Model Tata Guna Lahan Untuk mendukung Ketersediaan Air yang Berkelanjutan di Daerah Aliran Sungai Krueng Peusangan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber

daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan
ekosistem (UU No. 32 Tahun 2009). Sumberdaya alam merupakan salah satu unsur
dari lingkungan hidup yang terbentuk karena kekuatan alamiah sangat penting artinya
dalam memenuhi berbagai kebutuhan dan keperluan manusia, Pasal 1 angka 5
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 menyebutkan bahwa sumber daya adalah
unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya manusia, sumberdaya alam
hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan.
Berdasarkan penggunaannya sumberdaya alam dapat dikelompokkan: (1)
sumberdaya alam penghasil energi seperti: air, matahari, arus laut; (2) sumberdaya
alam penghasil bahan baku seperti: mineral, gas bumi, biotis dan lain-lain; (3)
sumberdaya alam lingkungan hidup seperti udara dan ruangan, perairan, lansekap dan
sebagainya.

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diartikan bahwa


pemanfaatan sumberdaya tertentu akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem.
Dimana kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia dan makhluk hidup
lainnya akan memberikan dampak tertentu. Salah satu sumberdaya alam yaitu
sumberdaya air yang memiliki nilai sangat penting karena tersedianya
berfluktuasi. Kegiatan eksploitasi sumber daya alam, tidak lepas dari pemanfaatan
kondisi dan potensi DAS yang sangat beragam antara satu dengan yang lain yaitu
air. Terlebih akibat pemanasan global yang mengakibatkan terjadi kompetisi

Universitas Sumatera Utara

dalam pemanfaatan sumberdaya air terutama pada musim kemarau perlu
dikendalikan agar tidak menjadi konflik diantara para stakeholder.
Ketersediaan sumber air pada suatu daerah sangat

dipengaruhi oleh

faktor-faktor iklim, geologi, bentuk wilayah tanah dan tutupan lahan (Kodoatie,
2005). Hubungan ketersediaan air dengan kebutuhan air pada suatu wilayah
merupakan daya dukung air pada wilayah tersebut. Dengan mengetahui daya

dukung air

maka dapat diketahui suatu wilayah dalam keadaaan surplus

(ketersediaan air mencukupi) atau defisit (tidak memenuhi kebutuhan air) Untuk
memenuhi kebutuhan air, fungsi lingkungan yang terkait dengan sistem tata air
harus dilestarikan. (Kementrian Lingkungan Hidup, 2009).

2.2

Pengelolaan Sumberdaya Air
Salah satu pengelolaan sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya

air. Untuk mengelola sumberdaya air sangat berhubungan dengan siklus hidrologi.
Menurut Soemarto (1995) daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke
udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah, dan akhirnya mengalir ke laut
kembali atau dapat dikatakan siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air
yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali atmosfir melalui
kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Proses perjalanan air di daratan
terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem

Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap,
yang berubah adalah wujud dan tempatnya diperoleh.
Siklus hidrologi sebenarnya tidak sesederhana yang kita bayangkan,
karena daur itu dapat berupa daur pendek, yaitu hujan yang segera dapat mengalir

Universitas Sumatera Utara

kembali ke laut. Tidak adanya keseragaman waktu yang di perlukan oleh suatu
daur. Selama musim kemarau kelihatannya daur seolah-olah berhenti, sedangkan
dalam musim hujan berjalan kembali. Intensitas dan frekuensi daur tergantung
kepada letak geografi dan keadaan iklim suatu lokasi. Siklus ini berjalan karena
sinar matahari. Posisi matahari akan berubah setiap masa menurut meridiannya
(meskipun sebenarnya posisi bumi yang berubah). Berbagai bagian daur dapat
menjadi sangat kompleks, sehingga kita hanya dapat mengamati bagian akhir saja
terhadap suatu curah hujan di atas permukaan tanah yang kemudian mencari
jalannya untuk kembali ke laut. Daur hidrologi memberikan kesan tentang adanya
mekanisme yang kontinu, dimana dari awal sampai akhir air bergerak secara
tunak dengan kecepatan konstan. Pergerakan air melalui daur tersebut tidak
menentu, baik mengenai waktu maupun daerahnya. Kadang-kadang alam
memberikan hujan yang amat deras, yang menyebabkan kapasitas saluran di

permukaan tanah menjadi penuh. Pada daerah yang berdekatan, variasi daur
hidrologi mungkin berbeda. Tepatnya, keadaan ekstrim mengenai banjir dan
kemarau merupakan hal yang menarik perhatian para pakar hidrologi teknik,
dimana demi kepentingan proyek-proyek teknik hidrologi, dirancang untuk
melindungi dari pengaruh-pengaruh yang merugikan akibat keadaan ekstrim
tesebut (Linsley, 1989).

2.3

Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai pada awal perkembanganya hanya dipandang

sebagai suatu sistem hidrologi dan sebagai ekosistem alami. Dalam konteksnya
sebagai sistem hidrologi, DAS didefinisikan sebagai kawasan yang terletak diatas

Universitas Sumatera Utara

suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas topografi mengalirkan air hujan
yang jatuh diatasnya ke dalam sungai yang sama dan melalui titik yang sama pada
sungai tersebut. Keputusan Menteri Kehutanan nomor 52 tahun 2001, tentang

Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS, Daerah Aliran Sungai didefinisikan
sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa,
sehingga merupakan kesatuan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui
daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan
dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkan melalui sungai utama (single
outlet). Satu DAS dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya (DAS-DAS lain) oleh
pemisah alam topografi seperti punggung bukit dan pengunungan. Sub DAS
adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak
sungai ke sungai utama.
Asdak (1995) mendefinisikan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS)
merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung, di mana air
hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung-punggung
gunung dan dialirkan melalui sungai kecil ke sungai utama. Pada dasarnya DAS
merupakan satu kesatuan hidrologi. DAS penampung air, mendistribusikan air
yang tertampung lewat suatu sistem saluran dari hulu ke hilir, dan berakhir di
suatu tubuh air berupa danau atau laut. Selaku suatu wilayah kegiatan pendauran
air maka DAS merupakan suatu satuan fisik yang cocok bagi penelaahan prosesproses

yang menentukan pembentukan bentang lahan (landscape) khas di


berbagai wilayah bumi. Proses-proses yang berlangsung di dalam DAS dapat
dikaji berdasar pertukaran bahan dan energi (Leopold et al., 1964). Hal ini
menjadi dasar kedua dalam pengelolaan DAS.

