EVALUASI KESESUAIAN LAHAN ALPUKAT BERDASARKAN SISTEM LAHAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

  

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN ALPUKAT BERDASARKAN SISTEM LAHAN

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

  1

  1

  2

  3 Rahmawaty , Meilan AH , Riswan dan Abdul Rauf

  1 Prodi Kehutanan, Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara

  2 Kopertis Wilayah I Sumatera Utara

  3 Prodi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara

  Jl. Tri Dharma Ujung No. 1 Kampus USU Medan 20155 Em

  

ABSTRACT

Land suitability is the activities to compare the requirements demanded by the type of land use with the

properties or qualities of land owned by the land use. One of Geographic Information Systems (GIS)

application is to evaluate land suitability classes. This study was conducted to assess land suitability for

alpukat (Persea Americana) under different land system in Lau Simbelin Sub watershed Alas watershed, Dairi

District, North Sumatra Province. In this study was used survey method to take soil samples in the field,

matching method to analyze the suitability of land, and the GIS tools to map the land suitability classes. Land

suitability classification was evaluated based on matching method. The process of land suitability classification

is the appraisal and grouping of specific areas of land in terms of their suitability for defined uses. The results

showed that the land suitability class for alpukat was suitable (S1) on several land systems in Lau Simbelin

Sub watershed Alas watershed, Dairi District, North Sumatra Province. Hence, the alpukat can be developed

in this area.

  Keywords: Alpukat, Geographic Information Systems, Land Suitability, Lau Simbelin, Alas Watershed

PENDAHULUAN

  Penerapan pola pertanian yang bervariasi pada suatu DAS berakibat pada terjadinya konversi atau perubahan vegetasi, terutama vegetasi hutan menjadi non hutan, seperti perkarangan, perkebunan, atau tanaman musiman (jangka pendek). Terjadinya perubahan tersebut akan berpengaruh langsung terhadap fluktuasi debit sungai. Dengan demikian, pada setiap DAS atau sub-DAS yang mendapat perlakuan yang berbeda-beda akan menyebabkan setiap DAS atau sub-DAS menghasilkan erosi dan fluktuasi debit sungai yang berbeda-beda pula. Perbedaan kualitas DAS dan sub-DAS tersebut adalah merupakan gambaran dari tingkat kerusakan masing-masing DAS atau sub-DAS tersebut (Suripin, 2001). Saat ini, ada kecenderungan untuk memanfaatkan lahan untuk kepentingan ekonomi, yang dapat meningkatkan pendapatan. Penggunaan lahan didasarkan pada harga jual pasar sehingga menyebabkan silih bergantinya jenis tanaman yang ditanam. Menurut Ekanayake dan Dayawansa (2003) dalam Rahmawaty (2011), lahan sebagai sumber daya tidak dapat diukur dengan permukaan daerah sendiri; maka jenis tanah yang sangat penting untuk produktifitas, dasar geologi, topografi, hidrologi, dan populasi tanaman dan hewan juga harus dipertimbangkan. Atribut-atribut ini membatasi sejauh mana lahan yang tersedia untuk berbagai tujuan.

  Proses perencanaan penggunaan dapat memberikan alternative penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari. Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Klasifikasi kesesuaian lahan adalah salah satu bentuk evaluasi lahan. Wahyuningrum, dkk (2003) menyatakan hasil klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi, dan sebagainya. Dengan demikian, untuk meningkatkan produktivitas lahan sekaligus ramah lingkungan, meningkatkan pendapatan petani serta meningkatkan kepedulian terhadap kelangsungan sumber daya alam, maka penelitian dikalukan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan pada salah satu tanaman yang sering ditanam oleh masyarakat (alpukat) di daerah Sub DAS Lau Simbelin. Sub

  303 Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan DAS Lau Simbelin merupakan bagian dari DAS Alas yang terbentang di Kecamatan Sidikalang menuju perbatasan Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Silima Punga-punga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk tanaman alpukat di Sub DAS Lau Simbelin DAS Alas Kabupaten Dairi.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2011. Tempat penelitian adalah di Sub DAS Lau Simbelin DAS Alas Kabupaten Dairi (Gambar 1). Analisis sifat fisik dan kimia tanah di lakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengelolaan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Terpadu, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

  Peta Lokasi Penelitian

  Gambar 1. Lokasi Penelitian Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu : tahap persiapan, tahap suvei/kegiatan di lapangan, dan tahap analisis. Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan berupa telaah pustaka, pengumpulan data sekunder berupa data suhu dan curah hujan yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan, peta-peta yang dibutuhkan (peta landsystem, peta tanah, peta penutupan lahan, dan peta kemiringan/kelerengan) yang diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS Wampu Sei Ular Medan, dan persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pada tahap survei/kegiatan di lapangan, berupa pengumpulan data primer yang meliputi parameter fisik yang dapat diukur di lapangan, yaitu : kedalaman tanah, struktur tanah, kerusakan erosi yang telah terjadi, drainase. Pengambilan sample tanah untuk dianalisis di laboratorium berupa tekstur lapisan tanah, permeabilitas, keasaman tanah, dan C-organik. Sifat-sifat lahan (land characteristic) adalah atribut atau keadaan unsur- unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, stuktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah. Sifat lahan ini menentukan perilaku lahan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Arsyad, 2006). Sifat-sifat lahan (land characteristic) dapat dilihat dari Tabel 1.

