T2 Penulisan Artikel dan Tajuk Rencana (1)

1

T2/PA-TR/A/2015

Jusuf

Yulindo
210110130094
Apresiasi Diktat Pengantar Penulisan Artikel
Karya S. Sahala Tua Saragih
I.

Rangkuman
Yapi Tambayong (lebih dikenal dengan nama Remy Sylado, Dova Zila,
dan Alif Danya Munsyi) dalam Saya dan Buku dan Teater dan Musik dan
Koran dan Seterusnya, mengatakan bahwa banyak persamaan antara
manusia dan hewan: sama-sama bersandang, pangan, dan papan.
Namun, perbedaan yang mendasar ialah manusia mengenal buku. Ia
juga menyatakan bahwa jika manusia masa kini tidak mengindahkan
sebuah buku apalagi mengamalkannya, niscaya manusia tersebut
menjadikan dirinya ibarat hewan.

Manusia dapat mengenal peradaban melalui tulisan. Berbagai
informasi seperti iptek, pemikiran para filsuf, ilmuwan, negarawan,
bahkan ajaran agama pun tidak akan manusia ketahui tanpa melalui
tulisan.
A.S. Haris Sumadiria dalam Menulis Artikel dan Tajuk Rencana,
Panduan Praktis Penulis & Jurnalis Profesional mengutip pendapat Gelb
yang menyatakan bahwa tulisan membedakan manusia beradab dan
biadab. Haris juga menambahkan jika tidak ingin disebut sebagai
manusia

biadab,

kita

harus

membiasakan

diri


menulis

dan

menjadikannya sebagai kebutuhan pokok layaknya makan-minum.
Namun, tidak semua orang yang telah mengenal aksara dan
pandai menulis layak disebut manusia beradab. Tokoh-tokoh seperti
Adolf Hitler (pemimpin Partai Nazi di Jerman) dan Pol Pot (pemimpin
Kamboja)

merupakan

orang-orang

terpelajar

yang

nyatanya


menunjukkan kebiadabannya dengan membunuh jutaan orang, tidak
terkecuali rakyatnya sendiri.
Telah lama diketahui bahwa salah satu indikator kemajuan
seseorang atau suatu masyarakat atau bangsa ialah budaya membaca
dan menulis. Banyaknya karya tulis yang dihasikan dan dibaca
masyarakat

pada

suatu

zaman

mencerminkan

tinggi-rendahnya

2

peradaban suatu bangsa. Kualitas seseorang pun dapat ditentukan dari

jumlah dan mutu bacaannya. Kemajuan suatu bangsa juga dapat dilihat
dari berapa jumlah buku dan media massa cetak yang dikonsumsi tiap
penduduknya per tahun. Sayangnya, Indonesia merupakan salah satu
negara di lingkup ASEAN (Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara)
yang rakyatnya kurang suka membaca buku dan media massa cetak.
Dalam dunia penulisan modern dikenal berbagai jenis karya tulis.
Jenis-jenis karya tulis tersebut adalah karya tulis kesusastraan (puisi,
prosa, naskah drama), karya tulis ilmiah atau Iptek, karya tulis sejarah,
dan karya tulis jurnalisme.
Dalam karya jurnalisme (dalam konteks media massa cetak)
dikenal dua kelompok besar yaitu kelompok berita (news) dan kelompok
pendapat atau pandangan (views). Kelompok berita (news) terdiri dari
berita langsung (straight news), berita khas (feature news), berita
mendalam (indepth reporting news), wawancara, dan foto berita.
Kelompok

pandangan

(views)


terdiri

dari

artikel,

tajuk

rencana

(editorial), resensi buku, karikatur, pojok, dan surat pembaca.
Salah satu karya jurnalistik kelompok pendapat (views) adalah
artikel. Pengertian artikel berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
ialah karya tulis lengkap dalam majalah, surat kabar, dan sebagainya.
Berdasarkan Kamus Inggris-Indonesia yang disusun John M. Echols dan
Hassan Shadily, artikel adalah karangan, tulisan (dalam surat kabar,
majalah).
Lain halnya dengan pendapat penulis diktat ini, S.Sahala Tua
Saragih. Ia menyatakan bahwa dalam konteks jurnalisme, artikel adalah
karya tulis seseorang atau lebih dari seorang yang dimuat di media

massa cetak atau jurnal ilmiah atau media lainnya. Artikel berisi
deskripsi dan analisis suatu topik masalah (biasanya aktual) beserta
kritik, pendapat, sikap, imbauan, dan saran sang penulis.
Artikel dikenal dalam beberapa jenis yaitu artikel informatif,
artikel opini atau artikel argumentatif-persuasif, artikel ilmiah populer,
dan artikel ilmiah. Esai dan kolom khusus juga merupakan artikel. Dalam
esai, penulis memaparkan suatu masalah secara sepintas dan dilihat
dari sudut pandang penulisnya. Penulisnya disebut esais, sedangkan
penulis kolom disebut kolomnis. Kolomnis adalah penulis tetap karangan
dan artikel khusus dalam surat kabar.

