BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Analisa Jenis Kehilangan Gaya Prategang Pada Balok Beton Pratekan Dalam Sistem Post Tension

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

  Beton merupakan material yang lemah menahan gaya tarik tetapi kuat menahan gaya tekan (Edward G Nawi 2001). Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya. Rendah nya kapasitas tarik beton menimbulkan terjadinya retak. Faktor utama yang menyebabkan retak adalah tegangan yang terjadi, terutama tegangan tarik. Wang dan Salmon (1986) menyatakan retak beton biasanya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

  • tegangan akibat suhu dan perbedaan unsur kimia antara bagian beton.

  Perubahan volume, termasuk akibat susut rangkak akibat beban tetap,

  • lendutan jangka panjang, lendutan awal didalam beton prategang, atau perbedaan penurunan di dalam struktur.

  Tegangan lansung dalam dan luar akibat penerusan, beban bertukar arah,

  • Pembatasan retak dapat dicapai dengan membatasi tegangan yaitu dengan pemberian gaya konsentris atau eksentris dalam arah longitudinal elemen struktur (Visi & Kusuma, 1993 dalam jurnal Umi Khoiroh dkk 2009). Pemberian gaya konsentris atau eksentris yaitu dengan cara menguranngi tegangan tarik pada tumpuan dan daerah kritis pada saat kondisi beban bekerja, sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang struktur tersebut.

  Tegangan akibat lentur Gaya longitudinal tersebut disebut gaya prategang, yaitu gaya tekan yang memberikan prategang pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen struktur sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup horizontal transien. Gaya prategang ini berupa tendon yang diberikan tegangan awal sebelum memikul beban kerjanya yang berfungsi mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik pada saat beton mengalami beban kerja, menggantikan tulangan tarik pada struktur beton bertulang biasa. Besar dan jenis pemberian gaya prategang, ditentukan berdasarkan : 1.

  Jenis sistem yang dilaksanakan 2. Panjang bentang 3. Kelangsingan yang dikehendaki

2.2 Sejarah Beton Prategang

  Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur beton bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak didaerah yang mempunyai tegangan lentur, geser dan puntir yang tinggi. Timbulnya retak-retak awal pada beton bertulang disebabkan oleh ketidakcocokan (non compatibility) dalam tegangan-regangan baja dan beton, hal ini yang merupakan titik awal dikembangkannya suatu material baru seperti beton prategang.

  Beton prategang adalah material yang banyak digunakan dalam konstruksi. Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai tingkat yang diinginkan (N Khrisna Raju,1988). Dengan kata lain Beton prategang merupakan penerapan gaya pratekan pada balok sedemikian rupa sebelum dikerjakan beban luar guna meniadakan tegangan tarik serat beton yang terjadi saat beban luar bekerja (Nasution, 2009 dalam jurnal Hardwiyono Sentot dkk 2013).

  2.3 Karakteristik Material

  Setiap material mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Agar bisa mendesain struktur beton prategang dengan optimal kita harus mengenal terlebih dahulu perilaku dari setiap materaial yang biasa digunakan dalam balok prategang adalah beton mutu tinggi, tendon baja prategang, dan tulangan baja biasa.

  2.4 Mekanika Material

  Dari semua properti yang menjadi ciri khas dari setiap material kurva tegangan- regangan adalah kurva yang paling menarik. Kurva tegangan-regangan dari sebuah material memuat banyak informasi yang dapat kita tangkap (tegangan maksimum, regangan maksimum, kuat tarik, kuat tekan, modulus elastis, elongnasi, dll).

2.4.1 Tegangan

  Sebuah gaya dan momen yang bekerja pada sebuah titik dari potongan penampang menghasilkan distribusi tegangan yang bekerja pada penampang tersebut. Tegangan dapat dipisahkan berdasarkan sumbu mana yang tegangan tersebut bekerja. Secara umum tegangan dapat dibagi antar tegangan normal dan tegangan geser.

