01. MKS Dr. Yuwonoedited ok
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, TH. 43, NO. 1 JANUARI 2011 : 3098-3102
26
Prevalensi Gen TEM pada Extended-Spectrum Beta-Lactamases
Producing Enterobacteriaceae
Yuwono
Departement of Microbiology Faculty of Medicine University of Sriwijaya/Moh.Hoesin General Hospital Palembang
South Sumatera Indonesia
Abstrak
Produksi extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) oleh Enterobacteriaceae terus menjadi masalah penyakit infeksi
khususnya di rumah sakit. Bakteri produsen ESBLs menjadi penyebab utama infeksi saluran kemih, peritonitis dan
abses. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gen TEM pada Enterobacteriaceae produsen ESBLs padan
pasien yang dirawat di RSUP Moh.Hoesin Palembang. Didapatkan 78 sampel Enterobacteriaceae berdasarkan uji
Double Disk Approximation dan PCR. Spesies yang ditemukan Klebsiella pneumoniae 31 (39,74%), Escherichia coli
18 (23,07%), Enterobacter sp 15 (19,23%), Proteus Sp 12 (15,40%), dan Acinetobacter calcoaceticus 2 (2,56%). Berdasarkan
hasil PCR ditemukan 34 sampel mengandung gen TEM. Distribusi gen TEM adalah 13 (38,24) pada Klebsiella pneumoniae,
16 (47,06%) pada Escherichia coli, 4 (11,76%) pada Enterobacter sp dan 1 (2,94%) pada Proteus sp. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa Klebsiella pneumoniae dominan pada Enterobacteriaceae produsen ESBLs. Gen TEM
dominan ditemukan pada E. coli.
Kata Kunci: ESBL, Enterobacteriaceae, gen TEM
Abstract
Production of extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) by enterobacteriaceae continues to be a major problem
especially in hospitals. ESBLs producing bacteria cause many serious infections including urinary tract infections,
peritonitis and abscess. The aim of this study was to determine the prevalence of ESBLs producing Enterobacteriaceae
isolated from clinical samples of patients attending Moh.Hoesin General Hospital Palembang South Sumatera Indonesia. There
were 78 samples of Enterobacteriaceae were isolated from hospitalized patients and they were examined by Double Disk
Approximation Test and PCR methods. Kind of species were Klebsiella pneumoniae 31 (39,74%), Escherichia coli 18
(23,07%), Enterobacter sp 15 (19,23%), Proteus Sp 12 (15,40%), and Acinetobacter calcoaceticus 2 (2,56%). Based on
PCR finding there were 34 samples contains TEM gene with distribution 13 (38,24) in Klebsiella pneumoniae, 16
(47,06%) in Escherichia coli, 4 (11,76%) in Enterobacter sp and 1 (2,94%) in Proteus sp. This study shows that Klebsiella
pneumoniae were prevalence bacteria of ESBLs producing Enterobacteriaceae. TEM gene dominant found in E. coli.
Keywords: ESBL, Enterobacteriaceae,TEM gene
1. Pendahuluan
Resistensi bakteri terhadap antibiotik kelompok betalaktam
seperti penisilin G, ampisilin dan amoksisilin dapat terjadi
melalui dua mekanisme yaitu bakteri mengubah reseptor
yang dimilikinya atau memproduksi enzim laktamase
yang dapat menghidrolisis obat tersebut. Enzim laktamase
pertama kali diidentifikasi pada bakteri Escherichia coli.
Enzim laktamase tersebut diberi nama TEM. Pada
ekplorasi selanjutnya terbukti bahwa TEM disandi oleh
gen resisten antibiotik yang berlokasi di plasmid. Selain
pada Escherichia coli, saat ini enzim TEM juga ditemukan
pada Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus influenzae
dan Neisseria gonorrhoeae. Enzim laktamase lainnya
yaitu SHV disandi oleh gen resisten antibiotik yang
berlokasi di kromosom. Enzim ini pertama kali diisolasi
dari Klebsiella pneumoniaee. Diperkirakan galur (strain)
resisten produsen laktamase ini terbentuk terutama akibat
penggunaan antibiotik yang tidak tepat.1,2
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, TH. 43, NO. 1 JANUARI 2011 : 3098-3102
Terapi infeksi bakteri produsen laktamase selama ini
menggunakan antibiotik sefalosforin dan aztreonam yang
juga termasuk kelompok antibiotik betalaktam.
Kenyataannya obat ini pun tidak dapat mematikan bakteri
produsen laktamase karena bakteri tersebut
mengembangkan spektrum resistensinya sehingga kebal
terhadap penisilin, sefalosforin dan aztreonam disebut
galur bakteri produsen Extended-Spectrum Lactamase
(ESBL). Kemampuan galur ESBL menghidrolisis antibiotik
laktam secara luas disebabkan adanya sejumlah mutasi
pada gen TEM maupun SHV. Mutasi tersebut umumnya
mengenai daerah active site dari enzim sehingga aktivitas
enzim tersebut meningkat.3
Escherichia coli, K. Pneumoniaee dan berbagai bakteri
Gram-negatif terutama famili Enterobacteriaceae termasuk
bakteri utama penyebab infeksi baik infeksi nosokomial
maupun infeksi pada populasi (komunitas). Terapi penyakit
infeksi akan semakin sulit jika bakteri tersebut termasuk
galur ESBL. Pilihan antibiotik menjadi sangat terbatas
dan muncul kekhawatiran akan adanya varian resisten
yang baru. Beberapa penelitian di Amerika dan Eropa
menunjukkan bahwa prevalensi bakteri produesen ESBL
mencapai 60% dari isolat klinis yang ada.4,5,6
Data akurat tentang prevalensi bakteri produsen ESBL
di Indonesia masih sangat terbatas, bahkan sangat sulit
menemukan publikasi yang membahas hal ini termasuk
data tentang determinan genetik galur tersebut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi galur ESBL di RSUP Dr.
Mohammad Husein (RSMH) dan determinan genetik
dalam hal ini gen TEM pada galur tersebut.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif
dengan pendekatan genotipe molekul. Spesimen diambil
dari penderita suspect infeksi bakteri produsen ESBL dari
seluruh bagian rawat inap di RSMH. Sampel diambil secara
consecutive yaitu semua penderita dengan suspect infeksi
bakteri produsen ESBL diambil sebagai subyek. Penelitian
dilakukan di laboratorium mikrobiologi klinik RSMH.
27
positif bakteri produsen ESBL. Uji konfirmasi dilakukan
dengan uji PCR dengan mendeteksi adanya gen TEM dan
SHV.7
Ekstraksi dan isolasi DNA dilakukan dengan metode
DNA chelex-100 extraction menggunakan Phospate Buffer
Saline (PBS) pH 7,4; safonin 0,5% dalam PBS; dan chelx
20% dalam ddH2O pH 10,5.
PCR dengan volume total 50 µl terdiri dari 1 µl primer
(1,5 µg/ml), 1 µl (200 µM) deoxynucleoside triphosphates
(dNTPs), 5 µl buffer PCR (50 mM KCl, 10 mM Tris-HCl,
pH 8,3), 1,5 µl (2,5 mM) MgCl2 dan 0,2 µl (1 unit) Taq
polymerase, 5 µl DNA template dan ditambahkan air
sampai volumenya 50 µl. Campuran tersebut diproses dalam
mesin PCR i-cycler Biorad (Biorad system, USA). Primer
spesifik
yang
digunakan
adalah
TEMF
5’CTTCCTGTTTTTGCTCACCCA3’
dan
TEMR
5’TACGATACGGGAGGGCTTAC3’. Kondisi PCR yang
digunakan sebagai berikut: Suhu denaturasi 94 oC selama 2
menit, diikuti dengan 30 siklus 1 menit pada suhu 94oC,
annealing 52oC selama 30 detik, extention 72oC selama 45
detik, lalu diikuti ekstensi akhir 72oC selama 5 menit.