  304 | Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan

  Tabel 1. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan dalam kriteria evaluasi lahan

  Simbol Kualitas lahan Karakteristik lahan

  Tc Temperatur Temperatur Wa Ketersediaan air Curah hujan (mm) Lamanya masa kering (bulan) Kelembaban udara (%) Oa Ketersediaan oksigen Drainase Rc Media perakaran Drainase Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah Nr Retensi hara KPK lempung (cmol(+).kg-1)

  Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%)

  Eh Bahaya erosi Lereng (%) Bahaya erosi

  Sumber: Azis, dkk (2005)

  Pengambilan sampel tanah dilakukan pada masing-masing landsystem (7 titik). Konsep sistem lahan menurut RePPProt (1988) dalam Rahmawaty (2011) menganggap ada hubungan yang erat antara tipe batuan, hidroklimat, landform, tanah. Oleh karena itu, sistem lahan yang sama akan mencerminkan kesamaan potensi serta faktor-faktor pembatasnya di mana pun sistem lahan tersebut dijumpai. Sistem lahan yang sama diakui di mana pun kombinasi yang sama, faktor ekologi atau lingkungan tersebut terjadi. Sebuah sistem lahan karena itu tidak unik hanya untuk satu wilayah, tapi di semua bidang memiliki sifat lingkungan yang sama. Selanjutnya, karena sistem tanah selalu terdiri dari kombinasi yang sama, batu, tanah dan topografi memiliki potensi yang sama, dan keterbatasan, di mana pun itu terjadi (Rahmawaty, 2011). Sampel tanah dilakukan untuk menganalisis sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sampel tanah yang diambil dibedakan atas contoh tanah terganggu dan contoh tanah tidak terganggu. Contoh tanah terganggu diambil untuk analisis tekstur, pH, kadar hara tanah, dan sebagainya, sedangkan contoh tanah tidak terganggu dimbil untuk analisis sifat fisika tanah seperti permeabilitas. Setiap sampel tanah yang diambil dikeringanginkan di ruang yang berfentilasi dan tidak langsung terkena sinar matahari, dimana temperatur tidak lebih dari 35 C karena akan berkibat pada perubahan yang drastis pada sifat kimia, fisika, dan biologi sampel tanah, kemudian dilakukan pengayakan dengan ayakan 10 mesh untuk mendapatkan ukuran partikel yang berdiame ter ≤ 2 mm, dimana tanah adalah partikel yang berdiameter ≤ 2mm, sedangkan berdiameter ≥2 mm dikategorikan sebagai kerikil (Mukhlis, 2007).

  Sifat fisik tanah yang dinilai hanya tekstur dan struktur tanah. Tekstur tanah dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi tanah (pasir, debu dan lempung/ Sand, silt dan clay) sedangkan struktur tanah adalah bentuk spesifik dari agregat tanah. Tekstur tanah relatif tidak berubah tetapi struktur tanah mudah berubah terutama apabila ada pengolahan tanah. Pada tahap analisis klasifikasi kegiatan pada tahap ini berupa analisis klasfikasi kemampuan lahan berdasarkan faktor penghambat serta analisis klasifikasi kesesuaian lahan dengan metode matching atau pencocokan data yang telah diperoleh baik dari data primer, sekunder, maupun data hasil laboratorium dengan persyaratan penggunaan lahan.

  Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Adapun jenis tanaman yang akan dipadukan dapat dilihat pada lampiran. Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching (BPT, 2003). Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu,sebagai contoh lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim (Azis, dkk. 2005). Kelas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan kelas terjelek dengan memberikan seluruh pembatas/hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada dapat diperbaiki. Sub Klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tekstur tanah), a (keasaman), g (kelerengan), sd (kedalaman tanah) dan c (iklim).

  305 Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan Klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya (Arsyad, 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa terdapat tujuh land system di Sub DAS Lau Simbeli, yaitu : Kalung (KLG), Gunung Gadang (GGD), Bukit pandan (BPD), Maput (MPT), Barong Tongkok (BTG), dan Pakasi (PKS). Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman alpukat pada masing-masing land system dapat dilihat pada Tabel 2 dan pemetaan kesesuaian lahan aktual dan potensial dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

  Tabel 2. Kesesuaian Lahan Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin Tanaman

  Land system

  KLG UBD GGD BPD MPT BTG PKS Alpukat Aktual S1 S1 S3(nr) S3(rc) S1 S2(nr) N(rc) (Persea Potensial S1 S1 S1 S3(rc) S1 S1 N(rc)

  americana) Keterengan: tc = temperatur , rc = media perakaran, wa = curah hujan, nr = retensi hara

  Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa di Sub DAS Lau Simbelin, terdapat empat kelas kesesuaian lahan, yaitu: S1, S2, S3, dan N. Sebagaimana dinyatakan dalam Arsyad (2006), bahwa masing-masing kelas kesesuaian lahan tersebut dibatasi oleh faktor-faktor pembatas (ringan, sedang, dan berat) seperti terlihat pada Tabel 3.

