Hubungan Pelvic Incidence dan Hasil Akhir Pembedahan Pada Penyakit Degeneratif Tulang Belakang Chapter III V

BAB III
Metodologi Penelitian

3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini adalah suatu penelitian observasional potong lintang (cross sectional) retrospective.
3.2 Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan terhadap pasien yang terdiagnosa penyakit tulang belakng
degeneratif dan telah dilakukan tata laksana pembedahan di Rumah Sakit Haji Adam
Malik Medan, dan Rumah Sakit Setia Budi. Penelitian ini akan dilakukan sejak bulan
Desember 2015 sampai Agustus 2016.
3.3 Populasi dan Sampel.
Populasi target adalah semua pasien yang terdiagnosa penyakit tulang belakang
degeneratif. Populasi terjangkau adalah pasein yang terdiagnosa penyakit tulang belakang
degeneratif dan dilakukan tata laksana pembedahan di Rumah Sakit Haji Adam Malik
Medan, Rumah Sakit Setia Budi. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4 Besar Sampel
Penelitian ini menggunakan total sampling, dimana seluruh pasien yang telah
terdiagnosa penyakit tulang belakang degeneratif dan telah dilakukan tatalaksana
pembedahan di RS Haji Adam Malik Medan dan RS Setiabudi selama periode Januari
2012 sampai Agustus 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien yang telah teridagnosa menderita penyakit degeneratif tulang
belakang berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang XRay, dan MRI.
2. Pasien yang telah dilakukan tata laksana pembedahan dan baik
laminectomy maupun laminectomy dan fusi posterolateral dengan
instrumentasi.
3. Pasien yang dengan data rekam medis yang lengkap foto X-ray
lumbosacral lateral dan nomer telfon yang dapat dihubungi

Universitas Sumatera Utara

4. Pasien yang dapat dihubungi dan mau ikut serta dalam wawancara untuk
penelitian ini
3.5.2 Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan penyakit degeneratif tulang belakang namun terdapat
deformitas pada segmen vertebra lainnya (trauma, skoliosis)
2. Pasien yang sudah pernah menjalani prosedur pembedahan tulang
belakang sebelumnya

3.6

Persetujuan Sebelum Tindakan (Informed Consent)
Semua subjek penelitian dan orang yang bertanggung jawab mendampinginya

akan dimintai surat persetujuan sebelum tindakan setelah dijelaskan mengenai prosedur
penelitian ini.

3.7

Etika Penelitian
Proposal penelitian ini akan diajukan untuk mendapatkan persetujuan etik dari

Komite Etis Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.8 Cara Kerja dan Alur Penelitian

3.8.1

Alur Penelitian


3.8.2

Cara Penelitian



Pengambilan data dasar dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari
rekam medis pasien-pasien dengan diagnosa penyakit degeneratif tulang
belakang (HNP, spondylolisthesis maupun spinal stenosis) yang telah
dilakukan tindakan operasi (laminectomy atau laminectomy dan fusi
posterolateral dengan instrumentasi).

Universitas Sumatera Utara



Pemeriksaan radiologi lateral lumbal sebelum operasi diukur pelvic




incidence.



mendapatkan nilai VAS ataupun ODI sesudah tindakan operasi.

Selanjutnya pasien dihubungi untuk dilakukan tindakan wawancara untuk

Keseluruhan hasil pengukuran akan dianalisis dengan SPSS ver 19

3.9 Identifikasi Variabel




Variabel Independen (variabel bebas): Usia, dan Jenis Kelamin
Variabel Dependen (variabel tergantung): pelvic incidence pre-op, VAS
pre-op, ODI pre-op,, VAS post-op, dan ODI post-op

3.10 Defenisi Operasional



Oswestry Disability Index adalah suatu kuisioner yang mulai dikenalkan
oleh John O’brian sejak tahun 1976, yang didasarkan pada wawancara
dengan berbagai pasien yang mngeluhkan nyeri tulang belakang, dan
dipublikasikan pada tahun 1980.39 Kuisioner ini merupakan alat ukur yang
penting untuk mengukur kecacatan fungsional dari seorang pasien, dan
saat ini dianggap sebagai baku emas (gold standard) untuk menilai hasil
akhir dari nyeri tulang belakang.40 Kuisioner dan tata cara sistem



