AGLOMERASI Industri Makanan dan Minuman

AGLOMERASI Industri

Makanan dan Minuman
di JAWA TIMUR

Dr. Ir. Aris Mukiyono, M.T., M.M v Prof. Dr. Djoko Mursinto, S.E., M.Ec. v
Dr. Muryani, S.E., M.Si., M.E.M.D.

AGLOMERASI INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DI JAWA TIMUR

Dr. Ir. Aris Mukiyono, MT., MM.
Prof. Dr. Djoko Mursinto, S.E., M.Ec.
Dr. Muryani,SE,MSi,MEMD

Edisi Asli
Hak Cipta © 2017 pada penulis
Griya Kebonagung 2, Blok I2, No.14
Kebonagung, Sukodono, Sidoarjo
Telp.
: 0812-3250-3457
Website : www.indomediapustaka.com

E-mail
: [email protected]

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau
dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
1.

2.

Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


Mukiyono, Aris
Mursinto, Djoko
Muryani
Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur/Aris Mukiyono,
Djoko Mursinto, Muryani
Edisi Pertama
—Sidoarjo: Indomedia Pustaka, 2017
1 jil., 17 × 24 cm, 156 hal.
ISBN: 978-602-6417-28-2
1. Sosial
I. Judul

2. Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur
II. Aris Mukiyono, Djoko Mursinto, Muryani

Kata Pengantar 1
Bismillahirrahmanirrahim,
Pertama-tama, penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahaesa,
atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya semata, penulis dapat menyelesaikan
buku yang berjudul “Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur”.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian buku ini telah melibatkan
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah berkontribusi
dalam menyelesaikan penyusunan buku ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada:
1. Dr. Dr. (Hc.) H. Soekarwo, M.Hum., Gubernur Jawa Timur dua periode (20092019) yang telah menjadi inspirasi dalam setiap penyelesaian tugas kedinasan dan
penyusunan buku ini;
2. Prof. Dr. Djoko Mursinto, SE., M.Ec. dan Dr. Muryani, Dra.Ec., M.Si., MEMD.,
selaku pembimbing. Beliau berdua selalu meluangkan waktu dan memberikan
dorongan, koreksi dan saran yang mendorong munculnya gagasan, ide-ide
pembaharuan dalam terwujudnya penyelesaian buku ini;
3. Keluargaku, istriku Renny Eka Pratiwi, SE dan putri semata wayangku Shafira
Putri Renatra. Penulis bersyukur atas karuniaNya karena diberikan keluarga yang
pengertian dan selalu memaklumi setiap keterbatasan waktu kebersamaan karena
penyelesaian buku ini;
4. Kakak-kakakku dan dan Adik-adikku tersayang, Tju Widigdo, Mas Harto, Subekti
Wibowo, Tejo Utoyo, Anik Sulistiyoningsih dan Arief Andi Setyawan. Terima kasih
atas semua perhatian dan kasih sayang dari kalian;

iv


Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

Semoga amal baik beliau-beliau semuanya mendapat balasan kebaikan yang
berlimpah dari Tuhan Yang Mahaesa.
Fenomena aglomerasi industri pada suatu kawasan tertentu dalam satu daerah
telah menjadi topik yang sering diperbincangkan dalam pengambilan kebijakan.
Fenomena aglomerasi industri muncul dari perilaku para pelaku ekonomi dalam mencari
keuntungan aglomerasi industri yang berupa ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi.
Aglomerasi industri juga muncul ketika sebuah industri memilih suatu lokasi untuk
kegiatan produksi yang dapat berlangsung dalam jangka panjang, sehingga masyarakat
akan banyak memperoleh keuntungan apabila mengikuti tindakan mendirikan usaha di
sekitar lokasi tersebut.
Mengingat betapa pentingnya ulasan mengenai aglomerasi, maka melalui buku ini
penulis bermaksud untuk memberikan gambaran deskriptif secara menyeluruh pada para
pembaca mengenai aglomerasi industri makanan dan minuman di Jawa Timur. Selain
itu buku ini juga dapat dijadikan sebagai referensi untuk melakukan kajian lanjutan yang
berkaitan dengan pengembangan industri makanan dan minuman di Jawa Timur. Penulis
juga berharap buku ini bisa menjadi salah satu referensi dalam pembuatan kebijakan
Rencana Induk Pembangunan Industri Daerah (RIPIDA) sebagai amanat peraturan yang
berlaku khususnya pembangunan industri strategis pangan yaitu industri makanan dan

minuman yang berkontribusi signifikan dalam pembentukan PDRB Jawa Timur.
Tiada gading yang retak. Penulis juga menyadari bahwa buku ini masih mempunyai
kekurangan dan perlu dilakukan beberapa perbaikan. Untuk itu, penulis juga
mengharapkan sumbang kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
perbaikan buku ini.
Akhirnya penulis berharap buku ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis
secara khusus, maupun bagi para pembaca secara umumnya. Semoga buku ini dapat
berguna dan menjadi salah satu sumber referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan
ke depannya.
Aamiinn...!
Surabaya, Oktober 2017

Penulis,
Dr. Ir. Aris Mukiyono, MT.MM.

Kata Pengantar 2
Jawa Timur adalah provinsi indamardi: industri, dagang, maritim dan pendidikan.
Sebuah sebutan yang memberika harapan positif dalam konteks kemajuan. Tak bisa
dipungkiri bahwa Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
peranan penting dalam mendorong pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini dibuktikan

dengan kontribusi PDRB Jawa Timur terhadap pembentukan PDB nasional yang
menduduki peringkat kedua setelah Provinsi DKI Jakarta. Saat ini, Provinsi Jawa Timur
juga sedang mengalami transformasi ekonomi menuju provinsi industri yang ditandai
dengan semakin besarnya kontribusi sektor industri pengolahan terhadap pembentukan
PDRB Jawa Timur selama beberapa tahun terakhir. Sektor industri pengolahan tersebut
merupakan sektor yang berkontribusi paling tinggi dibandingkan 16 sektor lainnya dalam
struktur PDRB Jawa Timur.
Besarnya kontribusi yang dimiliki oleh industri terhadap perekonomian di
Jawa Timur juga sejalan dengan performanya. Tercatat para triwulan keempat tahun
2016 berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi industri, khususnya industri
manufaktur, menunjukan angka positif, yakni sebesar 2,17%. Pertumbuhan positif ini
semakin merata pada setiap skala dengan adanya pertumbuhan positif yang tidak hanya
terjadi pada industri berskala besar, tetapi juga industri kecil dan sedang yang tumbuh
hingga 3,47%. Pada kondisi ini, pertumbuhan industri di Jawa Timur dapat tergolong
sebagai pertumbuhan yang inklusif. Sebab, pertumbuhan yang dimiliki oleh Jawa Timur
berasal dari kontribusi berbagai skala usaha (mikro, kecil, sedang, hingga besar) dari
berbagai subsektor. Oleh karena itu, kondisi ini semakin meningkatkan peran Jawa Timur

