Kajian Yuridis Terhadap Alat Bukti Penyadapan Di Tinjau Dari Hak Asasi Manusia Chapter III V

BAB III
PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA DI DALAM
SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

A. Jaminan Terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia di dalam Konstitusi
1. Negara Hukum; Rechtstaat & Rule of law
Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 menegaskan bahwa “Negara
Indonesia berdasar atas hukum”. Negara hukum dan negara kekuasaan
(machtsstaat) merupakan dua konsep yang berbeda dan saling berlawanan. Dasar
pemikiran dari negara hukum ialah kebebasan rakyat (liberte du citoyen),
sedangkan dasar pemikiran dari negara kekuasaan adalah kebesaran negara (gloire
de I’etat). 76 Istilah Negara hukum meskipun keliatan sederhana, namun
menagadung muatan sejarah pemikiran yang relatif panjang. Negara hukum
adalah istilah Indonesia yang terbentuk dari dua suku kata, negara 77 dan hukum.78
Tujuan Negara adalah untuk memelihara ketertiban hukum (rechtsorde). Oleh

76

Soewandi, Hak-Hak Dasar dalam Konstitusi-konstitusi Demokrasi Modern (Djakarta:
PT Pembangunan, 1957), hlm. 12
77

Secara etimologis, istilah negara berasal dari bahasa Inggris (state), Belanda (staat),
Italia (‘etat). Kata staat berasal dari akar kata latin, status atau statum yang berarti menaruh dalam
keadaan berdiri, membuar berdiri, menempatkan berdiri. Dapat dilihat F.Isjwara, Pengantar Ilmu
Politik, (Bandung: Dhiwantara, 1967); M. Solly Lubis, Ilmu Negara, (Bandung: Mandar Maju,
1990); Sjahran Basah, Ilmu Negara; Pengantar, Metode, dan Sejarah Perkembangan, (Bandung:
Citra Aditya, 1992)
78
Hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat, seperti dalam ungkapan Latin, ubi
ius, ibi societas, namun sangat sulit untuk dapat memberikan definisi hukum sendiri, seperti di
ungkapkan Friedman, No definition of law could satisfy everyone; no definition could be “true” or
“false”, except by some outside standard, based on an ethical feeling, or on experience. Lihat
lebih lanjut Lawrence M. Friedman, Law and Society; an introduction, (New Jersey: Prentice-Hall,
Inc., 1977), hlm. 3

Universitas Sumatera Utara

karena itu, negara membutuhkan hukum dan sebaliknya pula hukum ditegakkan
dan dijalan oleh otoritas negara. 79
Ada beberapa istilah asing yang digunakan sebagai pengertian dari negara
hukum, yakni rechtstaat, rule of law, dan etat de troit. Beberapa istilah tersebut

sebenarnya memiliki perbedaan-perbedaan yang signifikan. Menurut Philipus M.
Hadjon, konsep rechtstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutism
sehingga sifatnya revolusioner, sedangkan sebaliknya konsep rule of law
berkembang secara evolusioner. 80 Miriam Budiharjo dalam bukunya Dasar-dasar
Ilmu Politik, menegaskan bahwa perkembangan ide demokrasi dapat dilihat dari
dua mainstream, pertama demokrasi pada negara hukum klasik, dan kedua
demokrasi pada negara hukum dinamis. 81
Munculnya keinginan untuk melakukan pembatasan yuridis terhadap
kekuasaan, pada dasarnya, dikarenakan politik kekuasaan yang cenderung korup.
Hal ini dikhawatirkan akan menjauhkan fungsi dan peran negara bagi kehidupan
individu dan masyarakat. 82 Atas dasar itu terdapat keinginan yang besar agar
dilakukan pembatasan kekuasaan secara yuridis-normatif untuk menghindari
penguasa yang despotic. 83 Pada tahap ini kemudian konstitusi menjadi penting
artinya bagi kehidupan masyarakat. Konstitusi dijadikan sebagai perwujudan
79

Sudargo Gautama, Pengertian tentang Negara Hukum, (Bandung: Alumni, 1973), hlm.

20
80


Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, (Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1987), hlm. 72
81
Miriam Budiharjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 1983), hlm.56-63
82
Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945
Sampai dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 20
83
Sejalan dengan hal itu, Hitchner dan Levine mengatakan, political power is exercised
through a series of relationships between the holders of power and the governed. In totalitarian
states that power is limited only by the decision of the ruling group and can in principle reach into
every area of an individual’s life. The power of democratic governments, however, is limited and
can be applied only in certain domains and according to known procedures. The framework that
defines and limits political power is a constitution. Lihat Dell Gillete Hitchner dam Carol Levine,
Comparative Governments and Politics, (New York: Harper & Row publisher, 1981), hlm. 69

Universitas Sumatera Utara

hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah

sekalipun, sesuai dengan dalil, government by laws, not by men (pemerintahan
berdasarkan hukum bukan berdasarkan mnusia). 84
Carl. J. Friedrich memperkenalkan sebuah istilah negara hukum dengan
nama

rechtstaat.

Sebagaimana

dikutip

Miriam

Budiardjo

dalam

buku

Constitutional Government and Democracy; Theory and Practice in Europe and

America oleh Friedrich J. Stahl, 85 setidaknya terdapat empat unsur berdirinya
rechtstaat, yaitu:
a. hak-hak manusia;
b. pemisahan atau pembagian kekuasaan;
c. pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan;
d. peradilan administrasi dalam perselisihan.
Kemudian Albert Venn Dicey dalam magnum opus-nya, Introduction to
the Law of the Constitution memperkenalkan istilah Rule of Law yang secara
sedehana diartikan sebagai keteraturan hukum. Menurut Dicey, ada 3 usnur
fundamental dalam Rule of Law, yaitu
a. supremasi aturan-aturan hukum; tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang,
dalam arti seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum;
b. kedudukan yang sama dalam emnghadapi hukum. Petunjuk ini berlaku bagi
masyarakat biasa, maupun terhadap para pejabat

