barang Logam,

Mesin dan

Elektronik

2 24,200 1,313 2 2,200 27

Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya Perdagangan

dan Reparasi 5 5,950 63 4 8,000 28

Transportasi

, Gudang

dan

Telekomuni kasi

1 46,024.4 7 1 1,000 24

Jasa Lainnya 1 1,000 9

R.R.

Tiongkok 3 12,000 322 2 2,200 28

Industri Karet, Barang dari

karet dan

Plastik

1 1,000 22

Industri Logam Dasar, Barang Logam,

Mesin dan

Elektronik

1 10,000 300

Industri


(10)

Perdagangan

dan Reparasi 1 1,000 0 2 2,200 28

Jasa Lainnya

Singapura 29 42,289.4 1,348 25 33,439.8 1,895

Pertambanga

n 1 900 25 1 960 17

Industri

Makanan 1 1,000 120 1 1,400 53

Industri

Tekstil 1 1,000 200

Industri Kulit, Barang dari

kulit dan

Sepatu

Industri Kertas, Barang dari

kertas dan

Percetakan Industri Kimia Dasar, Barang

Kimia dan

Farmasi

1 1,000 8

Industri Karet, Barang dari

karet dan

Plastik

2 2,400 851

Industri Mineral Non Logam

1 952.4 20

Industri Logam Dasar, Barang Logam,

Mesin dan

Elektronik

5 12,035.8 273 6 7,278.4 171

Industri Instrumen Kedokteran, Presisi,

Optik dan

Jam

Industri Alat Angkutan dan

Transportasi Lainnya


(11)

Industri

Lainnya

Konstruksi 2 2,735 95

Perdagangan

dan Reparasi 9 9,312 166 8 6,416.4 192

Hotel dan

Restoran 1 1,600 40

Transportasi

, Gudang

dan

Telekomuni kasi

1 6,849.2 22

Jasa Lainnya 4 4,257.1 72 2 2,000 38

Siprus 1 1,200 55

Pertambanga

n 1 1,200 55

Skotlandia 1 1,200 60

Pertambanga

n 1 1,200 60

Taiwan 1 1,000 5

Industri Kulit, Barang dari

kulit dan

Sepatu Industri Logam Dasar, Barang Logam,

Mesin dan

Elektronik

Perdagangan

dan Reparasi 1 1,000 5

Turki

Hotel dan

Restoran

Ukraina

Perdagangan

dan Reparasi


(12)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku :

Bodie, Zvi, Alex Kane, and Alan J.Marcus. Investasi. Jakarta: Salemba Empat, 2009.

Dirdjosisworo, Soedjono. Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1999.

Fred, N.Kerlinger. Asas- Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Univ Gajahmada Press, 1996.

H.S, Salim, and Budi Sutrisno. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008.

Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2010.

Kairupan, David. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2013.

Lubis, T Mulya. Hukum dan Ekonomi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992. M Hadjon, Philipus, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogayakarta:

Gadjah Mada University Press, 1997.

Manan, Baghir. Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia. Jakarta: IND-HILL.CO, 1992.

MD, Moh.Mahfud. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: LP3IS, 2001. Purwaningsih, Endang. Hukum Bisnis. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa, 2006. Rokhmatussa'dyah, Ana, and Suratman. Hukum Investasi dan Pasar Modal.

Jakarta: Sinar Grafika, 2015.

Rosyidah, and Rakhmawati. Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global. Malang: Bayumedia Publishing, 2003.

Rustanto. Hukum Nasionalisasi Modal Asing. Jakarta: Kuwais, 2012.

Sihombing, Jonker. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Bandung: PT.Alumni, 2009.


(13)

. Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal. Bandung: PT.Alumni, 2008.

Simatupang, Mangasa. Pengetahuan Praktis Investasi Saham dan Reksa Dana. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010.

Smith, Adam. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation. London: Penguin Book, 1979.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2014.

Sulistiyono, Adi, and Muhammad Rustamaji. Hukum Ekonomi Sebagai Panglima. Jawa Timur: Masmedia Buana Pustaka, 2009.

Supriatna, Thahya. Otonomi Daerah Desentralisasi. Bandung: CV.Pustaka Setia, 2010.

Sutiarnoto. Tantangan dan Peluang Investasi di Indonesia. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008.

Untung, Hendrik Budi. Hukum Investasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2010. B. Peraturan Perundang- undangan

Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan pada Badan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2014 tentang Badan Usaha Bandar Udara kawasan Batam.

Peraturan Presiden No 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.


(14)

Peraturan Kepala BKPM Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Prinsip Penanaman Modal Kepada Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjung Pinang dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun.

Peraturan Kepala BKPM Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Usaha Dalam Rangka Penanaman Modal Kepada Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjung Pinang dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun.

Keputusan Kepala BP Batam Nomor 166 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Wewenang Kepala BP Batam di Bidang Penanaman Modal kepada Kepala Subdirektorat Pelayanan Penanaman Modal.

C. Artikel, Jurnal, Makalah

Ginting, Budiman, ―Permasalahan Nasional Pengembangan Investasi‖, Bahan

Kuliah Hukum Investasi.

Murti, Muhammad Sapta. "Urgensi Otonomi Khusus Batam Dikaitkan dengan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015." Jurnal Rechtsvinding, Vol.3 No.2, 2014: 215-235.

Nasrianti. ―Kewenangan Pemberian Persetujuan dan Perizinan Penanaman Modal

Menurut Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.” Tesis, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008, 1.

Phytaloka, Lesty. "Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing dan Peluang Investasi (Studi Kasus : Kota Cimahi, Jawa Barat )." Skripsi, Bandung.

D. Surat Kabar

Prasetyantoko. ―Bencana Finansial‖. Koran, Jakarta: Kompas, 2008.

E. Kamus


(15)

F. Internet

http://www.pu.go.id/isustrategis/view/6 (diakses pada tanggal 19 Februari 2016). Badan Koordinasi Penanaman Modal. "Realisasi Penanaman Modal di Indonesia

Tahun 2015." http://www.bkpm.go.id (diakses pada tanggal 12 Februari 2016).

Daftar Negatif Investasi. http://www.tempo.co (diakses pada tanggal 10 Maret 2016).


(16)

BAB III

KEDUDUKAN BADAN PENGUSAHAAN BATAM DALAM PENGATURAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL DI BATAM

A. Kedudukan Badan Pengusahaan Batam Sebelum Berlakunya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

Secara historis pengelolaan Pulau Batam dilakukan oleh Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (PN Pertamina) pada tahun 1970-197171, Badan Pimpinan pada tahun 1971-197372, Otorita Batam pada tahun 1973-200773, dan BP Batam sejak tahun 2007 hingga sekarang.74 Pada Tahun 1969-1975, berdasarkan Keppres Nomor 65 Tahun 1970 tanggal 19 Oktober 1970 tentang Pelaksanaan Proyek Pembangunan Pulau Batam, Pulau Batam ditetapkan sebagai basis logistik dan operasional bagi usaha-usaha yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang dilaksanakan oleh PN Pertamina. Pada tahun 1970, Batam diposisikan menjadi daerah industri khususnya industri yang terkait dengan Pertamina. Pada tanggal 26 Oktober 1971, pengembangan Pulau Batam diperluas dengan menjadikan Batu Ampar sebagai daerah industri yang diberikan status sebagai entrepot partikelir75dan membentuk Badan Pimpinan Daerah Industri yang tugasnya merencanakan dan mengembangkan pembangunan dan meneliti permohonan izin

71Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1970 tentang Pelaksanaan Projek Pembangunan Pulau Batam Sebagai Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1968.

72Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam.

73Pasal 4 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam.

74Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

75

entrepot partikelir adalah ruangan- ruangan yang berkenaan dengan letak dan susunan


(17)

usaha industri dan prasarananya untuk diajukan ke instansi terkait berdasarkan ketentuan dalam Reglemen A dari Ordonansi Bea.76

Sebagai upaya untuk meningkatkan dan memperlancar pengembangan daerah industri Pulau Batam maka Keppres Nomor 74 Tahun 1971 tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam disempurnakan dengan diterbitkan Keppres Nomor 41 tahun 1973 tanggal 22 November 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam. Keputusan presiden ini mengubah kelembagaan tunggal badan pimpinan menjadi kelembagaan yang terdiri atas Badan Pembina Daerah Industri, Otorita Pengembangan Daerah Industri, dan Perusahaan Perseroan Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam. Melalui norma tersebut, Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam menjadi penguasa atas lahan di Pulau Batam yang memiliki kewenangan mengadakan peruntukan dan penggunaan tanah di Pulau Batam.77

Kebijakan khusus dalam Kota Batam terdapat pada Keppres Nomor 41 tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam. Tujuan pembuatan kebijakan khusus tersebut yaitu untuk mempersiapkan Kota Batam sebagai kawasan industri, perdagangan, alih kapal, dan pariwisata.78 Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut, Pulau Batam dengan statusnya sebagai Kota Industri diberikan hak pengelolaan kepada Ketua Otorita Batam seperti yang tercantum tercantum di dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1973. Dengan adanya pengaturan tersebut, diharapkan dapat mendorong perkembangan dan memastikan pengembangan Kota Batam sebagai Kota Industri.

76Keppres Nomor 74 Tahun 1971 tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam. 77Muhammad Sapta Murti, Op.Cit, hlm.226.

78

Pasal 1 Angka 5 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Bintan, Kawasan Batam, dan Kawasan Karimun.


(18)

Sebelum berganti nama menjadi BP Batam, badan ini bernama Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam yang kemudian diubah menjadi Otorita Batam dan sekarang adalah BP Batam. BP Batam menjadi otoritas di Kota Batam yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengembangkan Batam. Pada tahun 1978, berdasarkan Surat Keputusan Ketua BKPM Nomor 1 Tahun 1978 tanggal 7 Februari 1978 tentang Pemberian Perlimpahan Wewenang Pengurusan dan Penilaian Pemohonan Penanaman Modal di Pulau Batam, maka BP Batam juga memiliki wewenang sebagai otoritas penanaman modal di Batam.

Sejalan dengan perkembangan pembangunan Batam, pertumbuhan penduduk Batam pun secara perlahan tapi pasti meningkat dan menumbuhkan adanya jasa perkotaan. Oleh sebab itu, di awal Tahun 1980-an dipandang perlu adanya pengaturan khusus dalam hal penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, perlu ada lembaga di luar Badan Otorita Batam yang berperan untuk mengatur fungsi pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna. Atas pertimbangan ini, pemerintah pusat kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983 mengenai Pembentukan Kota Administratif Batam di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Riau sebagai perangkat dekonsentrasi. Sejak saat itu pula, pengelolaan kawasan Batam melibatkan dua lembaga, yakni Badan Otorita Batam dan Pemerintah Kota Administratif.79

Dalam Keppres Nomor 7 tahun 1984 diatur tentang koordinasi sebagai berikut:

79


(19)

Pasal 2 menyebutkan :

Walikotamadya Batam, sebagai kepala wilayah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam arti memimpin pemerintahan membina kehidupan masyarakat Kotamadya Batam di semua bidang dan mengkoordinasikan bantuan dan dukungan pembangunan daerah industri Pulau Batam.

Pasal 3 huruf F, menyebutkan :

―Walikotamadya Batam bersama Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam secara periodik mengadakan rapat koordinasi dengan instansi-instansi pemerintahan lainnya, guna mewujudkan sinkronisasi program diantara mereka dan sejauh mana mengenai pelaksanaan pembangunan, sarana, prasarana dan fasilitas lainnya yang diperlukan dalam rangka pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.‖

Berdasarkan peraturan tersebut, kedudukan BP Batam bukan lagi sebagai badan otoritas tunggal di Batam. Pemerintah Kotamadya Batam bersama BP Batam mengembangkan Kotamadya Batam dengan kewenangannya masing- masing. BP Batam tidak memiliki wewenang untuk memimpin pemerintahan. BP Batam menjadi Badan yang mengembangkan daerah industri di Batam. Pada Tahun 1992, berdasarkan Keppres Nomor 28 Tahun 1992 wilayah kerja Otorita Batam diperluas meliputi wilayah BARELANG (Pulau Batam, Rempang, Galang dan pulau-pulau sekitarnya) dengan luas wilayah seluruhnya sekitar 715 Km (115 % dari luas Singapura).

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara


(20)

Republik Indonesia Tahun 1945.80 Unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah meliputi DPRD, gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah Batam dapat menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pada tahun 1999, melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah mengalami perubahan beberapa kali menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, hingga Undang-undang tersebut dicabut setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi atas undang-undang yang sudah tidak relevan dan sesuai dengan perkembangan zaman saat ini.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.81 Otonomi daerah dapat berbentuk desentralisasi, dekonsentrasi, maupun tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.82 Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.83 Sedangkan Tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau

80Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

81Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 82

Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 83


(21)

desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.84

Salah satu contoh desentralisasi yang diberikan kepada Batam adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus penanaman modal di Batam. Berdasarkan undang-undang ini, Pemko Batam memiliki andil untuk mengurusi dan mengatur penanaman modal, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman asing di Batam. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, pemerintah pusat dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional. Batam sebagai kawasan khusus yaitu kawasan FTZ dan merupakan daerah otonomi asimetris karena adanya Otorita Batam yang juga berwenang untuk melakukan pengembangan Batam dan mengatur pengelolaan hak atas tanah yang berhubungan dengan perizinan penanaman modal di Batam.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:85

1. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

84

Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 85


(22)

4. penyediaan sarana dan prasarana umum; 5. penanganan bidang kesehatan;

6. penyelenggaraan pendidikan; 7. penanggulangan masalah sosial; 8. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; 10.pengendalian lingkungan hidup;

11.pelayanan pertanahan;

12.pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 13.pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14.pelayanan administrasi penanaman modal; 15.penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

16.urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan wajib diatas telah dilakukan sebelumnya oleh Otorita Batam sebagai badan pengembangan Batam.

Kawasan Batam ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007. Peraturan pemerintah ini merupakan peraturan pelaksana Undang-undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam menjadi Undang-undang. Kawasan ini meliputi Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru. Di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dilakukan


(23)

kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata dan bidang lainnya. Pengembangan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi didalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas pada kawasan dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam.

Badan Pengusahaan Batam berkedudukan sebagai badan otoritas pengembangan daerah FTZ Batam (Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang juga memiliki kewenangan yang sebelumnya dilakukan oleh Otorita Batam. Semua aset Otorita Batam dialihkan menjadi asset BP Batam, kecuali aset yang telah diserahkan kepada Pemko Batam, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak Pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Otorita Batam dan hak pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Pemko Batam yang berada di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam beralih kepada BP Batam sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedudukan BP Batam sebelum berlakunya UU Pemda adalah Badan Otoritas Pengembangan Batam mulai dari daerah industri basis logistik dan operasional bagi usaha-usaha yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang dilaksanakan oleh PN Pertamina, Kotamadya Batam hingga menjadi Kota Batam,serta badan yang ditugaskan Dewan Kawasan untuk mengatur dan mengelola Kawasan Khusus FTZ.