vi


Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

dalam kancah nasional melalui performa industrinya yang semakin baik dan bersifat
inklusif.
Jika dicermati lebih spesifik, subsektor industri makanan dan minuman merupakan
subsektor yang berkontribusi paling besar dalam mendorong pertumbuhan sektor
industri pengolahan Provinsi Jawa Timur secara keseluruhan. Pada tahun 2016 kuartal
4, menurut BPS (2016) pertumbuhan industri makanan dan minuman di Jawa Timur
yang didominasi oleh Industri Kecil dan Sedang telah mencapai 21,16%. Fenomena
ini juga terjadi secara nasional ketika industri makanan dan minuman berkontribusi
sebesar 34,17% dengan pertumbuhan 7,19% pada triwulan II tahun 2017. Hingga pada
pertengahan tahun 2017, industri makanan dan minuman semakin memiliki porsi
yang besar terhadap perekonomian di Jawa Timur. Oleh karena itu, kontribusi industri
makanan dan minuman terhadap sektor industri pengolahan dan total PDRB Provinsi
Jawa Timur sangat berpotensi untuk dioptimalkan sehingga perlu dilakukan identifikasi
lebih mendalam untuk mengembangkannya. Salah satu bentuk identifikasi tersebut dapat
dilihat dari sisi aglomerasi industri makanan dan minuman yang ada pada kabupaten/
kota di Provinsi Jawa Timur.
Terbentuknya aglomerasi industri yang bersifat tidak alamiah (bentukkan)
merupakan sebuah pilihan bagi perusahaan untuk lebih menekan biaya produksi karena

keuntungan akibat adanya pemusatan faktor-faktor produksi. Pemusatan dilakukan
sebagai konsekwensi ketersediaan ruang yang memiliki berbagai benturan kepentingan
antara kepentingan hunian untuk pemukiman atau ruang untuk kegiatan usaha. Benturan
ini akan berimplikasi pada ketersediaan sumber daya, baik modal maupun tenaga
kerja, bagi perusahaan-perusahaan. Sehingga terjadinya aglomerasi dapat memberi
dampak positif bagi perusahaan atau industri yang terkait dalam mengefisienkan biaya
produksi. Pemanfaatan aglomerasi sebagai penghematan akibat adanya lokasi berdekatan
yang diasosiasikan dengan pengelompokan perusahaan, tenaga kerja, dan konsumen
secara spasial untuk meminimalisir biaya-biaya seperti biaya transportasi, informasi dan
komunikasi. Aglomerasi menggambarkan terjadinya interaksi antara pelaku ekonomi
yang sama, baik antar perusahaan dalam industri yang sama, antar perusahaan dalam
industri yang berbeda, maupun antar individu perusahaan dan rumah tangga. Meskipun
pemusatan (aglomerasi) akan meningkatkan efisiensi secara ekonomi, potensi dampak
negatif juga dapat muncul ketika terjadi proses aglomerasi. Sebagai contoh dapat
memicu adanya urbanisasi atau perpindahan penduduk desa ke wilayah perkotaan
dimana pemusatan industri terjadi. Dengan kata lain, meskipun menguntungkan secara
mikroekonomi (lingkup perusahaan), dampak-dampak seperti urbanisasi, kepadatan
area,peningkatan drastie energi (kurang menguntungkan) sebaikknya dapat diantisipasi,
sehingga aglomerasi akan tetap lebih menguntungkan secara makroekonomi.


Kata Pengantar 2

vii

Buku ini menfokuskan analisis khususnya pada industri makanan dan minuman
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang selama ini belum pernah dikaji secara
komprehensif dan mendalam. Pemilihan jenis industri ini dikarenakan kontribusi industri
makanan dan minuman merupakan penopang utama kinerja industri pengolahan di Jawa
Timur. Disamping itu perbedaan karakter industri makanan dan minuman yang bersifat
resource-based industries juga menjadi bahan pertimbangan dalam proses penyusunan
buku ini. Buku ini akan menjawab secara sistematis apakah benar industri makanan dan
minuman cenderung berlokasi didalam dan di sekitar kota yang dekat dengan inputnya
(faktor produksi).
Keunggulan lain yang dimiliki buku ini adalah penjelasan variabel yang
mempengaruhi aglomerasi industri. Pada buku ini, upah kerja, output industri makanan
dan minuman, serta indeks daya saing daerah dipilih sebagai variabel bahasan sebagai
representasi kondisi kemampuan suatu daerah yang akan dapat mempengaruhi terjadinya
aglomerasi industri. Buku ini juga berusaha memberikan gambaran yang menyeluruh
tentang industri makanan dan minuman di Jawa Timur dengan cara menjelaskan analisis
keterkaitan ke belakang maupun ke depan dengan sektor lain yang jarang dikaji pada