Universitas Sumatera Utara

Daerah Aliran Sungai merupakan suatu ekosistem. Ekosistem adalah suatu
sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berintegrasi
sehingga membentuk suatu kesatuan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009,
ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan yang
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas
dan produktivitas lingkungan hidup. Ekosistem DAS merupakan kesatuan yang
terdiri dari kondisi fisik, biologis, dan manusia dimana satu dengan yang lain
saling berkaitan erat membentuk keseimbangan. Untuk menjaga keseimbangan
ekosistem agar dapat menopang kehidupan manusia terus-menerus, perlu adanya
pengelolaan sumber daya alam untuk memelihara dan melindungi keadaan DAS
sehingga dapat menghasilkan air untuk berbagai kepentingan. Dengan tercapainya
tujuan pengelolaan DAS, maka diharapkan tercipta tata air yang baik dan
optimum ditinjau dari segi kualitas, kuantitas dan waktu.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ekosistem yang didalamnya

terjadi interaksi antara faktor–faktor fisik yang berupa tanah atau iklim
(Sosrodarsono dan Takeda, 1987). Sebagai satuan hidrologis, DAS yang dibatasi
oleh garis-garis topografi tertinggi, dimana semua masukan air yang jatuh
dialirkan melalui anak-anak sungai (Sub DAS) yang mengalir ketitik-titik
terendah dihilir sungai (muara) sebagai titik keluaran. DAS mempunyai
karakteristik sendiri dalam menerima atau meresapkan air dan mengalirkannya.
Dalam hubungan ini, setiap DAS memiliki kemampuan tata air yang disebut
respon hidrologi yaitu perbandingan besarnya aliran permukaan terhadap besarnya
curah hujan yang jatuh pada DAS dalam periode tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sastrodihardjo (2010) Daerah Aliran Sungai merupakan satu
kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam
tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaatan
sumberdaya alam tersebut. Beberapa tempat di Indonesia, DAS memikul beban
berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan
pemanfaatan sumberdaya alam yang intensif sehingga kondisi DAS semakin
menurun dengan indikasi meningkatnya tanah longsor, erosi sedomentasi, banjir
dan kekeringan. Di sisi lain tuntutan terhadap kemampuan DAS dalam menunjang

sistem kehidupan masyarakat baik di hulu maupun di hilir semakin besar.
Bentuk – bentuk DAS dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu berbentuk
bulu burung, radial, paralel, dan kompleks. Karaktersistik masing-masing bentuk
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Bentuk bulu burung

Bentuk Radial

Bentuk Paralel

Gambar 2.1 Bentuk–bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sumber: Hamdan (2004)
Ketiga bentuk DAS tersebut memiliki karakteristik masing-masing, yaitu
tipe bulu burung yang memiliki karakteristik jalur anak sungai dikiri kanan sungai
utama mengalir menuju sungai utama, debit banjir kecil karena waktu tiba banjir
dari anak-anak sungai berbeda-beda, banjir berlangsung agak lama. Tipe radial
bentuk DAS menyerupai kipas atau lingkaran, anak – anak sungai berkonsentrasi

Universitas Sumatera Utara


kesuatu titik secara radial, banjir besar terjadi di titik pertemuan anak sungai.
Untuk tipe parallel mempunyai corak dimana dua jalur aliran sungai yang sejajar
bersatu dibagian hilir, banjir terjadi dititik pertemuan anak sungai, sedangkan
untuk tipe kompleks memiliki beberapa buah bentuk dari ketiga bentuk DAS
(Ramdan, 2004).
Dalam ekosistem DAS, daerah aliran sungai dibagi menjadi daerah hulu,
tengah dan hilir. Secara biogeofisik daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal
sebagai berikut : merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase
lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar daeri
15%), bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola
drainase, dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan. Sementara
daerah hilir DAS dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih
kecil, kemiringan lereng kecil sampai sangat kecil (kurang dari 8%) , pada
beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air
ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi tanaman
pertanian. Daerah Aliran Sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari dua
karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut. Ekosistem DAS hulu
merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap
seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain adalah dari segi fungsi tata air.

Interaksi antara komponen dalam DAS

dinyatakan dalam bentuk

keseimbangan yang bersifat dinamis, artinya DAS menerima masukan hujan yang
stokastik sesuai dengan sifat hidrometeorologi . Sistem DAS dikendalikan oleh
kendala fisiografis yang dapat dianggap deterministik untuk mengubah masukan
menjadi keluaran yang bersifat stokastik. Tanggapan DAS sebagai pengatur

Universitas Sumatera Utara

proses terhadap hujan akan memberikan keluaran sebagai akibat interaksi semua
proses yang terjadi (Pawitan, 1995). Oleh karena itu pengelolaan DAS merupakan
suatu bentuk pengembangan dari wilayah yang menempatkan DAS sebagai unit
pengelolaan sumberdaya alam yang secara umum untuk mencapai tujuan
peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan
dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi air sungai
dapat merata sepanjang tahun.

2.4


Keseimbangan Air (Water Balance)
Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke

dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu perioda
tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Persamaan
hidrologi memberikan makna kuantitatif dari evaluasi siklus hidrologi. Persamaan
dasar adalah sebuah pernyataan sederhana dari Hukum Konservasi Massa
(Seyhan, 1993) yang diekspresikan sebagai :Inflow = Outflow ± ∆S (Keterangan:
I = masukan (inflow),O = keluaran (outflow),ΔS = perubahan tampungan (storage
change)).
Persamaan dasar ini merupakan persamaan yang dapat menjadi landasan
bagi semua dalam hidrologi. Persamaan tersebut sering pula disebut sebagai
persamaan

neraca

air

(water

balance).

Secara

kuantitatif,

neraca

air

menggambarkan prinsip bahwa selama periode waktu tertentu masukan air =
keluaran air ditambah dengan besarnya perubahan cadangan air. Nilai perubahan
cadangan air dapat negatif atau positif. Model persamaan di atas menggambarkan
prinsip bahwa selama selang waktu tertentu (I) pada suatu ruang tertentu = O ±

Universitas Sumatera Utara

ΔS. Ruang yang dimaksud dapat ruang kecil seperti panci penguapan, sampai
ruang yang luas seperti : danau, waduk, sungai, kolom tanah atau akuifer, petak
sawah, suatu wilayah administrasi tertentu.
Sistem cadangan air tanah yang berasal dari air hujan dipengaruhi oleh
struktur geologi, geomorphologi dan hidrologi daerah. Struktur tersebut akan
menentukan jumlah dan kualitas cadangan air tanah suatu wilayah. Aktivitas
manusia berupa kegiatan rumah tangga, industri dan tata guna lahan dapaat
menganggu keseimbangan struktur dari sistem air tanah. Hal ini akan membawa
dampak pada penurunan kuantitas dan kualitas air tanah (Djijono,2002).