  Tegangan normal adalah tegangan yang diakibatkan oleh gaya yang bekerja pada sumbu normal penampang dimana

  ∆

  2

  = ........................................................................................................(a) lim

  ∆ ⃗ 0 ∆

  Dimana jika gaya yang bekerja menyebabkan pertambahan panjang maka disebut gaya tarik, sedangkan bila gaya yang bekerja menyebabkan perpendekan batang maka disebut gaya tekan. Tegangan geser adalah tegangan ayang diakibatkan gaya yang bekerja pada sumbu tangensial penampang dimana

  ∆

  = ......................................................................................................(b) lim

  ∆ → 0 ∆ ∆

  = .....................................................................................................(c) lim

  ∆ → 0 ∆

2.4.2 Regangan

  Ketika sebuah gaya bekerja pada sebuah benda, gaya tersebut akan cenderung mengubah bentuk dan ukuran dari benda tersebut. Akan tetapi perubahan yang terjadi tidak pada volume benda tersebut. Pada gaya tarik benda akan memanjang dan luas penampang akan mengecil, sedangkan pada gaya tekan benda akan memendek dan penampang akan membesar sehingga total volume benda tersebut akan tetap sama.

  Regangan menggambarkan deformasi yang terjadi pada panjang dan sudut antara dua titik. Regangan normal adalah pertambahan panjang per satuan panjang dimana

  ′ ∆ −∆

  ...........................................................................................(d) ɛ = lim

  → ∆

  dan regangan geser adalah perubahan sudut antara dua garis yang awalnya saling tegak lurus sebelum terjadinya deformasi.

  = - → lim Ɵ′.........................................................................................(e) .

  2 →

2.4.3 Tegangan Regangan

  Berdasarkan rumus tegangan regangan normal diatas kita dapat membuat grafik tegangan regangan. Grafik tegangan regangan untuk setiap material adalah unik.

  Dibawah akan dibahas grafik tegangan regangan untuk baja.

  

Gambar 2.1.Grafik tegangan regangan baja Beberapa karekteristik material dapat dilihat dari grafik diatas : 1.

  Perilakau elastis : perilaku elastis terjadi apabila tegangan yang terjadi masih dalam area elastis. Dimana pada daerah elastis ini kurva yang terbentuk adalah garis linear. Jadi pada daerah ini tegangan yang terjadi proporsional terhadap regangan yang terjadi. Titik akhir dari garis linear ini disebut dengan batas elastis.

  2. Leleh : tegangan yang terjadi sedikt diatas area elastis akan menyebabkan material berdeformasi secara permanaen. Perilaku ini disebut dengan leleh peristiwa leleh ini terjadi pada dua titik antara tegangan leleh bawah dimana tegangan tidak berubah tetapi regangan terus meningkat hingga titik leleh atas 3. Strain hardening : ketika material telah mencapai titik leleh atas tegangan dapat ditingkatkan dan menghasilkan kurva yang terus meningkat tetapi semakin datar sehingga mencapai tegangan ultimate. Kurva tersebut disebut dengan strain hardening.

  4. Necking : setelah melewati tegangan ultimate kurva menurun hingga mencapai tegangan patah. Pada area kurva ini tegangan turun kemudian regangan bertambah tetapi luas permukaan berkurang pada sebuah titik. Hal ini yang disebut dengan necking.

  Hubungan antara tegangan regangan dideskripsikan oleh robert hooke pada tahun 1676 yang dikenal dengan hukum hooke. Hukum hooke dapat diekspresikan dengan persamaan matematis = Eɛ ........................................................................................................................(f)