buku lainnya. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi efek multiplier industri makanan
dan minumam terhadap sektor-sektor lain yang mempengaruhi perekonomian Jawa
Timur.
Tak ada gading yang tak retak, disamping memiliki keunggulan buku ini juga masih
memiliki beberapa kelemahan khususnya dalam hal kedalaman analisis pada keterkaitan
antar wilayah. Buku ini belum dilengkapi analisis keterkaitan antar wilayah sehingga
belum bisa diketahui hubungan keterkaitan antar wilayah baik ditinjau dari perspektif
tenaga kerja maupun output produksi masing masing daerah. Kelemahan lain pada
buku ini adalah terbatasnya series tahun karena sumber data masih berasal dari survei
industri periode 10 tahunan. Hal ini menyebabkan tahun pengamatan terlalu pendek
sehingga dapat menyebabkan kurangnya keterwakilan kondisi aktual dan belum idealnya
analisis kajian yang dilakukan. Kajian dan literature yang membahas tentang aglomerasi
khususnya aglomerasi makanan dan minuman juga relatif belum banyak sehingga buku
ini masih kesulitan menemukan buku pembanding untuk perbaikan kajian aglomerasi
kedepannya.
Akhir kata semoga buku ini mampu memenuhi harapan pembaca dan memberikan
kontribusi positif pada Pemerintah Provinsi Jawa Timur maupun Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota untuk melakukan pemetaan industri unggulan khususnya sektor
industri makanan dan minuman sebagai industri strategis yang menjadi penggerak/motor
utama perekonomian daerah. Pemerintah bersama pemangku kepentingan lainnya juga

diharapkan dapat membuat roadmap pembangunan dan pengembangan sektor industri

viii

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

makanan dan minuman berbasis bahan baku lokal untuk dijadikan industri unggulan
yang mempunyai nilai tambah (added value) besar dan menjadi competitive advantage bagi
daerah. Dengan adanya roadmap tersebut, diharapkan implementasi dari perencanaan
pembangunan akan memiliki pedoman terstruktur dan dapat dijadikan sebagai role model
provinsi-provinsi atau kota dan kabupaten lain di Indonesia.
Surabaya, Oktober 2017

Dr. Muryani, SE., M.Si., MEMD.

Daftar Isi
Kata Pengantar 1 .............................................................................................
Kata Pengantar 2 .............................................................................................
Daftar Isi ...........................................................................................................

iii
v
ix

Bab 1

3
3
6
7
9
10
11
12
12
14
15
15
15
17
19
20
22

Beberapa Teori yang Mendukung ...................................................
1.1. Aglomerasi ..............................................................................
1.2. Teori Central Place (Teori Lokasi Sentral) ....................................
1.3. Teori Ekonomi Geografi Baru (New Economic Geography) ............
1.4. Teori Perdagangan Baru ............................................................
1.5. Eksternalitas Dinamis ...............................................................
1.6. Teori Perdagangan Internasional ...............................................
1. Teori Perdagangan Internasional Keunggulan Absolut ..........
2. Teori Perdagangan Internasional Keunggulan Komparatif .....
3. Teori Perdagangan Internasional Heckscher dan Ohlin..........
1.7. Teori Lewis Two Sector Model ....................................................
1. Perekonomian Tradisional ....................................................
2. Perekonomian Industri .........................................................
1.8. Teori Basis Ekonomi .................................................................
1.9. Model Input Output ..................................................................
1. Pengganda (Multiplier) ..........................................................
2. Keterkaitan Antar Sektor ......................................................

x

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

Bab 2

Beberapa Penelitian Terkait.............................................................
2.1. Putro (2013) .............................................................................
2.2. Lenggu (2010)...........................................................................
2.3. Rahayu (2012) ..........................................................................
2.4. Ayutin Nurwita (2003) ..............................................................
2.5. Busra (2005) .............................................................................
2.6. Siswanti (2006) .........................................................................
2.7. Gallagher (2007) .......................................................................
2.8. Ichsan (2011) ............................................................................
2.9. Chollidah (2012) .......................................................................
2.10. Deny Ferdiansyah (2013) ..........................................................
2.11. Mody dan Wang (1997).............................................................
2.12. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ....................................

27
27
28
29
29
30
30
31
31
31
32
32
33

Bab 3

Potensi Aglomerasi di Jawa Timur...................................................

37

Bab 4

Kajian Aglomerasi Industri Jawa Timur ..........................................
4.1. Kerangka Proses Berpikir ..........................................................
4.2. Kerangka Konseptual ................................................................
4.3. Hipotesis Penelitian ..................................................................
4.4. Metode Penelitian .....................................................................
1. Rancangan Penelitian ...........................................................
2. Data dan Pengukuran...........................................................
4.5. Variabel Penelitian ....................................................................
1. Variabel Terikat (Y) ..............................................................
2. Variabel Bebas (X) ................................................................
4.6. Definisi Operasional ................................................................
1. Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman (Y) ..................
2. Upah (X1) ...........................................................................
3. Output (X2) .........................................................................
4. Indeks Daya Saing (X3) ........................................................
4.7. Tahapan Analisis dan Estimasi Model .......................................
1. Static Loqation Quation (SLQ) dan Dynamic Loqation
Quation (DLQ) .....................................................................
2. Mengukur Indeks Balassa .....................................................
3. Regresi Panel Logit ..............................................................
4.8. Metode Input Output ................................................................
1. Analisis Pengganda (Multiplier) .............................................
2. Analisis Keterkaitan Antar Sektor ........................................

53
54
56
57
57
57
57
58
58
58
58
58
59
59
59
60
60
62
63
68
68
69

xi

Daftar Isi

Bab 5

Bab 6

Analisis Sektor Basis dan Aglomerasi .............................................
5.1. Analisis Sektor Basis dan Potensial Industri Makanan dan
Minuman Kabupaten/Kota ......................................................
5.2. Analisis Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman
Kabupaten/Kota.......................................................................
5.3. Analisis Model .........................................................................
1. Hasil Regresi Panel Logit .....................................................
2. Uji Z-Statistik ......................................................................
3. Uji Likelihood Ratio....................................................................
3. R-Squred .............................................................................
5.4. Analisis Input-Output Sektor Industri Makanan dan
Minuman di Provinsi Jawa Timur..............................................
1. Analisis Deskriptif Sektor Industri Makanan dan
Minuman di Provinsi Jawa Timur ........................................
2. Analisis Pengganda (Multiplier Analysis).................................
3. Analisis Keterkaitan Antar Sektor Industri
Makanan dan Minuman .......................................................

