Model Tata Guna Lahan Untuk mendukung Ketersediaan Air yang Berkelanjutan di Daerah Aliran Sungai Krueng Peusangan

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan di Indonesia diarahkan pada pengelolaan dan

pemanfaatan sumberdaya alam hutan, tanah dan air bagi kepentingan sekarang
serta menjamin kelangsungan pemanfaatannya dimasa yang akan datang.
Permasalahan sumberdaya air sudah menjadi suatu permasalahan yang sangat
penting di Indonesia. Gejala krisis air menuntut pengelolaan sumberdaya air yang
lebih cermat, lebih hemat dan lebih efisien (Yakup dan Nusyirwan 1997).
Peningkatan jumlah penduduk cenderung meningkatkan permintaan akan
sumberdaya air dan lahan, sementara sumberdaya air dan lahan keberadaanya
semakin tak berketentuan (uncertainity), sehingga keadaan tersebut akan
menimbulkan kerusakan sumberdaya alam seperti bencana banjir dan kekeringan
yang disebabkan karena turunnya kemampuan sumberdaya air dan lahan dalam
mengatur secara alami proses-proses tata-air (hidroorologi).
Pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pemanfaatan
sumberdaya tanah dan pemanfaatan sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya

tanah dalam suatu DAS meliputi pertanian, hutan, perkebunan, perikanan,
pertambangan,

dan

lain-lain.

Sedangkan

pemanfaatan

sumberdaya

air

diperuntukkan bagi penyedia air irigasi, air minum, PLTA, air industri dan lainlain. Untuk dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, maka sumberdaya yang ada
pada suatu DAS harus dikelola. Termasuk dalam pengelolaan DAS adalah
identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan

Universitas Sumatera Utara


antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (DepHut RI 2008)). Secara hidrologi,
pengelolaan DAS berupaya untuk mengelola kondisi biofisik permukaan bumi
sedemikian rupa sehingga output DAS

mampu menjamin distribusi air yang

merata sepanjang tahun dengan hasil air (water yield, total streamflow) secara
maksimum, serta mempunyai regime aliran (flow regime) yang optimum (Haan et
al., 1994; Chow et al., 1988).
Fenomena banjir dan kekeringan merupakan dampak dari terganggunya
keseimbangan daur hidrologi. Indikasi kerusakan di DAS dapat dirasakan dengan
semakin menurunnya debit ekstrim minimum dan meningkatnya debit ekstrim
maksimum serta meningkatnya koefisien run off air (Ichwana, 2004). Perubahan
iklim juga berdampak terhadap pola aliran sungai, tingkat pengisian (recharge
rates) air tanah, peningkatan muka air laut, banjir, kekeringan, kualitas air dan
kesehatan, lingkungan dan ekosistem alam (Ludwing et al., 2009). Penurunan
daya dukung sumber air karena kerusakan lahan konservasi, peningkatan jumlah
dan jenis bahan pencemar oleh pertumbuhan penduduk dan kegiatan pendukung
kehidupannya merupakan tantangan yang semakin sulit diatasi untuk penyediaan

air baku dimasa yang akan datang (Nana, 2009). Terlebih kecepatan pertumbuhan
konsumsi air meningkat dua kali lebih besar dari kecepatan pertumbuhan
penduduk (FAO, Water 2006)
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi
lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan (tahun 2008) terdapat 60
Daerah aliran sungai berada dalam kondisi kritis dari 460 DAS yang ada di
Indonesia. DAS Krueng Peusangan merupakan salah satu DAS prioritas I
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 328/MenHut-II/2009.

Universitas Sumatera Utara

DAS Krueng Peusangan bagian hulu sangat berpotensi terhadap pertambangan
lempung, batu gamping, marmer, fosfat dan emas. Eksploitasi sumberdaya alam
di bidang pertambangan akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas air.
Produks i air di DAS Peusangan adalah sebagai water resources bagi masyarakat,
water

intake

bagi


perusahaan-perusahaan

besar

berskala

nasional dan

internasional yang beroperasi di Aceh Utara serta sebagai water energy penyuplai
kebutuhan tenaga listrik untuk kabupaten/kota melalui Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA) Peusangan maka kerusakan ekosistem hidrologi DAS Peusangan
harus diminimalkan.
Sungai Krueng Peusangan yang mengalir melintasi Kabupaten Aceh
Tengah, Bener Meriah dan Bireuen merupakan satu-satunya outlet dari Danau
Laut Tawar. DAS Krueng Peusangan yang memiliki hulu Danau laut tawar.
Danau Laut Tawar yang berdimensi kurang lebih 54,74 km2 dengan kedalaman
rata-rata 51,13 m

diperkirakan memiliki volume 2,5 triliyun dm3 (BPDAS


Krueng Aceh, 2010). Saat ini penurunan debit air danau laut tawar sudah
dirasakan oleh masyarakat pada musim kemarau dari bulan April hingga bulan
Oktober di setiap tahunnya. Sebaliknya, di musim penghujan, dari bulan
November hingga Maret, air permukaan akan naik kembali (Laksamana A, 2008).
Besarnya kebutuhan air diatas dinyatakan dengan debit. Debit air inilah
yang dijadikan parameter untuk menentukan jumlah air yang tersedia yang
kuantitasnya terbatas, dan tersedianya menurut waktu dan letak geografisnya, dari
segi kualitas juga sering tidak sesuai dengan keperluan. Tanpa adanya usahausaha manusia sedikit atau banyak tidaklah mungkin untuk memanfaatkan air
guna kemakmuran serta kesejahteraannya menurut jumlah, selera, waktu dan