84
85

Miriam Budiardjo, op. cit., hlm. 57
ibid


Universitas Sumatera Utara

c. terjaminnya hak asasi manusia oleh Undang-undang maupun keputusan
pengadilan. 86
Berdasarkan pandangan diatas, keliatan bahwa negara tidak bersifat
proaktif, melainkan bersifat pasif. Sikap negara tersebut dikarenakan pada
posisinya negara hanya menjalankan apa yang termaktub dalam konstitusi semata.
Sehingga negara tidak lebih hanya sebatas nachtwachterstaat (negara penjaga
malam). 87
2. Signifikasi dan Muatan Konstitusi
Lord Acton dalam “aksioma politik” mengatalam, “power tends to corrupt
and absolute power tends to corrupt absolutely” 88 (kekuasaan cenderung untuk
korupsi dan kekuasaan yang mutlak cenderung untuk korupsi pula). Kekuasaan
mengandung dua sisi sekaligus, yakni sisi positif dan negatif. Dari sisi positif
karena kekuasaan yang baik sebenarnya sangat efektif menegakkan hukum dan
keadilan secara bermatabat. Namun dari sisi negatif, yakni manakala kekuasaan
diarahkan kepada bentuk kesewang-wenangan dan kezaliman.
Pembatasan


kekuasaan

yang

terbaik

adalah

melalui

konstitusi,

sebagaimana ungkapan Carl J. Friedrich yang mengatakan, “constitutionalism by
dividing power provides a system of effective restrains upon governmental

86

A.V.Dicey, An Introduction to the Study of the Law of the Constitution, (London:
Mac:Millan, 1973), hlm. 202-3
87

Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaanya
di Indonesia; Pergeseran Keseimbangan antara Individualisme dan Kloektivisme dalam
Kebijakan Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi selama Tiga Masa Demokrasi, 1945-1980an, (Jakarta: Disertasi Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993), hlm. 230
88
M. Amien Rais, “Pengantar” dalam Peter Calvert, the Process of Political Succession,
edisi Indonesia oleh Musbah Zulfa Elisabeth. et.al. Proses Suksesi Politik, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1995), hlm. ix,

Universitas Sumatera Utara

action”. 89 Sehingga berbicara tentang negara tidak dapat dilepaskan dengan
konstitusi.90 Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain.
Kehadiran konstitusi merupakan condition sine quo non (syarat mutlak)
bagi sebuah negara. Konstitusi tidak saja memberikan gambaran dan penjelasan
tentang mekanisme lembaga-lembaga negara, lebih dari itu di dalamnya
ditemukan letak relasional dan keudukan hak dan kewajiban warga negara.
Konstitusi merupakan ‘social contract” antara yang diperintah (rakyat) dengan
yang memerintah (penguasa,pemerintah).
Konstitusi mengadung dua pengertian 91, pertama dalam pengertian luas,

yakni mencakup sistem pemerintahan dari suatu negara dan merupakan himpunan
peraturan yang mendasari serta mengatur pemerintahan dalam mengatur tugastugasnya. Sebagai sistem pemerintahan, didalamnya terdapat campuran tata
peraturan, baik yang bersifat hukum (legal) maupun bukan hukum (non legal).
Kedua, dalam pengertian sempit, yaotu sekumpulan peraturan yang legal dalam
lapangan ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam “suatu dokumen” yang
terkait satu sama lain.
Undang-Undang Dasar (UUD) merupakan konstitusi tertulis. Adapun
batasan-batasanya dapat dirumuskan kedalam pengertian sebagai berikut: 92
a. suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan
kepada para penguasa;
89

Carl J. Friedrich, Constitutional Government and Democracy; Theory and Practice in
Europe and America, (Masscahusets: Blaisdell Publishing Company, 1967), hlm. 38
90
Samidjo, Ilmu Negara. (Bandung: Armico, 1986), hlm. 297
91
Majda El Muhtaj, Op.Cit, hlm. 29
92
E.C.S. Wade, Constitutional Law, (New York: Longman, Green and Co, 1968), hlm. 1


Universitas Sumatera Utara

b. suatu dokumen tentang pembagian tugas sekaligus petugasnya dari suatu
sistem politik;
c. suatu deskripsi dari lembaga-lembaga negara;
d. suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak asasi manusia.
Sehingga

UUD

merupakan

dasar

bagi

terselenggaranya

sistem


pemerintahan. Sejalan dengan itu, Miriam Budiardjo menegaskan bahwa UUD
menentukan

cara

bagaimana

pusat-pusat

kekuasaan

bekerja

sam

dan

menyesuaikan diri satu sama lain. Selengkapnya Miriam Budiardjo mengatakan:
“Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan
menggangapnya sebagai organisasi kekuasaan maka Undang-Undang
Dasar (UUD) dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas
yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga
kenegaraan, misalnya antara badan legislatif, badan eksekutif dan badan
yudikatif. Undang-Undang Dasar (UUD) menentukan cara-cara
bagaimana pusat-pusat kekuasan ini bekerjasama dan menyesuaikan diri
satu sama lain; UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam
suatu negara”. 93

Konstitusi sebagai bagian yang krusial bagi sebuah negara memang tak
terbantahkan. Dalam konteks pentingnya konstitusi bagi sebuah negara, Struyken
dalam bukunya Het Staatrecht van Het Koninkrif der Bederlander menyatakan
bahwa UUD sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang
berisikan: 94
a. Hasil perjuangan poltik bangsa dimasa lampau
b. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
c. Pandangan tokok-tokoh bangsa hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang maupun untuk waktu yang akan datang
93
94