73

Pemetaan dan Keterkaitan Industri Makanan dan Minuman ......
6.1. Industri Unggulan Makanan dan Minuman Kabupaten/Kota ...
6.2. Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman ............................
6.3. Pengaruh Upah, Output dan Indek Daya Saing Terhadap
Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman ............................
6.4. Pengaruh Upah Terhadap Aglomerasi Industri
Makanan dan Minuman ...........................................................
6.5. Pengaruh Output Terhadap Aglomerasi Industri
Makanan dan Minuman ...........................................................
6.6. Pengaruh Indeks Daya Saing Terhadap Aglomerasi
Industri Makanan dan Minuman ...............................................
6.7. Hasil Analisis Input-Output.......................................................
1. Peran Sektor Industri Makanan dan Minuman dalam
Perekonomian Daerah .........................................................
2. Pengganda (Multiplier) Output, Pendapatan dan
Tenaga Kerja........................................................................
3. Keterkaitan ke Depan dan Keterkaitan ke Belakang
Industri Makanan dan Minuman Provinsi Jawa Timur ..........
6.8. Kontribusi Hasil Penelitian........................................................
1. Temuan Teoritis ...................................................................
2. Temuan Empiris...................................................................

91
91
95

73
77
79
79
80
81
81
82
82
85
86

97
98
101
104
106
106
109
110
111
111
112

xii

Bab 7

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

3. Kontribusi Terhadap Pemerintah ..........................................
4. Kelemahan Penelitian ..........................................................
6.9. Kesimpulan dan Saran ..............................................................
1. Simpulan ............................................................................
2. Saran ..................................................................................

112
112
113
113
115

Kajian Khusus:
Analisis Interkoneksi Industri Makanan dan Minuman
di Provinsi Jawa Timur Pendekatan Indeks Moran ........................
Abstract ............................................................................................
7.1. Pendahuluan.............................................................................
7.2. Tinjauan Pustaka ......................................................................
7.3. Hasil Analsis ............................................................................
7.4. Kesimpulan ..............................................................................
7.5. Daftar Pustaka ..........................................................................

119
119
120
122
125
127
128

Daftar Pustaka ................................................................................................. 129
Indeks .... .......................................................................................................... 135
Biodata Penulis ................................................................................................ 139

http://placebrandobserver.com/wp-content

2

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

BAB 1

Beberapa Teori
yang Mendukung
1.1. Aglomerasi
Istilah aglomerasi muncul pada dasarnya berawal dari ide Marshall tentang penghematan
aglomerasi atau dalam istilah Marshall disebut sebagai industri yang terlokalisir.
Beenstock dan Felsenstein (2009) mengemukakan bahwa Agglomeration economies atau
Localized industries menurut Marshall muncul ketika sebuah industri memilih lokasi
untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka
panjang sehingga masyarakat akan banyak memperoleh keuntungan apabila mengikuti

4

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

tindakan mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut. Penghematan aglomerasi sebagai
penghematan akibat adanya lokasi berdekatan yang diasosiasikan dengan pengelompokan
perusahaan, tenaga kerja, dan konsumen secara spasial untuk meminimisasi biaya-biaya
seperti biaya transportasi, informasi dan komunikasi.
Markusen dalam Kuncoro (2002) mengemukakan bahwa aglomerasi merupakan
suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang
terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan
penyedia jasa-jasa, dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara
individual.
Kuncoro (2002) mengklasifikasikan teori-teori aglomerasi dalam dua kelompok,
teori klasik dan modern. Menurut teori klasik, kota merupakan hasil dari proses
produksi aglomerasi secara spasial. Teori klasik mengenai aglomerasi berargumen bahwa
aglomerasi muncul karena para pelaku ekonomi berupaya mendapatkan penghematan
aglomerasi (agglomeration economies), baik karena penghematan lokalisasi maupun
penghematan urbanisasi dengan mengambil lokasi yang saling berdekatan satu dengan
yang lain. Aglomerasi ini mencerminkan adanya interaksi antara pelaku ekonomi yang
sama, apakah antar perusahaan dalam industri yang sama, antar perusahaan dalam
industri yang berbeda, ataupun antar individu perusahaan dan rumah tangga.
Aglomerasi

Klasik

Penghematan
Eksternalitas

Aglomerasi

Modern

Formasi
Perkotaan

Eksternalitas
Dinamis

Marshall –Arrow
– Romer

Pertumbuhan
Kota

Biaya
Transaksi

Jacobs

Central Place vs
Network System

Increasing
Returns akibat
biaya ekonomis

Knowledge Spillover
akibat keanekaragaman

Ketergantungan
Skala
vs
Netralitas

Minimalisasi
biaya transaksi
akibat skala
ekonomis

Sumber: Kuncoro (2002)
Gambar 1.1.
Perkembangan Konsep dan Pemikiran Mengenai Aglomerasi

Bab 1: Beberapa Teori yang Mendukung

5

Gambar 2.1. menunjukkan bahwa aglomerasi dibagi menjadi dua pendekatan
yaitu klasik dan modern. Menurut pendekatan klasik, aglomerasi sebagai penghematan
eksternalitas dan formasi perkotaan. Penghematan eksternalitas mengakibatkan
persaingan antara lokalisasi dengan urbanisasi sehingga terjadi incresing returns
akibat biaya ekonomis. Formasi perkotaan menyebabkan knowledge spillover akibat
keanekaragaman. Gambar 2.1. juga menjelaskan aglomerasi dengan pendekatan
modern. Menurut pendekatan modern, aglomerasi berdampak pada eksternalitas
dinamis sehingga menyebabkan knowledge spillover akibat keanekaragaman. Aglomerasi
juga berdampak pada pertumbuhan kota dan berdampak pada biaya transaksi sehingga
akan terjadi minimisasi biaya transaksi akibat skala ekonomis.
Menurut Hoover (1948) dalam Tomoya dan Smith (2012), aglomerasi terbagi
menjadi dua yaitu localization economies dan urbanization economies. Localization economies
mengacu pada keuntungan yang muncul dari pengelompokan spasial perusahaan
dalam industri yang sama atau terkait di bawah bentuk klaster industri. Sementara itu,
urbanization economies mengacu kepada keuntungan yang didapatkan oleh perusahaanperusahaan dari beragam sektor industri yang berlokasi di daerah perkotaan yang besar
dan padat. Kedua tipe aglomerasi ini, ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi,
memiliki pengaruh terhadap efisiensi pada tingkatan perusahaan dan region. Ekonomi
lokalisasi lebih mempengaruhi tingkat efisiensi perusahaan, sedangkan ekonomi
urbanisasi lebih mempengaruhi tingkat efisiensi wilayah (region). Efisiensi ekonomi yang
terjadi pada tingkatan perusahaan ini mengacu kepada level produksi optimal terhadap
teknologi produksi dan kumpulan harga faktor produksi di suatu industri tertentu.
Efisiensi ekonomi pada tingkatan regional menunjukkan manfaat aglomerasi yang
bersifat internal dan eksternal dan bukan hanya kepada skala ekonomi industri tertentu
saja. Efisiensi pada tingkatan perusahaan dan region inilah yang akan menentukan
tingkat produktivitas regional suatu wilayah yang terlihat dari peningkatan output per
tenaga kerja industri tersebut
Menurut McCann (2006) sumber aglomerasi ekonomi dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu:
1. Information Spillovers
Banyak perusahaan pada industri yang sejenis beraglomerasi pada lokasi yang
sama, sehingga pekerja pada perusahaan tertentu secara relatif mudah berhubungan
dengan pekerja-pekerja dari perusahaan lokal lain. Dengan demikian, pertukaran
informasi baik antar pekerja maupun antar perusahaan akan berlangsung setiap
saat.
2. Non-Traded Local Inputs
Situasi dimana perusahaan-perusahaan dalam industri yang sejenis mengelompok
di satu tempat, sehingga ada beberapa input tertentu yang menjadi lebih efisien jika