(24)

B. Kedudukan Badan Pengusahaan Batam Setelah Berlakunya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dapat dirunut dari alinea ketiga dan keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Alinea ketiga memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan alinea keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah Negara Indonesia yaitu pemerintah nasional yang bertanggung jawab mengatur dan mengurus bangsa Indonesia. Tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Pasal 1 UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan adalah dibentuknya pemerintah Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional untuk pertama kalinya dan kemudian pemerintah nasional tersebutlah yang kemudian membentuk daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dan diberikan otonomi yang luas dan bertanggung jawab.

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui


(25)

otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman. Pemberian otonomi yang seluas-seluasnya kepada daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam negara kesatuan, kedaulatan hanya ada pada pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan tidak ada kedaulatan pada daerah. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan kepada daerah, tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan daerah akan tetap ada ditangan pemerintah pusat. Untuk itu pemerintahan daerah pada negara kesatuan merupakan satu kesatuan dengan pemerintahan nasional.

Kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh daerah merupakan bagian integral dari kebijakan nasional. Pembedanya adalah terletak pada bagaimana memanfaatkan kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas daerah untuk mencapai tujuan nasional tersebut di tingkat lokal yang pada gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan nasional secara keseluruhan. Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum. Dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka pemerintah pusat dalam membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan sebaliknya daerah ketika membentuk kebijakan daerah baik dalam bentuk Perda maupun kebijakan lainnya hendaknya juga memperhatikan kepentingan nasional. Dengan demikian akan tercipta keseimbangan antara kepentingan nasional yang sinergis dan tetap


(26)

memperhatikan kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan.

Perubahan besar terjadi setelah dikeluarkan dan diberlakukannya Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Daerah, yang menjadikan Batam bukan lagi sebagai daerah industri atau Pemerintah Kotamadya Batam, melainkan sebagai daerah Pemerintahan Kota Otonom yang sama kedudukannya dengan kabupaten dan kota-kota lainnya di Indonesia. Kedua peraturan ini selanjutnya mengalami perubahan beberapa kali menjadi UU Pemda dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.86

Undang-Undang Pemerintahan Daerah mengatur mengenai urusan pemerintahan. Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut merupakan urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan konkuren dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.87 Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan.88 Salah satu urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi tenaga kerja, pertanahan, lingkungan hidup, koperasi, usaha kecil, dan menengah,

86Ibid. 87

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 88


(27)

serta modal.89 Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat strategis bagi kepentingan nasional, pemerintah pusat dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota. Kawasan khusus tersebut meliputi:90

1. kawasan perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas; 2. kawasan hutan lindung;

3. kawasan hutan konservasi; 4. kawasan taman laut; 5. kawasan buru;

6. kawasan ekonomi khusus; 7. kawasan berikat;

8. kawasan angkatan perang; 9. kawasan industri;

10.kawasan purbakala; 11.kawasan cagar alam; 12.kawasan cagar budaya; 13.kawasan otorita; dan

14.kawasan untuk kepentingan nasional lainnya yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setiap kawasan khusus di daerah seperti Batam, maka daerah tersebut mempunyai kewenangan daerah yang diatur dengan peraturan pemerintah, kecuali kewenangan daerah tersebut telah diatur dalam ketentuan peraturan

89 Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

90

Pasal 360 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.


(28)

undangan. Pemko Batam mempunyai kewenangan yang diatur pada UU Pemda. Sedangkan BP Batam memiliki kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 dan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam.

Setelah berlakunya UU Pemda, pelaksanaan kewenangan urusan perizinan di sektor industri dan perdagangan yang sebelumnya berada di tangan para menteri dan Ketua BKPM untuk PMDN dan PMA diserahkan kepada Pemda Kabupaten/ Kota yang dalam hal ini adalah BP Batam. Hal ini sesuai dengan dasar hukum berikut :

1. Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

2. Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan pada Badan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

3. Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2014 tentang Badan Usaha Bandar Udara kawasan Batam.

4. Peraturan Presiden No 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

5. Peraturan Kepala BKPM Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Prinsip Penanaman Modal Kepada Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan


(29)

Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjung Pinang dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun.

6. Peraturan Kepala BKPM Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Usaha Dalam Rangka Penanaman Modal Kepada Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjung Pinang dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun. 7. Keputusan Kepala BP Batam Nomor 166 Tahun 2013 tentang Pendelegasian

Wewenang Kepala BP Batam di Bidang Penanaman Modal kepada Kepala Subdirektorat Pelayanan Penanaman Modal.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat diketahui bahwa kedudukan Badan Pengusahaan Batam setelah berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah sebagai Badan otoritas pengembangan kawasan Free Trade Zone Batam termasuk dalam hal penanaman modal di Batam khusus untuk memberikan pelayanan perizinan dan pembuat kebijakan penanaman modal daerah berdasarkan pelimpahan kewenangan pusat dalam PMA di Kota Batam.

C. Tugas dan Kewenangan Badan Pengusahaan Batam

Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku di setiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda, tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut. Aspek hukum harus dibuat berdasarkan tingkat kepentingan yang muncul pada masyarakat dalam suatu wilayah. Untuk itulah perlu dibuat aspek hukum yang sejalan dengan kebijakan otonomi daerah dalam kerangka pemerataan kesejahteraan nasional. Pelaksanaan hukum ekonomi


(30)

sendiri perlu terus diawasi sehingga tidak menimbulkan distorsi tetapi justru dapat meningkatkan perekonomian itu sendiri. Komitmen dan institusi pengawasan yang baik juga perlu dikembangkan agar penegakan hukum dapat berlaku baik bagi masyarakat maupun aparat hukum itu sendiri. Kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.

Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/ kota mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pelaksanaan investasi di Indonesia. Dalam Pasal 30 UUPM telah ditentukan kewenangan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/ kota. Kewenangan pemerintah adalah hak dan kekuasaan pemerintah untuk menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.91 Pada dasarnya, kewajiban pemerintah dan/ atau pemerintah daerah adalah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal di daerah maka perlu diatur kewenangan pemerintah, provinsi, dan kabupaten/ kota dalam penanaman modal.92

Kewenangan pemerintah tercantum dalam Pasal 30 ayat (7) UUPM yaitu : 1. penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan

dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi;

2. penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

3. penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antarwilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;

91Pasal 1 ayat (3) PP Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

92


(31)

4. penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;

5. penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah;

6. bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut undang-undang.

Keenam kewenangan itu menjadi kewenangan pemerintah, namun kewenangan itu dapat dilakukan oleh :

1. Pemerintah yang menyelenggarakan sendiri.

2. Melimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah. 3. Menugaskan kepada pemerintah kabupaten/ kota.

Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten atau kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/ kota.93 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten/Kota dan Daftar Kewenangan Kabupaten Kota per bidang dari Departemen/Lembaga non Departemen merupakan dasar dalam pelaksanaan tugas kepala daerah di bidang penanaman modal. Dalam Kepmendagri tersebut, terdapat 5 (lima) bidang yang menjadi kewenangan kabupaten kota khusus bidang penanaman modal, yaitu :

1. kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal; 2. promosi dan kerjasama internasional penanaman modal; 3. pelayanan perizinan penanaman modal;

93


(32)

4. pengendalian penanaman modal; 5. sistem informasi penanaman modal.