  Dimana E adalah modulus young yang proportional pada daerah elastis. Pertama tegangan regangan akan bersifat elastis hingga titik leleh bila tegangan tidak mencapai tegangan leleh ( titik A)maka regangan akan kembali ke titik awal (titik O). Pada daerah plastis persamaan (f) tidak lagi berlaku Untuk menggambarkan tegangan regangan pada daerah plastis kita dapat mempelajari fenomena strain hardening. Ketika material yang bersifat ductile dikenai pembebanan berulang (loading unloading). Apabila tegangan melewati titik leleh maka regangan akan bersifat inelastis. Pada saat unloading (titik A’) maka regangan akan kembali secara sejajar dengan garis elastis tetap tidak kembali ke titik O tetapi titik O’, perbedaan antara titik O dan titik O’ disebut regangan tetap (permanent set). Bila beban diberikan lagi maka regangan akan melalui garis O’ menuju A’ dan disini titik A’ menjadi tegangan leleh baru. Bila beban melewati tegangan leleh yang baru maka regangan akan masuk kedalam daerah plastis, demikian pula seterusnya.

Gambar 2.2 Grafik tegangan regangan untuk reserve loading

2.5. Material Prategang (beton) Beton adalah campuran dari semen, air, dan agregat serta suatu bahan tambahan.

  Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai dengan bentuk waktu basahnya. Beton yang digunakan dalam beton prategang adalah beton yang mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi dengan nila f’c min 42 Mpa, modulus elastis yang tinggi dan mengalami rangkak ultimate yang lebih kecil yang menghasilkan kehilangan prategangan yang lebih kecil pada baja. Kuat tekan yang tinggi ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan. Tipikal diagram tegangan- regangan beton dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Diagram Tegangan-Regangan pada Beton Kekuatan dan daya tahan beton adalah dua kualitas yang utama yang paling penting distruktur beton prategang. Efek-efek dalam jangka panjang dapat dengan cepat mengurangi gaya-gaya prategang dan menyebabkan kegagalan yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk menjamin dan mengontrol kualitas pada berbagai tahap produksi dan konstruksi serta perawatan.

Gambar 2.4 menunjukan berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas beton.Gambar 2.4 sifat utama beton yang baik

  Secara umum besaran-besaran mekanis beton dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu :

  1. Besaran sesaat atau jangka pendek, yaitu kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur, geser dan kekakuan yang diukur dengan modulus elastisitas

2. Besaran jangka panjang, yaitu rangkak dan susut

  Pemakain beton berkekuatan tinggi dapat memperkecil dimensi penampang melintang unsur-unsur struktural beton prategang. Dengan berkurangnya berat mati material, maka secara teknis maupun ekonomis bentang yang lebih panjang dapat dilakukan. Perubahan bentuk pada beton adalah langsung dan tergantung pada waktu. Pada beban tetap, peubahan bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih besar dibandingkan harga langsungnya. Susut tidak disebabkan oleh tegangan, tetapi merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara rangkak oleh bekerjanya tegangan. Susut dan rangkak menyebabkan perubahan bentuk aksial, kelengkungan pada penampang, kehilangan tegangan lokal antara beton dan baja, redistribusi aksi internal pada struktur statis tertentu.

2.5.1. Kuat Tekan

  Berdasarkan ACI 363R-92, “State Of The Art Report On High Strength Concrete” karakteristik beton dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Beton mutu normal (kuat tekan <41 Mpa) 2.

  Beton mutu tinggi (kuat tekan ≥ 41 Mpa) Besar kuat tekan beton bergantung pada jenis campuran, agregat, waktu dan kualitas perawatan. Umumnya kuat tekan yang digunakan dalam perencanaan adalah kuat tekan beton umur 28 hari yang diperoleh dari pengujan laboratorium dengan menggunakan alat uji silinder berdimensi 6”x12 Besarnya kuat tekan dapat dihitung dengan menggunakan rumus ..................................................................................................................... (g)

  ′ = Dimana : f’c : kuat tekan beton umur tertentu (Mpa)

  P : beban tekan maksimum

  2 As : luas penampang benda uji (mm )

2.5.2. Kuat Tarik Dan Kuat Lentur

  secara umum, nilai kuat tarik beton relatif kecil dan pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai kuat tarik ( f ct ) adalah 0.10 f’c &lt;f’ ct &lt;0,20 f’c. Metode yang paling umum digunakan dalam pengujian kuat tarik adalah metode splitting atau pembelahan silinder.