2.5

Resapan Air
Menurut Linsley et. al. (1989) infiltrasi adalah proses lewatnya air dari

permukaan tanah ke dalam tanah. Hal ini melibatkan masuknya air ke dalam
tanah, penyimpanan air di dalam tanah, dan pergerakan air di dalam tanah oleh
perkolasi. Ketika air masuk ke dalam tanah, maka sebagianya akan mengisi pori
tanah yang masih kosong (sorption) dan sebagianya akan diteruskan ke pori-pori
sekitarnya atau ke lapis tanah yang lebih dalam (diffusion). Setelah seluruh pori
pada zona bersangkutan terisi penuh (menjadi jenuh) maka sorptivitas menjadi
(0), dan yang tertinggal hanya diffusitas kebawah dengan laju yang sama dengan
konduktivitas hidrolik jenuh tanahnya.
Resapan air merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
terbentuknya air tanah karena berfungsi sebagai penyeimbang atau penentu
terpeliharanya kelestarian air tanah yang secara tidak langsung menjamin terhadap
kelangsungan hidup. Jika suatu profil yang homogen pada sembarang waktu pada

Universitas Sumatera Utara

saat infiltrasi pada kondisi tergenang, akan kita lihat bahwa permukaan tanah akan
jenuh, mungkin dengan kedalaman beberapa mm atau cm, dan dibawah zona
jenuh ini terdapat daerah yang kurang jenuh, yang membuat zona memanjang
dengan kadar air seragam yang dikenal sebagai zona transmisi (aliran). Dibawah
zona ini terdapat zona pembasahan, dimana kadar air tanah berkurang sesuai
dengan kedalamannya, dengan gradien yang curam menuju bagian bawah yang
basah, dimana kelembaban tanah sedemikian curam sehingga terdapat semacam
batas yang jelas antara tanah yang basah pada bagian atas dan tanah relatif kering
pada bagian bawah (Hillel, 1996).
Laju infiltrasi didefinisikan sebagai volume air yang mengalir kedalam
profil per satuan luas permukaan tanah. Pengaliran ini, yang memiliki satuan
kecepatan juga dikenal sebagai ‘kecepatan infiltrasi’. Pada kondisi laju hujan
melebihi kemampuan tanah untuk menyerap air, infiltrasi akan berlanjut dengan
laju maksimal, yang oleh Horton (1940) disebut sebagai ‘kapasitas infiltrasi’ tanah
(Hillel, 1996).
Laju infiltrasi aktual (fac) adalah laju air berpenetrasi kepermukaan tanah
pada seetiap waktu dngan gaya-gaya kombinasi gravitasi, viskositas dan
kapilaritas. Laju maksimum presipitasi dapat diserap oleh tanah pada kondisi
tertentu disebut kapasitas infiltrasi fc, untuk suatu jenis curah hujan i. Jika i < fc
maka fac < fc dan jika

i ≥ fc

maka

fac ≤ fc

(Seyhan,1990). Peresapan air

hujan yang jatuh ketanah tidak seluruhnya langsung mengalir sebagai air
permukaan, tetapi ada yang terserap oleh tanah. Peresapan air kedalam tanah
umumnya terjadi melalui dua tahapan, yaitu infiltrasi dan perkolasi. Infiltrasi
adalah gerakan air menembus permukaan tanah masuk kedalam tanah, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

perkolasi adalah proses penyaringan air melalui pori-pori halus tanah sehingga air
bisa meresap kedalam tanah (Prihanto, 1999).
Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah untuk menyerap air.
Kapasitas infiltrasi mempengaruhi terjadinya aliran permukaan. Jika kapasitas
infiltrasi tinggi, air hujan tidak cukup menjadi aliran permukaan dan oleh karena
itu pengangkutan partikel-partikel tanah terlepas relatif kecil, sehingga kehilangan
tanah yang terjadi juga kecil. Kapasitas infiltrasi tergantung pada dua faktor, yaitu
permeabilitas dan kondisi permukaan tanah. Permeabilitas tanah ini tergantung
pada jenis, struktur dan tekstur tanah, mineral-mineral lempung yang dominan
(koalinit/montmoriilonite), kandungan bahan organik dan adanya garam-garam
tertentu (Na+ atau Ca++). Tekstur tanah menyatakan proporsi partikel-partikel
tanah seperti pasir, debu dan liat. Proporsi-proporsi tersebut akan mempengaruhi
porositas tanah yang meliputi jumlah, ukuran dan kemantapan pori-pori tanah.
Selain itu, kondisi permukaan tanah juga mempengaruhi proses masuknya air
kedalam tanah.

Faktor ini

merupakan bagian dari faktor-faktor yang

mempengaruhi permeabilitas tanah (Hardjomidjojo, 1993).

2.5.1 Proses dan faktor yang mempengaruhi infiltrasi
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1985) menyatakan bahwa curah hujan
yang mencapai permukaan akan bergerak sebagai limpasan atau infiltrasi, hal ini
tergantung dari besar kecilnya intensitas curah hujan terhadap kapasitas infiltrasi.
Infiltrasi adalah proses lewatnya air dari permukaan tanah ke dalam tanah. Hal ini
melibatkan masuknya air kedalam tanah, penyimpanan air di dalam tanah, dan
pergerakan air di dalam tanah, dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya hisap

Universitas Sumatera Utara

kapiler. Gaya gravitasi akan menarik air ke dalam (non kapiler) sebagian besar
bukaan seperti patahan, retakan. Dalam pengaruh gaya gravitasi air akan jatuh ke
dalam tanah. Gaya hisap kapiler akan menghisap air dan menggerakan air secara
vertikal dari permukaan ke dalam tanah. Gaya hisap kapiler tercipta akibat adanya
hubungan antara molekul-molekul air, dengan partikel tanah oleh ikatan hidrogen.
Semakin dekat molekul air terhadap partikel tanah maka semakin kuat ikatanya.
Tanah yang kering mempunyai gaya kapiler yang kuat dibandingkan tanah yang
basah hal ini dikarenakan molekul air sangat dekat dengan partikel tanah . Gaya
kapiler ini akan menurun seiring dengan meningkatnya kelembaban tanah karena
penambahan molekul akan membuat jarak yang cukup besar antara molekul air
dari partikel tanah.
Proses infiltasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain Tanah
(tekstur dan struktur tanah, persediaan air awal (kelembaban awal), kegiatan
hidrologi dan unsur organik, jenis dan kedalaman seresah, dan tumbuhan bawah
atau tajuk penutup lahan lainnya. Tanah remah akan memberikan kapasitas lebih
kecil dibandingkan tanah liat. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai
kapasitas lebih kecil dibandingkan tanah dalam keadaan kering, atau dengan kata
lain laju infiltrasi ditentukan oleh:
a.