Miriam Budiardjo, Op. cit, hlm. 96
Sri Soemantri, Op.cit hlm. 2

Universitas Sumatera Utara

d. Suatu keinginan, domana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.
Berdaarkan 4 hal diatas, maka sangat pentinglah suatu konstitusi yang
menjadi barometer kehidupan negara dan berbangsa, serta memberikan arahan
dan pedoman bagi generasi penerus bangsa dalam menjalankan fungsi negara.
Untuk menguatkan hal tersebut, ada baiknya juga melihat pendapat Bryce
seputar motf politik dalam pemyusunan sebuah konstitusi, sebagaiaman dikutip
oleh Joeniarto, yakni: 95
a. Keinginan untuk menjamin hak-hak rakyat dan untuk mengendalikan tingkah
laku penguasa
b. Keinginan untuk menggambarkan sistem pemerintahan yang ada dalam
rumusan yang jelas guna mencegah kemungkinan perbuatan sewenangwenang dari pemnguasa dimasa depan.
c. Hasrat dari pencipta kehidupan politik baru untuk menjamin atau
mengamankan berlakunya cara pemerintahan dalam bentuk yang permanen
dan yang dapat dipahami oleh warga negara
d. Hasrat dan keinginan untuk menjamin adanya kerja sama yang efektif dari
beberapa negara yang pada mulanya berdiri sendiri
3. Muatan Hak Asasi Manusi di dalam UUD NRI 1945
Dalam sejarah ketatanegaraan Negara Indonesia, Indonesia sendiri telah
beberapa kali mengalami perubahan konstitusi negara, diawali dengan UUD 1945,
Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950, kembali kepada UUD 1945, dan
kemudian sampai pada perubahan kedua UUD NRI 1945. Salah satu poin penting
95

Joeniarto, Selayang Pandang tentang Sumber-Sumber Hukum Tata Negara di
Indonesia, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1964), hlm. 36

Universitas Sumatera Utara

perubahan kedua UUD NRI 1945 adalah penjaminan hak-hak asasi manusia
(HAM). Perubahan Kedua UUD NRI 1945 memasukkan perihal HAM menjadi
satu bab tersendiri, yakni BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia dengan 10 Pasal
, yakni Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G,
Pasal 28H, Pasal 28I, dan Pasal 28J.
Menurut Ni’matul Huda, penambahan perumusan HAM serta jaminan
penghormatan, perlindungan, pelaksanaan, dan pemajuannya kedalam UUD NRI
1945 bukan karena semata-mata kehendak isu global, melainkan karena itu
merupakan salah satu syarat negara hukum. HAM merupakan salah satu indicator
untuk mengukur tingkat peradaban, demokrasi, dan kemajuan suatu bangsa.96
Muatan HAM dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dapat dikatakan sebagai
bentuk komitmen jaminan konstitusi atas penegakan hukum dan HAM di
Indonesia.
Jika dicermati lagi di dalam UUD NRI 1945 beberapa materi muatan
HAM tersebut antara lain
a. Hak atas hidup dan kehidupan.
Hak tersebut diatur di dalam Pasal 28A, yang menyatakan
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”.
b. Hak membentuk keluarga.
Hak ini diatur di dalam Pasal 28B, yang menyatakan
(1) Setip orang untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah
96

Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia; Kajian Terhadap Dinamika
Perubahan UUD 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2003), hlm. 32

Universitas Sumatera Utara

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
c.

Hak untuk mengembangkan diri dengan meningkatkan kualitas diri
Hak ini diatur di dalam Pasal 28C, yang menyatakan
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya demi kesejahteraan umat manusia
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya.

d. Hak untuk perlakuan hukum yang adil.
Hak ini diatur di dalam Pasal 28D, yang menyatakan
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didepan hukum.
(2) Setiap orang berhak bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan adil
dan layak dalam hubungan kerja
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
e. Hak untuk beragama dan berserikat
Hak ini dia atur di dalam Pasal 28E, yang menyatakan

Universitas Sumatera Utara

(1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
f. Hak untuk berkomunikasi
Hak ini diatur di dalam Pasal 28F, yang menyatakan:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribdi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki segala jenis saluran yang tersedia”.
g. Hak untuk perlindungan privasi
Hak ini diatur di dalam Pasal 28G, yang menyatakan
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaanya, serta
berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain.
h. Hak untuk kehidupan yang layak, persamaan di hadapan hukum, dan jaminan
sosial
Hak ini diatur di dalam Pasal 28H, yang menyatakan

Universitas Sumatera Utara

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.
(3) Setiap

orang

berhak

atas

jaminan

sosial

yang

memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermatabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
i. Hak untuk bebas dari penyiksaan dan diskriminasi
Hak ini diatur di dalam Pasal 28I, yang menyatakan
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
secara pribadi di hadapan hukum. Dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapt
dikurangi dalam keadaan apapun.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan
terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksaan hak asasi
manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan.
j. Kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain
Hal ini diatur di dalam Pasal 28J, yang menyatakan
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang dttetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatam
atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntuttan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
k. Hak untuk upaya pertahanan dan keamanan negara
Hal ini diatur di dalam Pasal 30 ayat (1), yang menyatakan
“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara”.
Dari beberapa pasal diatas, perlindungan Hak Asasi Manusia khsususnya
dalam hak privasi untuk mendapatkankan informasi dan berkomunikasi dengan
orang lain. Perlindungan terhadap Hak privasi tersebut diatur di dalam Pasal 28G
ayat (1) UUD NRI 1945.

Universitas Sumatera Utara

B. Asas-Asas Hukum Acara Pidana dalam Melindungi Hak Asasi Manusia
Didalam sistem peradilan pidana di Indonesia, pedoman dalam
melaksanakan hukum acara pidana ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor. 8
tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada tanggal 24
September 1981. Pedoman ini bertujuan untuk menjamin adanya kepastian
kesatuan pelaksaan hukum acara pidana, yaitu sejak dari penyidikan, penuntutan,
pemeriksaan dipengadilan, sampai pada penyelesaian di tingkat (lembaga)
permsyarakatan. 97
Istilah lain yang sering digunakan dalam menyebutkan hukum acara
pidana adalah “hukum pidana formal” dan istilah Kitab Unfang-Undang Hukum
Pidana (KUH Pidana) sering disebut “hukum pidana materiil”. Hukum pidana
materil merupakan pedoman yang berisi petunjuk dan uraian tentang delik,
peraturan tentang syarat-syarat dapat tidaknya dipidana orang dipidana dan aturan
tentang pemidanaan, yaitu mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu
dijatuhkan. Sedangkan hukum pidana formil adalah mengatur bagaimana negara
melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menatuhkan
pidana. 98
Pengertian tersebut juga dapat dilihat dari pendapat van Bemmelen 99 yang
menyakatan bahwa hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang
diciptakan oleh negara, karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang undang
pidana yang dapat dilihat menjadi :
1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran.
97