Otonomi asimetris yang dimiliki Batam sebagai daerah khusus menempatkan BP Batam menjadi otoritas bersama Pemko Batam. Setelah berlakunya UU Pemda yang didahului oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, BP Batam sebagai Otoritas Pengembangan Daerah FTZ Batam memiliki kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007. Saat ini BP Batam mendapatkan kewenangan dari Pemerintah Pusat khususnya yang menjadi kewenangan Departemen Perdagangan untuk mengeluarkan perizinan lalu lintas keluar masuk barang. Perizinan tersebut diantaranya perizinan IP plastik dan scrap plastik, perizinan IT-PT, perizinan IT cakram, perizinan IT alat pertanian, perizinan mesin fotocopy dan printer berwarna, perizinan pemasukan barang modal bukan baru, perizinan bongkar muat, pelabuhan khusus, dan perizinan pelepasan kapal laut.94

Badan Pengusahaan Batam memiliki susunan dan perangkat yang terdiri dari bagian hubungan masyarakat (Humas), bagian hukum, Badan Pelayanan Modal (BPM), Pelayanan Satu Pintu Terpadu (PTSP), dan bidang atau bagian lainnya. Adapun BPM-PTSP BP Batam inilah yang kemudian menjadi perpanjangan tangan BKPM Pusat dalam mengatur dan memberikan izin kementerian yaitu Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Ketenagakerjaan khusus untuk penanam modal asing yang ingin menanamkan modalnya di Batam. Izin tersebut antara lain, izin prinsip penanaman modal, izin prinsip perluasan penanaman modal, izin prinsip perubahan penanaman modal,

94


(33)

izin usaha penanaman modal, dan izin usaha perluasan penanaman modal. Kelima izin tersebut perlu pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM sebagai salah satu persyaratan administrasi. Badan Pengusahaan Batam dapat memberikan izin tersebut tanpa si investor perlu ke Jakarta untuk mengurus pengesahan akta badan hukumnya.95

Badan Pengusahaan Batam memiliki tugas dan kewenangan dalam penanaman modal asing di Batam dalam hal berikut :

1. kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal; 2. promosi dan kerjasama internasional penanaman modal; 3. pelayanan perizinan penanaman modal;

4. pengendalian penanaman modal; 5. sistem informasi penanaman modal.

Badan Pengusahaan Batam juga masih memiliki kewenangan tentang hak pengelolaan atas tanah di Batam sehingga baik penanam modal asing maupun penanam modal dalam negeri yang ingin mengurus perizinan mengenai hak pengelolaan atas tanah di Batam juga diatur oleh BP Batam. Areal tanah yang dimaksud dijelaskan lebih lanjut di dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1992. Pemberian hak pengelolaan tersebut tetap berlanjut meskipun adanya perubahan terhadap status kawasan Kota Batam menjadi kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di periode tahun 2007.

95

Hasil wawancara dengan Kepala Subdirektorat Pelayanan Penanaman Modal di Batam pada tanggal 15 Februari 2016.


(34)

Badan Pengusahaan Batam juga memiliki tugas untuk mewujudkan kapasitas pelabuhan bongkar muat kargo dan kontainer yang berstandar internasional, bandar udara yang mampu melayani lalu lintas barang dan jasa dengan kualitas sumber daya yang handal dalam mendukung pengelolaan kawasan, peningkatan nilai investasi dan sistem pelayanan yang terukur, serta peningkatan berstandar internasional iklim investasi yang kondusif di Batam.96 BP Batam memiliki kewenangan pengeloaan atas tanah yang sebelumnya menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri dan kewenangan Pemerintah Kota Batam97 yaitu wewenang untuk memungut UWTO terhadap lahan di Batam.98 Badan Pengusahaan juga memiliki kewenangan dalam pemberian insentif fiskal.99 Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa tugas dan kewenangan Badan Pengusahaan Batam dalam hal penanaman modal di Batam adalah membuat kebijakan dan mengatur pelayanan perizinan untuk penanaman modal asing di Batam.

96

Hasil wawancara dengan Kepala Subdirektorat Pelayanan Penanaman Modal di Batam pada tanggal 15 Februari 2016.

97Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

98

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

99 Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang.


(35)

BAB IV

KEBIJAKAN BADAN PENGUSAHAAN BATAM DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENANAMAN MODAL DI BATAM

A. Kedudukan Kebijakan dalam Hukum Positif di Indonesia

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Hamid S Attamimi menyatakan bahwa norma dari suatu peraturan perundang-undangan adalah selalu bersifat mengikat umum, abstrak, dan berlaku terus menerus (dauerhaftig). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur mengenai jenis dan hierarki peraturan yaitu:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. 4. Peraturan Pemerintah.

5. Peraturan Presiden.

6. Peraturan Daerah Provinsi.

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Undang-Undang tersebut menyebutkan jenis peraturan perundang-undangan selain dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu:100

―Peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,

100

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


(36)

Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.‖

Selanjutnya, dalam Pasal 7 ayat (2) ditegaskan bahwa:101

Peraturan Perundang-undangan tersebut diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Badan atau pejabat Tata Usaha Negara seringkali menempuh berbagai langkah kebijakan tertentu, antara lain menciptakan apa yang sering dinamakan aturan kebijakan (beleidsregel, policy rule). Kata kebijakan merupakan terjemahan dari kata Inggris policy artinya politik, siasat, kebijaksanaan.102 Dalam pembahasan ini kebijakan dibedakan dengan kebijaksanaan. Menurut M.Irfan Islamy, policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya.103 Policy atau kebijakan ini ―tertuang dalam dokumen resmi bahkan dalam beberapa bentuk peraturan hukum, misalnya di dalam undang- undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan menteri, peraturan daerah, dan lain-lain. Dengan demikian, kebijakan (policy) adalah ―seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk pencapaian tujuan‖.

101

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

102Zafrullah Salim, ―Legislasi Semu, http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/1299-legislasi-semu-pseudowetgeving.html (diakses tanggal 12 Maret 2016).

103


(37)

Produk semacam ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan freies ermessen104, yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan merumuskan kebijakan dalam pelbagai bentuk seperti peraturan, pedoman, pengumuman, dan surat edaran. Suatu aturan kebijakan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha negara, namun tanpa disertai kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat tata usaha negara tersebut. Aturan kebijakan dimaksud pada kenyataannya telah merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan. Pada saat ini, aturan kebijakan telah mengambil tempat yang makin penting di dalam hukum administrasi Belanda. Aturan kebijakan juga ditandai dengan sebutan pseudowetgeving105atau legislasi semu.

Legislasi semu memiliki unsur, yaitu:106

1. Legislasi merupakan tata aturan, apabila dilihat dari tampak luar seolah-olah tata aturan biasa seperti halnya dengan peraturan perundang-undangan yang dikenal jenis, bentuk dan tata urutannya. Namun, disebut legislasi semu karena menyerupai peraturan perundang-undangan, namun sebenarnya bukan perundang-undangan.

2. Legislasi semu dibuat oleh organ pemerintahan yang bersangkutan, berarti legislasi semu dibentuk, diterbitkan atau dibuat oleh badan-badan pemerintahan (badan tata usaha negara) baik di tingkat pusat maupun daerah, yang menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.

104Freies ermessen adalah tindakan pemerintah (administrasi negara) yang memerlukan kebebasan untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam menyelesaikan persoalan yang memerlukan penanganan segera tetapi peraturan untuk penyelesaian persoalan itu belum ada karena belum dibuat oleh badan yang diserahi tugas (legislatif).

105Perundang-undangan semu atau quasi legislation sebagaimana dinyatakan Prof. Jimmly Asshidiqie. Kamus Besar Bahasa Belanda menyatakan perundang-undangan semu adalah tata aturan oleh organ pemerintahan yang terkait tanpa memiliki dasar ketentuan undang-undang yang secara tegas memberikan kewenangan kepada organ tersebut.