Universitas Sumatera Utara

lokasi yang dikehendaki. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan secara langsung
(namun data sering tidak ada karena tidak tercatat) sehingga ditentukan dari data
curah hujan dan data klimatologi dengan menggunakan rumus-rumus empiris.
Sejak tahun 2000 hingga saat ini di Provinsi Aceh telah sering mengalami
bencana alam banjir yang terjadi secara beruntun dengan intensitas, frekuensi dan
distribusi atau wilayah yang terkena bencana semakin meningkat dan meluas.
Oleh karena itu hubungan tata guna lahan dengan daya dukung sumberdaya air

yang berkenaan dengan produksi air perlu dilakukan secara mendalam dengan
menganalisis hidrograf aliran, resapan air, kestabilan sumberdaya air melalui
model tata guna lahan.
Model hidrologi DAS dikelompokkan dalam dua bagian bersifat tetap
(deterministic) dan stokhastik. Untuk model deterministik juga dibagi dua yaitu
model empiris dan konseptual.

Beberapa penelitian menggunakan metode

konseptual yang mencoba menggambarkan dimensi waktu dan ruang dari suatu
proses yang mempengaruhi respon DAS dengan integrasi teknologi penginderaan
jauh dan SIG (Sistem Informasi Geografis). Dalam kasus lingkungan dan sumber
daya manajemen, GIS dapat menjadi alat yang ampuh dan waktu yang efisien
untuk menciptakan dan mengelola data set yang dibutuhkan sebagai input dari
hidrologi baik dari segi kuantitas dan kualitas air (Bhaduri B, 2000). Skenario tata
guna lahan untuk masa yang eksisting dapat menjadi kontrol dari model yang
disusun untuk mengetahui kondisi di masa depan.
Model hidrologi Mock, Integrasi model NRCS (Natural Resources
Conservation Service) dan baseflow dapat memberikan gambaran hidrograf aliran
sehingga pendugaan produksi air dapat dilakukan ( Husnan, 2010) hanya saja


Universitas Sumatera Utara

model ini digunakan untuk menghitung direct run off, sehingga setelah
diintegrasikan dengan baseflow model ini akan lebih efektif untuk memprediksi
produksi air pada suatu DAS. Salah satu penentu adalah nilai Curve Number
(CN) yang digunakan sebagai dasar penentu bagian curah hujan yang menjadi
aliran permukaan. Nilai CN ditentukan oleh kondisi tanah dan tutupan lahan DAS
yang mempresentasikan kondisi kelompok hidrologi tanah, pengelolaan lahan dan
kondisi hidrologi. Metode NRCS juga dapat memberikan keakuratan dari
informasi tataguna lahan terhadap proses runoff, evaporasi dan infiltrasi (Melessa,
2004). Sedangkan model Mock merupakan salah satu model hujan aliran yang
menghitung nilai direct runoff dari hujan bulanan, evapotranspirasi, kelembaban
tanah dan simpanan air tanah.
Daya dukung air suatu wilayah merupakan parameter perbandingan antara
kebutuhan dan ketersediaan air. Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah
pengaturan tata guna lahan atau optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai
kepentingan secara rasional serta praktek lainnya yang ramah lingkungan
sehingga dapat dinilai dengan indikator kunci (ultimate indicator) kuantitas,
kualitas dan kontinuitas aliran sungai pada titik pengeluaran


(outlet) DAS

(Departemen Kehutanan RI, 2008). Oleh karena itu pada penelitian ini perlu
diketahui terlebih dahulu ketersediaan sumberdaya air yang untuk dapat
dimanfaatkan untuk berbagai multi sektor, melalui pengaturan tata guna lahan
sehingga daya dukung sumberdaya air terjaga melalui rehabilitasi lahan di DAS
Krueng Peusangan. Dengan demikian kerusakan/kekritisan sumberdaya alam di
DAS Krueng Peusangan dapat diminimalkan sekaligus diperbaiki demi

Universitas Sumatera Utara

mempertahankan kondisi DAS yang berkelanjutan sebagai penyedia air untuk
kebutuhan penduduknya.