Andi Sofyan & Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta:
Prenadamedia Grup, 2014), hlm. 1
98
Ibid, hlm. 2
99
Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indoensia,
1983), hlm. 17

Universitas Sumatera Utara

2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu.
3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap sipelaku dan kalau
perlu menahannya.
4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah diperoleh
pada penyidikan kebenaran guna diilimpahkan kepada hakim dan membawa
terdakwa kedepan hakim tersebut.
5. Hakim memberikan keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan-perbuatan
yang ditudukan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau
tindakan tata tertib
6. Aparat hukum untuk melawan keputusan tersebut.
7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib itu.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas hukum acara pidana dalam
melaksanakan hukum pidana materiil memberikan peraturan cara bagaiman
negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk
memidana atau memberikan pidana. 100
Dalam penerapan penegakan KUHAP, diperlukan suatu landasan atau
sebuah prinsip yang diartikan sebagai dasar patokan yang melandsari KUHAP.
Asas-asas atau prinsip hukum inilah yang menjadi tonggak pedoman bagi instansi
jajaran aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP, bukan saja
hanya kepada aparat penegak hukum, tetapi juga bagi setiap anggota masyarakat
yang terlibat dan berkepntingan atas pelaksanaan KUHAP sendiri. Apabila
menyimpang dari prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada KUHAP, berarti
orang yang bersangkutan telah sengaja mengabaikan hakikat kemurnian yang

100

Andi Sofyan & Abd, Asis, Op.cit, hlm. 6

Universitas Sumatera Utara

dicita-citakan

KUHAP.

Sehingga

tindakan

demikian,

nyata-nyata

telah

meningkari dan menyelewengkan KUHAP ke arah tindakan yang berlawanan dan
melanngar hukum. 101 Hal ini merupakan suatu bentuk perlindungan hsk asasi
manusia dalam pelaksaan KUHAP.
1. Asas legalitas
Dalam konsideran KUHAP huruf a, yang berbunyi:
“Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menjungjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga
negara bersamaa kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjungjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”.
Sehigga jelaslah KUHAP adalah sebagai Undang-undang pelaksanaan
dan penerapan KUHAP harus bertitik tolak pada the rule of law. Semua tindakan
penegak hukum harus: 102
a. Berdasarkan ketentuan hukum dan undang-undang
b. Menempatkan kepentingan hukum dan perundang-undangan diatas
segalanya, sehingga terwujud suatu kehidupan masyarakat bangsa yang
takluk dibawah “supremasi hukum” yang selaras dengan ketentuanketentuan perundang-undangan dan perasaan keadilan bangsa Indonesia.
Jadi arti the rule of law dan supremasi hukum menguji dan meletakkan
setiap tindakan penegakan hukum takluk dibawah ketentuan konstitusi,
undang-undang dan rasa keadilan yang hidup di tengah-tengah kesadaran
masyarakat.

101

M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 35
102
M. T. Makarao dan Suhasril. Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan
Praktek, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm 23

Universitas Sumatera Utara

Sehingga berdasarkan asas legalitas sesuai dengan prinsip the rule of law
dan supremasi hukum, aparat penegak hukum tidak dibenarkan: 103
a. Bertindak diluar ketentuan hukum;
b. Bertindak sewenang-wenang atau abuse of power;
c. Sama derajatnya dihadapan hukum atau equal before the law;
d. Mempunyai kedudukan “perlindungan” yang sama oleh hukum, equal
protection on the law;
e. Mendapat “perlakuan keadilan” yang sama di bawah hukum, equal justice
under the law;
2. Asas Keseimbangan
Asas ini dapat dilihat dalam konsideran huruf c yang menegaskan dalam
setip penegakan hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi
antara:
a. Perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan;
b. Perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat
Aparat penegak hukum harus menempatkan diri dalam suatu acuan
pelaksanaan penegakan hukum yang berlandaskan keseimbangan yang serasi
antara orientasi penegakan dan perlindungan ketertiban masyarakat dengan
kepentingan dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Apabila tindakan aparat
telah melakukan penyalahgunaan kekuasaannya misalnya melakukan kekerasan,
aparat tersebut dapat dimintai pertanggungjawabannya atas yang dianggap telah
melanggar HAM. 104

103

M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 36
Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Impilasinya dalam Perspektif
Hukum dan Masyarakat, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 138
104

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian perlu mengubah sikap mental dan pandngan ke arah
cakrawala penegakan hukum yang menempatkan kedudukan mereka sebagai
kelompok aparat yang berfungsi sebagai “manusia-manusia pelayan” atau sebagai
agency of service. Dengan perlindungan kepentingan ketertiban masyarakat,
KUHAP telah menonjolkan tema ihuman dignity (martabat kemnusiaan), dalam
pelaksanaan tindakan penegakan hukum di Indonesia.
3. Asas praduga tak bersalah
Hakikat asas ini cukup fundamental sifatnya dalam Hukum Acara Pidana
ketentuan asas praduga tidak bersalah eksistensinya tampak pada Pasal 8 UU No.
4 Tahun 2004 dan penjelasan umum angka 3 huruf c KUHAP yang menentukan
bahwa:
“setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dana atau
dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap”
Secara umum asss ini menjelaskan bahwa

tersangka/terdakwa tidak

dibebani kewajiban pembuktian, karena dalam proses pemeriksaan perkara pidana
yang membuat/menyampaikan dakwaan adalah Jaksa Penuntut Umum, maka yang
berkewajiban untuk membuktikan kesalahan terdakwa adalah Jaksa Penuntut
Umum 105
Prinsip ini menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam setiap
tingkat pemeriksaan: 106

105

Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.

