Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah pada Pulau Sumatera (Periode 2011- 2013)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor
pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai
salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah (pemerintah
daerah), di samping pos pendapatan pemerintah daerah. Semakin besar belanja daerah
diharapkan akan makin meningkatkan kegiatan perekonomian daerah (terjadi
ekspansi perekonomian).
Di sisi lain, semakin besar pendapatan yang dihasilkan dari pajak-pajak dan
retribusi atau penerimaan penerimaan yang bersumber dari masyarakat, maka akan
mengakibatkan
menurunnya
kegiatan
perekonomian
(terjadi
kontraksi
perekonomian). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006
menegaskan, belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum
daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah
dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
daerah.
Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah (propinsi ataupun kabupaten/kota) yang meliputi
urusan wajib dan urusan pilihan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
1
2006 juga telah menentukan, struktur belanja terdiri dari belanja tidak langsung, dan
belanja langsung.
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai,
belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil,
bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Selain itu belanja penyelenggaraan
urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan
dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 155 ayat (1) menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD), dan ayat (2) menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah di daerah didanai dari dan atas
beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). APBD merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
2
Anggaran dalam Pemerintah Daerah biasa disebut dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintahan
Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/jasa pada tahun anggaran yang
berkenaan harus dianggarkan dalam APBD (Kawedar 2008). APBD merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah
(Darise, 2008).
Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam organisasi sektor
publik adalah mengenai pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran merupakan
jumlah alokasi dana untuk masing-masing program. Dengan sumber daya yang
terbatas, Pemerintah Daerah harus dapat mengalokasikan penerimaan yang diperoleh
untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja daerah merupakan perkiraan
beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat
dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam
pemberian pelayanan umum (Kawedar, 2008).
Dalam mengelola keuangannya, Pemerintah Daerah harus dapat menerapkan asas
kemandirian daerah dengan mengoptimalkan penerimaan dari sektor Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan Pemerintah
Daerah yang berasal dari daerah itu sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
(Kawedar, 2008).
3
Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan 2 sumber PAD yang terbesar.
Setiap daerah mempunyai dasar pengenaan pajak yang berbeda-beda tergantung dari
kebijakan Pemerintah Daerah setempat.Untuk daerah dengan kondisi perekonomian
yang memadai, akan dapat diperoleh pajak yang cukup besar. Tetapi untuk daerah
tertinggal, Pemerintah Daerah hanya dapat memungut pajak dalam jumlah yang
terbatas.
Demikian halnya dengan retribusi daerah yang berbeda-beda untuk tiap daerah.
Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat
tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi
bentuk- bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan
perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan ( Darwanto, 2007)
Pendelegasian wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
disertai dengan pengalihan dana, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.
Pengalihan dana dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah diwujudkan dalam
bentuk dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi
Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum (DAU)
merupakan dana yang bersumber dari APBN yang disalurkan ke Pemerintah Daerah
untuk mengatasi kesenjangan keuangan antardaerah. Fungsi DAU sebagai
pemerataan kapasitas fiskal (Darise, 2008).
DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di
daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,
khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
4
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan
pembangunan daerah (Darise, 2008). Dana dari Pemerintah Pusat digunakan oleh
Pemerintah Daerah secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan kepada
publik. Pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar
daerah akan memperoleh dana perimbangan, tetapi hal tersebut harus diimbangi
dengan sejauh mana instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah mampu
memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan,
partisipatif, dan bertanggung jawab (Darise, 2008). Pelaksanaan pemerintahan yang
bertanggung jawab dan transparansi akan mewujudkan terciptanya good governance.
Hasil penerimaan pajak dan retribusi dalam membiayai belanja daerah diakui
belum optimal dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi daerah kabupaten dan kota.
Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat yaitu dana alokasi
umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Oleh karena itu, setiap daerah harus
berusaha lebih keras lagi untuk dapat meningkatkan sumber penerimaan dengan
memanfaatkan potensi daerah yang dimilikinya sehingga tujuan otonomi daerah dapat
tercapai.
Terkait dengan hal ini Laksono (2014) melakukan penelitian yang bertujuan
apakah pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus
berpengaruh terhadap belanja daerah pada pemerintah kota/ kabupaten di Jawa
Tengah dan DIY. Hasil penelitian ini adalah secara parsial pajak daerah, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus berpengaruh terhadap belanja daerah, sedangkan
5
secara parsial retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap belanja daerah. Secara
simultan pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus
berpengaruh terhadap belanja daerah.
Menurut Laksono retribusi daerah tidak memiliki pengaruh terhadap belanja
daerah dikarenakan kurang optimalnya penggalian, pengelolaan sumber daya yang
dimiliki masing- masing daerah untuk dapat meningkatkan pendapatan asli
daerahnya. Sedangkan menurut Sarwono yang melakukan penelitian tentang
pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan lainnya yang sah, dan dana
alokasi umum terhadap belanja daerah pada pemerintah kabupaten/ kota di Indonesia
tahun anggaran 2010-2011. Hasil penelitian ini adalah secara parsial pajak daerah,
retribusi daerah, pendapatan lainnya yang sah dan dana alokasi umum berpengaruh
terhadap belanja daerah.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi
terhadap belanja daerah dengan mengambil sampel
kota di Pulau Sumatera.