3

Artikel ilmiah adalah artikel yang bersifat ilmu, memenuhi syarat
atau hukum ilmu pengetahuan, dan disajikan dengan bahasa tingkat
tinggi yang hanya dipahami oleh pembaca tertentu, semisal komunitas
atau masyarakat ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Biasanya,
artikel ilmiah dimuat di majalah vak atau jurnal ilmiah. Berbeda dengan
artikel ilmiah populer yang disajikan dengan bahasa yang lebih awam
sehingga pembaca yang tidak berasal dari suatu komunitas atau

masyarakat ilmu pengetahuan tertentu dapat memahami isinya. Artikel
ilmiah populer biasa ditemukan dalam media massa cetak dan dalam
jaringan (online).
Menulis artikel dapat digolongkan kegiatan intelektual. Seseorang
tidak otomatis menjadi penulis artikel di media massa cetak dan dalam
jaringan (online) sekalipun ia telah mengikuti kursus penulisan artikel
selama setahun. Bahkan seorang lulusan Prodi Jurnalistik pun hanya
sedikit yang mampu dan/atau mau menulis artikel di media massa. Hal
itu karena menulis artikel bukan suatu keterampilan, tapi keahlian. Bisa
saja seseorang dapat menulis artikel dengan baik secara teknis. Namun
secara kualitas isi, belum tentu baik karena artikel yang baik ialah
artikel yang ditulis oleh seseorang yang menguasai aspek kebahasaan
dan mengkonsumsi banyak referensi berkualitas layaknya kebutuhan
pokok seperti makan dan minum.
Seseorang

yang

ingin


menjadi

penulis

artikel

yang

andal

hendaklah memiliki minat yang besar karena kemampuan menulis
artikel bukan faktor bakat atau keturunan. Penulis artikel hendaklah
memenuhi

kebutuhan

informasi

yang


diinginkan

sebagian

besar

pembaca media massa cetak dan dalam jaringan. Melalui artikel, penulis
dapat melakukan berbagai hal: melaksanakan fungsi media massa
(mendidik, memberi informasi, dan membentuk opini publik); memaknai
suatu peristiwa secara tepat, utuh, dan lengkap; melakukan tanggung
jawab sosialnya sebagai kaum intelektual dengan mengkritik atau
mengoreksi pihak-pihak yang memang harus dikritik dan dikoreksi.
Penulis artikel bukan sekadar harus menguasai kemampuan
menulis secara teknis dan substansial. Kemampuan memahami bacaan
dengan sikap kritis dan skeptis, memahami logika, tidak malas berpikir,
menguasai bahasa Indonesia (terutama dalam ragam tulis), serta
pantang

menyerah


(jika

artikelnya

kerap

ditolak

media

massa),

4

merupakan beberapa hal yang harus ditanamkan dalam diri seorang
penulis artikel.
Artikel jenis argumentatif-persuasif relatif sulit dibuat karena
penulis harus menjelaskan ide yang didukung argumentasi yang kuat, di
samping membujuk pembaca untuk mengikuti ide atau opininya. Artikel
yang relatif mudah dibuat ialah artikel informatif karena penulis tidak

usah

menjelaskan

argumentasi

dan

imbauannya.

Cukup

dengan

memaparkan suatu informasi.
Selain beberapa hal di atas, satu hal yang patut diingat seorang
penulis artikel ialah dapat memahami segmentasi media massa yang
akan dikirimi artikel. Hal itu diperlukan agar artikel yang dikirim penulis
tidak salah sasaran.
Setiap artikel terdiri dari tiga bagian besar: pendahuluan (berisi
latar belakang suatu masalah yang dibahas); isi (analisis penulis
terhadap suatu masalah dan kalau perlu disertai pemecahan masalah);
penutup (saran penulis atas suatu permasalahan).
Para Redaktur Opini menggunakan beberapa kriteria dalam
memilah setiap artikel yang dikirimkan oleh penulis artikel. Kriteriakriteria tersebut adalah sistematika, bahasa, gaya, dan aktualitas atau
hal yang diaktualkan kembali.
Berbagai ide dapat menjadi sumber menulis artikel. Sumbersumber ide tersebut di antaranya menyimak berbagai berita, membaca
artikel dan tajuk rencana, menonton televisi, realitas di lingkungan
sekitar, membaca buku, menikmati karya seni dan sastra, bahkan juga
bisa dari pengalaman hidup penulis artikel. Selain itu, ide lainnya
didapat dengan memanfaatkan berbagai hari-hari besar keagamaan,
perayaan atau peringatan sebagai cantelan untuk menulis artikel.
II.

Apresiasi
Dalam apresiasi ini, saya akan memaparkan beberapa hal. Pertama,
menyadarkan dan memotivasi pembaca, khususnya pembaca diktat ini.
Pada bagian awal diktat, penulis memberikan penjelasan betapa
pentingnya membaca sebuah buku. Bahkan, penulis mengutip tulisan
sastrawan kawakan Yapi Tambayong (alias Alif Danya Munsyi, Remy
Sylado, dan Dova Zila) yang berisi jika perbedaan manusia dan hewan
ialah sebuah buku. Sebab, baik manusia maupun hewan sama-sama

5

bersandang (manusia berpakaian, hewan berbulu), berpangan (makanminum), dan berpapan (manusia memiliki rumah, hewan memiliki
sarang). Saya setuju dengan kutipan tersebut karena hal yang
membedakan antara manusia dengan hewan adalah manusia dikaruniai
akal dan pikiran, sedangkan hewan sebatas dikaruniai naluri. Dengan
akal dan pikirannya, manusia dapat menghasilkan suatu karya, misalnya
membuat sebuah tulisan.
Penulis juga menyadarkan pembaca bahwa melalui tulisan, kita
dapat mengetahui berbagai informasi yang tidak terhingga jumlahnya.
Suatu peradaban sebuah bangsa pun dapat dinilai dari seberapa
produktif karya tulis yang dihasilkan serta dibaca masyarakatnya.
Termasuk, penulis memberitahukan bahwa Indonesia merupakan salah
satu negara di Asia Tenggara yang masyarakatnya memiliki minat baca
yang rendah.
Penulis berpesan kepada pembaca bahwa dengan menulis sebuah
artikel, seseorang dapat mengaktualisasi dirinya. Dimuatnya artikelartikel yang ditulis membuat seseorang semakin terlihat eksistensi
dirinya. Tentunya, seseorang tersebut merasakan kepuasan batin dan
material (bila diberi honor tertentu). Hal itu membuat saya teringat akan
kata pengantar yang ditulis oleh Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad) Deddy Mulyana dalam Pengantar
Ilmu Jurnalistik, untuk Pemula yang Menyukai Dunia Jurnalistik yang
ditulis juga oleh dosen Prodi Jurnalistik Fikom Unpad Dede Mulkan.
Begini petikannya:
“Kebiasaan menulis di media massa sangat menyenangkan dan
tentu saja “menghasilkan”. Ada kepuasan tersendiri yang tak
tergantikan saat tulisan kita dimuat di media cetak. Selain memperoleh
kepuasan batin, kita juga memperoleh kepuasan material (honor
tulisan). Nama kita juga menjadi lebih dikenal oleh orang lain, dan
bahkan bisa jadi ide-ide atau gagasan yang kita tuangkan dalam tulisan
itu diperhitungkan pihak lain.” (Mulkan, 2013: ii dan iii).
Penulis artikel yang produktif dan telah menulis lebih dari 30 buah
buku itu menambahkan pentingnya kegiatan menulis karena dapat
melatih otak kiri dan kanan.
“Menulis, seperti juga diakui oleh para peneliti terdahulu, dapat
merangsang perkembangan otak kiri kita, agar terlatih berpikir secara
rasional dan sehat. Saat menuangkan sejumlah ide dan gagasan lewat
tulisan, maka otak kiri kita akan dirangsang untuk terus berpikir secara
rasional. Oleh karena itu, kegiatan menulis menjadi salah satu aktivitas
yang betul-betul bernilai positif. Namun lewat kegiatan menulis, kita pun