106

M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 40

156

Universitas Sumatera Utara

a. Adalah subjek, bukan sebagai objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau
terdakwa harus didudukan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang
mempunyai harkat martabat harga diri.
b. Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan”
(tindakan pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah
pemeriksaan ditujukan
Untuk menopang asas praduga tak bersalah dan prinsip akusator dalam
penegakan hukum, KUHAP telah memberikan perisai kepada tersangka/terdakwa
berupa seperangkat hak-hak kemanusiaan yang wajib dihormati dan lindungi oleh
aparat penegak hukum. Hak-hak tersebut digariskan dalam KUHAP yang dapat
dilihat pada BAB VI:
a. Segera mendapat ‘pemeriksaan oleh penyidik” dan selanjutnya diajukan pada
penuntut umum;
b. Segera diajukan ke pengadilan dan segera diadili oleh pengadilan;
c. Tersangka berhak diberitahu dengan jelas dengan bahasa yang dimengertinya
tentang apa yang disangkakan pada waktu pemeriksaan dimulai; 107
d. Berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengertinya
tentang apa yang didakwakan kepadanya, sehingga hal ini bertujuan baginya
untuk mempersiapkan pembelaan;
e. Berhak memberikan keterangan secara bebas baik kepada penyidik pada taraf
penyidikan maupun kepada hakim pada proses pemeriksaan disidang
pengadilan;

107

Pasal 51 ayat (1) KUHAP

Universitas Sumatera Utara

f. Berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa pada setiap tingkat
pemeriksaan, jika tersangka/terdakwa tidak mengerti bahasa Indonesia;
g. Berhak mendapat bntuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum
selama waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan;
h. Berhak memilih sendiri penasihat hukum yang akan mendampinginya
i. Bagi

setiap tersangka/terdakwa apabila diaa tidak mampu menyediakan

penasihat hukumnya, maka penegak hukum wajib menunjuk penasihat hukum
bagi tersangka/terdakwa;
j. Berhak mengunjungi dan di kunjungi dokter pribadinya selama ia dalam
tahanan;
k. Berhak untuk diberitahukan peada keluarganya atau orang yang serumah
dengan dia atas penahanan yang dilakukan terhadap dirinya;
l. Berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai
hubungan kekeluargaan atau orang lain, guna mendapatkan jaminan atas
penangguhan penahanan atau bantuan hukum;
m. Berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasiihat hukumnya untuk
menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarga, sekalipun hal itu tidak
ada sangkut pautnya dengan kepentingan tersangka/terdakwa;
n. Berhak mengirim surat dan menerima surat setiap kali diperlukan, sehingga
pejabat yang bersangkutan harus menyediakan peralatan yang dibutuhkannya;
o. Terdakwa berhak untuk diadili dalam sidang pengadilan yng terbuka untuk
umum;
p. Berhak untuk mengajukan dan mengusahakan saksi guna memberikan
keterangan yang menuntungkan bagi dirinya;

Universitas Sumatera Utara

q. Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian, sehingga ini
merupakan kewajiban penuntut umum untuk membuktikkan kesalahan
terdakwa;
r. Berhak menutut ganti rugi atau rehabilitasi atas setiap tindakan pemagkapan,
penahanan, dan penuntutan yang tidak sah atau yang bertentangan dengan
hukum.
4. Prinsip pembatasan penahanan
Setiap penahanan, dengan sendirinya menyangkut nilai dan makna antara
lain: 108
a. Perampasn kebebasan dan kemerdekaan orang yang ditahan
b. Menyangkut nilai-nilai prikemanusiaan dan harkat martabat manusia
c. Menyangkut nama baik dan pencemaran atas kehormatan diri pribadi
Dengan demikian, demi menyelamatkan nilai-nilai dasar hak asasi
manusia, KUHAP telah menetapkan secara “limitatif” dan terperinci wewenang
penahanan yang boleh dilakukan dalam setiap pemeriksaan. 109
Mengenai batas waktu penahanan dapat diperinci sebagai berikut:
a. Penyidik paling lama menahan seseorang selama 60 hari
1) 20 hari atas nama dan perintahnya sendiri
2) Dapat meminta perpanjangan penahanan kepada penuntut umum demi
untuk kepentingan pemeriksaan, tidak lebih dari satu kali perpanjangan
saja, dan lamanya hanya terbatas 40 hari

108

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 42
Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia,
Perseptif Teoritis, Praktik, Teknik Mebuat dan Permasalahannya (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2014), hlm. 17
109

Universitas Sumatera Utara

Apabila lewat dari waktu tersebut, penahanan dengan sendirinya batal
demi hukum, dan tersangka harus dibebaskan
b. Penuntut umum paling lama dapat menahan seseorang selama 50 hari
1) 20 hari atas perintah penuntut umum sendiri
2) Demi kepentingan penuntutan dapat meminta perpanjangan untuk satu kali
saja kepad Ketua Pengadilan Negeri, masa perpanjangan penahanan tidak
lebih dari 30 hari.
c. Hakim pengadilan negeri demi kepentingan pemeriksaan dalam pemeriksaaan
pengadilan dapat melakukan panahanan selama 90 hari
1) Atas perintah hakim yang bersangkutan selama 30 hari
2) Boleh diperpanjang untuk satu kali saja untuk jangka waktu 60 hari
d. Hakim pengadilan tinggi dapat melakukan penahanan selama 90 hari
1) Oleh hakim yang bersangkutan selama 30 hari
2) Diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi selama 60 hari untuk satu kali
saja
e. Mahkamah Agung berwenang melakukan penahanan selama 110 hari
1) Hakim Agung yang bersangkutan selama 50 hari
2) Diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung tidak lebih dari 60 hari untuk
satu kali saja.
Dari uraian diatas, maka mulai dari tingkat penyidikan sampai ke
Mahkamah Agung penahanan dapat dilakukan kepada seseorang paling lama
selama 400 hari.