Penelitian ini merupakan replikasi dari peneliti sebelumnya yaitu Laksono (2014)
karena tidak konsistennya hasil temuan beberapa peneliti sebelumnya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang direplika adalah menggunakan
variabel independen yang sama yaitu pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus, dan menggunakan variabel dependen yang sama
yaitu belanja daerah. Perbedaan penelitian ini adalah pada penggunaan sampel dan
laporan tahun realisasi APBD. Penelitian sebelumnya menggunakan sampel
6
Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah dan DIY dan menggunakan laporan realisasi APBD
pada tahun 2011 dan 2012. Sedangkan penelitian ini menggunakan sampel Kota di
Pulau Sumatera dengan laporan realisasi APBD pada tahun 2011, 2012, dan 2013.
Maka judul yang akan diteliti adalah “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Dana Alokasi Umum (DAU) , dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja
Daerah pada Kota di Pulau Sumatera(periode 2011- 2013)”.
1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Permasalahan
1.2.1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh baik secara parsial maupun
simultan erhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Kota di Pulau Sumatera?”
1.2.2. Batasan Permasalahan
1. Batasan aspek penelitian ini adalah terhadap akutansi keuangan daerah,
berkaitan dengan nilai realisasi pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus dibandingkan dengan realisasi belanja daerah.
2. Batasan waktu penelitian meliputi tahun 2011-2013.
3. Objek penelitian ini adalah pada Pemerintah Kota di Pulau Sumatera
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk meneliti Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus baik secara parsial maupun simultan terhadap
Belanja Daerah pada Pemerintah Kota di Pulau Sumatera.
1.3.2. Manfaat Peneltian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, untuk menambah dan mengembangkan wawasan khususnya
mengenai pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum dan dana
alokasi khusus terhadap belanja daerah pada pemerintah kota di Pulau Sumatera.
2. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah, untuk memberikan sumbangan informasi
tentang pengelolaan keuangan daerah sehingga dapat mengoptimalkan potensi
daerah.
3. Bagi calon peneliti, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk
penelitian lebih lanjut, khususnya yang melakukan penelitian berkaitan dengan
pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja modal sehingga
hasilnya dapat lebih baik lagi.
8
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor
pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai
salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah (pemerintah
daerah), di samping pos pendapatan pemerintah daerah. Semakin besar belanja daerah
diharapkan akan makin meningkatkan kegiatan perekonomian daerah (terjadi
ekspansi perekonomian).
Di sisi lain, semakin besar pendapatan yang dihasilkan dari pajak-pajak dan
retribusi atau penerimaan penerimaan yang bersumber dari masyarakat, maka akan
mengakibatkan
menurunnya
kegiatan
perekonomian
(terjadi
kontraksi
perekonomian). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006
menegaskan, belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum
daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah
dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
daerah.
Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah (propinsi ataupun kabupaten/kota) yang meliputi
urusan wajib dan urusan pilihan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
1
2006 juga telah menentukan, struktur belanja terdiri dari belanja tidak langsung, dan
belanja langsung.
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai,
belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil,
bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Selain itu belanja penyelenggaraan
urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan
dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 155 ayat (1) menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD), dan ayat (2) menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah di daerah didanai dari dan atas
beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). APBD merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
2
Anggaran dalam Pemerintah Daerah biasa disebut dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintahan
Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/jasa pada tahun anggaran yang
berkenaan harus dianggarkan dalam APBD (Kawedar 2008). APBD merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah
(Darise, 2008).
Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam organisasi sektor
publik adalah mengenai pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran merupakan
jumlah alokasi dana untuk masing-masing program. Dengan sumber daya yang
terbatas, Pemerintah Daerah harus dapat mengalokasikan penerimaan yang diperoleh
untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja daerah merupakan perkiraan
beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat
dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam
pemberian pelayanan umum (Kawedar, 2008).
Dalam mengelola keuangannya, Pemerintah Daerah harus dapat menerapkan asas
kemandirian daerah dengan mengoptimalkan penerimaan dari sektor Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan Pemerintah
Daerah yang berasal dari daerah itu sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
(Kawedar, 2008).
3
Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan 2 sumber PAD yang terbesar.
Setiap daerah mempunyai dasar pengenaan pajak yang berbeda-beda tergantung dari
kebijakan Pemerintah Daerah setempat.Untuk daerah dengan kondisi perekonomian
yang memadai, akan dapat diperoleh pajak yang cukup besar. Tetapi untuk daerah
tertinggal, Pemerintah Daerah hanya dapat memungut pajak dalam jumlah yang
terbatas.
Demikian halnya dengan retribusi daerah yang berbeda-beda untuk tiap daerah.
Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat
tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi
bentuk- bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan
perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan ( Darwanto, 2007)
Pendelegasian wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
disertai dengan pengalihan dana, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.
Pengalihan dana dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah diwujudkan dalam
bentuk dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi
Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum (DAU)
merupakan dana yang bersumber dari APBN yang disalurkan ke Pemerintah Daerah
untuk mengatasi kesenjangan keuangan antardaerah. Fungsi DAU sebagai
pemerataan kapasitas fiskal (Darise, 2008).
DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di
daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,
khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
4
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan
pembangunan daerah (Darise, 2008). Dana dari Pemerintah Pusat digunakan oleh
Pemerintah Daerah secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan kepada
publik. Pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar
daerah akan memperoleh dana perimbangan, tetapi hal tersebut harus diimbangi
dengan sejauh mana instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah mampu
memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan,
partisipatif, dan bertanggung jawab (Darise, 2008). Pelaksanaan pemerintahan yang
bertanggung jawab dan transparansi akan mewujudkan terciptanya good governance.
Hasil penerimaan pajak dan retribusi dalam membiayai belanja daerah diakui
belum optimal dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi daerah kabupaten dan kota.
Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat yaitu dana alokasi
umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Oleh karena itu, setiap daerah harus
berusaha lebih keras lagi untuk dapat meningkatkan sumber penerimaan dengan
memanfaatkan potensi daerah yang dimilikinya sehingga tujuan otonomi daerah dapat
tercapai.
Terkait dengan hal ini Laksono (2014) melakukan penelitian yang bertujuan
apakah pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus
berpengaruh terhadap belanja daerah pada pemerintah kota/ kabupaten di Jawa
Tengah dan DIY. Hasil penelitian ini adalah secara parsial pajak daerah, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus berpengaruh terhadap belanja daerah, sedangkan
5
secara parsial retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap belanja daerah. Secara
simultan pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus
berpengaruh terhadap belanja daerah.
Menurut Laksono retribusi daerah tidak memiliki pengaruh terhadap belanja
daerah dikarenakan kurang optimalnya penggalian, pengelolaan sumber daya yang
dimiliki masing- masing daerah untuk dapat meningkatkan pendapatan asli
daerahnya. Sedangkan menurut Sarwono yang melakukan penelitian tentang
pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan lainnya yang sah, dan dana
alokasi umum terhadap belanja daerah pada pemerintah kabupaten/ kota di Indonesia
tahun anggaran 2010-2011. Hasil penelitian ini adalah secara parsial pajak daerah,
retribusi daerah, pendapatan lainnya yang sah dan dana alokasi umum berpengaruh
terhadap belanja daerah.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi
terhadap belanja daerah dengan mengambil sampel
kota di Pulau Sumatera.
Penelitian ini merupakan replikasi dari peneliti sebelumnya yaitu Laksono (2014)
karena tidak konsistennya hasil temuan beberapa peneliti sebelumnya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang direplika adalah menggunakan
variabel independen yang sama yaitu pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus, dan menggunakan variabel dependen yang sama
yaitu belanja daerah. Perbedaan penelitian ini adalah pada penggunaan sampel dan
laporan tahun realisasi APBD. Penelitian sebelumnya menggunakan sampel
6
Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah dan DIY dan menggunakan laporan realisasi APBD
pada tahun 2011 dan 2012. Sedangkan penelitian ini menggunakan sampel Kota di
Pulau Sumatera dengan laporan realisasi APBD pada tahun 2011, 2012, dan 2013.
Maka judul yang akan diteliti adalah “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Dana Alokasi Umum (DAU) , dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja
Daerah pada Kota di Pulau Sumatera(periode 2011- 2013)”.
1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Permasalahan
1.2.1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh baik secara parsial maupun
simultan erhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Kota di Pulau Sumatera?”
1.2.2. Batasan Permasalahan
1. Batasan aspek penelitian ini adalah terhadap akutansi keuangan daerah,
berkaitan dengan nilai realisasi pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus dibandingkan dengan realisasi belanja daerah.
2. Batasan waktu penelitian meliputi tahun 2011-2013.
3. Objek penelitian ini adalah pada Pemerintah Kota di Pulau Sumatera
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk meneliti Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus baik secara parsial maupun simultan terhadap
Belanja Daerah pada Pemerintah Kota di Pulau Sumatera.
1.3.2. Manfaat Peneltian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, untuk menambah dan mengembangkan wawasan khususnya
mengenai pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum dan dana
alokasi khusus terhadap belanja daerah pada pemerintah kota di Pulau Sumatera.
2. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah, untuk memberikan sumbangan informasi
tentang pengelolaan keuangan daerah sehingga dapat mengoptimalkan potensi
daerah.
3. Bagi calon peneliti, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk
penelitian lebih lanjut, khususnya yang melakukan penelitian berkaitan dengan
pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja modal sehingga
hasilnya dapat lebih baik lagi.
8