  Tabel 3. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan

  Kelas Kesesuaian Lahan Kriteria

  S1: sangat sesuai Unit lahan tidak memiliki pembatas atau hanya memiliki empat pembatas ringan. S2: cukup sesuai Unit lahan memiliki lebih dari empat pembatas ringan, dan atau memiliki tidak lebih dari tiga pembatas sedang. S3:sesuai marginal Unit lahan memiliki lebih dari tiga pembatas sedang, dan atau satu pembatas berat. N: tidak sesuai Unit lahan memiliki lebih dari satu pembatas berat atau sangat berat

  Berdasarkan Tabel 2 tersebut, terlihat bahwa tanaman alpukat memiliki kesesuaian lahan aktual dan potensial Sangat Sesuai (S1) pada landsystem KLG, UBD dan MPT. Pada landsystem BTG, kesesuaian lahan aktual adalah cukup sesuai (S2) dengan faktor penghambat retensi hara. Pada landsystem GGD, kesesuaian lahan aktual Sesuai Marginal (S3) dengan faktor penghambat retensi hara. Kesesuaian lahan aktual Sesuai Marginal (S3) juga terdapat pada land system BPD dengan faktor pembatas media perakaran. Sedangkan pada land system PKS, kesesuaian lahan aktuanya adalah tidak sesuai (N) dikarenakan oleh faktor media perakaran. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa beberapa faktor pembatas ada yang bisa diatasi namun ada juga yang tidak bisa diatasi karena merupakan faktor alam (Tabel 3). Oleh sebab itu, pada land sistem GGD dan BTG terlihat bahwa faktor pembatasnya adalah retensi hara yang bisa diatasi dengan cara pemberian pupuk, maka kesesuaian lahan potensialnya dapat menjadi sangat sesuai (S1).

  306 | Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan

  Adapun pada Land System BPD dan PKS terdapat faktor pembatas media perakaran yang sulit untuk diatasi, sehingga kesesuaian lahan potensialnya sama dengan kesesuaian lahan aktualnya.

  Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin Gambar 3. Peta Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin

  Kesesuaian lahan dapat dinilai secara aktual maupun potensial. Hal ini sesuai dengan pernyataan Djaenudin, dkk (2003) bahwa masing-masing kesesuaian lahan dapat dinilai secara aktual maupun potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang (present land use), tanpa adanya masukan untuk perbaikan, sedangkan kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah diberikan masukan untuk perbaikan, seperti penambahan pupuk, perbaikan atau teraserin, tergantung dari jenis faktor pembatasnya.

  Faktor penghambat yang ada secara umum berupa temperatur, curah hujan, tekstur, kedalaman tanah yang merupakan faktor yang tidak dapat diberikan masukan untuk perbaikan karena merupakan faktor alam, serta drainase, dan pH yang dapat diberi masukan untuk perbaikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyuningrum, dkk (2003) bahwa kedalaman tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Tanah yang

  307 Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan dangkal akan terbatas kemampuannya dalam menyediakan air dan unsur-unsur hara lainnya. Disamping itu kedalaman tanah sangat menentukan lahan bisa diolah atau tidak. Pada klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan, faktor kedalaman tanah sangat diperhitungkan dan menentukan. Drainase dapat dikelola dengan perbaikan sistem drainase seperti pembuatan saluran drainase, dengan tingkat pengelolaan sedang dan tinggi. Retensi hara berupa pH dapat dikelola dengan pengapuran atau penambahan bahan organik dengan tingkat pengelolaan sedang dan tinggi.

  

KESIMPULAN

  Kelas kesesuaian lahan tanaman Alpukat di Sub Das Lau Simbelin, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara adalah sesuai pada land system KLG, UBD dan MPT. Apabila dilakukan usaha perbaikan maka pada tanaman alpukat sesuai pada land system KLG, UBD, GGD, MPT, dan BTG. Pada land system PKS tidak sesuai untuk alpukat dengan faktor pembatas media perakaran.

  

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

  Azis, A. Bambang, H. S. Medhanita. D. R. 2005. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tanaman Pangan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Balai Penelitian Tanah. 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimatologi.

  BadangLitbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan Hidayat, A. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

  Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan. Rahmawaty, T. R. Villanueva, M. G. Carandang. 2011. Participatory Land Use Allocation, Case Study in Besitang Watershed, Langkat, North Sumatera, Indonesia. Lambert Academic Publishing. Jerman.

  Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta. Wahyuningrum, N. Nugroho. Wardojo. Beny, H. Endang, S. Sudimin. Sudirman. 2003. Klasifikasi Kemampuan dan Kesesuaian Lahan. INFO DAS Surakarta No. 15 Th. 2003.

  308 | Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan