Uji Efektifitas Beberapa Bahan Aktif Insektisida Untuk Mengendalikan Ulat Api (Setothosea asigna Eecke) Pada Fase Vegetatif Kelapa Sawit di Lapangan

15

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)
Menurut Kalshoven (1981), S. asigna diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Pilum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Lepidoptera


Famili

: Limacodidae

Genus

: Setothosea

Spesies

: S. asigna Eecke

Telur
Telur diletakkan berderet 3 – 4 baris sejajar dengan permukaan daun
sebelah bawah, biasanya pada bawah pelepah daun ke 6 – 17. Satu tumpukan telur
berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300 –
400 butir, telur menetas 4 – 8 hari setelah diletakkan. Ulat yang baru menetas
hidup


berkelompok,

mengikis

daging

daun

dari

permukaan

bawah

(Prawirosukarto et al., 2003).

Gambar 1. Telur Setothosea asigna
Sumber: Foto Langsung

Universitas Sumatera Utara


16

Larva
Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis jaringan daun dari
permukaan daun dan meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Larva
berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas (berbentuk pita yang
menyerupai piramida) pada bagian punggungnya. Selain itu pada bagian
punggungnya dijumpai duri-duri yang kokoh. Selama perkembangannya ulat
berganti kulit 7 – 8 kali dan mampu menghabiskan helai daun seluas 400 cm²
(Prawirosukarto et al., 2003).

Gambar 2. Larva Setothosea asigna
Sumber: Foto Langsung
Pupa
Larva sebelum menjadi pupa menjatuhkan diri pada permukaan tanah
yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa
diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan
berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing – masing berukuran 16 x
13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia pupa berlangsung selama ± 39,7 hari

(Purba et al., 2005).

Universitas Sumatera Utara

17

Gambar 3. Pupa Setothosea asigna
Sumber: Foto Langsung
Imago
Imago jantan dan betina masing – masing lebar rentangan sayapnya 41
mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan
bintik – bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda
(Prawirosukarto et al., 2003).

Gambar 4. Imago Setothosea asigna
Sumber: Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Gejala Serangan
Gejala serangan yang disebabkan ulat api yakni helaian daun berlubang
atau habis sama sekali sehingga hanya tinggal tulang daun saja. Gejala ini dimulai
dari daun bagian bawah. Dalam kondisi yang parah tanaman akan kehilangan

daun sekitar 90%. Pada tahun pertama setelah serangan dapat menurunkan
produksi sekitar 69% dan sekitar 27% pada tahun kedua (Fauzi et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara

18

Gambar 5. Gejala Serangan Setothosea asigna
Sumber: Foto Langsung
Umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga
akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun
saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300- 500 cm² daun sawit per
hari. Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama
tersebut di lapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian
(Lubis, 2008).
Pengendalian
Beberapa teknik pengendalian ulat api yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut: 1. pengendalian secara mekanik, yaitu pengutipan ulat ataupun
pupa di lapangan kemudian dimusnahkan 2. pengendalian secara hayati,
dilakukan dengan: penggunaan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan

predator berupa Eocanthecona sp, Penggunaan virus seperti Granulosis
Baculoviruses,
Bacillus

MNPV

thuringiensis,

(Multiple
3.

Nucleo

Penggunaan

Polyhedro
insektisida,

Virus)


dan

dilakukan

jamur
dengan:

Penyemprotan (spraying) dilakukan pada tanaman yang berumur 2,5 tahun dengan
menggunakan penyemprotan tangan, sedangkan tanaman yang berumur lebih dari
5 tahun penyemprotan dilakukan dengan mesin penyemprot. Penyemprotan udara
dilakukan apabila dalam suatu keadaan tertentu luas areal yang terserang sudah