6

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

digunakan secara bersama-sama oleh pekerja di perusahaan-perusahaan tersebut
dibandingkan jika input tersebut dibeli secara individu oleh perusahaan-perusahaan
tersebut.
3. Local Skilled-Labour Pool
Ketersediaan tenaga kerja terampil di wilayah tersebut akan menyebabkan turunnya
biaya tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan di lokasi tersebut.
Keuntungan atau penghematan yang diperoleh dari perusahaan-perusahan yang
berkumpul pada lokasi yang terkonsentrasi dapat dikategorikan sebagai berikut (Capello,
2007):
1. Keuntungan Internal untuk Perusahaan
Keuntungan internal untuk perusahaan juga disebut economies of scale. Keuntungan
ini disebabkan oleh adanya proses produksi dalam skala besar sehingga berdampak
pada penurunan biaya per unit output (average cost). Untuk mendapatkan keuntungan
dari produksi skala besar, perusahaan berkonsentrasi pada semua pabrik di suatu
lokasi yang sama. Keuntungan dalam kategori bukan berasal dari kedekatannya
dengan perusahaan lain, tetapi murni dari konsentrasi aktivitas di lokasi tersebut.
2. Keuntungan eksternal untuk perusahaan tetapi internal untuk sektor, atau disebut
juga localization economies.
Keuntungan ini diperoleh karena di daerah padat penduduk, perusahaanperusahaan beroperasi pada sektor yang sama, sedangkan skala ekonomis
bergantung pada ukuran dari perusahaan atau pabrik-pabrik tersebut. Localization
Economies ditentukan oleh ukuran dari sektor di wilayah tersebut dengan berbagai
pilihan terhadap tenaga kerja yang terampil dan spesifik pada managerial serta
keahlian teknis yang tersedia.
3. Penghematan eksternal untuk perusahaan dan eksternal untuk sektor, atau disebut
juga Urbanization Economies.
Penghematan ini disebabkan oleh kepadatan yang tinggi dan berbagai kegiatan
produktif dan pemukiman di suatu daerah, kondisi yang melambangkan daerah
perkotaan. Keuntungan dalam kategori ini bertambah lagi dengan adanya modal
tetap sosial dalam skala besar (infrastruktur transportasi perkotaan, dan sistem
telekomunikasi canggih) dan luas, intermediate diversifikasi dan pasar barang.
Keuntungan ini meningkat seiring peningkatan ukuran fisik kota.

1.2. Teori Central Place (Teori Lokasi Sentral)
Teori Central Place diintroduksikan pertama kali oleh Christaller (1933) yang menjelaskan
distribusi spasial kota dalam suatu ruang. Menurut Christaller dalam Hsu (2008), tujuan

Bab 1: Beberapa Teori yang Mendukung

7

utama sebuah pusat permukiman atau pasar adalah menyediakan barang dan jasa untuk
populasi di lingkungan sekitarnya. Inti pokok teori tempat sentral adalah menjelaskan
model hirarki perkotaan. Christaller (1933) mengembangkan pemikirannya menyusun
suatu model wilayah perdagangan yang efisien dan berbentuk segi enam. Tiap wilayah
perdagangan heksagonal memiliki pusat. Besar kecilnya pusat-pusat tersebut adalah
sebanding dengan besar kecilnya masing-masing heksagonal. Christaller (1933) dalam
(Hsu, 2008) mengembangkan model tempat pusat untuk suatu wilayah abstrak dengan
ciri-ciri sebagai berikut: (1) wilayah adalah dataran tanpa roman, semua wilayah datar
dan sama, (2) gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah, (3) penduduk memiliki daya
beli yang sama dan tersebar secara merata pada seluruh wilayah, dan (4) konsumen
bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimalisasi jarak.
Model Christaller dalam Hsu (2008) menjelaskan model area perdagangan
heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi yang
dinamakan range dan threshold. Range (jarak) adalah jarak jangkauan antara penduduk
dan tempat suatu aktivitas pasar yang menjual kebutuhan komoditi atau barang, misalnya
seseorang membeli baju di lokasi pasar tertentu, range adalah jarak antara tempat tinggal
orang tersebut dengan pasar lokasi tempat dia membeli baju. Apabila jarak ke pasar lebih
jauh dari kemampuan jangkauan penduduk yang bersangkutan, penduduk cenderung
akan mencari barang dan jasa ke pasar lain yang lebih dekat. Threshold (ambang batas)
adalah jumlah minimum penduduk atau konsumen yang dibutuhkan untuk menunjang
kesinambungan pemasokan barang atau jasa yang bersangkutan, yang diperlukan dalam
penyebaran penduduk atau konsumen dalam ruang.
Berlandaskan komponen range dan threshold muncul prinsip optimalisasi pasar.
Prinsip ini antara lain menyebutkan bahwa dengan memenuhi asumsi di atas, dalam
suatu wilayah akan terbentuk wilayah tempat pusat. Pusat tersebut menyajikan kebutuhan
barang dan jasa bagi penduduk sekitarnya. Apabila sebuah pusat dalam range dan
threshold yang membentuk lingkaran bertemu dengan pusat yang lain yang juga memiliki
range dan threshold tertentu, maka penduduk yang bertempat tinggal di daerah yang
bertampalan akan memiliki kesempatan yang relatif sama untuk pergi ke dua pusat pasar
tersebut.