106

Zafrullah Salim, ―Legislasi Semu‖,


(38)

3. Legislasi semu dibuat tidak berdasarkan kepada suatu ketentuan perundang-undangan yang secara tegas memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membentuk atau menerbitkannya. Pemberian kewenangan mengeluarkan legislasi semu (aturan kebijakan tersebut) merupakan doktrin dalam hukum tata pemerintahan. Hukum tata pemerintahan menegaskan bahwa suatu organ pemerintahan dibolehkan memiliki kewenangan secara implisit untuk menyusun aturan kebijakan dalam rangka menjalankan tugas umum pemerintahan.

4. Substansi legislasi semu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Aturan kebijakan pada dasarnya ditujukan kepada administrasi negara sendiri, sehingga yang pertama-tama melaksanakan ketentuan tersebut adalah badan atau pejabat tata usaha negara. Meskipun demikian, ketentuan tersebut secara tidak langsung akan dapat mengenai masyarakat umum. Indroharto berpendapat bahwa aturan kebijakan bagi masyarakat menimbulkan keterikatan secara tidak langsung. Menurut Hamid Attamimi aturan kebijakan mengikat secara umum, karena masyarakat yang terkena aturan kebijakan tersebut tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikutinya. Sebenarnya penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam suatu negara hukum bersendikan pada peraturan perundang-undangan sesuai dengan prinsip yang dianut dalam suatu negara hukum yaitu asas legalitas. Namun, karena peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis mengandung kekurangan dan kelemahan, keberadaan aturan kebijakan menempati posisi penting terutama dalam negara hukum modern.107

107Zafrullah Salim, ―

Legislasi Semu‖,


(39)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa kebijakan adalah seperangkat keputusan yang diambil oleh badan atau pejabat berwenang dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk pencapaian tujuan. Kebijakan ini dapat berbentuk peraturan, keputusan, surat edaran, pemberitahuan, maupun langkah taktis dalam melaksanakan hukum positif. Kedudukan kebijakan dalam hukum positif di Indonesia sebagai legislasi semu yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

B. Kendala dalam Penanaman Modal di Batam

Realisasi penanaman modal di Batam dalam periode Januari-September 2015 jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014 mengalami peningkatan hampir dua kali lipat untuk total PMA dan total PMDN sebesar Rp4,74 Triliun atau mengalami peningkatan 99,6 % dari Rp2,85 Triliun.

Gambar 1

Realisasi Penanaman Modal di Batam Tahun 2014-2015 Sumber : Badan Pengusahaan Batam


(40)

Total realisasi penanaman modal untuk sektor Industri PMA dan PMDN sebesar Rp2,63 Triliun, yang merupakan 55,9 % dari total realisasi penanaman modal di Batam dengan penyerapan tenaga kerja Indonesia untuk sektor Industri sebesar 6.610 orang.108 Terdapat 18 Perusahaan PMDN Batam di beberapa sektor bidang usaha penanaman modal dengan total penanaman modal Rp130.062.000.000 (130,062 Milyar) dengan 832 Tenaga Kerja Indonesia dan 2 Tenaga Kerja Asing yang lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 1 tentang realisasi penanaman modal di Batam berdasarkan IUT PMDN Tahun 2015 di lampiran. Sektor- sektor yang dimasuki oleh penanaman modal dalam negeri beragam dan bervariasi. Dari 28 Proyek pada tahun 2014 dan 18 proyek tahun 2015, memasuki 15 bidang usaha penanaman modal sebagaimana terdapat dalam tabel 2 perkembangan proyek dan realisasi PMDN di Batam per sektor berdasarkan IUT PMDN di lampiran.

Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Batam dari tahun 2012 hingga 2015 terus mengalami kenaikan total investasi. Pada tahun 2012, jumlah PMA dari 49 Proyek PMA sebesar 115.095.000 US Dollar, 60 proyek dengan total PMA 269.889.100 US Dollar di tahun 2013, 78 Proyek dengan total PMA 281.710.000 US Dollar di Tahun 2014, dan 64 proyek dengan total 367.734 US Dollar di Tahun 2015. Sedangkan untuk realisasi PMA berdasarkan asal negara (5 besar) di Batam untuk periode Januari-September 2015 adalah Singapura sebesar 65 %, Gabungan Negara sebesar 32 %, British Virgin Islands, Swiss, dan Luxemburg masing- masing sebesar 1 %. Berdasarkan data tersebut bahwa penanaman modal yang berasal dari Negara-negara Asia masih mendominasi

108

Data yang diolah dari Badan Pengusahaan Batam sebagai hasil wawancara dengan Kepala BPM BP Batam pada tanggal 19 Februari 2016.


(41)

penanaman modal di Batam. Hal ini dapat dilihat lebih jelas berdasarkan gambar berikut :

Gambar 2

Realisasi Penanaman Modal Asing di Batam Berdasarkan IUT PMA Tahun 2012 – 2015

Sumber : Badan Pengusahaan Batam

Gambar 3

Perkembangan realisasi penanaman modal asing di Batam berdasarkan 5 Besar Negara


(42)

Sektor- sektor yang dimasuki oleh penanaman modal asing beragam dan bervariasi. Lima sektor yang mendominasi diantaranya adalah sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam Mesin dan Elektronik sebesar 57 %, Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya sebesar 25 %, 12 % Hotel dan Restoran, serta 6 % untuk sektor Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi serta Industri Mineral Non Logam. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar 4

Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Batam berdasarkan 5 besar Sektor Industri

Sumber : Badan Pengusahaan Batam

Aplikasi penanaman modal asing diproses dengan kebijakan satu atap di Batam. Lama pengurusan investasi tidak lebih dari 20 hari kerja untuk mendapatkan persetujuan. Semua izin dan perizinan yang diperlukan untuk memulai pembangunan juga diproses "di bawah satu atap" oleh Otorita Batam (BP Batam). Perusahaan diperbolehkan memiliki 100% kepemilikan asing. Izin tinggal bagi orang asing yang bekerja di Batam mudah diperoleh dari Kantor Imigrasi setempat. Orang asing yang berkunjung ke Batam akan diberikan 60 hari visa on arrival untuk sebagian besar negara. Orang asing diperbolehkan


(43)

untuk membeli dan memiliki rumah sendiri, apakah mereka bekerja di Batam atau tidak. Jadi, Batam dapat menjadi rumah kedua untuk orang asing.

Berdasarkan kondisi penanaman modal di Batam yang telah diuraikan diatas, adapun yang menjadi kendala dalam penanaman modal di Batam yang dapat dibedakan menjadi kendala hukum dan nonhukum. Kendala hukum yaitu:109 1. Belum jelasnya status hutan lindung, dan impor list di Batam.

2. Belum tersosialisasinya dengan baik dan menyeluruh mengenai status BP Batam dan kewenangan BP Batam.

3. Belum jelasnya regulasi mengenai Izin H.O untuk Kawasan Industri di Batam. 4. Pengaturan mengenai bidang usaha penanaman modal di Indonesia yang

masih menjadi rancangan dan belum disahkan dengan peraturan baru. Kendala nonhukum yaitu :110

1. Kurangnya sumber daya manusia yang profesional dan memiliki daya saing yang kuat dan dapat berkontribusi di pasar global, misalnya masih kurangnya SDM yang fasih dalam berbahasa inggris.

2. Ketersediaan lahan dalam memenuhi kebutuhan industri dan investasi.

3. Pengembangan industri bernilai tambah tinggi (High Value-added Industries). 4. Kurangnya minat pasar untuk produk dalam negeri (UKM), khususnya Batam

untuk wilayah Asia.

5. Masalah ketenagakerjaan, seperti permasalahan UMK yang selalu ada, serta berbagai permasalahan lainya (demo buruh).

109Hasil wawancara dengan Kepala Subdirektorat Pelayanan Penanaman Modal Badan Pengusahaan Batam pada tanggal 15 Februari 2016.