Tekstur
Tekstur

tanah

menunjukkan

kasar

halusnya

tanah

berdasarkan

perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat (Gambar 2.2).
Dalam klasifikasi tanah (taksonomi tanah), tingkat famili, kasar halusnya
tanah ditunjukkan oleh sebaran ukuran butir (particle size distribution)
yang merupakan penyederhanaan

dari kelas tekstur tanah dengan

Universitas Sumatera Utara

memperlihatkan pula fraksi tanah yang lebih besar dari pasir (lebih dari 2
mm). Tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang
kecil sehingga sulit menahan air dan unsur hara, sedangkan tanah-tanah
yang bertekstur liat mempunyai permukaan yang luas sehingga
kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara yang tinggi
(Endang, Dwi dan Rahayuning, 1988). Terdapat hubungan yang erat
antara tekstur tanah dengan sifat-sifat tanah lain, seperti kapasitas tukar
kation, porositas, kecepatan infiltrasi dan permeabilitas. Kelompok
kehalusan/kekasaran tanah tertentu disebut kelas tekstur tanah. Kelas
tekstur tanah ditetapkan berdasarkan perbandingan relatif bobot pasir,
debu dan liat dengan menggunakan segitiga tekstur USDA.

Gambar 2.2 Diagram segitiga kelas tekstur tanah USDA
Sumber: Hillel,1998

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut Chow (1964) terdapat perbedaan kelas tanah dalam
hubungannya dengan infiltrasi seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat fisik tanah pada berbagai kelas tekstur tanah
Tekstur tanah

Porositas

Porositas efektif

Hisapan tanah
(cm)

Pasir

0,437
(0,374 – 0,500)

0,417
(0,354 – 0,480)

4,95
(0,97 – 25,36)

Pasir Berlempung

0,437
(0,363 – 0,506)
0,453
(0,351 – 0,555)
0,463
(0,375 – 0,551)
0,501
(0,420 – 0,582)
0,398
(0,332 – 0,464)
0,464
(0,409 – 0,519)
0,471
(0,418 – 0,524)
0,430
(0,370 – 0,490)
0,479
(0,425 – 0,533)
0,475
(0,427 – 0,523)

0,401
(0,329 – 0,473)
0,412
(0,283 – 0,541)
0,434
(0,334 – 0,534)
0,486
(0,394 – 0,578)
0,330
(0,235 – 0,425)
0,309
(0,279 – 0,501)
0,432
(0,347 – 0,517)
0,321
(0,207 – 0,435)
0,423
(0,334 – 0,512)
0,385
(0,269 – 0,501)

6,13
(1,35 – 27,94)
11,01
(2,67 – 45,47)
8,89
(1,33 – 59,38)
16,68
(2,92 – 95,39)
21,85
((4,42 – 108,0)
20,88
(4,79 – 91,10
27,30
(5,67 – 131,50)
23,90
(4,08 -140,2)
29,22
(6,13 – 139,4)
31,63
(6,39 – 156,5)

Lempung berpasir
Lempung
Lempung Berdebu
Lempung Liat Berpasir
Lempung Berliat
Lempung Liat Berdebu
Liat berpasir
Liat Berdebu
Liat

Konduktivita
Hidrolik
(cm/jam)
11,78
2,99
1,09
0,34
0,65
0,15
0,10
0,10
0,06
0,05
0,03

Sumber : Chow, 1964
b. Kadar air tanah
Di dalam tanah, air berada di dalam ruang pori diantara padatan tanah.
Jika tanah dalam keadaan jenuh air, semua ruang pori tanah terisi oleh air. Dalam
keadaan ini jumlah air yang disimpan di dalam tanah jadi merupakan jumlah air
maksimum. Selanjutnya, jika tanah kita biarkan mengalami pengeringan, sebagian
ruang pori akan terisi udara dan sebagian lainnya terisi air (Islami dan Wani,
1995).
Resapan air tanah alamiah adalah aliran yang bergerak dari zona tak jenuh
menuju zona jenuh yang alirannya sangat tergantung pada hujan, tata guna tanah,

Universitas Sumatera Utara

karakteristik tanah dan kedalaman muka air tanah. Untuk jangka waktu yang
lama, resapan alamiah sama dengan jumlah presipitasi dikurangi evaporasi aktual
(Querner, 2001). Sedangkan daerah resapan (recharge area) merupakan suatu
wilayah dimana air yang berinfitrasi pada permukaan tanahnya langsung masuk
kedalam lapisan aitr tanah. Resapan yang terjadi pada suatu wilayah akan
menambah simpanan air tanah pada wilayah DAS.
Menurut Volker (1908) dalam Seyhan (1990), faktor yang berperan dalam
proses pembentukan resapan adalah kapasitas infiltrasi, karakteristik presipitasi,
iklim, topografi, geologi tanah. Hidrograf aliran sungai selama tanpa curah hujan
berlebih akan mengalami penurunan/resesi. Aliran sungai selama periode ini
dibentuk dari konstribusi air tanah, yang dikenal dengan baseflow.

2.5.2 Resesi aliran dasar
Resesi aliran dasar didefinisikan sebagai

penurunan kecepatan debit

sungai selama jangka waktu tertentu dan bergerak mengikuti kurva eksponensial.
Resesi aliran dasar dipergunakan untuk memperkirakan volume air yang meresap
ke daerah DAS yang dimulai pada saat mengalami penurunan dan diakhiri pada
saat debit aliran meningkat. Resesi aliran dasar diperoleh dari hidrograf aliran
sungai dengan memplot komponen waktu membentuk hidrograf semi logaritmik.
Kondisi resapan suatu DAS didapat dari hidrograf aliran. Pola perubahan resapan
akan terbentuk dengan mengamati hidrograf semilogaritmik dalam jangka waktu
lama dengan komponen aliran dasar.(Fetter, 2001)
Menurut Domenico et al. (1990) dalam Ashworth (2002), keuntungan dari
penggunaan metode analisis resesi aliran dasar (Baseflow Recession Analysis)
untuk mengetahui besarnya resapan pada suatu DAS adalah tidak memerlukan

Universitas Sumatera Utara

analisis

kuantitatif

atas

keseluruhan

proses

pembentukan

resapan

(rainfallrecharge processes) yang terjadi, karena dalam metode ini diasumsikan
bahwa fluktuasi (naik turunnya) debit air tanah telah mewakili integrasi dari
proses-proses tersebut.
Proses infiltrasi yang pada umumnya mula-mula cepat kemudian
melambat dan disusul dengan kondisi konstan, sehingga dapat diduga seberapa
besar kebutuhan air yang diperlukan oleh suatu jenis tanah pada suatu luasan
tertentu untuk membasahinya, sejak dari kondisi kering lapangan. Data hasil
pengukuran laju infiltrasi digunakan untuk tujuan perencanaan air irigasi,
konservasi tanah dan air. Tiap jenis tanah dan tataguna lahan dengan ciri-ciri
fisika, kimia, biologi, dan mineralogi yang berbeda-beda memerlukan perhitungan
kebutuhan air yang berbeda-beda dalam tujuan pemberian airnya. Oleh sebab itu
pengukuran laju infiltrasi bagi tiap jenis tanah dan tataguna lahan yang berbeda di
dalam suatu DAS perlu dilakukan untuk mendapatkan suatu model infiltrasi yang
dapat membantu memudahkan dalam kaitannya dengan kepentingan pengeloalaan
suatu DAS agar pengelolaannya secara terpadu dapat lebih tepat guna dan berhasil
guna.
Suatu penelitian yang sangat komprehensif telah dilaksanakan di salah satu
daerah aliran sungai (DAS) di Iran oleh Eatemadi (1997) dalam Vahabi and
Mahdian (2008). Penelitian tersebut telah menganalisis beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap aliran permukaan seperti koefisien aliran permukaan,
karakteristik curah hujan, suhu udara, kelembaban tanah dan evapotranspirasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju produksi aliran permukaan pada suatu