Amplikon hasil PCR di-elektroforesis kemudian visualisasi
pada geldoc (Biorad system, USA) sekitar 1080 bp untuk
gen TEM. 8
3. Hasil Penelitian
Usia subjek penelitian ini yang paling muda adalah usia
3 hari dan yang paling tua usia 82 tahun. Kelompok usia
anak-anak yaitu ≤ 18 tahun ada 23 orang (29,49%), usia
dewasa 19 - 60 tahun ada 44 orang (56,41%) dan usia lanjut
61 tahun ke atas ada 11 orang (14,10%). Jumlah penderita
infeksi ESBL laki-laki lebih banyak dari perempuan
yakni 42 (53,85%) berbanding 36 (46,15%).
Spesimen dari penderita suspect infeksi ESBL diambil
secara steril, kemudian dibiakkan dalam media perbenihan
untuk dilakukan identifikasi bakteri Enterobactericeaedan
identifikasi galur ESBL dengan metode double-disk
approximation test.
Penderita dengan suspect infeksi bakteri produsen ESBL
diberikan penjelasan dan kesediaan menandatangani
informed consent untuk mengikuti penelitian ini. Sampel
diambil secara steril, kemudian dilakukan diagnosis untuk
mengetahui adanya infeksi atau tidak. Jika terindikasi infeksi
maka spesimen dari pasien tersebut dibiakan dalam media
perbenihan. Dilakukan identifikasi bakteri Enterobacteriace.
Identifikasi galur bakteri produsen ESBL dengan metode
double-disk approximation test. Uji ini menggunakan
antibiotik cefotaxime, ceftazidime, cefepime yang diletakkan
sekitar 15 mm dari Amoxicillin clavulanic (AMC). Perluasan
zona cakram cefotaxime, ceftazidime, cefepime di sekitar
(side facing) cakram AMC diinterpretasikan sebagai hasil
Gambar 1. Hasil Double-disk diffusion menunjukkan sebuah
cakram berisi amoxicillin-clavulanate (AMC)
diletakkan di dekat cakram berisi ceftazidime (CAZ).
Clavulanate dalam cakram AMC berdifusi pada agar
dan menghambat β-laktamase di sekitar cakram
ceftazidime. Perluasan zona cakram ceftazidime di
sekitar (side facing) cakram AMC diinterpretasikan
sebagai hasil posistif.
28
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, TH. 43, NO. 1 JANUARI 2011 : 3098-3102
Tabel 2. Distribusi frekuensi Gen TEM
Bakteri
Gambar 2. Hasil PCR gen TEM dengan amplikon sebesar 1080
bp. M adalah marker DNA, sampel pada alur 1-5,
sampel 3 bukan ESBL sehingga tidak terdeteksi
gen tersebut.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 34 dari 78
(43,59%) sampel ESBL dinyatakan positif bergenotip
gen TEM. Pada penelitian ini, bakteri terbanyak penghasil
gen TEM adalah Escherichia coli yaitu sebanyak 16
sampel (47,06%).