1.3. Teori Ekonomi Geografi Baru (New Economic Geography)
Schmutzler (1999) mengemukakan bahwa teori ekonomi geografi baru berupaya untuk
menurunkan efek-efek aglomerasi dari interaksi antara besarnya pasar, biaya transportasi
dan increasing return dari perusahaan. Ekonomi aglomerasi tidak diasumsikan tetapi
diturunkan dari interaksi ekonomi skala pada tingkat perusahaan, biaya transportasi,
dan mobilitas faktor produksi. Krugman (1998) mengemukakan bahwa teori ekonomi

8

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

geografi baru menekankan pada adanya mekanisme kausalitas sirkular untuk menjelaskan
konsentrasi spasial dari kegiatan ekonomi.
Schmutzler (1999), model ekonomi geografi baru memiliki 4 unsur yaitu: Pertama,
menekankan keuntungan konsentrasi yang tidak terkait dengan anugerah alam sehingga
argumen dari circular causation play a role, yaitu dominasi daerah dianggap sebagai proses
penguatan diri. Kedua, keseluruhan pendekatan memiliki ekuilibrium umum yang
berbeda. Interaksi antara pasar yang berbeda, antara perusahaan dan pemasok, atau
dengan pelanggan, sehingga terdapat peran ganda pekerja sebagai faktor produksi dan
konsumen. Ketiga, kekuatan sentripetal yang membuat aglomerasi melemah sehingga
dapat dilawan dengan kekuatan sentrifugal. Model ekonomi geografi baru menjelaskan
bahwa kekuatan sentripetal berasal dari adanya variasi konsumsi atau beragamnya
intermediate good pada sisi produksi sedangkan kekuatan sentrifugal berasal dari tekanan
yang dimiliki oleh konsentrasi geografis dari pasar input lokal yang menawarkan harga
lebih tinggi dan menyebarnya permintaan. Keempat, secara khusus, eksternalitas positif
tidak diasumsikan, hal itu berasal dari interaksi biaya transportasi, peningkatan tingkat
pengembalian, dan mobilitas faktor.
Krugman (1998) menjelaskan bahwa perbedaan harga antar barang membuat
konsumen lebih memilih untuk mengkonsumsi lebih dari satu jenis barang. Semakin
banyak barang diproduksi di satu pabrik yang sama, biaya produksi yang harus
dikeluarkan akan semakin rendah, akibatnya, pabrik baru akan memasuki pasar dengan
menambah variasi produknya. Schmutzler (1999) menyatakan biaya produksi dapat
ditekan jika unit produksi mencapai jumlah tertentu. Biaya produksi juga dapat kembali
meningkat jika jumlah barang produksi naik atau skala ekonomi tidak lagi tercapai.
Agar skala ekonomi meningkat, sebuah pabrik baru akan mencari negara lain yang
mampu mendukung keberadaan unit produksi dalam jumlah yang besar. Dukungan
kemajuan teknologi, transportasi, dan informasi, pabrik tersebut akan memindahkan
proses produksinya dengan mudah. Inilah yang akan mendorong migrasi tenaga kerja.
Krugman (1998) mengungkapkan bahwa ada kecenderungan pekerja bermigrasi
ke wilayah pusat pekerja terbesar yang akhirnya akan menciptakan variasi produk
yang sangat beragam. Konsentrasi terjadi dalam hal barang dan jasa yang diproduksi
maupun lokasi barang tersebut dibuat. Menurut Krugman (1998) perkotaan cenderung
akan terspesialisasi dengan perindustrian. Berdasarkan skala ekonomi, industri-industri
akan cenderung terkonsentrasi di kota-kota besar. Konsentrasi produksi pada satu
wilayah tertentu (dalam hal ini wilayah perkotaan) memungkinkan skala ekonomi dapat
terealisasi karena kedekatan lokasi dengan pasar dapat meminimumkan biaya-biaya
transportasi (homemarket effect).
Akibat konsentrasi ini, menurut Schmutzler (1999), wilayah terbagi menjadi dua
yakni wilayah core (inti) di perkotaan sebagai konsentrasi perkembangan IPTEK, serta

Bab 1: Beberapa Teori yang Mendukung

9

periphery (pinggiran) yang lebih terbelakang. Model ini dikembangkan dari pilihan
lokasi dari pabrik dan individu. Pabrik memilih perkotaan untuk meningkatkan skala
produksinya sekaligus menghemat biaya transportasi. Individu juga tertarik untuk
bermigrasi ke perkotaan yang menawarkan upah buruh yang lebih tinggi dan produk
yang lebih beragam. Kecenderungan ini meningkatkan kapasitas pasar sekaligus makin
memacu pabrik dan individu untuk bermigrasi ke kota. Lingkaran sebab akibat dan
equilibrium baru pun akan terbentuk.