Universitas Sumatera Utara

lokasi ternyata sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan pada faktor-faktor
tersebut diatas.
Debit terendah diperlukan untuk perkiraan indeks aliran rendah di daerah
tangkapan tak gauge dan dihitung dengan model regresi regional dan model
hidrologi regional, karena dengan mengetahui debit terendah (low flow) dapat
menentukan musim aliran rendah yang terjadi sehingga dijadikan indikator dalam
pengelolaan DAS (Engeland, 2009).

2.6

Pengertian Model
Model adalah suatu gambaran abstrak dari sistem dunia nyata (real world

system) yang mempunyai kelakuan dunia nyata dalam hal-hal tertentu. Suatu
model yang baik akan menggambarkan semua segi yang penting dari kelakuan
dunia nyata dalam masalah-masalah tertentu (Manetsch dan Park, 1977). Menurut
Suwardi (1978) penyusun model merupakan suatu usaha untuk menirukan sistem
dimana dicoba untuk menemukan komponen-komponen utama suatu sistem dan
interaksi diantara setiap komponen. Selanjutnya dikemukakan validasi dan
interaksi diantara setiap komponen. Validasi sebuah model bukan merupakan
suatu konsep yang absolute. Suatu model di katakan sahih atau tidak tergantung
pada tujuan membangun model.
Model diartikan sebagai gambaran dari sistem yang sesungguhnya, yang
mempunyai kelakuan seperti sistem di dalam hal-hal tertentu. Salah satu cara
menganalisis sistem yang kompleks adalah cara simulasi yang memiliki
ketangguhan dalam menelaah sistem, karena cara ini memiliki fleksibelitas dalam
hal waktu dan dana serta konsekuensinya yang relative kecil. Secara umum,

Universitas Sumatera Utara

pengertian simulasi adalah sebuah teknik yang mengandung pembentukan sebuah
model dari situasi yang sesungguhnya yang kemudian membentuk eksperimen
pada model tersebut (Setiawan, 1991). Model merupakan konsepsi mental,
hubungan empirik atau kumpulan pernyataan-pernyataan matematik statistik atau
dapat juga diartikan sebagai representasi sederhana dari suatu sistem, sehingga
interaksi unsur-unsur yang kompleks dlam suatu sistem dapat diabstraksi dalam
bentuk hubungan sebab akibat dari peubah-peubah yang ditetapkan sesuai tujuan
model (Pramudya, 1989). Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili
berbagai aspek dari realitas yang dikaji (Suwarto, 2006). Proses pemodelan
dilakukan dengan membawa dunia nyata ke bentuk yang sederhana, namun dapat
mewakili kondisi nyata sesuai dengan substansi yang dimodelkan (Djakapermana,
2010). Untuk memenuhi hasrat dalam mencapai pembangunan berkelanjutan,
sebuah metode efektif adalah model prediksi yang sering diaplikasikan dalam
perencanaan tata ruang (Hui-Hui et al., 2012).
Karena model itu suatu sistem, maka sistem itu sendiri merupakan
perangkat elemen yang saling berhubungan yang diatur untuk mencapai suatu
tujuan (Manetsch dan Park, 1976). Sistem DAS termasuk kedalam sistem terbuka
yang membutuhkan analisis sistem. Analisis sistem bertujuan untuk mengenali
proses-proses yang terjadi dalam suatu ekosistem (Reichle, 1970). Dalam
ekosistem sumberdaya alam, analisis sitem diartikan sebagai suatu cara analisis
matematis tentang hubungan antara faktor-faktor dan komponen dalam ekosistem
sumberdaya alam tersebut yang mempunyai peranan dalam produksi, konsumsi
dan pembinaan (Soerianegara, 1978). Sehingga dengan metode pendekatan

Universitas Sumatera Utara

analisis sistem yang digunakan

dapat dijadikan suatu dasar pemikiran yang

memungkinkan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang rumit.
Analisis sistem akan dibentuk suatu model. Pembentukan dan menerapkan
model dalam percobaan merupakan bentukan dari simulasi. Model simulasi
merupakan suatu cara untuk mengetahui perubahan yang terjadi dimasa depan
sebelum sebuah sistem diimplementasikan. Model simulasi merupakan teknik
numerik dari percobaan hipotetik dari suatu gejala atau sistem dinamis dan
dinyatakan

secara kuantitatif.

Model simulasi cocok digunakan untuk

menganalisis permasalahan kompleks yang berkaitan dengan dinamika waktu
(Borshchev et al., 2004). Hillel (1977) menyatakan simulasi merupakan teknis
numerik untuk eksperimen hipoteses bagi model matematis yang dapat dijabarkan
dalam tingkah laku sistem dinamik secara kuantitatif.
Penggunaan model sebagai usaha untuk memahami suatu sistem yang rumit
merupakan teknik pengkajian yang lebih sederhana dibandingkan jika melalui
keadaan sebenarnya. Model ini dapat digunakan untuk menduga dan menerangkan
gejala- gejala dalam suatu sistem secara tepat. Suatu model yang menggambarkan
sistem mulai dari kondisi awal sampai akhir dari suatu sistem yang ada dengan
waktu yang singkat disebut simulasi (Eriyatno, 1989). Adapun tahapan simulasi
yang harus dilakukan terdiri dari: 1) Penyusunan konsep, 2). Pembuatan model, 3)
Simulasi, 4) Validasi hasil simulasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menentukan
unsur-unsur yang saling berinteraksi, berhubungan, ketergantungan, dan bersatu
dalam aktivitas. Unsur-unsur dan kaitannya digunakan untuk menyusun gagasan
atau konsep dalam bentuk uraian, gambar atau rumus. Dalam model kuantitatif

Universitas Sumatera Utara

simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model (Muhammadi et al.,
2001).
Simulasi hidrologi merupakan mengambarkan proses curah hujan dan
limpasan permukaan melalui fungsi matematik, dimana setiap komponen
digambarkan dalam satu proses, dan proses sistem alam dala simulasi gabungan.
Hasil dari simulasi hidrologi adalah untuk mengambarkan data curah hujan ke
dalam nilai-nilai aliran. Keuntungan dari simulasi ini adalah memudahkan
melakukan eksperimentasi atas suatu sistem tanpa menganggu perlakukan
terhadap sistem yang diteliti sehingga lebih efisien, layak dan analisis sistem
dapat dilakukan dengan singkat (Soerianegara, 1978).