penilaiannya akan dicantumkan di dalam lampiran.
Visual Analoque Scale adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk
mengukur berat ringannya rasa nyeri dari pasien, dari tidak nyeri hingga
sangat nyeri, dimana rasa nyeri itu tidak hanya digambarkan dalam kata
kata ringan, berat dan sedang, tetapi dapat di kuantitatifkan dalam bentuk




angka dari 0 (tidak nyeri) sampai 10 (sangat nyeri)
Pelvic incidence adalah suatu sudut yang dibentuk oleh garis
perpendicular terhadap sacral plate pada titik tengahnya dan garis yang
menghubungkan titik tersebut dengan axis dari femoral head.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Karakteristik Sampel
Dalam kurun waktu Januari 2012 sampai Agustus 2016 kami mendapatkan 36
sampel dengan rata-rata usia 51.61 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Terdapat 13 laki-laki dan 23 perempuan, 18 pasien terdiagnosa dengan herniated nucleus
pulposus (HNP), 10 pasien dengan spondylolisthesis, 8 dengan spinal stenosis, 21 pasien
menjalani operasi laminectomy dan 15 pasien menjalani operasi laminectomy disertai
posterolateral fusi dengan instrumentasi. Rata-rata lama waktu follow-up secara
retrospective adalah 20.02 bulan dengan waktu minimum 1 bulan dan maksimum 54
bulan.

Rata-rata pelvic incidence (PI) pada semua sampel adalah 50.630 dengan nilai
minimum 420 dan maksimum 700. Nilai PI pada sampel laki laki 50.460 dan perempuan
50.730, tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara laki-laki dan perempuan.
Nilai PI pada penderita HNP 48.770, spondylolisthesis 54.500, dan spinal stenosis 50.000,
tidak terdapat perbedaan PI yang bermakana diantara ketiga kelompok tersebut.
Rata-rata nilai visual analog score (VAS) sebelum operasi 8.05 dengan nilai
minimum 6 dan maksimum 10. Rata-rata nilai VAS laki-laki 7.69 dan perempuan 8.26,
tidak terdapat perbedaan signifikan diantara kedua kelompok. Rata-rata nilai VAS untuk
HNP 7.94, spondylolisthesis 8.20 dan spinal stenosis 8.12, tidak terdapat perbedaan
signifikan diantara ketiga kelompok tersebut.
Rata-rata nilai oswestry disability index (ODI) sebelum operasi adalah 70.74%
dengan nilai minimum 46% dan maksimum 96%. Rata-rata nilai ODI untuk laki-laki
68.53% dan perempuan 71.98%, terdapat perbedaan yang bermakna signifikan diantara
kedua kelompok (p < 0.05). Rata-rata ODI untuk sampel dengan HNP 68.40%,
spondylolisthesis 74.17%, dan spinal stenosis 71.71%, tidak terdapat perbedaan yang
bermakna diantara ketiga kelompok tersebut.

Universitas Sumatera Utara

n = 36

Usia

51.61 tahun
Laki-laki

n = 13

Perempuan

n = 23

HNP

n = 18

Spondylolisthesis

n = 10

Spinal Stenosis


n=8

Follow-up

20.06 bulan

Pelvic Incidence (PI)

50.63

PI laki-laki

50.46

PI perempuan

50.73

PI HNP


48.77

PI spondylolisthesis

54.50

PI spinal stenosis

50.00

VAS pre-op

8.05
VAS laki-laki

7.69

VAS perempuan


8.26

VAS HNP

7.94

VAS spondylolisthesis

8.20

VAS spinal stenosis

8.12

ODI pre-op

70.74
ODI laki-laki

68.53

ODI perempuan

71.98

ODI HNP

68.40

ODI spondylolisthesis

74.17

ODI spinal stenosis

71.71

Tabel 3. Karakteristik sampel

4.1.2 Perbandingan Sebelum dan Sesudah Operasi
Rata-rata nilai VAS sesudah operasi adalah 2.75 dengan nilai minimum 0 dan
maksimum 5. Rata-rata nilai VAS sesudah operasi untuk laki-laki 2.53 dan perempuan
2.86, dan tidak ada perbedaan yang bermakna signifikan diantara kedua kelompok. Rata-

