Konsep Diri Para Pengguna Handphone

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif / Paradigma Kajian
Memilih suatu paradigma adalah sesuatu yang wajib dilakukan
oleh seorang peneliti agar penelitiannya dapat menempuh alur berpikir
yang dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Melalui paradigma pula
seseorang peneliti akan memiliki cara pandang yang memandunya selama
melakukan proses penelitian. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk
memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam
sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada
mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Mulyana (2003: 9)
mengatakan paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada
praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan
ekstensial dan epitimologi yang panjang.
Menurut

Neuman

(1997:

62-63)


istilah

paradigma

dapat

didefinisikan sebagai keseluruhan sistem pemikiran, yang mencakup
asumsi-asumsi dasar, pertanyaan-pertanyaan (penelitian) penting yang
harus dijawab, tehnik-tehnik penelitian yang digunakan dan contoh-contoh
penelitian ilmiah yang baik. Sementara Baxter dan Babbie (2004: 66)
berpendapat

paradigma

sebagai

model

dasar


atau

skema

yang

mengorganisasikan pandangan kita tentang realitas.
Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
paradigma konstuktivis. Paradigma konstruktivis, yaitu paradigma yang
hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan
objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan.
Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap
socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci

terhadap perilaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara /
mengelola dunia sosial mereka (Hidayat, 2003: 3).
Paradigma konstruktivis melihat bagaimana suatu realitas soial
dikonstruksikan. Fenomena sosial dipahami sebagai suatu realitas yang


Universitas Sumatera Utara

telah dikonstruksikan. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma
konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas itu
dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam hal ini,
komunikasi dilihat sebagai faktor konstruksi itu sendiri.
Pada intinya paradigma konstruksionis menyatakan bahwa realitas
adalah hasil konstruksi, dan pada akhirnya realitas yang ada di dunia ini
tidaklah bersifat objektif, semuanya memiliki subjektifitas dari yang
membuat maupun yang menerima realitas itu. Perspektif atau cara
pandang dalam realitas juga mempengaruhi terhadap penilaian sesuatu
realitas.

2. 2 Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan

suatu

kumpulan teori dan model


literatur yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu. Dalam
kerangka

teori,

secara

logis

dikembangkan,

digambarkan

dan

dielaborasikan jaringan-jaringan dari asosiasi antara variabel yang
dihasilkan melaui survey dan telaah literatur (Silalahi,2009:92).
Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
2. 2. 1 Teori Interaksional Simbolik

Sebagai pengantar tentang Teori Interaksi Simbolik, maka harus
didefinisikan terlebih dahulu arti dari kata “interaksi” dan “simbolik”.
Menurut kamus komunikasi (Effendy, 1989: 184) definisi interaksi adalah
proses saling mempengaruhi dalam bentuk perilaku atau kegiatan di antara
anggota-anggota masyarakat, dan definisi simbolik (Effendy, 1989: 352)
adalah bersifat melambangkan sesuatu. Simbolik berasal dari bahasa Latin
“Symbolic(us)” dan bahasa Yunani “symbolicos”.
Seperti yang dikatakan oleh Susanne K. Langer (dalam Mulyana,
2008: 92), dimana salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan
simbolisasi atau penggunaan lambang, dimana manusia adalah satu-

Universitas Sumatera Utara

satunya hewan yang menggunakan lambang. Keunggulan manusia dari
mahluk lain adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Interaksi simbolik menurut Effendy (1989: 352) adalah suatu
faham yang menyatakan bahwa hakekat terjadinya interaksi sosial antara
individu dan antar individu dengan kelompok, kemudian antara kelompok
dengan kelompok dalam masyarakat, ialah karena komunikasi, suatu
kesatuan pemikiran di mana sebelumnya pada diri masing-masing yang

terlibat berlangsung internalisasi atau pembatinan. Peneliti mendefinisikan
interaksi simbolik adalah segala hal yang saling berhubungan dengan
pembentukan makna dari suatu benda atau lambang atau simbol, baik
benda mati, maupun benda hidup, melalui proses komunikasi baik sebagai
pesan verbal maupun perilaku non verbal, dan tujuan akhirnya adalah
memaknai lambang atau simbol (objek) tersebut berdasarkan kesepakatan
bersama yang berlaku di wilayah atau kelompok komunitas masyarakat
tertentu.
Teori Interaksionisme Simbolik tidak bisa dilepaskan dari
pemikiran George Harbert Mead (1863-1931). Mead dilahirkan di Hadley,
satu kota kecil di Massachusetts. Karir Mead berawal saat beliau menjadi
seorang professor di kampus Oberlin, Ohio, kemudian Mead berpindah
pindah mengajar dari satu kampus ke kampus lain, sampai akhirnya saat
beliau di undang untuk pindah dari Universitas Michigan ke Universitas
Chicago oleh John Dewey. Di Chicago inilah Mead sebagai seseorang
yang memiliki pemikiran yang original dan membuat catatan kontribusi
kepada ilmu sosial dengan meluncurkan “the theoretical perspective”
yang pada perkembangannya nanti menjadi cikal bakal “Teori Interaksi
Simbolik”, dan sepanjang tahunnya, Mead dikenal sebagai ahli sosial
psikologi untuk ilmu sosiologis. Mead menetap di Chicago selama 37

tahun, sampai beliau meninggal dunia pada tahun 1931 (Rogers, 1994:
166).
Semasa hidupnya Mead memainkan peranan penting dalam
membangun perspektif dari Mahzab Chicago, dimana memfokuskan dalam

Universitas Sumatera Utara

memahami suatu interaksi perilaku sosial, maka aspek internal juga perlu
untuk dikaji (West-Turner,