Tabel 1. Distribusi frekuensi Jenis Spesimen dan Bakteri
Variabel
Spesimen
Pus
Sputum
Darah
Urin
Swab Tenggorok
Tinja
Ulkus Dekubitus
Bilasan Lambung
Drain
Jenis Bakteri
Klebsiella
pneumoniae
Escherichia coli
Enterobacter
aerogenes
Proteus mirabilis
Enterobacter cloacae
Proteus rettgeri
Enterobacter
agglomerans
Enterobacter hafnia
Acinetobacter
calcoaceticus
Proteus morganii
Proteus vulgaris
Frekuensi
19 (24,36)
19 (24,36)
13 (16,67)
11 (14,10)
7 (8,97)
4 (5,13)
3 (3,85)
1 (1,28)
1 (1,28)
31 (39,74)
18 (23,08)
7 (8,97)
5 (6,41)
4 (5,12)
4 (5,12)
2 (2,57)
2 (2,57)
2 (2,57)
2 (2,57)
1 (1,28
TEM (%)
Klebsiella pneumoniae
13 (38,24)
Escherichia coli
16 (47,06)
Enterobacter aerogenes
1 (2,94)
Proteus mirabilis
1 (2,94)
Enterobacter cloacae
1 (2,94)
Proteus rettgeri
0
Enterobacter agglomerans 1 (2,94)
Enterobacter hafnia
1 (2,94)
Acinetobacter calcoaceticus 0
Proteus morganii
0
Proteus vulgaris
0
4. Pembahasan
Jumlah sampel yang terkumpul dan teridentifikasi yaitu
78 termasuk cukup besar mengingat jumlah spesimen yang
diterima untuk diperiksa masih terbatas. Berdasarkan
karakteristik subjek diketahui bahwa penderita infeksi yang
dicurigai sebagai galur ESBL lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan pada wanita yaitu 42 (53,85%) berbanding
36 (46,15%). Hal ini kemungkinan berhubungan dengan
spektrum penyakit infeksinya yang lebih banyak mengenai
laki-laki. Pasien dewasa (66,7%) lebih banyak dibanding
pasien anak-anak (26,7%) dan yang paling sedikit adalah
pasien lanjut usia. Distribusi ini mungkin bukan merupakan
pola tertentu atau spesifik karena berdasarkan studi
literatur disebutkan bahwa distribusi penyakit infeksi
akibat ESBL merata pada semua usia. Perbedaan pada
hasil riset ini kemungkinan karena cakupan rekruitmen
subjek yang masih sangat terbatas. Tingginya penderita
infeksi ESBL pada kelompok usia anak-anak kemungkinan
berhubungan dengan usia produktif yang sangat rentan
terkena infeksi karena sistem imun yang belum bekerja
secara optimal. Selain itu, pada penelitian ini terdapat
sampel pada kelompok usia
26
Prevalensi Gen TEM pada Extended-Spectrum Beta-Lactamases
Producing Enterobacteriaceae
Yuwono
Departement of Microbiology Faculty of Medicine University of Sriwijaya/Moh.Hoesin General Hospital Palembang
South Sumatera Indonesia
Abstrak
Produksi extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) oleh Enterobacteriaceae terus menjadi masalah penyakit infeksi
khususnya di rumah sakit. Bakteri produsen ESBLs menjadi penyebab utama infeksi saluran kemih, peritonitis dan
abses. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gen TEM pada Enterobacteriaceae produsen ESBLs padan
pasien yang dirawat di RSUP Moh.Hoesin Palembang. Didapatkan 78 sampel Enterobacteriaceae berdasarkan uji
Double Disk Approximation dan PCR. Spesies yang ditemukan Klebsiella pneumoniae 31 (39,74%), Escherichia coli
18 (23,07%), Enterobacter sp 15 (19,23%), Proteus Sp 12 (15,40%), dan Acinetobacter calcoaceticus 2 (2,56%). Berdasarkan
hasil PCR ditemukan 34 sampel mengandung gen TEM. Distribusi gen TEM adalah 13 (38,24) pada Klebsiella pneumoniae,
16 (47,06%) pada Escherichia coli, 4 (11,76%) pada Enterobacter sp dan 1 (2,94%) pada Proteus sp. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa Klebsiella pneumoniae dominan pada Enterobacteriaceae produsen ESBLs. Gen TEM
dominan ditemukan pada E. coli.
Kata Kunci: ESBL, Enterobacteriaceae, gen TEM
Abstract
Production of extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) by enterobacteriaceae continues to be a major problem
especially in hospitals. ESBLs producing bacteria cause many serious infections including urinary tract infections,
peritonitis and abscess. The aim of this study was to determine the prevalence of ESBLs producing Enterobacteriaceae
isolated from clinical samples of patients attending Moh.Hoesin General Hospital Palembang South Sumatera Indonesia. There
were 78 samples of Enterobacteriaceae were isolated from hospitalized patients and they were examined by Double Disk
Approximation Test and PCR methods. Kind of species were Klebsiella pneumoniae 31 (39,74%), Escherichia coli 18
(23,07%), Enterobacter sp 15 (19,23%), Proteus Sp 12 (15,40%), and Acinetobacter calcoaceticus 2 (2,56%). Based on
PCR finding there were 34 samples contains TEM gene with distribution 13 (38,24) in Klebsiella pneumoniae, 16
(47,06%) in Escherichia coli, 4 (11,76%) in Enterobacter sp and 1 (2,94%) in Proteus sp. This study shows that Klebsiella
pneumoniae were prevalence bacteria of ESBLs producing Enterobacteriaceae. TEM gene dominant found in E. coli.
Keywords: ESBL, Enterobacteriaceae,TEM gene
1. Pendahuluan
Resistensi bakteri terhadap antibiotik kelompok betalaktam
seperti penisilin G, ampisilin dan amoksisilin dapat terjadi
melalui dua mekanisme yaitu bakteri mengubah reseptor
yang dimilikinya atau memproduksi enzim laktamase
yang dapat menghidrolisis obat tersebut. Enzim laktamase
pertama kali diidentifikasi pada bakteri Escherichia coli.
Enzim laktamase tersebut diberi nama TEM. Pada
ekplorasi selanjutnya terbukti bahwa TEM disandi oleh
gen resisten antibiotik yang berlokasi di plasmid. Selain
pada Escherichia coli, saat ini enzim TEM juga ditemukan
pada Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus influenzae
dan Neisseria gonorrhoeae. Enzim laktamase lainnya
yaitu SHV disandi oleh gen resisten antibiotik yang
berlokasi di kromosom. Enzim ini pertama kali diisolasi
dari Klebsiella pneumoniaee. Diperkirakan galur (strain)
resisten produsen laktamase ini terbentuk terutama akibat
penggunaan antibiotik yang tidak tepat.1,2
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, TH. 43, NO. 1 JANUARI 2011 : 3098-3102
Terapi infeksi bakteri produsen laktamase selama ini
menggunakan antibiotik sefalosforin dan aztreonam yang
juga termasuk kelompok antibiotik betalaktam.
Kenyataannya obat ini pun tidak dapat mematikan bakteri
produsen laktamase karena bakteri tersebut
mengembangkan spektrum resistensinya sehingga kebal
terhadap penisilin, sefalosforin dan aztreonam disebut
galur bakteri produsen Extended-Spectrum Lactamase
(ESBL). Kemampuan galur ESBL menghidrolisis antibiotik
laktam secara luas disebabkan adanya sejumlah mutasi
pada gen TEM maupun SHV. Mutasi tersebut umumnya
mengenai daerah active site dari enzim sehingga aktivitas
enzim tersebut meningkat.3
Escherichia coli, K. Pneumoniaee dan berbagai bakteri
Gram-negatif terutama famili Enterobacteriaceae termasuk
bakteri utama penyebab infeksi baik infeksi nosokomial
maupun infeksi pada populasi (komunitas). Terapi penyakit
infeksi akan semakin sulit jika bakteri tersebut termasuk
galur ESBL. Pilihan antibiotik menjadi sangat terbatas
dan muncul kekhawatiran akan adanya varian resisten
yang baru. Beberapa penelitian di Amerika dan Eropa
menunjukkan bahwa prevalensi bakteri produesen ESBL
mencapai 60% dari isolat klinis yang ada.4,5,6
Data akurat tentang prevalensi bakteri produsen ESBL
di Indonesia masih sangat terbatas, bahkan sangat sulit
menemukan publikasi yang membahas hal ini termasuk
data tentang determinan genetik galur tersebut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi galur ESBL di RSUP Dr.
Mohammad Husein (RSMH) dan determinan genetik
dalam hal ini gen TEM pada galur tersebut.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif
dengan pendekatan genotipe molekul. Spesimen diambil
dari penderita suspect infeksi bakteri produsen ESBL dari
seluruh bagian rawat inap di RSMH. Sampel diambil secara
consecutive yaitu semua penderita dengan suspect infeksi
bakteri produsen ESBL diambil sebagai subyek. Penelitian
dilakukan di laboratorium mikrobiologi klinik RSMH.
27
positif bakteri produsen ESBL. Uji konfirmasi dilakukan
dengan uji PCR dengan mendeteksi adanya gen TEM dan
SHV.7
Ekstraksi dan isolasi DNA dilakukan dengan metode
DNA chelex-100 extraction menggunakan Phospate Buffer
Saline (PBS) pH 7,4; safonin 0,5% dalam PBS; dan chelx
20% dalam ddH2O pH 10,5.
PCR dengan volume total 50 µl terdiri dari 1 µl primer
(1,5 µg/ml), 1 µl (200 µM) deoxynucleoside triphosphates
(dNTPs), 5 µl buffer PCR (50 mM KCl, 10 mM Tris-HCl,
pH 8,3), 1,5 µl (2,5 mM) MgCl2 dan 0,2 µl (1 unit) Taq
polymerase, 5 µl DNA template dan ditambahkan air
sampai volumenya 50 µl. Campuran tersebut diproses dalam
mesin PCR i-cycler Biorad (Biorad system, USA). Primer
spesifik
yang
digunakan
adalah
TEMF
5’CTTCCTGTTTTTGCTCACCCA3’
dan
TEMR
5’TACGATACGGGAGGGCTTAC3’. Kondisi PCR yang
digunakan sebagai berikut: Suhu denaturasi 94 oC selama 2
menit, diikuti dengan 30 siklus 1 menit pada suhu 94oC,
annealing 52oC selama 30 detik, extention 72oC selama 45
detik, lalu diikuti ekstensi akhir 72oC selama 5 menit.
Amplikon hasil PCR di-elektroforesis kemudian visualisasi
pada geldoc (Biorad system, USA) sekitar 1080 bp untuk
gen TEM. 8
3. Hasil Penelitian
Usia subjek penelitian ini yang paling muda adalah usia
3 hari dan yang paling tua usia 82 tahun. Kelompok usia
anak-anak yaitu ≤ 18 tahun ada 23 orang (29,49%), usia
dewasa 19 - 60 tahun ada 44 orang (56,41%) dan usia lanjut
61 tahun ke atas ada 11 orang (14,10%). Jumlah penderita
infeksi ESBL laki-laki lebih banyak dari perempuan
yakni 42 (53,85%) berbanding 36 (46,15%).
Spesimen dari penderita suspect infeksi ESBL diambil
secara steril, kemudian dibiakkan dalam media perbenihan
untuk dilakukan identifikasi bakteri Enterobactericeaedan
identifikasi galur ESBL dengan metode double-disk
approximation test.
Penderita dengan suspect infeksi bakteri produsen ESBL
diberikan penjelasan dan kesediaan menandatangani
informed consent untuk mengikuti penelitian ini. Sampel
diambil secara steril, kemudian dilakukan diagnosis untuk
mengetahui adanya infeksi atau tidak. Jika terindikasi infeksi
maka spesimen dari pasien tersebut dibiakan dalam media
perbenihan. Dilakukan identifikasi bakteri Enterobacteriace.
Identifikasi galur bakteri produsen ESBL dengan metode
double-disk approximation test. Uji ini menggunakan
antibiotik cefotaxime, ceftazidime, cefepime yang diletakkan
sekitar 15 mm dari Amoxicillin clavulanic (AMC). Perluasan
zona cakram cefotaxime, ceftazidime, cefepime di sekitar
(side facing) cakram AMC diinterpretasikan sebagai hasil
Gambar 1. Hasil Double-disk diffusion menunjukkan sebuah
cakram berisi amoxicillin-clavulanate (AMC)
diletakkan di dekat cakram berisi ceftazidime (CAZ).
Clavulanate dalam cakram AMC berdifusi pada agar
dan menghambat β-laktamase di sekitar cakram
ceftazidime. Perluasan zona cakram ceftazidime di
sekitar (side facing) cakram AMC diinterpretasikan
sebagai hasil posistif.
28
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, TH. 43, NO. 1 JANUARI 2011 : 3098-3102
Tabel 2. Distribusi frekuensi Gen TEM
Bakteri
Gambar 2. Hasil PCR gen TEM dengan amplikon sebesar 1080
bp. M adalah marker DNA, sampel pada alur 1-5,
sampel 3 bukan ESBL sehingga tidak terdeteksi
gen tersebut.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 34 dari 78
(43,59%) sampel ESBL dinyatakan positif bergenotip
gen TEM. Pada penelitian ini, bakteri terbanyak penghasil
gen TEM adalah Escherichia coli yaitu sebanyak 16
sampel (47,06%).
Tabel 1. Distribusi frekuensi Jenis Spesimen dan Bakteri
Variabel
Spesimen
Pus
Sputum
Darah
Urin
Swab Tenggorok
Tinja
Ulkus Dekubitus
Bilasan Lambung
Drain
Jenis Bakteri
Klebsiella
pneumoniae
Escherichia coli
Enterobacter
aerogenes
Proteus mirabilis
Enterobacter cloacae
Proteus rettgeri
Enterobacter
agglomerans
Enterobacter hafnia
Acinetobacter
calcoaceticus
Proteus morganii
Proteus vulgaris
Frekuensi
19 (24,36)
19 (24,36)
13 (16,67)
11 (14,10)
7 (8,97)
4 (5,13)
3 (3,85)
1 (1,28)
1 (1,28)
31 (39,74)
18 (23,08)
7 (8,97)
5 (6,41)
4 (5,12)
4 (5,12)
2 (2,57)
2 (2,57)
2 (2,57)
2 (2,57)
1 (1,28
TEM (%)
Klebsiella pneumoniae
13 (38,24)
Escherichia coli
16 (47,06)
Enterobacter aerogenes
1 (2,94)
Proteus mirabilis
1 (2,94)
Enterobacter cloacae
1 (2,94)
Proteus rettgeri
0
Enterobacter agglomerans 1 (2,94)
Enterobacter hafnia
1 (2,94)
Acinetobacter calcoaceticus 0
Proteus morganii
0
Proteus vulgaris
0
4. Pembahasan
Jumlah sampel yang terkumpul dan teridentifikasi yaitu
78 termasuk cukup besar mengingat jumlah spesimen yang
diterima untuk diperiksa masih terbatas. Berdasarkan
karakteristik subjek diketahui bahwa penderita infeksi yang
dicurigai sebagai galur ESBL lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan pada wanita yaitu 42 (53,85%) berbanding
36 (46,15%). Hal ini kemungkinan berhubungan dengan
spektrum penyakit infeksinya yang lebih banyak mengenai
laki-laki. Pasien dewasa (66,7%) lebih banyak dibanding
pasien anak-anak (26,7%) dan yang paling sedikit adalah
pasien lanjut usia. Distribusi ini mungkin bukan merupakan
pola tertentu atau spesifik karena berdasarkan studi
literatur disebutkan bahwa distribusi penyakit infeksi
akibat ESBL merata pada semua usia. Perbedaan pada
hasil riset ini kemungkinan karena cakupan rekruitmen
subjek yang masih sangat terbatas. Tingginya penderita
infeksi ESBL pada kelompok usia anak-anak kemungkinan
berhubungan dengan usia produktif yang sangat rentan
terkena infeksi karena sistem imun yang belum bekerja
secara optimal. Selain itu, pada penelitian ini terdapat
sampel pada kelompok usia