Universitas Sumatera Utara

rata nilai VAS sesudah operasi untuk pasien terdiagnosa HNP 1.88, spondylolisthesis
3.80, dan spinal stenosis 3.37, dan terdapat perbedaan yang bermakna signifikan VAS
operasi antara HNP dengan spondylolisthesis dan HNP dengan spinal stenosis (p 90% baik pada laki-laki dan perempuan pada kelompok usia diatas 50
tahun.44 Namun pada penelitian lainnya menemukan bahwa pada populasi wanita usia
merupakan faktor resiko terjadinya degenerative spondylolisthesis namun tidak pada
populasi pria.45
Pada penelitian ini kami tidak menemukan adanya hubungan antara pelvic
incidence dengan usia, Legaye menyatakan bahwa PI merupakanparameter anatomi,
bebas dari pengaruh posisi dari tulang pelvis, mobilitas dari sendi sacroiliac juga dapat
disingkirkan , serta juga tidak terpengaruh oleh umur setelah pertumbuhan terhenti.4
Penelitian lain dari Jean Legaye 2014 dari 200 individu dengan nyeri tulang belakang
dibandingkan dengan 89 sampel tanpa keluhan menemukan bahwa hanya ada hubungan
yang signifikan pada kelompok usia diatas 60 tahun.46
Penelitian kami menemukan rata-rata pelvic incidence pada sampel dengan
diagnosa penyakit degeneratif tulang belakang

adalah 50.630, untuk HNP 48.770,

spondylolisthesis 54.500, dan spinal stenosis 50.000, kesemuanya masih berada dalam

Universitas Sumatera Utara

rentang nilai normal dari PI. Hal ini berebda dengan hasil penelitian dari Barrey et al
dimana mereka menyimpulkan bahwa peningkatan dari pelvic incidence dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya degenerative spondylolisthesis. Dan pada kelompok
degenerative spondylolisthesis terdapat perubahan dengan peningkatan dari pelvic tilt
sebagai usaha untuk megkompensasi hilangnya lordosis dari lumbal.22 Kami juga tidak
menemukan adanya perbedaan yang bermakan signifikan dari PI diantara ketiga
kelompok, hasil ini juga berbeda dengan hasil penelitian dari Schuller et al yang
menemukan pada kelompok degenerative spondylolisthesis memiliki pelvic incidence
yang lebih besar (66.20 dibandingkan dengan 54.20), pelvic tilt yang lebih besar (25.60
dibandingkan 210) dan sacral slope yang juga lebih besar (42.30 dibandingkan 33.40)
dibandingkan dengan kelompok pembanding.23 Hal ini mungkin dikarenakan jumlah
sampel pada penelitian ini tidak sebesar penelitian terdahulu dan karakteristik populasi
juga berbeda.
Pada penelitian ini keseluruhan sampel menunjukkan perbaikan dalam
penurunan rasa nyeri, dimana VAS sebelum operasi rata-rata 8.05 dan sesudah operasi
2.75 dengan penurunan VAS rata-rata 5.35 dalam rentang waktu follow-up rata-rata 20.02
bulan. Perbaikan ini sepertinya juga terjadi untuk semua kelompok pasien baik yang
terdiagnosa HNP, spondylolisthesis, maupun spinal stenosis. Penurunan dari nilai VAS
ini juga berlaku baik kelompok pasien yang menjalani laminectomy ataupun laminectomy
disertai posterolateral fusi dengan instrumentasi. Namun pasien yang dilakukan tindakan
laminectomy disertai posterolateral fusi dengan instrumentasi sepertinya memiliki derajat
nyeri yang lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan pasien yang dilakukan
tindakan laminectomy saja.
Dalam hal keterbatasan (ODI) hampir semua pasien mengalami penurunan dari
derajat disabilitas, rata-rata ODI sebelum operasi adalah 70.74% dan sesudah operasi
38.40%, penurunan bermakna ini juga berlaku untuk keseluruhan kelompok pasien baik
yang terdiagnosa HNP, spondylolisthesis, maupun spinal stenosis. Hal ini juga berlaku
baik untuk pasien yang dilakukan tindakan laminectomy saja maupun laminectomy
disertai dengan stabilisasi. Hanya ditemukan 1 sampel dimana ODI sebelum operasi lebih
rendah dibandingkan ODI sesudah operasi. Nerland et al mengungkapakn prediktor
terjadinya perburukan pada operasi tulang belakang untuk penyakit degeneratif adalah
usia, merokok, ODI sebelum operasi dan pembedahan tulang belakang terdahulu.47
Penelitian lainnya juga menunjukkan hasil akhir yang baik dari pembedahan
tulang belakang pada penyakit degeneratif tulang belakang. Amannion et al menemukan