2008: 97). Mead tertarik pada interaksi,

dimana isyarat non verbal dan makna dari suatu pesan verbal, akan
mempengaruhi pikiran orang yang sedang berinteraksi. Dalam terminologi
yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non verbal (seperti body language,
gerak fisik, baju, status, dll) dan pesan verbal (seperti kata-kata, suara, dll)
yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang
terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang
mempunyai arti yang sangat penting (a significant symbol).
Selain


Mead,

telah

banyak

ilmuwan

yang

menggunakan

pendekatan teori interaksi simbolik dimana teori ini memberikan
pendekatan yang relatif khusus pada ilmu dari kehidupan kelompok
manusia dan tingkah laku manusia, dan banyak memberikan kontribusi
intelektual, diantaranya John Dewey, Robert E. Park, William James,
Charles Horton Cooley, Ernest Burgess, James Mark Baldwin (Rogers,
1994: 168).
Generasi setelah Mead merupakan awal perkembangan interaksi

simbolik, dimana pada saat itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi
dua Mahzab (School), dimana kedua mahzab tersebut berbeda dalam hal
metodologi, yaitu (1) Mahzab Chicago (Chicago School) yang dipelopori
oleh Herbert Blumer, dan (2) Mahzab Iowa (Iowa School) yang dipelopori
oleh Manfred Kuhn dan Kimball Young (Rogers, 1994: 171).
Mahzab Chicago yang dipelopori oleh Herbert Blumer (pada tahun
1969 yang mencetuskan nama interaksi simbolik) dan mahasiswanya,
Blumer melanjutkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mead. Blumer
melakukan pendekatan kualitatif, dimana meyakini bahwa studi tentang
manusia tidak bisa disamakan dengan studi terhadap benda mati, dan para
pemikir yang ada di dalam mahzab Chicago banyak melakukan
pendekatan interpretif berdasarkan rintisan pikiran George Harbert Mead
(Ardianto dan Q-Aness, 2007: 135). Blumer beranggapan peneliti perlu
meletakkan empatinya dengan pokok materi yang akan dikaji, berusaha

Universitas Sumatera Utara

memasuki pengalaman objek yang diteliti, dan berusaha untuk memahami
nilai-nilai yang dimiliki dari tiap individu. Pendekatan ilmiah dari Mahzab
Chicago menekankan pada riwayat hidup, studi kasus, buku harian

(Diary), autobiografi, surat, interview tidak langsung, dan wawancara

tidak terstruktur .
Teori Interaksi Simbolik yang masih merupakan pendatang baru
dalam studi ilmu komunikasi, yaitu sekitar awal abad ke-19 yang lalu.
Sampai akhirnya teori interaksi simbolik terus berkembang sampai saat
ini, dimana secara tidak langsung SI merupakan cabang sosiologi dari
perspektif interaksional (Ardianto dan Q-Aness, 2007: 40). Interaksi

simbolik menurut perspektif interaksional, dimana merupakan salah satu
perspektif yang ada dalam studi komunikasi, yang barangkali paling
bersifat ”humanis” (Ardianto dan Q-Aness, 2007: 40). Dimana, perspektif
ini sangat menonjolkan keangungan dan maha karya nilai individu diatas
pengaruh nilai-nilai yang ada selama ini. Perspektif ini menganggap setiap
individu di dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, berinteraksi di
tengah sosial masyarakatnya, dan menghasilkan makna ”buah pikiran”
yang disepakati secara kolektif. Dan pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa
setiap bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh setiap individu, akan
mempertimbangkan sisi individu tersebut, inilah salah satu ciri dari
perspektif interaksional yang beraliran interaksionisme simbolik.


Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol
dan interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu.
Banyak ahli di belakang perspektif ini yang mengatakan bahwa individu
merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka
mengatakan bahwa individu adalah objek yang bisa secara langsung
ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain.
Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (dalam WestTurner, 2008: 96), interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang
kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan
orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia

Universitas Sumatera Utara

membentuk perilaku manusia. Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar
dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind),
mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan
tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di
tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Seperti
yang dicatat oleh Douglas (Ardianto dan Q-Aness, 2007: 136), makna itu
berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna,
selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui
interaksi.
Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik,
antara lain:
1. Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang
mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus
mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu
lain,
2. Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu
dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori
interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori
sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia
luarnya, dan
3. Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan,
dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat,
dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih
secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia
dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.
”Mind, Self and Society” merupakan karya George Harbert Mead
yang paling terkenal. Mead (dalam West-Turner, 2008: 96), memfokuskan
pada tiga tema konsep dan asumsi yang dibutuhkan untuk menyusun
diskusi mengenai teori interaksi simbolik. Tiga tema konsep pemikiran
George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia,
2. Pentingnya konsep mengenai diri,
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Tema pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya
membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi
simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya
makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara
interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan
makna yang dapat disepakati secara bersama. Hal ini sesuai dengan tiga
dari tujuh asumsi karya Herbert Blumer (dalam West-Turner, 2008: 99)
dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang
diberikan orang lain kepada mereka,
2. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia,
3. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya
”Konsep diri” atau ”Self-Concept”. Dimana, pada tema interaksi simbolik
ini menekankan pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut
secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema
ini memiliki dua asumsi tambahan, menurut LaRossan & Reitzes (dalam
West-Turner, 2008: 101), antara lain:
1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan
orang lain,
2. Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku.
Tema terakhir pada interaksi simbolik berkaitan dengan hubungan
antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui
bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada
akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial
kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan
mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi
yang berkaitan dengan tema ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan
sosial,
2. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
2. 2. 2 Interaksi Sosial
Manusia senantiasa melakukan hubungan dan pengaruh timbal
balik dengan manusia lain dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
mempertahankan kehidupannya. Hubungan timbal balik ini dikatakan
sebagai suatu interaksi dimana ada aksi dan reaksi yang melibatkan lebih
dari satu orang. Interaksi ini dapat dilakukan oleh individu dengan
individu lainnya, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan
kelompok lain. Menurut H. Bonner (dalam Ahmadi, 2007:49) bahwa
interaksi sosial merupakan hubungan antara individu atau lebih, dimana
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki individu
yang lain atau sebaliknya. Hal itu senada dengan pendapat yang
diungkapkan Walgito (2003 : 65) yang menyatakan bahwa interaksi sosial
merupakan suatu hubungan antara individu satu dengan individu lainnya,
dimana individu yang satu dapat mempengaruhi individu yang lainnya
sehingga terjadi hubungan yang saling timbal balik.
Pengertian lain dari interaksi sosial menurut Thibaut dan Kelly
(dalam Ali dan Asrori, 2004:87) yaitu peristiwa salaing mempengaruhi
satu ama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka
menciptakan suatu hasil satu sama lain, atau berkomunikasi satu sama lain.
Sedangkan Suranto (2011:5) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah
suatu proses hubungan yang dinamis dan saling pengaruh-mempengaruhi
antar manusia.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial
adalah hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain,
dimana individu yang satu mempengaruhi individu yang lain atau
sebaliknya sehingga terjadi hubungan yang saling timbal balik.