  Besar nya kuat tarik belah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

  2

  = .................................................................................................................. (h) Dimana :

  : kuat tarik belah benda uji (Mpa) P : beban tekan maksimum (N) I : panjang benda uji (mm) D : diameter benda uji (mm)

  s

  sedangkan, untuk komponen struktur yang mengalami lentur, nilai kuat lentur (modulus of repture, f r ) digunakan dalam desain analisis penampang. Besar kuat lentur diukur dengan menguji balok beton polos berpenampang bujur sangkar 6” dan panjang bentang 18”.

  • Beton pada dasarnya bersifat non linear sehingga nilai modulus elastisitasnya hanyalah pendekatan. Gambar 2.5 menunjukan modulus tangent dan secant pada beton.

  Modulus elastisitas

Gambar 2.5 Modulus tangent dan secant pada beton

  Nilai modulus elastis beton selalu berubah tergantung pada kuat tekan lentur dan umur beton. Umumnya yang diambil cukup mewakili nilai modulus elastisitas beton adalah modulus secant untuk 0.45 f’c. Standard SNI-03 menetapkan rumus berikut untuk menghitung modulus elastisitas beton Ec :

  1.5

  3 ′

  E c = 0.043 W c ....................................... (h) untuk 1500 &lt; Wc &lt; =2500 kg/m

  �

  3 Dimana : Wc adalah densitas beton dalam kg/m

  f’c adalah kuat tekan silinder dalam Mpa

  

3

  dan untuk beton normal ( Wc ), niali modulus elastisitas nya : ≡2400 kg/m

  ′

  Ec = 4700 � Mpa

  Sedangkan nilai regangan pada saat tegangan maksimum ( ) bervariasi antara ɛ

  0.0015-0.0030. untuk beton dengan berat normal, nilai ~0.0020 ɛ

2.5.3. Hubungan Tegangan Regangan

  Pengetahuan mengenai hubungan tegangan regangan beton merupakan hal penting dalam mengembangkan analisis desain serta prosedur-prosedur dalam struktur beton.

  Pada gambar 2.6 menunjukan kurva tegangan regangan yang diperoleh dari pengujian yang menggunakan benda uji beton silinder yang dibebani tekan uniaksial

Gambar 2.6 kurva tegangan regangan tipikal untuk beton Berdasarkan gambar 2.6 dapat terlihat bahwa : 1.

  Semakin rendah kekuatan beton, semakin tinggi regangan gagalnya.

  2. Panjang bagian yang semula relatif linear akan bertambah untuk kuat tekan beton yang semakin besar

3. Ada reduksi yang sangat nyata pada daktilitas untuk kekuatan yang meningkat

2.5.4. Susut

  susut adalah kontraksi akibat pengeringan dan perubahan kimiawi yang tergantung pada waktu dan keadaan kelembaban tetapi tidak pada tegangan.

  Pada dasarnya ada dua jenis susut, yaitu : 1.

  Susut plastis, yang terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton segar di cetakan

  2. Susut pengeringan, terjadi sesudah beton mengering dan sebagian besar proses hidrasi kimiawi di pasta semen telah terjadi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut pengeringan adalah : a. Agregat

  Agregat beraksi menahan susut pasta semen, sehingga beton yang lebih kecil banyak kandungan agregat akan lebih sedikit mengalami susut.

  b.

  Rasio air semen Semakin tinggi rasio air semen, semakin tinggi pula efek susut c.

  Ukuran elemen beton Semakin besar volume elemen beton , semakin berkurang laju dan besar totall susut. Akan tetapi, durasi waktu susut akan lebih lama karena membutuhkan waktu yang lebih banyakdalam pengeringan untuk mencapai daerah dalam.

  d.

  Kondisi kelembaban sekitar Semakin tinggi kelembaban , semakin kecil laju penyusutan e. Penulangan

  Beton bertulang mengalami penyusutan lebih sedikit dibandingkan dengan beton polos (tidak bertulangan).

  f.