Universitas Sumatera Utara

19

meluas yang meliputi daerah dengan berbagai topografi. Penggunaan feromon
seks sintetik efektif untuk merangkap ngengat jantan ulat api S. asigna selama 45
hari (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2011).
Penggunaan insektisida kimia sintetik diupayakan sebagai tindakan

terakhir apabila terjadi ledakan populasi pada hamparan yang luas, dengan
memilih jenis dan teknik aplikasi yang aman bagi lingkungan, khususnya bagi
kelangsungan hidup parasitoid dan predator (Prawirosukarto et al., 2003).
Deltametrin (Decis 25 EC)
Dalam dunia pertanian, pestisida kimia menjadi bahan yang ampuh untuk
meningkatkan produktifitas suatu komoditi. Pestisida kimia merupakan senyawa
kimia buatan bersifat racun baik bagi hewan, mikroba maupun manusia. Bahan ini
sering dipakai untuk membasmi hama, salah satu contoh adalah Deltametrin.
Deltametrin adalah pestisida piretroid buatan yang dapat membunuh serangga
melalui kontak kulit dan pencernaan (Bhanu et al., 2011).
Cara kerja piretroid adalah mempengaruhi sistem saraf serangga atau
mamalia dengan merangsang sel-sel saraf untuk menghasilkan efek pengulangan
(repetitive) yang berakhir dengan kelumpuhan dan kematian. Efek ini disebabkan
oleh rendahnya penutupan saluran natrium dalam akson saraf, sehingga natrium
bergerak cepat dalam sel-sel dan merubah fungsi akson saraf (Hasan, 2006).
Deltametrin mempunyai memiliki rumus kimia: C22H19Br2NO3. Bahan
ini digunakan untuk melindungi tanaman di luar ruangan maupun di dalam
ruangan untuk membasmi hama Lepidoptera, Hemiptera, Coleoptera, dan Diptera.
Deltametrin biasanya digunakan untuk melindungi tanaman kapas, jagung, sereal,


Universitas Sumatera Utara

20

kedelai dan sayur-sayuran (Johnson et al., 2010). Dosis anjuran deltamtrin untuk
mengendalikan S. asigna adalah 0,5-1 liter/ha.
Klorpirifos (Dursban 200 EC)
Klorpirifos adalah insektisida organofosfat berupa kristal. Nama IUPAC
klorpirifos adalah O, O-dietil O-3,5,6-trikloro-2-piridil phosphorothioate dan
dengan rumus molekul C9H11Cl3NO3PS. Klorpirifos ini cukup beracun dan
paparan kronis telah dikaitkan dengan efek neurologis, gangguan perkembangan,
dan gangguan autoimun. Klorpirifos diproduksi dengan mereaksikan 3,5,6trikloro-2-pyridinol dengan diethylthiophosphoryl klorida. Klorpirifos terdaftar
hanya untuk digunakan di bidang pertanian yang merupakan salah satu insektisida
organofosfat yang paling banyak digunakan menurut United States Environmental
Protection Agency (EPA). Tanaman dengan penggunaan klorpirifos paling intens
adalah kapas, jagung, almond dan pohon buah-buahan, termasuk jeruk dan apel.
Hal

ini


dihasilkan

melalui

tahapan

sintesis

dari

3-methylpyridine

(Venugopal et al., 2012).
Dimehipo (Manuver 400 SL)
Dimehipo merupakan racun syaraf antagonis pada reseptor asetilkolin.
Dimehipo dengan rumus kimia C5H13NO6S4 adalah sejenis pestisida bionic
yang bekerja sebagai racun perut, kontak, sistemik, fumigan, dan dapat bekerja
membunuh telur-telur serangga (Prijono, 2004).
Dimetoat (Perfektan 425 EC)
Merupakan insektisida golongan organofosfat. Cara kerja (mode of action)

insektisida ini adalah menghambat bekerjanya enzim asetil kolinesterase yang
mengakibatkan terjadinya penumpukan asetilkolin dan terjadilah kekacauan pada

Universitas Sumatera Utara

21

sistem penghantar impuls ke sel-sel otot. Keadaan ini menyebabkan pesan-pesan
berikutnya tidak dapat diteruskan, otot kejang dan akhirnya terjadilah kelumpuhan
(paralisis) dan kematian (Untung, 1996).

Universitas Sumatera Utara