Universitas Sumatera Utara

2. 2. 3 Interaksi Dunia Maya
Media dan teknologi canggih mampu mengubah model interaksi
manusia dengan kecanggihannya membentuk dunia baru khususnya
dibidang interaksi sosial. Model terbaru interaksi manusia yang marak saat
ini dikuasai oleh jaringan internet melaui laman media sosial yang
menjamur. Jaringan ini mempermudah para pengguna untuk berhubungan
dengan teman dan memungkinkan untuk menebar pengaruh lebih cepat
serta akurat.
Media sosial sangat berkembang pesat saat ini karena begitu
banyak memberikan kemudahan bagi para penggunanya. Seseorang tidak
harus bertatap muka atau bertemu saat melakukan sebuah interaksi seperti
berbicara. Seseorang juga dapat mengetahui dengan mudah dan cepat
berbagai informasi yang diperlukannya yang tersedia didalam media
sosial. Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial
banyak orang yang merasa perlu untuk memiliki sebuah akun pada media
social yang diinginkannya seperti misalnya Twitter. Media sosial bagi
banyak orang merupakan hal yang penting tidak hanya sebagai tempat
memperoleh informasi yang menarik tetapi juga sudah menjadi lifestyle.
Banyak orang yang tidak ingin dianggap jadul karena tidak memiliki akun
di media sosial. Media sosial dapat menjadi tempat mengekspresikan diri,
berbagi segala hal tentang diri kita kepada banyak orang terutama temanteman kita dan media sosial juga dapat dijadikan wadah untuk meraup
rupiah.
Beberapa hal yang dapat dilakukan melalui media sosial ini,
pertama, seseorang bebas menampilkan citra diri sendiri. Hal ini berkaitan
dengan hubungan kita dengan diri sendiri. Media sosial memungkinkan
kita belajar kepribadian dan memahami diri sendiri. Selain itu dapat juga
menampilkan diri dan identitas kita yang memungkinkan orang lain dapat
mengenal kita. Selain itu, kita dapat menampilkan status : apa yang kita
pikirkan atau lakukan, sehingga orang lain tahu bahwa itulah pemikiran
dan aktivitas kita sehari-hari dan tahu tentang diri kita. Kedua, seseorang
bisa berinteraksi dan berhubungan dengan siapa saja yang diinginkan.

Universitas Sumatera Utara

Media sosial memungkinkan kita belajar keterampilan sosial dengan
berinteraksi dengan orang lain yang sudah atau belum kita kenal. Hal lain
yang dapat dilakukan melalui media sosial adalah bertukar foto atau
gambar sebagai ungkapan perasaan, ide

atau pikiran yang biasa

diungkapkan melalui kata-kata.
Beberapa jenis media sosial yang paling populer dalam hal
penggunaannya antara lain adalah :
1. Facebook
Facebook adalah sebuah layanan jejaring sosial dan situs web yang

diluncurkan pada tahun 2004 yang dioperasikan dan dimiliki oleh
Facebook,Inc (www.facebook.com). Pada Januari 2011, facebook

memiliki lebih dari 600 juta pengguna aktif. Pengguna dapat membuat
profil pribadi, menambahkan pengguna lain sebagai teman dan
bertukar pesan, termasuk pemberitahuan otomatis ketika mereka
memperbaharui profilnya.
2. Twitter

Twitter adalah layanan jejaring sosial dan mikroblog daring yang
memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan
berbasis teks hingga 140 karakter, yang dikenal dengan sebutan
kicauan (www.twitter.com). Konsep yang diusung oleh twitter agak
sedikit berbeda dari facebook, yaitu dengan menyebarkan pesan
informasi secara singkat, padat dan real time melalui tidak lebih dari
140 karakter kepada pembacanya di seluruh dunia. Pengguna twitter
dapat menyebarkan pesan singkat melalui beberapa cara, bisa melalui
situs twitter sendiri, melalui sms, atau melalui aplikasi twitter lainnya

seperti Twirl, Snitter atau twitterfox yang merupakan aplikasi
tambahan untuk browser firefox. Saat ini twitter banyak digunakan
oleh berbagai kalangan, baik pemerintah (misal Israel), organisasi
(misal NASA), politikus (misal Barrack Obama), selebritas (misal
Ashton Kutcher, John Mayer, Demi Moore, dan lain-lain) yang begitu
aktif meng-up date status mereka beberapa menit sekali.