2.7

Model Hidrologi
Dalam pengertian umum, model hidrologi adalah sebuah kajian sederhana

(simple representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks (Harto,
1993). Dalam hidrologi terdapat beberapa macam

klasifikasi model yang

digunakan antara lain : model fisik (physical model) yaitu model dengan skala
tertentu untuk menrukan prototiefnya, model analog (analog model) yaitu model
yang

disusun

dengan

menggunakan

rangkaian

resistor-kapasitor

untuk

memecahkan persamaan-persamaan diferensial yang mewakili proses hidrolog,
model matematika (mathematical model) yaitu model yang menyajikan sistem
dalam rangkaian persamaan, dan kadang-kadang dengan ungkapan-ungkapan
yang menyajikan hubungan antara variabel dan parameter.
Menurut Harto (1993) dari sisi lain, model dapat digolongkan menjadi (a)
model empirik merupakan model yang dikembangkan berdasarkan pengamatan.

Universitas Sumatera Utara

Model ini sederhana, baik dalam struktur maupun pemakaiannya. Model ini
memanfaatkan persamaan-persamaan sederhana, yang dengan masukkan tertentu
akan memperoleh keluaran yang bersangkutan.Statistika sering digunakan dalam
model ini untuk melakukan validasi terhadap prediksi untuk kondisi yang nyata
(Khandan, 2002). Model empiris digunakan untuk prediksi tetapi tidak
menjelaskan perilaku sebuah sistem (b) Model konseptual, model ini merupakan
model konseptual yang sangat berbeda dibandingkan dengan model empirik.
Model ini lebih menekankan pada identifikasi proses yang terjadi, dan hubungan
antara proses tersebut. (c) Model statistik, merupakan model yang dikenal dengan
cara regresi, cara probalistik, dan cara statistik. Cara regresi dan kolerasi, pada
dasarnya

menunjukkan

hubungan

fungsional

antara terukur,

baik

data

eksperimental maupun data alami (historical data). Data yang digunakan tersebut
pada umumnya merupakan data dalam interval tertentu secara statistik hubungan
fungsional ini ditandai dengan besaran-besaran statistik seperti koefisien korelasi
(correlation coefficient), koefisien determinasi ( determination coefficient )
Harto (1973) menyatakan bahwa tujuan penggunaan model dalam
hidrologi diantaranya adalah: a) Peramalan (forecasting), termasuk di dalamnya
untuk sistem peringatan dan manajemen. Pengertian peramalan menunjukkan baik
besaran maupun waktu kenjadian yang dianalisis berdasarkan cara probalistik, b)
Perkiraan (prediction), pengertian yang terkandung di dalamnya adalah besaran
kejadian dan waktu hipotetik (hypothetical future time), c) Sebagai alat ‘deteksi’
dalam masalah pengendalian. Dengan sistem yang telah pasti dan keluaran yang
diketahui maka masukan dapat dikontrol dan diatur, d) Sebagai alat pengengal
(identification tool) dalam masalah perencanaan (planning), misalnya untuk

Universitas Sumatera Utara

melihat pengaruh urbanisasi, pengelolaan tanah, dengan membandingkan
masukan dan keluaran dalam sistem tertentu, e) Ekstrapolasi data/informasi, f)
Perkiraan lingkungan akibat tingkah perilaku manusia yang berubah/meningkat,
g) Penelitian dasar dan hidrologi.
Sinukaban (1995) mengemukakan bahwa sebagai suatu sistem hidrologi,
DAS meliputi jasad hidup, lingkungan fisik dan kimia yang berinteraksi secara
dinamik, yang di dalamnya terjadi kesetimbangan dinamik antara energi dan
material yang masuk dengan energi dan material yang keluar. Dalam keadaan
alami, energi matahari, iklim di atas DAS dan unsur-unsur endogenik di bawah
permukaan DAS merupakan masukan (input). Sedangkan air dan sedimen yang
keluar dari muara DAS serta air yang kembali ke udara melalui evapotranspirasi
adalah keluaran (output) DAS.
Model USLE (universal soil loss equation), MUSLE (modified USLE),
RUSLE

(revised USLE), CREAMS (chemical runoff and erosion from

agricultural management system) dan GLEAMS (groundwater loading effect of
agricultural management system), Mock’s model, dowdy-O Donell, NAM Model,
Tank Model, Sistem Deterministik Model, Stanffor Model tergolong dalam
lumped parameter, yaitu model yang mentransformasi curah hujan (input) ke
dalam aliran permukaan (output) dengan konsep bahwa semua proses dalam DAS
terjadi pada satu titik spasial. (Salim, 2006). Ada kala penggumpulan data debit
dalam perencanaan menjadi masalah karena lokasi dan kondisi lokasi yang tidak
memungkinkan sehingga tidak kontiunya data debit maka salah satu model yang
dikembangkan untuk menduga debit sungai adalah Mock. Selain itu Model NRCS
juga dikembangkan untuk menghitung direct runoff walaupun dirancang untuk

Universitas Sumatera Utara

satu kali hujan namun dapat digunakan untuk menentukan rata-rata produksi air
tahunan.
WEPP (water erosion predicting project), KINEROS (kinematic erosion
simulation), EUROSEM (european soils erosion model), TOP MODEL
(topografically and physically based, variable contributing area model of basin
hidrology) dan ANSWERS (areal nonpoint source watershed environmental
response simulation) tergolong distributed parameter, yaitu model yang berusaha
menggambarkan proses dan mekanisme fisik dan keruangan, memperlakukan
masing komponen DAS atau proses sebagai komponen mandiri dengan sifatnya
masing- masing. Model tersebut secara teori sangat memuaskan, tetapi data
lapangan sering terbatas untuk mengkalibrasi dan memverifikasi hasil simulasi.
Model HEC-1 adalah event model yang mensimulasikan respon hujan
tunggal sebagai input data. Sedangkan SWM-IV (stanford watershed model) dan
SWMM (storm water management model) merupakan continous model yang
didasarkan pada persamaan kesetimbangan air dalam jangka yang lebih panjang.
Model tersebut cocok untuk digunakan pada DAS yang memiliki ukuran yang
lebih luas.
Model AGNPS (agricultural non point source pollution model) merupakan
gabungan antara model distribusi dan model sekuensial. Sebagai model distribusi,
penyelesaian persamaan keseimbangan massa dilakukan serempak untuk semua
sel. Sedangkan sebagai model sekuensial, air dan cemaran ditelusuri dalam
rangkaian aliran dipermukaan lahan dan di saluran secara berurutan (Pawitan,
1999).