Universitas Sumatera Utara

5. Asas Ganti Rugi dan rehabilitasi
Secara limitatif sas ini diatur di dalam Pasal 9 UU No. 4 Tahun 2004, Pasal
95, 96, dan 97 KUHAP, apabila dijabarkan dapat disebutkan bahwa kalau
seseorang ditangkap, ditahan dan dituntut atau diadili tanpa alasan
berdasarkan UU atau karna kekeliruan baik mengenai orangnya atau
penerapan hukum wajib memperoleh rehabilitasi apabila pengadilan memutus
bebas (vrijspraak) atau lepas dari segala tunttutan hukum (onslag van alle
rechtsvervolging). 110
Alasan yang dapat dijadikan dasar ganti rugi dan rehabilitasi : 111
a. Ganti rugi disebabkan oleh penagkapan atau penahanan
1) Penangkapan atau penahanan secara melawan hukum
2) Penangkapan atau penahanan dilakukan tidak berdasarkan undangundang
3) Penagkapan atau penahanan dilakukan untuk tujuan kepentingan yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.
4) Apabila penangkapan atau penahanan dilakukan tidak mengenai
orangnya (disqualification of person)
b. Ganti rugi akibat penggeledahan atau penyitaan
Tindakan memasuki rumah secara tidak sah menurut hukum (tanpa
perintah dan surat izin dari Ketua Pengadilan).
Permohonan tuntutan ganti kerugian dalam hal ini diajukan ke sidang
praperadilan jika perkaranya belum atau tidak diajukan ke pengadilan. Tetapi
apabila perkaranya telah dimajukan ke sidang pengadilan, tuntutan ganti kerugian
110

Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif Teoritis dan Praktik,
(Bandung: Alumni, 2008), hlm 19
111
M Yahya Harahap, Op.cit, hlm. 45

Universitas Sumatera Utara

dimajukan ke pengadilan. Tuntutan ganti kerugian hanya dapat iajukan dalam
tenggang waktu 3 bulan sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum
tetap. Apabila perkaranya dihentikan penyidikannya atau penuntutannya, maka
jangka waktu 3 bulan dihitung sejak saat pemberitahuan berlakunya surat
Ketetapan Penghentian Penyidikan/Penuntutan atau Penetapan Praperadilan 112
6. Penggabungan Tindak Pidana dengan Tuntutan Ganti Kerugian
KUHAP memberikan prosedur hukum bagi seorang korban tindak pidana
untuk mengugat ganti rugi yang bercorak perdata terhadap terdakwa bersamaan
dengan pemeriksaan perkara pidana yang sedang berlansung. Sehingga KUHAP
tidak saja hanya memperheatikan hak dari pelaku tindak pidana, tetapi juga hak
dari pada orang yang menderita kerugian materiil yang disebabkan oleh adanya
suatu tindak pidana. Beberapa hal yang diperhatikan dalam menggabungkan ganti
kerugian sebagai berikut: 113
a. Ganti kerugian tersebut dapat dimintkan terhadap semua macam perkara yabg
dapat menimbulkan kerugian materil
b. Kerugian yang bersifat immaterial tidak dapat dimintakan ganti kerugin lewat
prosedur ini
c. Penggabungan perkara pidana dan gugatan ganti rugi yang bersifat perdata
dapat diajukan pihak korban selambat-lambatnya sebelum penuntut umum
mengajukan tuntutan (requisitoir).
7. Asas Unifikasi
Asas unifikasi yang dianut KUHAP ditegaskan dalam konsideran huruf b,

112

Kuffal, Op.Cit, hlm 154
R. Soeparmono, Praperadilan dan Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian
dalam KUHAP, (Bandung: Mandar Maju, 2003) hlm. 70
113

Universitas Sumatera Utara

“bahwa demi pembangunan di bidang hukum sebagaimana termaktub
dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Noor IV/MPR/1978) perlu
mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum
nasional dengan mengadakan pembaruan kodifikasi serta unifikasi hukum
daalam rangkuman pelaksanaan secara nyata dari wawasan Nusantara”.
Dengan berlakunya KUHAP yang berdasarkan unifikasi hukum,
terhapuslah sisa jiwa kekeruhan hukum diskriminatif yang lampau. Impian akan
pengotakan kelas penduduk tidak dapat diterima lagi oleh kesadaran wawasan
nusantara.
8. Prinsip Diferensiasi Fungsional
Prinsip diferensisasi fungsional adalah penegasan pembagian tugas
wewenang antara jajaran penegak hukum secara instansional. KUHAP
meletakkan suatu asas penjernihan (clarification) dan modifikasi (modification)
fungsi dan wewenang antara setiap instansi penegak hukum, sehingga terjalin
hubungan fungsi berkelanjutan dalam suatu rangkaian integrated criminal justice
system. 114
Tujuan utama asas diferensiasi fungsional dimaksudkan untuk: 115
a. Untuk melenyapkan proses penyidikan yang saling tumpah tindih antara
kepolisian dan kejaksaan, sehingga tidak lagi terulang proses penyidikan yang
bolak balik antara kepolisian dan kejaksaan;
b. Untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam proses penyidikan, sehingga
setiap orang tahu dengan pasti instansi yang berwenang memeriksa.
c. Diferensiasi ditujukan untuk menyederhanakan dan mempercepat peoses
penyelesaian perkara

114
115

Lilik Mulyadi, Op. Cit, hlm 22
M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 48

Universitas Sumatera Utara

d. Memudahkan pengawasan pihak atasan secara struktural monitoring
pengawasan dapat ditujukan secara terarah pada instansi bawahan yang
memikul tugas penyidikan. Sehingga setiap kekeliruan dan kesalahan yang
terjadi menjadi beban yang harus dipikulnya seorang diri, tidak dapat lagi
dicampurbaurkan menjadi beban tanggungjawab instansi lain.
e. Tercipta satu hasil berita acara pemeriksaan.
9. Prinsip Saling Kordinasi
Mari kita lihat gambaran adanya hubungan saling kordinasi fungsional
antara aparat penegak hukum menurut jenjang pengawasaan (span of control) 116
a. Hubungan penyidik dengan penuntut umum
1) Kewajiban penyidik untuk memberitahu dimulai penyidikan kepada
penuntut umum
2) Pemberitahuan penghentian penyidikan oleh penyidik kepada penuntut
umum
Namun, penuntut umum bisa berpendapat lain, dan jika menganggap
penghentian penyidikan tidak sah, penuntut umum berhak mengajukan
pemeriksaan tentang sah tidaknya penghentian penyidikan kepada
praperadilan
3) Penyerahan berkas oleh penyidik kepada penuntut umum dalam rangka pra
penuntutan,
4) Penuntut umum memberikan turunan surat pelimpahan perkara dan surat
dakwaan kepada penyidik