Universitas Sumatera Utara

3. Friendster
Friendster menghubungkan anda dengan teman-teman, saudara-

saudara, dan hal yang terpenting dari anda. Melalui friendster anda
dapat membagi foto-foto anda, mengekspresikan diri sendiri dengan
sebuah

foto

profil,

dn

masih

banyak

lagi

yang

lainnya

(www.friendster.com). Friendster adalah sebuah situs untuk melihat
seluruh orang secara manual, dimana di situs itu berguna untuk melihat
teman-teman seperkenalan kita, baik yang pernah bertemu ataupun
tidak. Hingga tahun 2006, pengguna friendster diperkirakan sebanyak
20 juta orang dari berbagai belahan dunia.
4. Google+
Google+ adalah wadah untuk menghubungkan anda dengan teman-

teman dan kerabat-kerabat, menggali semua kegiatan sehari-hari anda.
Berbagi foto, mengirim pesan, dan tetap terhubung dengan orangorang dan hal-hal di dunia (www.google+.com). Google+ adalah
jejaring sosial yang dikeluarkan oleh si raksassa Google. Untuk fitur
dan

layanan Google+ hampir sama dengan jejaring sosial yang

mendunia yaitu facebook. Banyak rumor yang mengatakan bahwa
kemunculan Google+ ini untuk menyaingi jejaring sosial facebook.
5. Blackberry Messenger (BBM)
Blackberry adalah perangkat seluler yang memiliki kemampuan

layanan push email, telepon, jelajah internet, messenger Blackberry
(BBM), dan berbagai kemampuan nirkabel lainnya. Blackberry

pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1999 oleh perusahaan
Kanada, Research In Motion (RIM). Hanya saja BBM hanya
diperuntukkan

bagi

sesama

pengguna

Blackberry

saja.

(http://wikipedia.org)

Universitas Sumatera Utara

2. 3

Konsep Diri

2.3.1 Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang
atribut (ciri-ciri sifat) yang dimilikinya atau dapat dimengerti sebagai
pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki individu tentang karakteristik
atau ciri-ciri pribadinya. Kita mempelajari siapakah diri kita melalui
interaksi kita dengan orang lain. Salah satu cara kita mempelajari tentang
diri kita dari interaksi sosial adalah dengan menemukan apa yang orang
lain pikirkan tentang kita. Proses persepsi mengenai sisi baik atau jelek
berdasarkan pada apa yang orang lain pikirkan tentang kita disebut dengan
penaksiran yang direfleksikan (reflected appresials). Penafsiran yang
direfleksikan ini adalah proses yang paling penting yang mempengaruhi
konsep diri kita (Dayakisni, 2003: 66).
Konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di sepanjang
kehidupan manusia. Menurut Symonds dan Fitts (dalam Agustiani,
2009:18) menyatakan bahwa persepsi diri tidak langsung muncul pada saat
kelahiran tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya
kemampuan perseptif.
Terdapat beberapa defenisi konsep diri menurut beberapa ahli,
diantaranya adalah:
1. Menurut

William

H.

Fitts

(dalam

Agustiani,

2009:138-139),

mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri
seseorang karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Fitts mengatakan bahwa ketika individu
mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan
penilaian serta membentuk abstraksi terhadap dirinya berarti ia
menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan terhadap dunia di luar
dirinya. Fitts juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat
terhadap tingkah laku seseorang.

Universitas Sumatera Utara

2. Menurut William D. Brooks (dalam Rakhmat, 2007:99) mendefenisikan
konsep diri sebagai “those physical, social and psychological perceptions
of ourselves that we have derived from experiences and our interactions
with others”. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang

diri kita.
3. Menurut Anita Taylor (dalam Rakhmat, 2007:100) mendefenisikan konsep
diri sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs
and attitutedes you hold about your self”.

4. Menurut Klein, dkk (dalam Baron, 2004:165) menyatakan bahwa konsep
diri adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri mengenai diri sendiri
yang terorganisasi. Diri memberikan sebuah kerangka berpikir yang
menentukan bagaimana kita mengolah informasi tentang diri kita sendiri,
termasuk motivasi, keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan dan
banyak hal lainnya.
Menurut Charles Horton Cooley (dalam Rakhmat, 2007:100), kita
melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain. Cooley
menyebutkan gejala ini looking glass self (diri cermin) yang berarti
seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita
membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain. Kedua, kita
membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga,
kita mengalami perasaan bangga atau kecewa. Konsep diri meliputi apa
yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Dengan
demikian ada dua komponen konsep diri, yaitu: komponen kognitif dan
komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan
komponen afektif disebut harga diri (self esteem). Didalam konsep diri ada
yang disebut dengan social self. Social self adalah identitas kolektif yang
merupakan bagian dari siapa kita dan bagaimana kita berpikir tentang diri
kita sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep
diri adalah pandangan individu mengenai dirinya, meliputi gambaran

Universitas Sumatera Utara

mengenai diri dan kepribadian yang diinginkan, yang diperoleh dari
pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Setiap konsep diri
keseluruhan seseorang terdiri dari banyak komponen yang berbeda yang
memberikan skema terhadap aspek spisifik dalam hidupnya. Satu
komponen tersebut, yaitu interaksi sosial. Untuk kaum muda, konsep self
social ini dapat dibagi lebih jauh dalam kategori yang lebih spesifik,

seperti interaksi sosial di sekolah dan interaksi sosial dalam keluarga.
Didalam setiap interaksi, spesifikasi lebih lanjut adalah dalam interaksi
dengan teman sekelas versus dengan guru dan orang tua versus saudara
(Baron, 2004:168-169).