110

Hasil wawancara dengan Kepala Subdirektorat Pelayanan Penanaman Modal Badan Pengusahaan Batam pada tanggal 15 Februari 2016.


(44)

6. Sarana dan Infrastruktur yang belum memadai dalam menunjang kegiatan industri dan investasi.

Berdasarkan hasil inventarisasi terhadap permasalahan ketenagakerjaan pada kegiatan PMA di Batam dapat dikemukakan beberapa permasalahan, antara lain :111

1. Proses pengalihan teknologi dan keterampilan seringkali berjalan lambat dan tersendat- sendat.

2. Adanya pelanggaran terhadap izin kerja tenaga kerja asing (TKA).

3. Keterampilan dan produktivitas tenaga kerja Indonesia (TKI) dianggap masih rendah.

4. Upah TKI yang sangat rendah sering disalahgunakan oleh pihak asing.

5. Kuantitas TKI yang sangat besar yang tidak sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia.

C. Kebijakan Badan Pengusahaan Batam dalam Upaya Meningkatkan Penanaman Modal di Batam

Upaya pemerintah daerah untuk menciptakan iklim bagi dunia usaha atau industri yang kondusif perlu terus didukung karena apabila pengusaha sudah merasakan fasilitas atau insentif yang diberikan oleh pemerintah daerah maka pengusaha pasti akan berusaha memanfaatkannya. Pengusaha akan tertarik dan berinisiatif untuk menggerakkan usaha industri. Jika roda perekonomian sudah mulai bergerak maka investor lain akan semakin aktif menanamkan modalnya di

111


(45)

sektor- sektor industri di daerah. Dengan demikian pemerintah daerah tidak perlu menaikkan pajak atau memungut retribusi.112

Selama ini tercermin bahwa rencana dan tindakan pemerintah daerah saat ini mengesankan bahwa otonomi daerah tidak ada kaitannya dengan masalah investasi seakan-akan hal tersebut hanya masalah pemerintah pusat untuk melakukan pemulihan ekonomi, menciptakan stabilitas politik hankam, dan mengupayakan ketentuan yang menjamin kepastian hukum yang menjamin investasi. Dalam hal ini pemerintah daerah memiliki peran yang cukup dominan dalam ikut menciptakan kondisi yang menarik investor untuk membangun industri di daerah. Sebagai contoh, bila keamanan dan ketertiban hukum tidak segera dipulihkan maka pembangunan ekonomi tidak akan bisa berjalan baik. Para investor akan semakin takut untuk menananamkan modal di daerah.

Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah menciptakan kondisi yang tertib, aman, menjamin kepastian hukum, menyederhanakan birokrasi prosedur perizinan, memberikan insentif bagi industri yang mampu menyerap tenaga kerja, ramah lingkungan, yang mampu bermitra dengan industri kecil, yang mampu mengembangkan ekspor komoditi unggulan dan sebagainya. Hal yang penting untuk segera dilakukan adalah melakukan segala persiapan berkaitan dengan penggalian dan pengidentifikasian potensi daerah, menyusun rencana dan strategi yang jelas sehingga tujuan dan sasaran pemerintah daerah untuk meningkatkan penanaman modal di daerah secara maksimal dapat dicapai. Adapun tahapan- tahapan yang dapat diupayakan pemerintah daerah dalam rangka

112

Rosyidah dan Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam


(46)

menarik penanaman modal, baik PMDN maupun PMA ke daerahnya dalah sebagai berikut :113

1. Menggali dan mengidentifikasi untuk menentukan potensi unggulan daerah yang bisa ditawarkan ke investor.

2. Melakukan promosi atau road show ataupun publikasi lain pada industri, terutama investor asing.

3. Menetapkan kebijakan pemerintah daerah dan pengaturan hukum yang mendukung penciptaan iklim kondusif bagi investor.

4. Melakukan penyesuaian kebijakan pemerintah daerah dan pengaturan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan penanaman modal baik internasional maupun nasional.

5. Mempersiapkan peningkatan sumber dyaa manusia, aparat pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan yang baik pada penanam modal.

6. Mendukung partisipasi aktif masyarakat atau publik aktivitas dan pengawasan kegiatan penanaman modal.

7. Perbaikan dan peningkatan sarana prasarana pendukung bagi kelancaran modal.

8. Perbaikan pelayanan perizinan bagi penanaman modal secara sederhana, cepat, mudah, murah, dan memuaskan.

9. Mengupayakan kemanan, kenyamanan, ketertiban lingkungan agar tercipta iklim murah dan memuaskan.

10.Mendukung pemberian fasilitas untuk peningkatan sumberdaya masyarakat agar dapat menduduki jabatan strategis dan terjadialih teknologi.

113


(47)

Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa salah satu keluhan yang paling sering dilontarkan oleh para investor asing selama ini adalah begitu banyaknya jenis perizinan yang harus diperoleh, yang secara langsung menjadikan membengkaknya initial cost yang harus dikeluarkan sebelum perusahaan tersebut beroperasi. Salah satu contoh dari masalah birokrasi yang dikeluhkan adalah birokrasi pengurusan izin di kawasan berikat, di mana dalam salah satu Keputusan Menteri Keuangan dinyatakan bahwa calon investor yang telah mendapatkan persetujuan dari Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) wajib memberitahukan kepada Dirjen Bea Cukai melalui PKB dalam waktu 14 hari sebelum memulai kegiatannya. Dalam praktiknya, jawaban dari pihak Bea dan Cukai memakan waktu yang lebih panjang, dan selama itu investor tidak diperkenankan melaksanakan proyek.114

Hal ini tentu saja telah menghambat realisasi PMA maupun PMDN. Upaya penyederhanaan proses birokrasi (debirokratisasi) kiranya akan menjadi salah satu faktor yang akan mendorong para investor kembali menamkan modalnya di Indonesia. Langkah-langkah kearah itu tampaknya sudah mulai dilakukan, antara lain dengan :

1. Memberikan kewenangan kepada Kedutaan Besar atau Perwakilan RI di luar negeri untuk memberikan izin (izin sementara investasi).

2. Mempersingkat waktu proses perizinan dari maksimal 10 hari menjadi kurang dari 1 minggu melalui pengurusan perizinan di bawah satu atap.

3. Perluasan pelimpahan wewenang dari BKPM ke BKPMD.

114Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman,


(48)

4. Penghapusan diharuskan adanya izin prinsip dari instansi terkait, dan lain- lain.

Kebijakan yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan- permasalahan ketenagakerjaan diatas antara lain sebagai berikut :

1. Dari segi pilihan teknik produksi sepatutnya dipertimbagkan proyek- proyek yang bersifat low capital labour ratio sebagai prioritas pilihan dengan kombinasi secara proporsional pada modal ( high ratio of capital to labour ). 2. Perlu ada terobosan baru di bidang peningkatan pendidikan kejuruan dan

keterampilan melalui Balai Latihan Kerja dan Pendidikan Luar Sekolah, yang diarahkan secara nyata bagi peningkatan produktivitas kerja TKI.

3. Strategi upah buruh yang murah harus digantikan dengan keunggulan komparatif berupa tenaga kerja terampil.

Berbagai langkah yang sedang, telah dan akan dilakukan BP Batam sebagai hasil kebijakannya untuk meningkatkan penanaman modal antara lain :115 1. Membentuk institusi pelayanan penanaman modal dan pengurusan perizinan

satu pintu yaitu BPM-PTSP BP Batam.

2. Memperbaiki infrastruktur yang sudah ada dan terus mengembangkan fasilitas infrastruktur yang lebih baik dan kondusif untuk berinvestasi.