116

Andi Sofyan & Abd. Asis, Op. Cit, hlm 19

Universitas Sumatera Utara

5) Dalam acara pemeriksaan cepat, penyidik atas kuasa penuntut umum
melimpahkan berkas perkara dengan menghadapkan terdakwa, saksi, dan
barang bukti ke sidang pengadilan.
b. Hubungan penyidik dengan hakim/pengadilan
1) Atas permintaan penyidik, Ketua Pengadilan dapat “menolak” atau
“memberi” surat izin.
i. Penggeledahan rumah
ii. Penyitaan dan
iii. Surat izin khusus pemeriksaan surat
2) Atas permintaan penyidik, Ketua Pengadilan Negeri memberikan surat
persetujuan atau menolak untuk memberi persetujuan atas pelaksanaan
penggeledahan rumah atau penyitaan yang dilakukan oleh penyidik dalam
keadaan yang sangat perlu dan mendesak
3) Penyidik memberikan kepada panitera bukti bahwa surat amar putusan
dalam pelanggaran lalu lintas telah disampaikan kepada terpidana
4) Panitera menyampaikan kepada penyidik akan adanya perlawanan dari
terdakwa dalam perkara lalu lintas
10. Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan
Secara konkret, apabila dijabarkan dengan dilakukan peradilan secaracepat
cepat, tepat, sederhana dan biaya ringan dimaksudkan supaya terdakwa tidak
diperlakukan dan diperiksa sampa berlarut-larut sehingga sifatnya efektif dan
efisien, kemudian memperoleh kepastian prosedural hukum, serta proses
administrasi biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat. 117
117

Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia
Perspektif Teoritis, Praktik, Teknik Membuat dan Permasalahannya, Op. Cit, hlm 9

Universitas Sumatera Utara

Beberapa ketentun KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang cepat,
tepat, dan biaya ringan, antara lain, tersangka atau terdakwa berhak: 118
a. Segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik
b. Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik
c. Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum
d. Berhak segera diadili oleh pengdilan.
Kemudian mengenai pelimpahan oleh Pengadilan Negeri ke Pengadilan
Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding, bahwa
a. Pelimpahan berkas perkara banding oleh Pengadilan Negeri ke Pengadilan
Tinggi sudah dikirim 14 hari dari tanggal permohonan banding
b. 7 hari sesudah putus pada tingkst banding, Pengadilan Tinggi harus
mengembalikan berkas ke Pengadilan Negeri
c. Pada tingkat kasasi, 14 hari dari tanggal permohonan kasasi, Pengadilan
Negeri harus sudah mengirimkan berkas perkara ke Mahkamah Agung untuk
diperiksa pada tingkat kasasi, dan sesudah 7 hari sesudah tanggal putusan,
Mahkamah agung harus sudah mengembalikan hasil putusan kasasi ke
Pengadilan Negeri
11. Prinsip peradilan terbuka untuk umum
Prinsip ini diatur didalam Pasal 153 ayat (3)
“pemeriksaan di sidang pengadilan terbuka umum”
Dengan

landasan

persamaan

hak

dan

kedudukan

antara

tersangka/terdakwa dengan aparat penegak hukum, ditanbah dengan sifat
keterbukaan perlakuan oleh aparat hukum kepada tersangka/terdakwa. Semua

118

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 53

Universitas Sumatera Utara

hasil pemeriksaan yang menyangkut diri dan kesalahan yang disangkakan kepada
tersangka sejak mulai pemeriksaan penyidikan harus terbuka kepadanya di
pengadilan, berarii pemeriksaan pendahuluan, penyidikan, dan praperadilan tidak
terbuka untuk umum. 119
Jadi, pada saat membuka persidangan pemeriksaan perkara hakim ketua
harus menyatakan “terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas ketentuan ini atau
tidak dapat dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan pengadilan batal
demi hukum, namun hal ini dikecualikan sepanjang yang menyangkut kesusilaan
atau yang duduk sebagai terdakwa terdiri dari anak-anak. Prinsip-prinsip yang
diuraikan diatas sebagai wujud untuk mengatur perlindungan terhadap keluhuran
harkat serta martabat manusia . sehingga harapannya prinsip-prinsip tersebut
ditegakkan dan diimplementasikan dengan berlandaskan semangat untuk
melindungi harkat serta martabat manusia. 120

119

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm.

20
120

Tolib Effendi, Dasar-dasar Hukum Acara Pidana
Pembaharuannya di Indonesia, (Malang: Setara Press, 2014), hlm. 17

Perkembangan

dan

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
ANALISIS ALAT BUKTI PENYADAPAN DI TINJAU DARI HAK ASASI
MANUSIA

A. Penerapan Penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi,
Kepolisian dan Kejaksaan
1. Penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
Perkembangan tindak pidana korupsi yang sangat massif di Indonesia telah
memperhatinkan dan sangat luas. Tindak pidana korupsi nyaris seluruhnya terjadi
di setiap segi kehiduoan masyarakat yang pada kedudukan yang rendah bahkan
sampai pada kedudukan yang tinggi. Oleh karena hal itu, pemberantasan harus
dilakukan dengan sebuah metode penegakan hukum dengan cara luar biasa lewat
pembentukan sebuah tubuh khusus yang memiliki kewenangan luas, independen,
bebas dari segala kekuasaaan manapun. 121
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, sebuah lembaga negara baru
melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberatansan
Korupsi (UU KPK) dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)122.
Dalam melaksanakan tugasnya berpedoman kepada lima asas, yaitu kepastian
hukum, keterbukaan, akuntabilits, kepentingan umum, dan proporsionalitas.