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Konsep Diri

Menurut Devito dalam buku yang berjudul The Interpersonel
Communication Book (2005:115), Faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan konsep diri, yaitu :

1. Other Images
Others images merupakan orang yang mengatakan siapa anda,

melihat citra diri anda dengan mengungkapkannya melalui perilaku dan
aksi. Konsep diri seseorang dibentuk karena adanya orang-orang yang
paling penting dalam hidup seseorang seperti orang tua. Menurut Demo.H
menekankan bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat dan diubah
oleh komunikasi para anggota keluarga. Mereka itulah yang disebut
sebagai significant others. Significant Orhers yang dimaksud merupakan
orang tua. Orang tua adalah faktor utama yang membentuk dan
mengembangkan konsep diri seorang anak. Dalam perkembangan,
significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku,

pikiran dan perasaan kita, mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk
pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional.

Universitas Sumatera Utara

2. Orang lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih
dahulu. Ketika kita tumbuh menjadi dewasa, kita mencoba menghimpun
penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita. Sebagai
contoh, Minah memperoleh informasi tentang dirinya dari kedua orang
tuanya dan orang disekitarnya bahwa Minah anak yang pintar. Minah
berpikir, “saya pintar”. Ia menilai persepsinya dari orang lain. Richard
Dewey dan W.J. Humber menamai orang lain sebagai affective others,
dimana orang lain yang mengenal kita mempunyai ikatan emosional. Dari
merekalah, secara perlahan-lahan membentuk konsep diri kita melalui
senyuman, pujian, penghargaan, pelukan yang menyebabkan kita menilai
diri kita secara positif. Ejekan dan cemoohan membuat kita memandang
diri kita secara negatif. Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan
orang lain terhadap kita disebut generalized others. Konsep diri ini berasal
dari George Herbert Mead, memandang diri kita seperti orang lain
memandangnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain.

3. Budaya
Melalui orang tua, pendidikan, latar belakang budaya, maka akan
ditanamkan keyakinan, nilai agama, ras, sifat nasional untuk membentuk
konsep diri seseorang. Contohnya, ketika seseorang mempunyai latar
belakang budaya yang baik dan memiliki etika maka orang tersebut
memiliki konsep diri positif.
4. Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri
Konsep diri terbentuk karena adanya interpretasi dan evaluasi dari
perilaku diri sendiri berdasarkan apa yang dilakukan.

2.3.3

Proses Terbentuknya Konsep Diri
Salah satu faktor penentu atau gagalnya seseorang dalam menjalani

kehidupan adalah konsep diri. Konsep diri yang ada pada seorang individu
adalah sebagai bentuk keyakinan dirinya bahwa ia mampu dan bisa untuk

Universitas Sumatera Utara

menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya. Konsep diri
seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya dalam suatu lingkungan.
Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang
yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberanian dirinya.
Perkembangan

yang

berlangsung

tersebut

kemudian

membantu

pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisik
(Rakhmat, 2007:99) sedangkan menurut George Herbet Mead dalam buku
Introducing Communication Theory Analysis an Aplication Third Edition

konsep diri pada seseorang muncul bukan dari pikiran seseorang tersebut
terlebih dahulu melainkan dari pemikiran atau pandangan dari orang lain
terhadap diri kita dan baru diikuti pemikiran yang muncul pada diri.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara pandang secara
menyeluruh tentang diri yang meliputi kemampuan yang dimiliki,
perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan
terdekatnya.
Sobur (dalam Arishanti, 2013:23), konsep diri terbentuk dalam
waktu yang relatif lama. Konsep diri pada dasarnya tersusun atas berbagai
tahapan, yaitu :
1. Konsep diri primer
Konsep ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap
lingkungan, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Pengalaman yang berbeda
diterima melalui anggota rumah, baik dari orang tua, nenek, paman atau
saudara kandung.
Konsep

tentang

bagaimana

dirinya

banyak

bermula

dari

perbandingan antara dirinya dan saudara-saudara lainnya. Adapun konsep
bagaimana perannya, aspirasi-aspirasinya ataupun tanggung jawabnya
dalam kehidupan, ditentukan atas dasar pendidikan yang datang dari orang
tuanya.
2. Konsep diri sekunder
Konsep ini banyak ditentukan oleh konsep diri primernya.
Misalnya apabila konsep diri primer seseorang adalah pendiam, tidak nakal,

Universitas Sumatera Utara

tidak suka keributan, maka ia akan memilih teman bermain yang sesuai
dengan konsep diri yang sudah dimilikinya dan teman-teman baru yang
nantinya menunjang terbentuknya konsep diri sekunder.
Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan
orang-orang di sekitarnya. Apa yang dipersepsi individu lain mengenai diri
individu, tidak terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang disandang
seorang individu.

2.3.4 Konsep Diri Pelajar Sekolah Menengah Atas
Pelajar sekolah menengah atas termasuk dalam kelompok usia
remaja. Menurut Ahmadi (2007:221), remaja adalah suatu periode transisi
dari masa awal dewasa yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun
dan berakhir pada 18 tahun hingga 22 tahun. Dari sudut batas usia saja sudah
tampak bahwa golongan remaja sebenarnya tergolong kalangan yang
transasional. Artinya, keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat

sementara, oleh karena berada antara usia kanak-kanak dengan usia dewasa.
Sifat sementara dari kedudukannya mengakibatkan remaja masih mencari
identitasnya, karena oleh anak-anak mereka sudah dianggap dewasa
sedangkan oleh orang dewasa mereka masih dianggap anak-anak. Kesulitankesulitan mengadakan hubungan yang serasi antara orang tua dengan remaja
pasti akan ada, akan tetapi kesulitan-kesulitan itu ada yang dengan mudah
teratasi, namun ada pula yang sulit untuk diatasi. Ada berbagai faktor yang
mempengaruhi kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah itu. Misalnya,
keadaan sosial-ekonomis, mentalistis, pekerjaan, lingkungan sosial dan
seterusnya.
Individu tumbuh dan berkembang melalui beberapa periode atau
fase perkembangan. Setiap fase perkembangan memiliki serangkaian tugas

perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik sehingga akan
memperlancar pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