6

dapat melatih otak kanan kita, terutama saat kita menuliskan hal-hal
yang penuh dengan sentuhan manusiawi, misalnya ketika kita menulis
karangan khas (feature), apalagi saat kita menciptakan tulisan yang
berbau sastra, seperti cerpen, novel, dan puisi, meskipun bentuk-bentuk
tulisan ini di luar tulisan jurnalistik.” (Mulkan, 2013: iii).
Pendapat di atas juga ditegaskan oleh A.S. Haris Sumadiria dalam
kata pengantar Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Panduan Praktis
Penulis & Jurnalis Profesional seperti berikut ini:
“...menulis itu penting, paling tidak untuk memenuhi tiga hal.
Pertama, sebagai wahana diskusi dan sosialisasi gagasan. Kedua,
memberi kontribusi pemikiran dalam kerangka mencari solusi terhadap
suatu masalah. Ketiga, sebagai sarana proses aktualisasi dan eksistensi
diri. Dengan menulis, kita akan diketahui dan dinilai masyarakat, apakah
termasuk orang penting dan karena itu layak dikenang, atau sebaliknya
orang tidak penting dan karena itu harus dilupakan.” (Sumadiria, 2004:
vi).
Pada bagian akhir diktat, penulis memberikan semangat kepada
pembaca diktat ini bahwa teknik menulis artikel tidak sulit. Masalah
utama yang dihadapi ketika akan menulis sebuah artikel hanya pada
sumber ide. Hal itu dapat diatasi jika kita memiliki semangat yang tinggi
untuk menjadi penulis artikel.
Kedua, kesalahan penulisan kata. Pada halaman 5 paragraf kedua
ditemukan penulisan kata popular. Sementara pada paragraf keempat
digunakan kata populer. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:
1205), penulisan kata yang benar adalah populer. Populer berarti:
dikenal dan disukai orang banyak (umum); sesuai dengan kebutuhan
masyarakat pada umumnya; mudah dipahami orang banyak; disukai
dan dikagumi orang banyak.
Ketiga, ketidaktepatan konteks istilah yang digunakan pada
pengertian artikel menurut Kamus Inggris-Indonesia yang disusun John
M. Echols dan Hassan Shadily. Menurut kamus tersebut, artikel adalah
karangan, tulisan (dalam surat kabar, majalah). Saya tidak setuju
dengan pengertian tersebut karena artikel termasuk ke dalam karya
jurnalisme yang selalu mengedepankan fakta dan data. Sementara
karangan tentunya bisa saja dapat berasal dari imajinasi sang penulis.
Karangan berarti: hasil mengarang; tulisan; cerita; artikel; buah pena; 2
ciptaan; gubahan (lagu, musik, nyanyian); 3 cerita yang diada-adakan
(yg dibuat-buat) (2008: 683).
Keempat, mempertanyakan pendapat yang dikutip penulis. Saya
merasa

setuju

dengan

kecemerlangan

penulis

dalam

mengkritisi

7

pendapat yang dikutip dari sebuah buku. Seperti pada halaman 2 dan 3.
Pada halaman 2 terdapat kutipan dari Haris Sumadiria dalam Menulis
Artikel dan Tajuk Rencana, Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis
Profesional yang menyatakan bahwa jika ingin disebut orang beradab,
harus membiasakan diri menulis dan menjadikannya kebutuhan pokok
ibarat makan dan minum. Penulis diktat ini pun mempertanyakan
apakah semua orang pintar yang pandai menulis sudah pasti beradab.
Penulis pun memberikan dua contoh pemimpin dari kalangan terpelajar
(Adolf Hitler dari Jerman dan Pol Pot dari Kamboja) yang melakukan
kebiadaban dengan membunuh banyak orang.
Selain itu, masih dalam halaman 3, penulis pun menganggap
ungkapan “Anda adalah apa yang Anda baca” memiliki kekurangan bila
dikaitkan dengan konteks kemajuan suatu bangsa berdasarkan budaya
membaca dan menulis karya tulis. Penulis pun menambahkan jika
seseorang dapat diketahui kualitasnya berdasarkan apa yang orang
tersebut baca dan tulis.
Hal kelima yang saya kagumi setelah penulis mempertanyakan
istilah yang dianggap dapat menimbulkan perbedaan persepsi ialah
mencari makna suatu istilah dalam Kamus Bahasa Indonesia terlebih
dahulu. Dengan memberi tahu makna suatu istilah secara leksikal,
penulis ingin agar tidak terjadi kekeliruan pemahaman terhadap apa
yang dikutip dari suatu sumber tulisan itu.
Keenam, pada halaman 8 disebutkan juga ada beberapa hal yang
dapat menjadi acuan Redaktur Opini dalam menilai layak tidaknya
sebuah artikel yang dimuat di media massa cetak yang bersangkutan
(sistematika, bahasa, gaya, dan aktualitas atau yang diaktualkan
kembali). Ditekankan juga bahwa penulis artikel harus menerapkan
logika bahasa dan gaya yang menarik agar artikel tersebut mudah
dipahami serta menarik perhatian pembaca. Namun sayangnya, penulis
tidak mencantumkan bagaimana teknis cara mengirim artikel, alasanalasan mengapa artikel tidak dimuat, dan revisi naskah artikel setelah
ditolak media massa cetak. Seandainya dicantumkan juga hal-hal
demikian walau secara sepintas, saya yakin diktat ini akan lebih lengkap
dan menjadi rujukan “kilat” bagi orang-orang yang tidak ada waktu
membaca buku-buku rujukan mengenai penulisan artikel.