121

http://www.mediapustaka.com/2015/01/sejarah-pendirian-komisi-pemberantasan.html,
diaksses tanggal 27 Mei 2016
122
http://nasional.sindonews.com/read/1034861/19/mengingat-kembali-kelahiran-kpk1439997900, diakses tanggal 27 Mei 2016

Universitas Sumatera Utara

Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, ;penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi diatur didalam Pasal 6 huruf c UU KPK yang
menyatakan bahwa :
“Komisi

Pemberantasan

Korupsi

mempunyai

tugas:

melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi.”
Melalui UU KPK, kewenangan untuk melakukan penyadapan diberikan
kepada KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan penyidikan, dan penuntutan.
Kewenangan melakukan penyadapan terdapat pada Pasal 12 ayat (1) huruf c yang
menyatakan
“Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan
Korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.”
Namun bila melihat kepada UU KPK, tidak ditemukan penjelasan definis
dari penyadapan itu sendiri.

Pedoman yang dapat digunakan untuk menjelaskan definisi tersebut
terdapat

pada

Pasal

1

huruf

g

Peraturan

Menteri

Nomor

11/PRM/Kominfo/02/2006 tanggall 22 Pebruari 2006 tenatang Teknis Intersepsi
terhadap informasi, yaitu :
“Pengertian intersepsi informasi secara sah (lawfull interception) adalah
kegiatan intersepsi informasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
untuk kepentingan penegakan hukumyang dikendalikan dan hasilnya
dikirimkan ke pusat pemantauan (monitoring centre) untuk aparat penegk
hukum.”
Hal yang juga tidak diatur didalam UU KPK menyangkut tentang durasi
lamanya penyadapan. Dengan demikian KPK dalam melakukan penyadapan tidak
dibatasi oleh jangka waktu sehingga KPK cukup hanya mengajukan satu kali
permohonan untuk melakukan penyadapan dan proses selanjutnya dilakukan

Universitas Sumatera Utara

dilakukan sesuai dengan kebutuhan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
dalam perkara tindak pidana korupsi. 123
2. Penyadapan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dalam pasal 1 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) menyatakan bahwa:
“Penyidik adalah Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan.”
Dalam Pasal 6 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyatakan
dengan tegas bahwa:
“Penyidik ialah:
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
b. Pejabat Pegawai Negeri (PPNS) tertentu yang diberi wewenang oleh
undang-undang.”
Selanjutnya, dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian menyatakan bahwa:
“Polisi memiliki tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat,

menegakkan

hukum,

dan

memberikan

perlindungan,

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”
Sehingga didalam melaksanakan tugas memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat kewenangan melakukan
penyadapan diberikan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

123

Reda Manthovani, Op.Cit, hlm 111

Universitas Sumatera Utara

Pada saat ini Polri telah menetapkan penyadapan yang diatur dalam
Peraturan Kapolri No. 5 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penyadapan pada Pusat
Pemantauan Polri yang telah disahkan tanggal 24 Pebruari 2010. Berdasarkan
peraturan tersebut, operasi penyadapan oleh Anggota Polri harus sesuai dengan
prinsip-prinsip pada Pasal 2, yang menyatakan:
a. Perlindungan hak asasi manusia, yaitu penyadapan dilaksanakan dengan
memperhatikan hak asasi manusia berdasarkan prosedur pengoperasian
standar;
b. Legalitas, yaitu tindakan penyadapan yang dilakukan harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Kepastian hukum, yaitu kegiatan penyadapan yang dilakukan semata-mata
untuk menjamin tegaknya hukum dan keadilan;
d. Perlindungan konsumen, yaitu kepentingan konsumen pengguna jasa
telekomunikasi tidak terganggu akibat adanya tindakan penyadapan;
e. Partisipasi,

yaitu

turut

sertanya

menteri

yang

membidangi

urusan

telekomunikasi dan informatika, Penyedia Jasa dan Penyedia Jaringan
Telekomunikasi dalam bentuk operasi penyadapan;
f. Kerahasiaan, yaitu penyadapan bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan
oleh Penyelidik dan/atau Penyidik Polri secara proporsional dan relevan
dengan memperhatikan keamanan sumber data atau informasi yang diperoleh
dalam penngungkapan tindak pidana.
Kemudian dalam melakukan penyadapan, dalam Pasal 5 tata cara dalam
melakukan penyadapan adalah:

Universitas Sumatera Utara

a. Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri ditunjuk oleh Kapolri
sebagai pejabat yang memberikan izin dimulainya operasi penyadapan.
b. Permintaan dimulainya penyadapan diajukan oleh penyelidik/penyidik kepada
Kabareskrim untuk tingkat Mabes Polri atau melalui Kapolda kepada
Kabareskrim berdasarkan tingkat satuan kewilayahan.
c. Permintaan

dimulainya

penyadapan

tersebut,

setelah

dterima

maka

Kabareskrim akan melakukan pertimbangan layak atau tidak layak dilakukan
penyadapan, paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterima diberitahukan kepada
penyidik
d. Jika Kabareskrim menilai layak dilaksanakan, Kabareskrim mengajukan izin
penyadapan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat operasi penyadapan
dilakukan
e. Operasi penyadapan mulai dilakukan setelah mendapat izin, dilaksanakan oleh
Pusat Pemantauan (monitoring centre) Polri
f. Operasi penyadapan dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dapat
diajukan kembali kembali apabila dirasa informasi yang diperoleh belum
mencukupi
g. Operasi penyadapan berakhir apabila:
1) Penyelidik dan/atau penyidik melalui atasan penyidik menyatakan bahwa
operasi penyadapan yang dilaksanakan dianggap sudah cukup, disertai
surat keterangan atau pernyataan
2) Penyidik dan/atau penyidik melalui atasan penyidik meminta dan
membuat pernyataan secara tertulis kepada Kalakhar Pusat Pemantauan
(Monitoring Centre) polri untuk tidak melanjutkan operasi penyadapan.

Universitas Sumatera Utara

3) Operasi penyadapan yang dilakukan dengan pertimbangan sangat perlu
dan mendesak, tidak dikabulkan oleh Kabareskrim Polri disertai
alasannya.
4) Habis masa berlaku dan tidak diperpanjang.
h. Produk hasil penyadapan hanya diberikan oleh Khalakar Pusat Pemantauan
kepada