Tugas perkembangan seorang remaja menurut Havighurst (dalam
Sarwono, 2002:41) adalah:
a. Menerima kondisi fisiknya dan mampu memanfaatkan tubuhnya secara
efektif. Penilaian positif terhadap keadaan fisik seseorang, baik dari diri
sendiri maupun dari orang lain, akan membangun konsep diri ke arah yang
positif. Penilaian positif akan menumbuhkan rasa puas terhadap diri, yang
merupakan awal dari sikap positif terhadap diri. Sebaliknya penilaian yang
buruk terhadap kondisi fisik baik dari diri sendiri maupun orang lain, akan
membuat seseorang merasa ada kekurangan dari tubuhnya, sehingga
merasa tidak puas terhadap kondidi fisiknya dan menjadi bersikap negatif
terhadap diri sendiri (Pudjijogjanti, 1985:10).
b. Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis
kelamin mana pun.
c. Menerima peran jenis kelaminnya sebagai laki-laki atau perempuan.
d. Berusaha mencapai kemandirian emosi dari orang tua dan orang dewasa
lain. Menurut Richmond dan Sklansky (dalam Sarwono, 2002:74), inti
tugas perkembangan periode remaja awal dan menengah adalah
memperjuangkan kebebasan (the strike for autonomy).
e. Mempersiapkan karir ekonomi. Remaja yang duduk di bangku sekolah
menengah atas memberi perhatian yang besar pada tugas perkembangan
ini karena karir ekonomi akan menentukan kebahagiaan remaja dimasa
yang akan datang yaitu dalam pekawinanan dan keluarga (Hurlock,
1999:10).
f. Mempersiapkan diri

untuk

membina perkawinan dan kehidupan

berkeluarga.
g. Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab.
h. Memiliki sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman bertingkah laku.
Menurut Fishbein dan Ajzein (dalam Baron dan Byrne, 2003:133) orangorang yang penting bagi seseorang (significant other) juga akan menjadi
pedoman dalam memunculkan suatu perilaku. Apakah orang-orang yang
penting tersebut berharap bahwa seseorang harus menampilkan suatu
perilaku atau tidak. Setiap tugas perkembangan akan mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

perkembangan

konsep

diri,

karena

pada

dasarnya

tugas-tugas

perkembangan remaja tersebut adalah penyesuaian terhadap berbagai
aspek kepribadian.
Konsep diri adalah inti pola kepribadian (Hurlock, 1999:237).
Kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan dapat menimbulkan
konflik dan ketegangan. Konflik dan ketegangan yang dialami remaja
merupakan

situasi

yang

memungkinkan

remaja

menunjukkan

kemampuannya. Konflik utama yang dialami remaja menurut Erikson
(dalam Mussen, dkk, 1994:528-530) adalah pembentukan identitas versus
kebingungan peran (identity versus role confusion). Pencarian identitas
menjadi penting selama masa remaja karena dihadapkan pada sejumlah
perubahan psikologis, fisiologis, seksual, kognitif, intelektual, dan sosial
yang baru dan beragam. Salah satu usaha remaja untuk mengatasi masalah
status atau identitas yang tidak jelas adalah dengan mencoba berbagai
peran. Usaha ini dilakukan dengan harapan dapat mengembangkan seluruh
ideologi dan minat remaja.
Menurut Pudjijogjanti (1985:25) ideologi dan minat merupakan
arah untuk mengembangkan konsep diri remaja. Masa remaja merupakan
masa untuk menemukan diri sendiri, meneliti sikap hidup lama, serta
mencoba hal-hal baru agar dapat mencapai pribadi yang dewasa. Remaja
harus mampu menghubungkan peran dan ketrampilan yang telah dicapai
dengan tuntuan di masa mendatang.
Pembentukan konsep diri pada remaja sangat penting karena akan
mempengaruhi kepribadian, tingkah laku, dan pemahaman terhadap
dirinya sendiri. Remaja memiliki konsep diri yang cenderung menetap dan
stabil, yang sudah terbentuk sejak mulai masa kanak-kanak. Pada
perkembangannya konsep diri akan ditinjau kembali dengan adanya
pengalaman sosial dan pribadi yang baru (Hurlock, 1999:239).
Peninjauan kembali terhadap konsep diri didasarkan pada penilaian
lingkungan terhadap keadaan diri individu, yang dapat bersifat kualitatif,
yaitu mengubah sifat yang tidak diinginkan dengan suatu sifat yang

Universitas Sumatera Utara

dikagumi masyarakat, maupun bersifat kuantitatif, yaitu memperkuat sifat
yang diinginkan dan memperlemah sifat yang tidak diinginkan. Peninjauan
kembali yang lebih umum terjadi adalah yang bersifat kuantitatif
(Hurlock, 1999:245).
Proses perubahan dalam peninjauan kembali tersebut merupakan
hal yang harus terjadi pada remaja karena dalam proses pematangan
kepribadiannya, remaja akan memunculkan sifat-sifat yang sesungguhnya
(Sarwono, 2002:74). Pernyataan tersebut didukung oleh Mussen, dkk
(1994:530) yang menyebutkan bahwa perubahan merupakan tugas utama
remaja.
Menurut Hurlock (1999:237) konsep diri merupakan komponen
inti kepribadian yang berkembang selama rentang kehidupan manusia
sesuai dengan pengalamannya masing-masing. Mussen, dkk (1994: 326327) menjelaskan tahap-tahap perkembangan konsep diri pada individu,
yaitu:
a.