Universitas Sumatera Utara

Model SWAT (soil and water assessment tooll) adalah model yang
dikembangkan untuk memprediksi dampak pengelolaan lahan (land management
practices) terhadap air, sedimen dan bahan kimia pertanian yang masuk ke sungai
atau badan air pada suatu DAS yang kompleks, dengan tanah, penggunaan tanah
dan pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama (Arsyad,
2006).

2.7.1 Model NRCS
Salah satu

model yang

dikembangkan oleh Natural

Resources

Conservation Service (NRCS) United State Departement of Agriculture (USDA)
adalah Technical Release 55 (TR-55), menampilkan prosedur-prosedur yang telah
dipermudah untuk menghitung direct runoff, debit puncak, hidrograf dan storage
volume yang dibutuhkan untuk reservoir air banjir.Pertama kali diusulkan oleh
Soil Conservation Service (SCS) pada tahun 1986, kemudian dikembangkan TR55 dengan memasukkan hasil penelitian terakhir

dan perubahan berdasarkan

pengalaman pakar DAS. NRCS dapat menghitung runoff dengan mengenalkan
prosedur dengan teknik bilangan kurva (Curve Number).
Metode SCS (Soil Conservation Service)-CN (Curve Number) merupakan
suatu metode yang dapat digunakan untuk memprediksikan besarnya aliran
permukaan. Metode ini dikembangkan di Amerika Serikat dan saat ini aplikasinya
sudah sangat sering dan luas. Metode ini pada dasarnya menghitung besarnya
aliran permukaan berdasarkan besarnya kehilangan air akibat adanya pengambilan
awal (initial abstraction) oleh tanah. curve number (CN) merupakan suatu nilai
yang menyatakan potensi limpasan permukaan yang dihasilkan berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

gabungan dari karakteristik tanah dan penutupan lahan. Menurut Soulis et al.
(2009) bilangan CN sangat efektif menggambarkan suatu hubungan antara
beberapa faktor yang berpotensi menghasilkan limpasan permukaan seperti jenis
tanah, jenis dan manajemen tata guna lahan, kondisi permukaan dan kelembaban
tanah sebelum terjadi hujan. Mereka juga menambahkan bahwa karena
kesederhanaannya, metode ini sudah dapat diterima secara luas di Amerika
Serikat dan beberapa negara lainnya. Walaupun demikian, metode ini masih juga
menjadi objek penelitian terutama dalam hal efektifitas penerapannya di belahan
bumi lain dengan kondisi iklim yang berbeda (Hjelmfelt, 1991; Yu, 1998).
Aliran yang dihasilkan oleh suatu kejadian hujan pada suatu lokasi sangat
tergantung pada berbagai faktor seperti permeabilitas tanah, intensitas curah
hujan, tata guna dan penutup lahan, tingkat kerapatan vegetasi dan tekstur tanah
(Vahabi and Mahdian, 2008). Melihat faktor-faktor tersebut dapatlah disimpulkan
bahwa semakin detail suatu metode dalam mengakomodasi semua faktor-faktor
tersebut dalam perhitungan besarnya aliran permukaan maka akan semakin akurat
hasil yang diperoleh.
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya aliran
permukaan telah banyak dilakukan. Warrington et al. (1989) telah melakukan
penelitian dampak kemiringan lahan terhadap produksi aliran permukaan pada
daerah dengan kondisi tanah tidak stabil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada tanah yang tidak stabil, butiran air hujan yang jatuh menyebabkan rusaknya
struktur tanah bagian atas sehingga pori-pori tanah tertutup. Akibatnya proses
infiltrasi terhambat,

permeabilitas tanah menurun yang

pada

akhirnya

meningkatkan laju aliran permukaan. Peningkatan derajat kemiringan lahan

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan suatu kondisi yang lebih baik dimana aliran permukaan membawa
partikel-partikel tanah yang lepas sehingga mengurangi penyumbatan pori-pori
tanah. Dengan meningkatnya laju infiltrasi dan permeabilitas tanah, peningkatan
derajat kemiringan menghasilkan aliran permukaan yang lebih kecil.
Dampak

persentase penutupan

lahan

juga

telah

dianalisis

oleh

Giordanengo et al. (2000) dengan membandingkan laju aliran permukaan pada
suatu lahan dengan kondisi tanpa vegetasi (0%), 30 dan 60%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada tahun pertama, pengurangan persentase penutup lahan
sangat mempengaruhi secara signifikan laju aliran permukaan yang dihasilkan.
Penelitian ini juga menegaskan kembali adanya hubungan yang sangat erat antara
besarnya aliran permukaan, penutupan lahan dan topografi.
Terlepas dari kompleksnya hubungan antara limpasan permukaan dengan
faktor-faktor tanah, vegetasi, dan iklim, berbagai metode telah dikembangkan
untuk memprediksikan besarnya limpasan permukaan yang dihasilkan pada suatu
kejadian hujan. Metode-metode tersebut pada dasarnya bertujuan untuk
menyederhanakan proses perhitungan limpasan permukaan namun tetap
mempertimbangkan faktor-faktor yang berperan penting dalam terbentuknya
limpasan permukaan. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode
Soil Conservation Service (SCS) – Curve Number (CN).
Koefisien CN (curve number) harus ditentukan secara empiris, karena
besarnya berubah-ubah antara satu daerah dengan daerah lain. Penentuan harga
CN dipengaruhi oleh faktor-faktor penting antara lain tipe tanah (soil type) dan
penggunaan lahan (land use). (Chow et al., 1988). Untuk mempermudah dalam

Universitas Sumatera Utara

perhitungan Soil Conservation Service memberikan estimasi harga CN seperti
terlampir pada Lampiran 1 yang didasarkan atas kelompok hidrologi tanah.
SCS telah mengklasifikasikan 4000 jenis tanah ke dalam 4 kelompok yaitu
kelompok A, B, C dan D berdasarkan infiltrasi minimum pada lahan terbuka
setelah penggenangan (Haan et al., 1994). Kelompok-kelompok tersebut
kemudian dinamakan Hydrologic Soil Group (HSG). Tabel 2.2 menjelaskan
karakteristik tanah yang tergolong ke dalam group A, B, C, maupun D. Untuk
tanah-tanah yang tidak mengalami proses pemadatan yang signifikan, pendugaan
kelompok tanah dapat didasarkan pada tekstur tanah permukaan saja.
Tabel 2.2. Karakteristik HSG berdasarkan penggolongan SCS
Kelompok Tanah
Laju infiltrasi Laju perpindahan Partikel tanah
air tanah
dominan
Rendah Tinggi
Cepat
Dominan pasir
A
(8-12 jam/mm) (0.3 in./jam)
dan kerikil
Sedang Sedang
Sedang
Halus sampai ke
B
(4-8 mm/jam)
(0.15-0.3 in./jam)
agak kasar
Tinggi Rendah
Lambat
Agak
halus
C
(1-4 mm/jam)
(0.05-0.15 in./jam)
sampai ke halus
Tinggi HSG
Potensi limpasan
Halus
sampai
D
sangat halus
Sumber: Haan et al., 1994.