8

Berbeda dengan A.S. Haris Sumadiria yang mencantumkan halhal tersebut dalam Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Panduan Praktis
Penulis dan Jurnalis Profesional (2004) halaman 73 sampai 79. Berikut
saya sarikan cara mengirim artikel yang dimaksud Haris dalam bukunya:
naskah dimasukkan ke dalam amplop kabinet atau amplop besar dan
ditujukan kepada redaksi dengan alamat lengkap dan akurat; pada
sudut kiri atas amplop ditulis “artikel opini” dengan huruf kapital untuk
memudahkan sekretariat redaksi menyortir dan menyeleksi kiriman
naskah yang diterima; pada sudut kiri bawah amplop ditulis nama dan
alamat lengkap pengirim artikel berikut nomor telepon rumah atau
nomor telepon yang mudah dihubungi tanpa mencantumkan gelar;
kiriman artikel juga disertai surat pengantar singkat selain sebagai etika
korespondensi,

juga

untuk

mengingatkan

redaktur

opini

tentang

bahasan artikel dan relevansinya bagi pembaca; surat pengantar juga
berisi permohonan agar dipertimbangkan, bukan perintah kepada
redaktur opini agar artikel kita dimuat; menyertakan biodata singkat
penulis

artikel;

menyertakan

CD

untuk

mempermudah

dan

mempercepat proses penyuntingan artikel, dan lain-lain (selengkapnya
dapat dilihat pada buku Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Panduan
Praktis Penulis dan Jurnalis Profesional halaman 73-77).
Haris juga menyertakan beberapa kemungkinan artikel dari
penulis dapat ditolak oleh redaksi. Kemungkinan-kemungkinan tersebut:
menyeleksi

banyak

artikel

yang

bertopik

sama

namun

dengan

keterbatasan halaman; naskah artikel terlalu panjang; naskah artikel
yang dikirimkan kehilangan momentum akibat terlambat dikirimkan oleh
penulis (selengkapnya dalam Menulis Artikel dan Tajuk Rencana,
Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis Profesional halaman 77-78).
Kemudian, Haris memberi beberapa cara merevisi naskah artikel
yang ditolak redaksi. Cara-cara tersebut ialah membaca dan memeriksa
kembali dengan saksama artikel tersebut, mengevaluasi artikel mulai
dari ide sampai tesis dan kerangka tulisannya, melakukan modifikasi
seperlunya sesuai dengan keperluan dan tujuan pengiriman artikel
berikutnya, serta mendokumentasikannya sebagai bahan instropeksi diri
segaligus memotivasi penulis agar lebih aktif, kreatif, dan produktif
dalam menulis artikel (selengkapnya dalam Menulis Artikel dan Tajuk