1.4. Teori Perdagangan Baru
Teori perdagangan baru, mulai muncul pada tahun 1970an ketika sejumlah para ahli
ekonomi menunjukkan bahwa kemampuan suatu perusahaan untuk mencapai tingkat
kekuatan ekonomi memiliki pengaruh atau dampak penting untuk perdagangan
internasional. Dua poin penting teori perdagangan baru menurut Jones dan Kierzkowski
(2003), yaitu (1) pengaruhnya pada skala ekonomi, perdagangan dapat meningkatkan
keanekaragaman dari barang-barang yang tersedia untuk konsumen dan mengurangi
biaya rata rata barang tersebut, dan (2) ketika output diperlukan untuk mencapai skala
ekonomi yang menggambarkan proporsi penting dari total permintaan dunia, maka pasar
global barangkali hanya mampu mendukung dengan jumlah yang kecil dari perusahaanperusahaan. Jadi, perdagangan dunia pada produk tertentu mungkin dikuasai oleh
negara-negara yang mempunyai perusahaa-perusahaan yang merupakan first mover di
produksi mereka.
Teori perdagangan baru menawarkan perspektif yang berbeda dengan yang
ditawarkan teori ekonomi geografi baru dan teori neo-klasik. Teori perdagangan baru
percaya bahwa sifat dasar dan karakter transaksi internasional telah sangat berubah
dewasa ini yakni ketika aliran barang, jasa, dan aset yang menembus batas wilayah
antarnegara tidak begitu dipahami oleh teori-teori perdagangan tradisional. Mengacu
Jones dan Kierzkowski (2003) bahwa perbedaan utama teori perdagangan baru dengan
teori perdagangan yang “lama” yaitu mengenai asumsi persaingan tidak sempurna,
constans returns to scale, pendapatan konstan, dan barang yang homogen berubah menjadi
persaingan sempurna, increasing returns to scale dan perbedaan produk.
Para pendukung teori perdagangan baru berpendapat bahwa ukuran pasar
ditentukan secara fundamental oleh besar kecilnya angkatan kerja pada suatu negara
dan tenaga kerja pada dasarnya tidak mudah berpindah lintas negara. Mereka percaya
bahwa penentu utama lokasi adalah derajat tingkat pendapatan yang meningkat dari
suatu pabrik, tingkat substitusi antar produk yang berbeda, dan ukuran pasar domestik.
Berkurangnya hambatan-hambatan perdagangan secara substansial diperkirakan bahwa
hasil industri yang meningkat akan terkonsentrasi dalam pasar yang besar. Krugman

10

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

dan Venables (1990) menunjukkan bahwa kecenderungan untuk berlokasi di dalam
pasar yang lebih besar ternyata lebih kuat apabila biaya perdagangan tidak terlalu tinggi
maupun terlalu rendah.
Teori perdagangan baru juga memiliki beberapa kelemahan. Ottaviano dan Puga
(1998) mengidentifikasi tiga kelemahan utama. Pertama, teori perdagangan baru sebagai
mana teori tradisional, menjelaskan perbedaan struktur produksi melalui perbedaan
karakteristik yang mendasari. Kedua, teori ini tidak menjelaskan mengapa perusahaanperusahaan dalam sektor tertentu cenderung untuk berlokasi saling berdekatan, yang
mendorong terjadinya spesialisasi regional. Ketiga, teori ini menunjukkan perkembangan
industri secara bertahap dan bersama-sama di semua negara berkembang. Pada
kenyataannya, industrialisasi sering kali berupa gelombang industrialisasi yang sangat
cepat, di mana industri menyebar secara berturutan dari negara yang satu ke negara lain.

1.5. Eksternalitas Dinamis
Menurut Glaeser dkk. (1992) dalam Bun dan Makhloufi (2004), eksternalitas dinamis
menjelaskan bahwa simultaneously the existing local industrial structure and economic growth.
Unsur penting dari eksternalitas dinamis adalah knowledge spillovers, ketika inovasi dan
perbaikan yang terjadi dalam satu peningkatan dapat meningkatkan produktivitas
perusahaan lain yang berada di wilayah yang sama. Knowledge spillovers dilakukan dengan
cara menyebarkan gagasan dan informasi antar perusahaan, yang secara teknologi saling
dekat. Peningkatan kepadatan perusahaan yang berada di tempat yang sama dapat
memudahkan sirkulasi dan perolehan informasi perdagangan.
Teori eksternalitas dinamis didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh MarshallArrow-Romer (MAR). Berger (2001) mengemukakan eksternalitas MAR muncul dari
kedekatan geografis perusahaan sejenis sehingga teori MAR menganggap knowledge
spillovers antar perusahaan dalam industri sama. Teori MAR juga memprediksi bahwa
monopoli lokal lebih baik untuk pertumbuhan daripada kompetisi lokal. Monopoli
lokal lebih baik karena monopoli memungkinkan eksternalitas diinternalisasi oleh
inovator dan membatasi arus pengetahuan kepada orang lain, sehingga eksternalitas
MAR dimaksimalkan di kota-kota dengan industri khusus secara geografis, yang
merupakan kondisi saat monopoli lokal lebih mendominasi. Menurut Berger (2001)
bahwa spesialisasi industri untuk pertumbuhan jangka panjang melalui tiga mekanisme
transmisi. Pertama, penggabungan pasar tenaga kerja meningkatkan potensi difusi
pengetahuan di dalam industri, karena karyawan menginternalisasi pengetahuan spesifik
perusahaan, yang ditransfer melalui karyawan yang bermigrasi antar perusahaan. Kedua,
inovasi dan pengetahuan tersebar di perusahaan sejenis melalui teknik imitasi dan reverse
engineering. Ketiga, pengetahuan berdifusi melalui interaksi yang meningkat dan berulang
antara aktor proaktif spasial dalam industri.

11

Bab 1: Beberapa Teori yang Mendukung

Porter (1990) dalam Bun dan Makhloufi (2004) berpendapat bahwa knowledge
spillovers dalam industri yang terkonsentrasi secara geografis sehingga meningkatkan
pertumbuhan. Namun demikian, dalam pandangan Porter (1990), persaingan lokal
akan berlawanan dengan monopoli lokal sehingga merangsang inovasi baru. Porter
(1990) dalam Van Oots (2002) menegaskan bahwa persaingan lokal akan membantu
mempercepat adopsi teknologi dan inovasi. Porter dan Jacobs (1969) berpendapat bahwa
transfer pengetahuan terpenting berasal dari luar industri inti. Akibatnya, keragaman
industri adalah yang secara geografis terdekat, bukan industri khusus secara geografis.
Marshall-Arrow-Romer dan Porter (1990) sepakat bahwa eksternalitas teknologi
yang paling penting terjadi di dalam industri, dan spesialisasi regional itu baik untuk
pertumbuhan industri khusus maupun untuk kota-kota tempat mereka berada, tetapi
MAR berpendapat bahwa monopoli lokal itu baik karena memungkinkan internalisasi
eksternalitas. Sebaliknya, Porter (1990) berpendapat bahwa kompetisi lokal itu baik
karena ia menumbuhkan inovasi.
Tabel 1.1.
Perbedaan Theories of Dynamic Agglomeration Externalities
No
1.
2.
3.

MAR

Uraian

Specialization
Diversity
Competition

Jacobs

Effect on Industrial and Urban Long Run Growth

+
-

+
+

Sumber: (Berger, 2001)

Tabel 2.1. memberikan informasi tentang perbedaan teori dynamic agglomeration
externalities. Menurut teori MAR, spesialisasi berdampak positif terhadap industri dan
pertumbuhan kota dalam jangka panjang, sedangkan diversity dan competition berdampak
negatif terhadap industri dan pertumbuhan kota dalam jangka panjang. Menurut
pendapat Jacob (1969) berbeda dengan teori MAR, spesialisasi justru berdampak negatif
terhadap terhadap industri dan pertumbuhan kota dalam jangka panjang, sedangkan
diversity dan competition berdampak positif terhadap industri dan pertumbuhan kota
dalam jangka panjang

1.6. Teori Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni
teori klasik dan teori modern. Teori klasik yang banyak dikenal adalah teori keunggulan
absolut dari Adam Smith dan teori keunggulan relatif atau keunggulan komparatif

12

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

dari J.S. Mill dan David Ricardo. Teori modern diwakili oleh teori faktor proporsi dari
Hecksher dan Ohlin. Berikut ini adalah paparan dari teori-teori tersebut.

1.

Teori Perdagangan Internasional Keunggulan Absolut

Teori perdagangan Internasional pertama adalah teori keunggulan absolut. Teori
keunggulan absolut ditemukan oleh Adam Smith (1776) dalam bukunya The Wealth of
Nation. Adam Smith menyarankan perdagangan bebas sebagai kebijakan yang mampu
mendorong kesejahteraan suatu negara. Dalam perdagangan bebas, setiap negara dapat
menspesialisasikan dalam memproduksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut
dan melakukan impor komoditi yang memperoleh kerugian absolut.
Menurut Adam Smith, perdagangan bilateral didasarkan pada keunggulan
absolut. Jika sebuah negara memiliki keunggulan absolut terhadap negara lain dalam
memproduksi sebuah komoditi, tetapi memiliki kerugian absolut terhadap negara lain
dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh
keuntungan perdagangan dengan cara melakukan spesialisasi pada komoditi yang
memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi yang memiliki
kerugian absolut. Berdasarkan proses bilateral ini, sumber daya pada kedua negara
dapat digunakan dengan cara paling efisien. Hasil produksi kedua komoditi yang
diproduksi akan mengalami peningkatan. Peningkatan dalam hasil produksi akan
mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi pada kedua negara yang melakukan
perdagangan bilateral sesuai pendapat Salvatore (2009).
Teori absolute advantage yang dikemukakan oleh Smith dalam Hady (2004) memiliki
asumsi pokok sebagai berikut: (1) input yang dipakai hanya labor, (2) kualitas barang
pada kedua negara tidak memiliki perbedaan, (3) pertukaran dilakukan secara barter,
dan (4) biaya transportasi untuk mengirim komoditas diabaikan. Kelemahan dari teori
keunggulan absolut yaitu apabila keunggulan absolut untuk kedua jenis komoditi hanya
dimiliki oleh satu negara saja, sedangkan kegiatan perdagangan internasional yang
bersifat bilateral tidak dapat terlaksana diantara ke dua negara tersebut.

2.

Teori Perdagangan Internasional Keunggulan Komparatif

Teori perdagangan internasional yang dikemukan oleh Smith dikembangkan lagi oleh
Ricardo dalam Salvatore (2009) dengan teori perdagangan internasional comparative
advantage. Menurut Ricardo, walaupun suatu negara mengalami kerugian dalam
memproduksi kedua komoditi dibandingkan dengan negara lain, perdagangan bilateral
yang saling memperoleh keuntungan masih dapat berlangsung. Negara yang kurang
efisien akan berspesialisasi dalam produksi ekspor pada komoditi yang mempunyai

Bab 1: Beberapa Teori yang Mendukung

13

kerugian absolut lebih kecil. Komoditi yang mempunyai kerugian absolut lebih kecil
mempunyai keunggulan komparatif. Negara tersebut sebaliknya akan melakukan impor
komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar. Dari komoditi inilah negara
tersebut mengalami kerugian komparatif. Hal ini dikenal sebagai hukum keunggulan
komparatif (Law of Comparative Advantage) salah satu hukum ekonomi yang paling
terkenal dan masih belum dapat ditandingi.
Teori perdagangan internasional comparative advantage tidak dapat menerima
argumen bahwa input yang dipakai hanya labor, hukum keunggulan komparatif dapat
diterangkan berdasarkan opportunity cost theory. Opportunity cost theory menyatakan
bahwa biaya komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan sehingga
mendapatkan input untuk menghasilkan satu unit tambahan dari komoditi pertama.
Labor bukanlah satu-satunya input dalam perdagangan internasional dan biaya dapat
diperoleh tenaga kerja. Negara yang mempunyai biaya alternatif lebih rendah untuk
suatu komoditi, berarti mempunyai keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut
dan kerugian komparatif dalam komoditi lain.
Konsep teori perdagangan internasional keunggulan komparatif Ricardo dibangun
dengan sejumlah asumsi, menurut Arifin dkk (2007), yaitu:
1. Kedua negara masing-masing memproduksi dua jenis komoditi dengan hanya
menggunakan satu input labor. Labor merupakan input yag bersifat homogen dalam
suatu negara dan bersifat heterogen antar negara.
2. Kedua komoditi yang diproduksi bersifat homogen baik antar industri maupun
kedua negara.
3. Pengiriman komoditi antar negara bilateral biaya transportasi nol.
4. Tenaga kerja dapat bergerak antara industri dalam suatu negara tetapi tidak antar
negara.
5. Pasar barang dan pasar tenaga kerja di kedua negara diasumsikan dalam kondisi
persaingan sempurna.
6. Perusahaan pada kedua negara bertujuan untuk memaksimalkan profit, sementara
tujuan konsumen adalah memaksimalkan kepuasan.
Kelemahan teori klasik comparative advantage dalam Hady (2004):
1. Teori klasik comparative advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional
dapat terjadi karena adanya perbedaan input labor. Perbedaan input labor
menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas ataupun perbedaan efisiensi.
Akibatnya, terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis di antara dua negara.
2. Jika input labor atau produktivitas dan efisiensi di dua negara sama, maka tidak
akan terjadi perdagangan internasional karena harga barang yang sejenis menjadi
sama di kedua negara.

14

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

3. Input labor, produk