3. Memberikan fasilitas penanam modal tidak dikenakan pajak ekspor dan impor, bebas pajak pertambahan nilai, bebas pajak atas pembelian barang mewah, bebas bea dan cukai sesuai dengan pengaturan kota Batam sebagai salah satu kawasan FTZ.

115

Hasil wawancara dengan Kepala Subdirektorat Pelayanan Penanaman Modal Badan Pengusahaan Batam pada tanggal 15 Februari 2016.


(49)

4. Melakukan sosialisasi kebijakan dan peraturan tentang penanaman modal di Indonesia seperti sosialisasi kebijakan impor barang modal bukan baru yang bekerja sama dengan Kementrian perdagangan, perindustrian, dirjen bea dan cukai.

5. Membentuk kawasan industri di Batam, misalnya Kawasan Industri Tanjung Uncang, Muka Kuning, dan lainnya.

6. Mempercepat pengurusan izin prinsip yang sesuai SOP jangka waktu 3 hari kerja menjadi 3 jam.

7. Menyelesaikan sengketa modal dengan pendekatan secara persuasif lintas satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pemko jika terjadi deadlock maka di bawa ketingkat provinsi sampai masalah tersebut selesai.

8. Mengadakan forum bisnis dan sosialisasi antara aparatur pemerintah (BP batam, pemko, pusat) dengan pelaku usaha maupun calon investor. Seperti Batam Investment Breakfast Workshop 2015 yang bekerja sama dengan EIBN yang merupakan wadah atau konsorsium kerja sama tempat berkumpulnya perwakilan asosiasi bisnis/komunitas bisnis asal negara-negara Eropa (BritCham, EKONID, IFFCI, INA, EUROCHAMBERS, CCI Barcelona, Euro Cham Indonesia). Mereka tergabung dalam sebuah proyek yang dibiayai Uni Eropa. EIBN akan fokus mempromosikan Indonesia ke negara-negara Uni Eropa sebagai negara yang memiliki potensi untuk melakukan kegiatan perdagangan dan investasi, juga untuk mendukung aktivitas bisnis negara-negara Eropa di Indonesia.Selain itu, EIBN juga memiliki program berkontribusi secara efektif mendukung dan menarik bisnis para calon investor


(50)

dari Uni Eropa terutama Small Medium Enterprise (SME) yang bertujuan mengembangkan usahanya dan gerbang menuju wilayah ASEAN.116

9. Mempercepat layanan perizinan penanaman modal asing yang berkoordinasi dengan kementerian. Di Indonesia, hanya di Kota Batam yang memiliki fasilitas dan layanan ini sehingga penanam modal asing tidak perlu ke Jakarta untuk mengurus perizinan tersebut. Hal ini dilakukan dengan membuat portal perizinan secara online yaitu Portal Batam Single Window (http://www.bsw.go.id). Portal ini merupakan portal perizinan resmi yang dikembangkan oleh BP Batam dibawah pengelolaan Direktorat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Portal BSW ditujukan bagi publik untuk mempermudah proses pengajuan perizinan dan melakukan tracking perizinan tersebut secara online. Dengan mengakses portal ini, pengunjung situs (termasuk calon investor) akan mendapatkan informasi tentang prosedur resmi dan tata cara yang diperlukan dalam mengajukan perizinan yang dikelola oleh BP Batam maupun yang dikelola oleh instansi lain.

10.BP Batam juga menjalin kerjasama dengan instansi atau perusahaan- perusahaan dalam meningkatkan penanaman modal di Batam. Misalnya dengan KADIN Batam, Batam Shipyard and Offshore Association, Batam Japan Club, Pengelola Kawasan Industri Batam,

11.Dalam pengaturan kegiatan PMA di Batam selain daripada kebijakan yang dikeluarkan oleh BP Batam mulai dari bidang usaha, ketenagakerjaan, hak dan kewajiban penanam modal, penyelesaian sengketa, serta prosedur perizinan

116

http://project.akhdani.net/bkpm/batam-web/index.php/2015/09/04/bp-batam-bidik-pengusaha-eropa/ (diakses pada tanggal 12 Maret 2016).


(51)

sampai kepada fasilitas dan kemudahan yang diberikan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku yaitu UUPM, PP pelaksananya dan peraturan- peraturan yang dikeluarkan BKPM.

Adapun kebijakan yang telah dilaksanakan oleh BP Batam telah sesuai dengan tugas dan kewenangan BP Batam dalam pengaturan penanaman modal di Batam. Kebijakan tersebut juga telah mencerminkan pelaksanaan kebijakan dasar penanaman modal dalam UUPM di daerah dan koordinasi penanaman modal yang diatur dalam UUPM untuk melakukan kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal, promosi dan kerjasama internasional penanaman modal, pelayanan perizinan penanaman modal, pengendalian penanaman modal, serta menyediakan sistem informasi penanaman modal. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa kebijakan BP Batam dalam upaya meningkatkan penanaman modal di Batam ialah memaksimalkan pelaksanaan PMA di Batam sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan melakukan langkah-langkah yang dapat menarik investor untuk melakukan PMA di Batam seperti kemudahan dalam pengurusan perizinan.


(52)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :

1. Kebijakan penanaman modal dalam UUPM dilakukan untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional dan mempercepat peningkatan penanaman modal. Kebijakan tersebut dilakukan antara lain dengan cara memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal baik asing maupun dalam negeri, menjamin perlindungan dan kepastian hukum penanaman modal di Indonesia, penyederhanaan prosedur perizinan, membuka kesempatan bagi perkembangan UMKM-K dan meningkatkan kualitas pelayanan penanaman modal di Indonesia. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah pusat yang dikoordinasikan dengan pemerintah daerah sesuai dengan otonomi daerah dalam bentuk rencana umum penanaman modal. Diantaranya yaitu pengesahan dan perizinan perusahaan penanaman modal diperoleh melalui pelayanan satu pintu, yang diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 UUPM tersebut.

2. Kedudukan BP Batam dalam pengaturan kegiatan penanaman modal di Batam setelah berlakunya UU Pemda yaitu sebagai perwakilan BKPM Pusat untuk mengatur PMA di Batam. PMDN di Batam diatur oleh Pemko Batam. BP Batam memiliki tugas dan kewenangan untuk mengatur penanaman modal di Batam mulai dari pelayanan perizinan, hingga pemberian fasilitas bagi


(53)

penanam modal asing di Batam, serta membuat kebijakan penanaman modal dalam upaya meningkatkan penanaman modal khususnya penanaman modal asing di Batam.

3. Kebijakan BP Batam dalam upaya meningkatkan penanaman modal di Batam dilakukan antara lain dengan penyempurnaan pelayanan perizinan investasi sampai kepada pemberian insentif baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Hal ini dilakukan berdasarkan pada kebijakan dasar penanaman modal dalam UUPM dan otonomi daerah di Batam dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal. Berbagai langkah debirokrasi dan deregulasi terus dilanjutkan untuk menciptakan efisiensi berusaha dan berinvestasi termasuk konsistensi aturan dan kepastian hukum untuk meminimalisir ketidakpastian berusaha bagi PMA di Batam. Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebagai hasil kebijakan BP Batam misalnya membentuk institusi Pelayanan Penanaman Modal (BPM) BP Batam, mengadakan forum bisnis sebagai wadah kemitraan antara BP Batam, calon investor, investor, dan pemerintah, mempercepat perizinan dan mengadakan pelayanan pengurusan perizinan online melalui portal BSW, sosialisasi kebijakan impor barang modal bukan baru yang bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, serta Dirjen Bea dan Cukai, membentuk kawasan industri, dan memberikan fasilitas bagi penanam modal melalui pemerintah pusat dengan pemberian keringanan bea masuk impor barang-barang modal, pembebasan PPN atas impor, visa izin on arrival, dan lainnya. Kebijakan yang dilakukan BP Batam telah sesuai dengan kebijakan dasar penanaman modal yang diatur dalam UUPM.