Universitas Sumatera Utara

dalam rentang waktu follow-up 5 tahun dengan rata-rata usia 63 ± 11 tahun, mereka
menyatakan hanya 24% yang menjalani operasi kedua kalinya (17 dekompresi ulang, 17
fusi dan 1 debridemant), nyeri akan berkurang pada

2 bulan follow-up setelah

pembedahan namun akan kembali naik kurang dari 1 poin dalam follow-up selanjutnya
selama 5 tahun. Disabilitas juga mulai akan turun pada bulan kedua dan semakin
menurun setelah follow-up bulan kelima. mereka juga mengungkapakn bahwa nyeri dan
disabilitas berhubungan dengan derajat nyeri dan disabilitas sebelum operasi.48
Penelitian ini juga menemukan adanya hubungan antara pelvic incidence
dengan nilai VAS sebelum operasi. Penelitian dari Aono et al menunjukkan bahwa pelvic
incidence merupakan independent predictor (faktor prediksi yang bebas) terhadap
terjadinya degenerative spondylolisthesis. Menariknya perkembangan dari degenerative
spondylolisthesis dapat diprediksi dengan morphologi dari lumbopelvic pada wanita
menjelang menopause.24
Kami tidak menemukan adanya hubungan antara pelvic incidence dengan hasil
akhir pembedahan pada penyakit degeneratif tulang belakang baik VAS maupun ODI.
Lazennec et al menemukan hal yang berbeda, mereka menemukan nyeri post-operative
pada fusi dari lumbosacral juga berhubungan dengan retroversi dari pelvis (penurunan
dari sacral slope bersamaan dengan peningkatan dari pelvic tilt) untuk mencapai sagittal
balance, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari pelvic incidence antara
kelompok yang mengalami nyeri post-fusion dengan yang tidak.28 Kami juga tidak
menemukan terjadinya adjacent segment disesae dari ke 36 sampel, hanya satu sampel
yang memerlukan tindakan operasi ulang dikarenakan terjadinya infeksi. Penelitian
lainnya pada pasien yang menjalani fusi untuk spondylotic spondylolisthesis
menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna dari pelvic tilt post-operatif pada
pasien yang mengalami adjacent segment degeneration.36 beberapa penelitian lainnya
juga

menunjukkan

adanya

hubungan

antara

hypolordosis

dan

resiko

dari

37

pseudoarthrosis dan penelitian terakhir menunjukkan pasien dengan peningkatan pelvic
incidence memiliki resiko tinggi terjadinya kegagalan fusi.38

Universitas Sumatera Utara

BAB V
Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

1. Rata-rata pelvic incidence pada penderita penyakit degenerative tulang
belakang masih dalam rentang nilai normal, dan pelvic incidence tidak
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin maupun diagnosa penyakit.
2. Pelvic incidence memiliki korelasi yang bermakna dengan derajat nyeri
sebelum operasi, namun tidak dengan derajat disabilitas sebelum operasi.
3. Tindakan pembedahan pada penyakit degeneratif tulang belakang baik
laminectomy ataupun laminectomy disertai posterolateral fusi dengan
instrumentasi memberikan hasil yang baik baik dari segi penurunan nyeri
maupun penurunan derajat disabilitas.
4. Pelvic incidence tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan hasil
akhir pembedahan baik derajat nyeri maupun derajat disabilitas.
5. Derajat nyeri dan derajat disabilitas setelah operasi hanya berhubungan
dengan usia, diagnosa sebelum operasi dan jenis tindakan operasi yang
dilakukan.
5.2 Saran

1. Sebaiknya dilakukan pengukuran pelvic parameter yang lebih baik lagi
baik sebelum operasi maupun sesudah operasi tidak hanya pelvic
incidence namun juga lordosis dari lumbal maupun sacral slope, dengan
memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi seperti posisi pasien saat
dilakukan pemeriksaan.
2. Perlu dilakukan pengukuran derajat nyeri dan disabilitas secara berkala
untuk melihat trend penurunan atau kenaikan dari nyeri dan disabilitas.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih panjang lagi untuk mendapatkan longterm follow-up dan menemukan komplikasi jangka panjang seperti
adjacent segment disease.

Universitas Sumatera Utara