  Bahan tambahan Efek ini bervariasi tergantung pada jenisnya, misal akselarator seperti kalsium klorida yang digunakan untuk mempercepat proses pengerasan beton, akan memperbesar susut.

  g.

  Jenis semen Semen yang cepat kering akan susut lebih banyak dibandingkan dengan jeni- jenis lainnya, sedangkan semen pengkompensasi susut akan mengurangi retak susut apabila dugunakan bersama tulangan pengekang.

  h.

  Karbonasi Susut karbonasi disebabkan oleh reaksi antara karbondioksida yang ada di atsmosfir (udara) dengan yang ada di pasta semen. Banyak nya susut gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan pengeringan. Apabila kedua fenomena tersebut bekerja secara simultan, maka susut yang terjadi akan lebih kecil.

2.5.5. Rangkak

  Rangkak atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap waktu akibat beban yang terus menerus bekerja. Deformasi awal akibat beban adalah regangan elastis, sedangkan regangan tambahan akibat beban yang sama yang terus menerus bekerja disebut regangan rangkak.

  Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi rangkak adalah a.

  Sifat bahan dasar, seperti komposisi dan kehalusan semen, kualitas adukan dan kandungan mineral dalam agregat b.

  Rasio air terhadap jumlah semen atau kadar air c. Suhu pada proses pengerasan d. Kelembaban selama penggunaan e. Umur beton pada saat beban bekerja f. Lama pembebanan g.

  Nilai tegangan h. Nilai perbandingan luas permukaaan dan volume komponen struktur i. Nilai slump

2.6 Material Prategang (Baja)

  Untuk penggunaan pada beban layan yang tinggi, pengggunaan baja tulangan (tendon) dan beton mutu tinggi akan lebih efesien. Hanya baja dengan tegangan elastis tinggi yang cocok digunakan pada beton prategang. Penggunaan baja tulangan mutu tinggi bukan saja merupakan suatu keuntungan, tetapi merupakan suatu keharusan. Prategang akan menghasilkan elemen yang lebih ringan, bentang yang lebih besar dan lebih ekonomis jika ditinjau dari segi pemasangan dibandingkan dengan beton bertulang biasa. Prategang pada dasarnya merupakan suatu beban yang menimbulkan tegangan dalam awal sebelum pembebanan luar dengan besar dan distribusi tertentu bekerja sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban luar dilawan sampai tingkat yang diinginkan. Gaya pratekan dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan kabel tendon mencapai gaya/tekanan yang direncanakan, tendon ditahan dengan angkur agar gaya tarik yang tadi dikerjakan tidak hilang. Penarikan kabel tendon dapat dilakukan baik sebelum beton dicor atau setelah beton mengeras.

  Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga macam, yaitu : a.

  Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik (pretension) b.

  Kawat untaian (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pasca tarik(post-tension) c.

  Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategangdengan sistem pratarik (pretension) a.

  Kawat tunggal (wires) b. untaian kawat (strand) c. kawat batangan (bars)

Gambar 2.7 jenis-jenis baja yang dipakai untuk beton prategang: (a) kawat tunggal (wires). (b) untaian kawat (strand). (c) kawat batangan (bars)

  (sumber : prestressed concrete design, M.K. Hurst) Pada tabel 1 di bawah akan ditunjukkan tipikal baja yang biasa digunakan Tabel 1 Tipikal Baja Prategang Jenis Material

  Diameter (mm)

  Luas (mm²)

  Beban Putus (kN)

  Tegangan Tarik (Mpa)

  Kawat tunggal (Wire) 3 7,1 13,5 1900

  4 12,6 22,1 1750 5 19,6 31,4 1600 7 38,5 57,8 1500 8 50,3 70,4 1400

  Untaian Kawat (Strand)