(54)

B. Saran

Beberapa saran yang menyangkut permasalahan dalam skripsi ini antara lain:

1. Mengingat pentingnya peranan tanah dalam penanaman modal maka diperlukan adanya kepastian hukum yang berkaitan dengan fasilitas hak atas tanah dan dalam hal hak dan kewajiban penanam modal, hendaknya apa yang menjadi hak dan kewajiban penanam modal diberikan dan dilaksanakan sesuai pengaturan dalam Undang-undang No. 25 tahun 2007 sehingga tujuan dari penyempurnaan dan perubahan dari Undang-Undang Penanaman Modal tidak sia-sia.

2. Mengingat bahwa Kota Batam sebagai daerah khusus yang memiliki otonomi asimetri, maka perlu adanya sosialisasi mengenai kewenangan BP Batam dan Pemko yang telah diatur dan tidak tumpang tindih dan sosialisai kejelasan status Kota Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas ( free trade zone area ).

3. Sebaiknya, bagi daerah yang mengeluarkan kebijakan inovatif di bidang penanaman modal hendaknya diberikan penghargaan, untuk memicu persaingan bagi pemda lainnya agar mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dapat meningkatkan penanaman modal di daerah tersebut.


(1)

10.Seluruh staf pegawai dan tata usaha di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam urusan administrasi.

11.Kepala Subdirektorat Pelayanan Penanaman Modal Badan Pengusahaan Batam, Bapak Ady Soegiharto dan Kepala bidang data investasi BPM-PTSP Pemko Batam, Bapak Verbian Hidayat terima kasih yang rela meluangkan waktunya untuk diwawancarai dan memberikan data yang diperlukan untuk penulisan skripsi saya.

12.Terima kasih juga atas semua doa dan dukungan serta semangat dan segala bantuan yang tak terbalaskan, kepada D Pearls, Uci, Pike, Ma Baby Angel Onyak, Peqa, Philip, Suhaila, Citek, Eca, Lisa, Mifta, DNP’s ku Dara Putek, serta Pengurus HMI FH USU Periode 2015-2016 yang tangguh dan semangat dalam menjalankan kepengurusan, kakanda Alumni dan Senioren serta Anggota Biasa dan Anggota Muda HMI FH USU, teman- teman seperjuangan klinis, Bg Agung, Bg Defri, Bg Reza, Bg Ojik, Helmi, Lana dan tak lupa lelaki tangguh yang setia dalam perjalanan lomba LKTIMN 2015 di UGM, ma Ridho yg almost perfectionis dan jd pemacu aku dan Susilo yg sabar terhadap tingkah nanda dan ridho, Bawels ku Kak Nida, Gembuls ku manda, teman-teman di Fakultas Hukum khususnya Stambuk 2012, IMAHMI FH USU, teman- teman seperjuangan di organisasi PEMA FH USU Periode 2013-2014, kawan seperjuangan lomba LKTI dan Legislative Drafting, serta adinda- adinda junior unyukku FH USU yang tak dapat kakak sebutkan satu persatu.


(2)

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Amin Ya Rabbal ‘Alamin

Medan, 1 April 2016 Penulis


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 11

E. Metode Penelitian ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal di Indonesia ... 19

B. Pokok-pokok Pengaturan Penanaman Modal Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal 1. Perizinan ... 27

2. Bidang Usaha ... 29

3. Ketenagakerjaan ... 34

4. Fasilitas ... 36

5. Hak dan Kewajiban ... 39


(4)

C. Kebijakan Penanaman Modal Dalam Undang-undang

Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal ... 40

1. Kebijakan untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional ... 43

2. Kebijakan untuk mempercepat peningkatan penanaman modal ... 46

BAB III KEDUDUKAN BADAN PENGUSAHAAN BATAM DALAM PENGATURAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL DI BATAM A. Kedudukan Badan Pengusahaan Batam Sebelum Berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ... 49

B. Kedudukan Badan Pengusahaan Batam Setelah Berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ... 57

C. Tugas dan Kewenangan Badan Pengusahaan Batam ... 62

BAB IV KEBIJAKAN BADAN PENGUSAHAAN BATAM DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENANAMAN MODAL DI BATAM A. Kedudukan Kebijakan Dalam Hukum Positif di Indonesia .. 68

B. Kendala Dalam Penanaman Modal di Batam ... 72

C. Kebijakan Badan Pengusahaan Batam Dalam Upaya Meningkatkan Penanaman Modal di Batam ... 77

BAB V PENUTUP ... A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Realisasi Penanaman Modal di Batam Tahun 2014-2015 ... 69 Gambar 2 Realisasi Penanaman Modal Asing di Batam Berdasarkan

IUT PMA Tahun 2012-2015 ... 76 Gambar 3 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Batam

Berdasarkan 5 Besar Negara ... 77 Gambar 4 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Batam


(6)

ABSTRAK

KEBIJAKAN BADAN PENGUSAHAAN BATAM DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENANAMAN MODAL DI BATAM

Nanda Yolandari*) Budiman Ginting**) Mahmul Siregar***)

Batam sebagai daerah yang memiliki kekhususan dikelola oleh dua otoritas yang berbeda, yaitu Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan Batam. Di bidang penanaman modal, Badan Pengusahaan Batam memiliki kewenangan mengatur penanaman modal asing di Batam. Didalam skripsi ini dibahas mengenai kebijakan penanaman modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, kedudukan Badan Pengusahaan Batam dalam pengaturan kegiatan penanaman modal di Batam, serta kebijakan Badan Pengusahaan Batam dalam upaya meningkatkan penanaman modal di Batam.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Sumber data berasal dari bahan hukum primer dan sekunder. Alat pengumpulan data adalah studi kepustakaan (library research) dan studi dokumen di Kantor Pelayanan Penanaman Modal Badan Pengusahaan Batam dan Kantor BPM-PTSP Pemerintah Kota Batam. Seluruh data dianalisis secara kualitatif.

Badan Pengusahaan Batam memiliki kedudukan sebagai Badan otoritas pengembangan Batam termasuk dalam hal penanaman modal di Batam. Setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka mengenai penanaman modal dalam negeri diatur oleh Pemerintah Kota Batam, dan Badan Pengusahaan Batam berkedudukan sebagai perwakilan BKPM Pusat untuk mengatur pelayanan perizinan penanaman modal asing di Batam.Berbagai kebijakan dilakukan Badan Pengusahaan Batam di sektor investasi untuk dapat menarik minat para investor dari luar negeri mulai dari penyempurnaan pelayanan perizinan investasi sampai kepada pemberian insentif baik yang bersifat langsung maupun tidak langsungseperti membentuk institusi Pelayanan Penanaman Modal (BPM) BP Batam, mengadakan forum bisnis sebagai wadah kemitraan antara BP Batam, calon investor, investor, dan pemerintah, mempercepat perizinan dan mengadakan pelayanan pengurusan perizinan online melalui portal BSW, sosialisasi kebijakan impor barang modal bukan baru yang bekerja sama dengan Kementerian perdagangan, perindustrian, dan dirjen bea dan cukai, membentuk kawasan industri dan fasilitas serta memberikan insentif bagi penanam modal melalui Pemerintah Pusat dengan pemberian keringanan bea masuk impor barang-barang modal, pembebasan PPN atas impor, visa izin on arrival, dan lainnya. Kebijakan yang dilakukan BP Batam telah sesuai dengan kebijakan dasar penanaman modal yang diatur dalam UUPM.

Kata Kunci: Kebijakan, Penanaman Modal