Keterangan :Kelompok tanah berdasarkan tekstur
HSG
Tekstur tanah
A
Pasir, pasir berlempung, atau lempung berpasir
B
Lempung liat atau lempung
C
Lumpur lempung berpasir
D
Lempung lumpur, lumpur lempung berliat, lumpur berpasir,
lumpur berliat atau lumpur
Sumber: Rawls dan Brakensiek, 1983; Haan et al., 1994.

2.7.2

Model Mock
Untuk data aliran yang terbatas dan data hujan yang cukup panjang maka

data aliran tersebut dapat dibangkitkan dengan menggunakan metoda pendekatan

Universitas Sumatera Utara

modelling hujan-aliran. Model hujan-aliran yang digunakan adalah Metoda
Mock. Metoda Mock lebih sering dipakai dibandingkan dengan metoda-metoda
yang lain (SMAR, NRECA dll) karena metoda ini dikembangkan di Indonesia,
penerapannya mudah dan menggunakan data yang relatif lebih sedikit.
Model Mock mempunyai lima parameter (Mock 1973) yaitu 1) ISMS
(Initial Soil Moisures Storage) adalah kelembaban tanah awal, 2) SMC (Soil
Moisure Capacity) kapasitas kelembaban tanah, 3) IF (Infiltration Factor)
bahagian curah hujan yang masuk ke dalam tanah, 4) PF (Percentage Factor)
bahagian dari distribusi hujan bulanan pad musim kemarau yang menjadi aliran
dinyatakan dalam %, 5) MF RC ( Monthly flow Recession Constant) konstanta
resesi bulanan dari aliran bulanan.
Model Mock merupakan salah satu dari sekian banyak model yang
menjelaskan hubungan rainfall run off. Model Mock yang dikembangkan untuk
menghitung debit bulanan rata-rata dan bias memprediksikan debit. Data-data
yang dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan Model Mock yaitu data rainfall
atau presipitasi, data klimatologi (temperature, penyinaran matahari, kelembaban
relative dan kecepatan angin) dan data catchment area. Model Mock meliputi
beberapa langkah perhitungan, langkah perhitungan ini dimulai dari input data
meteorologi, perhitungan evapotrasfirasi, perhitungan water balance, dan
perhitungan debit itu sendiri.
1)

Perhitungan Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari data
curah hujan dan klimatologi. Alasannya adalah karena evapotranspirasi ini
memberikan nilai yang besar untuk terjadinya debit dari suatu daerah pengaliran

Universitas Sumatera Utara

sungai. Nilai evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar
yang tidak tetutupi tumbuhan hijau (expoced surface) pada musim kemarau.
Besarnya expoced surface (m) untuk setiap daerah berbeda-beda. Selain expoced
surface evapotranspirasi terbatas juga dipengaruhi oleh jumlah hari hujan (n)
dalam bulan bersangkutan.
2)

Perhitungan Water Surplus
Dalam model Mock, water surplus merupakan bagian yang penting untuk

memprediksi debit sungai. Alasannya adalah karena water surplus ini
berpengaruh langsung pada infiltrasi dan total run off yang merupakan komponen
debit. Water surplus didefinisikan sebagai air hujan (presipitasi) yang telah
mengalami evapotranspirasi dan mengisi tampungan tanah ( soil storage).
Tampungan kelembaban tanah (soil moisture storage) terdiri dari kapasitas
kelembaban tanah (soil moisture capacity), guna infiltrasi, limpasan permukaan
tanah dan tampungan tanah (soil strorage). Mock menerapkan bahwa besarnya
kapasitas kelembaban tanah maksimum adalah 200 mm/bulan.
Asumsi yang dipakai oleh F. J. Mock adalah air akan memenuhi SMC
terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi yang
lebih dalam atau melimpas langsung (direct run off). Ada dua keadaan untuk
menentukan SMC, yaitu:
a.

SMC < 200/bulan, jika P-Ea ≥ 0
Artinya soil moisture storage sudah mencapai kapasitas maksimum atau
terlampaui sehingga air tidak disimpan dalam tanah lembab. Ini berarti
soil storage (SS) sama dengan 0 dan besarnya water surplus sama
dengan P-Ea

Universitas Sumatera Utara

b.

SMC > SMC bulan sebelumnya (P-Ea), jika P-Ea < 0.
Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture storage)
belum mencapai kapasitas maksimum, sehingga ada air yang disimpan
dalam tanah lembab. Besarnya air yang disimpan ini adalah P-Ea.
Karena air berusaha untuk mengisi kapasitas maksimumnya, maka untuk
keadaan ini tidak ada water surplus (WS = 0). Selanjutnya WS ini akan
mengalami infiltrasi dan melimpas di permukaan (run-off). Besarnya
infiltrasi ini tergantung pada koefisien infiltrasi.

3)

Perhitungan limpasan total
Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam

tanah lembab selanjutnya akan melimpas di permukaan (surface run off) dan
mengalami infiltrasi dan perkolasi. Menurut Mock besarnya infiltrasi adalah water
surplus dikalikan dengan koefisien infiltrasi. Koefisien infiltrasi ditentukan oleh
kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran lahan bersifat poros umumnya
memiliki koefisien yang cenderung besar. Namun jika kemiringan tanahnya
terjaldimana air tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi dalam tanah,
maka koefisien infiltrasinya berniali kecil. Infiltrasi terus terjadi sampai zona
tampungan air tanah (groundwater storage).
Menurut Mock besarnya groundwater storage (GS) dipengaruhi oleh:
a.

Infiltrasi (I), semakin besar infiltrasi maka groundwater storage
semakin besar pula begitu juga sebaliknya.

b.

Konstanta resesi aliran bulanan (monthly flow recession constant)
konstanta aliran bulanan disimbukan dengan K adalah proporsi dari
air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang.

Universitas Sumatera Utara

c.

Groundwater storage bulan sebelumnya (GSom) nilai ini diasumsikan
sebagai konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balace
merupakan siklus tertutup yang ditinjau selama satu tahun. Dengan
demikian maka nilai asumsi awal ini harus dibuat sama dengan nilai
akhir tahun.
Model Mock adalah model untuk memprediksikan debit yang didasarkan

pada water balance. Oleh sebab itu, batasan-batasan water balance ini harus
dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage (ΔGS)
selama 1 tahun adalah nol, atau (Σ ΔGS = 0). Perubahan groundwater storage
(ΔGS) adalah selisih antara groundwate