9

Rencana, Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis Profesional halaman 7879).
Terakhir, pencantuman daftar tanggal-tanggal peringatan dan
perayaan serta lampiran contoh-contoh artikel yang berasal dari
berbagai sumber ide. Untuk bagian ini, saya sangat memuji karena
selain memberikan pengantar tentang penulisan artikel, penulis juga
memberikan semacam jurus kilat dalam menemukan ide menulis artikel
sehingga pembaca diktat yang ingin memulai menulis artikel pun dapat
memanfaatkan tanggal-tanggal penting tersebut. Ini dapat dilihat pada
halaman 14-16 diktat.
Penulis juga ingin membuktikan dirinya sebagai orang yang
berkompeten dengan mencantumkan contoh-contoh artikel yang dimuat
dari berbagai media massa cetak. Dari 22 contoh artikel yang berasal
dari berbagai sumber ide, 9 di antaranya merupakan karya penulis yang
telah dimuat di berbagai media massa cetak regional dan nasional.
Berikut ini saya sebutkan kesembilan judul artikel karya penulis
diktat ini beserta media massa cetak yang memuatnya.
a. Menggugat Perpres 88 ke MK (Koran Sindo, 1 Februari 2014);
b. Wartawan, Pekerja atau Profesi? (Suara Pembaruan, 14 Februari
2008);
c. Kemerdekaan tanpa Buah (Pikiran Rakyat, 16 Agustus 2013);
d. Mengenang Pak Rosihan (Pikiran Rakyat, 15 April 2011);
e. Mengapa Merayakan Natal Berbahaya? (Pikiran Rakyat, 24 Desember
2003);
f.

Belajar Bahasa Sunda (Pikiran Rakyat, 1 Februari 2013);

g. Jurnalisme Kontemporer atau Kumpulan Kutipan? (resensi buku
Jurnalisme Kontemporer karya Septiawan Santana K., Pikiran Rakyat,
14 November 2005);
h. Jurnalisme “Abring-abringan” (Pikiran Rakyat, 8 Februari 2014,
beserta naskah asli);
i.

Media Berubah-ubah, Jurnalisme Abadi (Media Indonesia, 8 Februari
2014, beserta naskah asli).
Dengan demikian, saya menganggap diktat ini layak dijadikan

pegangan “kilat” bagi mahasiswa Prodi Jurnalistik yang ingin menulis
artikel. Saya berharap di masa yang akan datang, isi diktat ini ditambah

10

dengan hal-hal yang belum ada dalam diktat ini agar semakin
sempurna.
III.

Simpulan
1. Melalui

karya

tulis,

manusia

dapat

memahami

berbagai

hal,

termasuk hukum.
2. Suatu bangsa dapat dikatakan maju jika salah satu faktornya
tercapai, seperti jumlah konsumsi buku dan media massa cetak yang
besar.
3. Artikel merupakan salah satu karya jurnalisme yang termasuk
kelompok pendapat (views).
4. Siapa pun dapat menulis dan mengirimkan artikel ke media massa
cetak mana pun asalkan memahami teknik penulisan artikel secara
teknis dan substansi.
5. Hal

aktual

atau

mengaktualkan

kembali

sebuah

peristiwa,

sistematika, gaya, dan bahasa, menjadi acuan para Redaktur Opini
media massa cetak dalam mempertimbangkan kelayakan sebuah
artikel yang dimuat.
6. Artikel opini relatif sulit dibuat karena penulisnya harus memadukan
argumentasi berdasarkan fakta dan data yang relevan sembari
mengajak

pembaca

untuk

setuju

atau

mengikuti

sikap

yang

dinyatakan penulis artikel (opini publik).
7. Banyak sumber ide untuk menulis artikel. Salah satunya dengan
memanfaatkan sederet tanggal-tanggal peringatan atau hari-hari
besar keagamaan.
8. Dibutuhkan motivasi yang kuat dan menjadikan kegiatan membaca
dan menulis seperti kebutuhan pokok agar menghasilkan artikel
berkualitas baik.
IV.

Pertanyaan
1. Bolehkah satu artikel dengan topik serupa dapat dimuat di dua
media massa cetak atau lebih?
2. Selain etika komunikasi, hal apa lagi yang harus diperhatikan penulis
artikel agar artikel yang ditulisnya tetap menyuarakan kritik pedas
namun santun?

11

3. Bagaimana keabsahan artikel yang pada bagian isinya lebih banyak
opini pribadi penulis dengan cara pengamatan, seperti yang sering
dilihat dalam Poros Mahasiswa halaman Opini Koran Sindo?

Daftar Pustaka
A.S. Haris Sumadiria, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Panduan Praktis
Penulis & Jurnalis Profesional, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2004.
Dede Mulkan, Pengantar Ilmu Jurnalistik, untuk Pemula yang Menyukai Dunia
Jurnalistik, Arsad Press, Bandung, 2013.
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta, 2008.
S. Sahala Tua Saragih, Pengantar Penulisan Artikel, Diktat Kuliah, Fikom Unpad,
Jatinangor, 2015.