1.2

Permasalahan
Daerah Aliran Sungai memiliki fungsi hidrologis yang baik apabila DAS


berperan baik dalam meredam lonjakan fluktuasi aliran permukaan setelah
turunnya hujan dan menstabilkan atau mempertahankan aliran di musim kering.
Penurunan fungsi aliran terjadi akibat pemanfaatan sumberdaya air dan lahan
yang melampaui batas daya dukungnya yang dilihat dari kesesuaian rasio aliran
rendah terhadap luas total aliran sungai (Djuwansah, 2006). Suharto (2006)
menyatakan

sistem tata guna lahan dengan vegetasi penutup bertipe pohon

mempunyai kapasitas simpan air tanah yang tinggi, sedangkan sistem tata guna
lahan dengan vegetasi semak belukar dan rumput mempunyai kapasitas simpan air
tanah rendah.
Persentase terbesar terhadap distribusi dan luas tata guna Lahan di DAS
Krueng Peusangan (BPDAS Krueng Aceh, 2010) adalah pertanian lahan kering
campuran (25,65%), semak belukar (34,4%) dan hutan lahan kering sekunder
(26,26%). Penebangan liar dan pembakaran hutan pada daerah hulu DAS terjadi
begitu

cepat,


walaupun

kebijakan

moratorium

logging

sedang

gencar

dikampayekan sejak dicanangkan oleh Gubernur Aceh pada pertengahan tahun
2007. Kerusakan hutan sudah cukup memprihatinkan (Khasanah et al., 2010).
Kutargawa et al. (2006) alih fungsi lahan dalam kawasan Danau laut Tawar sudah
mencapai 87,23%. Sehingga perubahan tutupan lahan secara signifikan merubah
regim hidroorologi daerah tangkapan.

Universitas Sumatera Utara


Akibat keberlanjutan deforestasi telah mengalami defisit yang besar
terhadap sumberdaya pertanian, air, ternak sehingga perlu kebijakan penggunaan
lahan yang dapat membantu konservasi biofisik lingkungan (Tiwari, 2008).
Bergantinya vegetasi asli yang permanen dan memiliki akar yang dalam dengan
vegetasi yang berakar dangkal termasuk rerumputan permanen, rerumputan
tahunan dan tanaman pertanian tahunan mengakibatkan terjadinya perubahan
yang besar terhadap evapotranspirasi daerah tangkapan secara umum dan daerah
aliran sungai. Akhirnya akan mengakibatkan perubahan pada daya dukung air.
Dengan mengetahui ketersediaan air dan kebutuhan air yang diperlukan di DAS
Krueng Peusangan maka akan didapatkan manajemen yang tepat dalam
pengelolaan DAS Krueng Peusangan melalui tata guna lahan.
Pengembangan lahan sangat berkaitan dengan air permukaan dan volume
air tanah. Mengetahui infiltrasi merupakan hal yang sangat penting dalam
pembangunan karena dengan adanya informasi infiltrasi maka rencana semua
jenis pembangunan dapat mengurangi dampak terhadap hidrologi (Brander,
2004). Selain tata guna lahan, ketersediaan air pada suatu daerah daerah sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim, geologi, bentuk wilayah tanah dan
perubahan iklim (Lin YP, 2007). Kondisi fisik Daerah Aliran Sungai sangat
berhubungan dengan ketersediaan air (Price K, 2011a). Untuk mengkaji
pengelolaan air dan tanah serta konservasi secara komprehensif pada suatu
wilayah, perlu adanya pendekatan yang tepat. Salah satu usaha yang dilakukan
untuk mengembalikan air tanah dengan cara resapan alami dan buatan. Maka
identifikasi DAS secara mendasar sangat diperlukan (morphologi, morphometri
dan hidrologi) sehingga daya dukung sumberdaya air dapat berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

Permasalahan penelitian adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana ketersediaan air di DAS Krueng Peusangan dengan
menggunakan Model Mock dan Model Integrasi NRCS dan baseflow?
b. Bagaimana kestabilan ketersediaan dan volume resapan air di DAS
Krueng Peusangan?
c. Berapa

kebutuhan air untuk keperluan domestik, irigasi, industri,

pariwisata, perikanan dan PDAM?
d. Bagaimana model tata guna lahan sehingga mendukung ketersediaan
air yang berkelanjutan di Krueng Peusangan?

1.3

Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini.
a) Menganalisis ketersediaan air di DAS Krueng Peusangan dengan
menggunakan Mock Model dan Integrasi NRCS dengan baseflow,
b) Menentukan kestabilan produksi air di DAS Krueng Peusangan,
c) Memprediksikan kebutuhan air sumber daya air untuk memenuhi
kebutuhan domestik, Industri, Perikanan, Irigasi, Pariwisata dan
PDAM,
d) Membentuk model tata guna lahan sehingga mendukung ketersediaan
air yang berkelanjutan di DAS Krueng peusangan.

Universitas Sumatera Utara

1.4

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian adalah sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
a) Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi
terciptanya model tata guna lahan yang dapat menjamin ketersediaan
air yang berkelanjutan di DAS Krueng Peusangan sehingga dapat
memberikan informasi dalam menyusun sistem pengelolaan tanah dan
air.
b) Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam
penentuan kebijakan pengembangan tata ruang, dan arahan bagi
pemerintah dan perencana kawasan DAS, untuk menentukan
penggunaan lahan yang dapat mendukung ketersediaan air
c) Bagi peneliti lain dapat memacu penelitian lebih lanjut dengan
teknologi yang sepadan (appropriate technology).

Universitas Sumatera Utara