Pada usia 18 bulan, anak mengenali wajah mereka sendiri dan
menunjuk pada gambar diri mereka ketika namanya disebutkan. Pada
masa kanak-kanak, anak mengembangkan pemahaman mengenai
dirinya sendiri dan tempatnya di dalam masyarakat. Sampai usia tujuh
tahun anak mendefinisikan diri dalam pengertian fisik. Mereka
menyebut ciri-ciri diri mereka yang konkret dan dapat dilihat, seperti
warna rambut, tinggi badan atau aktivitas lainnya. Pada pertengahan
masa kanak-kanak pemahaman diri secara bertahap berubah menjadi
fakta yang lebih abstrak dan psikologis. Anak membedakan pikiran
dan tubuh, diri subjektif dan kejadian eksternal, serta karakteristik
mental dan motivasional. Anak juga mulai berfikir mengenai diri
mereka sendiri, menyadari bahwa mereka dapat memantau pikirannya
sendiri dan merasa bahwa dirinya berbeda dengan orang lain.

b.

Pada masa remaja sistem diri bersifat lebih abstrak, kompleks, dan
koheren. Remaja lebih menekankan karakteristik psikologis internal,

Universitas Sumatera Utara

stabil, dan terintegrasi. Remaja juga menunjukkan pengertian
kontinuitas yang riil, memadukan gagasan mereka mengenai diri saat
ini dan yang akan datang pada pemahaman dirinya. Berdasarkan
uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas-tugas
perkembangan pada remaja akan mempengaruhi perkembangan
konsep dirinya.
Pencarian identitas merupakan konflik utama yang dialami pada
masa remaja. Konsep diri pada remaja cenderung menetap dan stabil,
dengan peninjauan kembali yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Peninjauan

kembali

penting

bagi

remaja

untuk

mematangkan

kepribadiannya, yang juga berarti memantapkan konsep dirinya karena
konsep diri adalah inti pola kepribadian.
2.3.5 Jenis-jenis Konsep Diri
Menurut

Calhoun

dan

Acocella

(1990:65-67),

dalam

perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan
konsep diri negatif.
a. Konsep Diri Positif
Konsep diri positif menunjukkan adanya penerimaan diri dimana
individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali.
Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang
memiliki konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah
fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri sehingga
evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima
dirinya apa adanya. Individu yang memiliki konsep diri positif akan
merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang
memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi
kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu
proses penemuan.
b. Konsep diri negatif
Calhoun dan Acocella (1990:65) membagi konsep diri negatif
menjadi dua tipe, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1.

Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur,
tidak memiliki perasaan, kestabilan dan keutuhan diri. Individu
tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan
kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya.

2.

Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini
bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras,
sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya
penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya
merupakan cara hidup yang tepat.
Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa konsep diri dapat

berbentuk positif atau negatif. Seseorang yang mempunyai konsep diri
positif akan menerima diri apa adanya dan memiliki tujuan sesuai dengan
realitas. Berbeda dengan seseorang yang mempunyai konsep diri negatif,
dirinya sama sekali tidak mengetahui kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki. Seseorang dengan pandangan yang kaku terhadap dirinya juga
memiliki konsep diri yang negatif.

2. 3. 6 Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antar pribadi
Konsep diri

dapat

mempengaruhi beberapa faktor dalam

komunikasi antar pribadi (Rakhmat,2007:105-110), yaitu :
a. Nubuat yang dipenuhi diri sendiri
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkahlaku sedapat
mungkin

sesuai

dengan

konsep

dirinya.

Kecenderungan

untuk

bertingkahlaku sesuai dengan konsep diri disebut dengan nubuat yang
dipenuhi diri sendiri. Bila anda berpikir anda orang bodoh, Anda akan
benar-benar menjadi orang bodoh. Bila anda merasa memiliki kemampuan
untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang anda hadapi pada
akhirnya dapat anda atasi. Anda berusaha hidup sesuai dengan label yang
anda lekatkan pada diri anda.
b. Membuka diri

Universitas Sumatera Utara

Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi dan
pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan
pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi
dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita,
kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan
gagasan baru.
c. Percaya diri (Self Confidence)
Percaya diri adalah hal yang paling menentukan. Untuk
meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi
perlu seperti yang dikatakan Maxwell Maltz seorang tokoh psikosibernetik
“Believe in your self and you will succed”. Keinginan untuk menutup diri,
selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan
kepada kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan
cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ketakutan
untuk

melakukan

komunikasi

dikenal

sebagai

communication

apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh

kurangnya rasa percaya diri. Tentu tidak semua parehensi komunikasi
disebabkan kurangnya percaya diri, tetapi ada faktor lainnya yang
mempengaruhi.
d. Selektivitas
konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita, karena
konsep diri mempengaruhi kepada pesan apakah seseorang bersedia
membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan
(persepsi selektif) dan apa yang kita ingat (ingatan selektif).

2. 4

Teori Keterbukaan Diri (Self Disclosure Theory)

2.4.1

Pengertian Keterbukaan Diri (Self Disclosure)
Keterbukaan

diri

(self

disclosure)

atau

sering

disebut

pengungkapan diri (dalam Dayakisni, 2003:86-87) merupakan proses
menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan
dan informasi dengan orang lain. Dalam tindakan komunikasi diri (self)
termasuk tindakan yang penting apalagi dalam kehidupan kita sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara

Kaitannya dengan teori ini menjelaskan bagaimana kita memberitahu
informasi diri kita sendiri kepada orang lain. Informasinya menyangkut
pengalaman pribadi, perasaan, rencana masa depan, impian dan lain lain.
Dalam melakukan proses self disclosure seseorang harus memahami
waktu, tempat dan keakraban. Kunci sukses dan hal yang paling mendasar
dari self disclosure adalah kepercayaan. Biasanya seseorang akan mulai
terbuka pada orang yang sudah lama dikenalnya. Selain itu menyangkut
kepercayaan, beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa perasaan percaya
terhadap orang lain yang mendasar pada seseorang ditentukan oleh
pengalaman selama tahun-tahun pertama hidupnya. Bila seseorang telah
menyingkapkan sesuatu tentang dirinya pada orang lain, ia cenderung
memunculkan tingkat keterbukaan balasan pada orang yang kedua.
Menurut Morton (dalam Dayakisni, 2003:87), pengungkapan diri
(Self Disclosure) merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi
yang akrab dengan orang lain. Informasi didalam pengungkapan diri ini
bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan
berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh
pendengar seperti jenis pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif
artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti
tipe orang yang kita sukai atau yang kita benci. Dalam proses
pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki
kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Bila seseorang
menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi pada kita, kita akan cenderung
memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya kita mengharapkan
orang lain memperlakukan kita sama seperti kita memperlakukan mereka.
Seseorang yang mengungkapkan informasi pribadi yang lebih akrab
daripada yang kita lakukan akan membuat kita merasa terancam dan kita
akan lebih senang mengakhiri hubungan semacam ini. Bila sebaliknya,
kita yang mengungkapkan diri terlalu akrab dibandingkan orang lain kita
akan merasa bodoh dan tidak aman.
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi dan pada
saat yang sama berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi
lebih dekat dengan kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman
kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan
gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif dan
lebih cermat memandang diri kita dan orang lain.
Hubungan antara konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan
dengan Johari Window. Dalam Johari Window diungkapkan tingkat
keterbukaan dan tingkat kesadaran tentang diri kita. Konsep Johari
Window dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.2
Konsep Johari Window

Kita Ketahui

Terbuka

Tidak diketahui

Buta
Publik

Tersembunyi

Tidak dikenal

Privat

Sumber: Rakhmat (2007:108)
Kamar pertama disebut “daerah terbuka” meliputi perilaku dan
motivasi yang kita ketahui dan diketahui orang lain. Kita berusaha
menampilkan diri dalam bentuk topeng. Gejolak hati dan kejengkelan diri
yang ditutup-tutupi

adalah “daerah tersembunyi”, seringkali

diri

menggunakan topeng sehingga kita sendiri tidak menyadarinya. Sesuatu
hal yang tidak disadari tetapi orang lain menyadarinya ini termasuk daerah
“buta” dan tentu ada diri kita yang sebenarnya yang hanya diketahui oleh

Universitas Sumatera Utara

maha pencipta ini disebut daerah “tidak dikenal”. Makin luas diri publik
kita makin terbuka kita pada orang lain, makin akrab hubungan kita
dengan orang lain, makin baik anda mengetahui seseorang, makin akrab
hubungan, makin lebar daerah terbuka jendela anda (Rakhmat (2007:108).

2.4.2 Tingkatan-Tingkatan Keterbukaan diri
Dalam proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan
yang berbeda dalam keterbukaan diri. Menurut Powell (dalam Dayakisni,
2003:89), tingkatan-tingkatan keterbukaan diri dalam komunikasi,yaitu:
a. Basa-basi : merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau
dangkal, walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak
terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi
basa-basi sekedar kesopanan.
b. Membicarakan orang lain : yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah
tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya.walaupun pada tingkat
ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak
mengungkapkan diri.
c. Menyatakan gagasan atau pendapat : sudah mulai dijalin hubungan yang
erat. Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
d. Perasaan : setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang
sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat
setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan
pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh haruslah didasarkan atas
hubungan yang jujur, terbuka dan menyatakan perasaan-perasaan yang
mendalam.
e. Hubungan puncak : pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam,
individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan
yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang sejati haruslah
berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.

2.4.3 Fungsi Keterbukaan Diri

Universitas Sumatera Utara

Menurut Darlega dan Grzelak (dalam Dayakisni, 2003:90-92), ada
lima fungsi keterbukaan diri, yaitu :

a.

Ekspresi (expression)
Dalam kehidupan ini kadang-kadang kita mengalami suatu kekecewaan
atau kekesalan baik itu yang menyangkut pekerjaan ataupun yang
lainnya. Untuk membuang semua kekesalan itu biasanya kita akan
merasa senang bila bercerita pada seseorang teman yang sudah kita
percaya. Dengan pengungkapan diri semacam ini kita mendapat
kesempatan untuk mengekspresikan perasaan kita.

b.

Penjernihan diri (self-clarification)
Dengan saling berbagi rasa serta menceritakan perasaan dan masalah
yang sedang kita hadapi kepada orang lain, kita berharap agar dapat
memperoleh penjelasan dan pemahaman orang lain akan masalah yang
kita hadapi sehingga pikiran kita akan menjadi lebih jernih dan kita dapat
melihat duduk persoalannya dengan lebih baik.

c.

Keabsahan sosial (sosial validation)
Setelah kita selesai membicarakan masalah yang sedang kita hadapi,
biasanya pendengar kita akan memberikan tanggapan mengenai
permasalahan

tersebut.

sehingga

dengan

demikian,

kita

akan

mendapatkan suatu informasi yang bermanfaat tentang kebenaran atau
pandangan kita. Kita dapat memperoleh dukungan atau sebaliknya.
d.

Kendali sosial
Seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi
tentang diri kita kepada orang lain serta saling mempercayai merupakan
saran yang paling penting dalam usaha merintis suatu hubungan sehingga
akan semakin meningkatkan derajat keakraban.
2.5

Handphone

2. 5. 1 Smartphone

Universitas Sumatera Utara

Telepon pintar (smartphone) adalah telepon genggam yang
mempunyai kemampuan tingkat tinggi, kadang-kadang dengan fungsi
yang menyerupai komputer. Bagi beberapa orang, tel