  9,3 54,7 102 1860 12,7 100 184 1840 15,2 143 250 1750

  Kawat Batangan (Bar) 23 415 450 1080

  26 530 570 1080 29 660 710 1080 32 804 870 1080 38 1140 1230 1080

  (Sumber:Andri Budiadi 2008) Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan spesifikasi seperti ASTM A 421 : stress-relieved strands mengikuti standard ASTM A 416. Strands terbuat dari tujuh kawat dengan memuntir enam diantaranya pada pich sebesar 12 sampai 16 kali diameter disekeliling kawat lurus yang sedikit lebih besar. Menurut standard DIN 18 800 dalam jurnal Harja Syahputra Hariyanto semua kabel yang digunakan dalam struktur bangunan dikategorikan sebagai high tensile

  

members . Secara umum kabel-kabel tersebut mempunyai kekuatan rencana yang

  lebih tinggi dari pada batang tarik baja. Sehingga dengan luas dan penampang yang sama dapat memikul beban yang lebih besar. Tipikal diagram tegangan-regangan dari ketiga jenis tendon tersebut dapat dilihat pada gambar 2.8, gambar 2.9, dan gambar 2.10.

Gambar 2.8 Diagram Tegangan-Regangan Pada Kawat Tunggal

  (sumber : desain praktis beton prategang, Andri Budiadi)

Gambar 2.9 Diagram Tegangan-Regangan Pada Untaian Kawat

  (sumber : desain praktis beton prategang. Andri budiadi)

Gambar 2.10 diagram tegangan-regangan pada baja batangan

  (sumber : desain praktis beton prategang. Andri budiadi)

2.7 Pembebanan

  Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Pada umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan perkiraan. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapa diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke elemen lainnya umumnya memerlukan asusmsi dan pendekatan. Jenis beban yang biasa diperhitungkan pada perencanaan sruktur bangunan antara lain sebagai berikut :

  2.7.1 beban mati

  Menurut (peraturan pembebanan indonesia,1983), beban mati merupakan berat dari semuia bagian dari suatu struktur yang bersifat tetap selama masa layannya, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur tersebut. Yang termasuk beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua bendanyang tetap pada posisinya selama struktur berdiri. Beban mati tetap berada pada struktur dan tidak berubah sesuai dengan sistem struktur dan material yang digunakan.

  No Bahan / Komponen Struktur Berat

  7 Spesi dari Semen per cm Tebal 21 kg/m

  2 Tabel 2 berat bangunan berdasarkan SNI 03-1727-1989-F 2.7.2 beban hidup

  11 Penutup Lantai Ubin Semen per cm Tebal 24 kg/m

  2

  10 Penutup Atap Genting 50 kg/m

  2

  9 Dinding Bata 1 Batu 450 kg/m

  2

  8 Dinding Bata ½ Batu 250 kg/m

  2

  3

  1 Baja 7850 kg/m

  6 Pasir Jenuh Air 1800 kg/m

  3

  5 Pasir (Kering Udara) 1600 kg/m

  3

  4 Kayu (Kelas 1) 1000 kg/m

  3

  3 Beton Bertulang 2400 kg/m

  3

  2 Beton 2200 kg/m

  3

  Menurut (peaturan pembebanan indonesia,1983), beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu struktur termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari berat manusia, barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur dan dapat diganti selama masa layan dari struktur tersebut sehingga menyebabkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus untuk atap, beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan , baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh butiran air.

  2 No Komponen Bangunan Berat (Kg/m )

  1 Atap (tanpa difungsikan untuk fungsi struktural lain) 100

  2 Lantai dan Tangga Rumah Tinggal 200

  3 Lantai Sekolah, Ruang Kuliah, Kantor, Toko, Toserba, 250 Restoran, Hotel, Asrama dan Rumah Sakit

  4 Balkon yang Menjorok Keluar, Tangga, Bordes 300

  5 Lantai Ruang Olahraga, Masjid, Gereja, Bioskop, Pabrik, 400 Bengkel, Gudang, Perpustakaan

  6 Lantai Ruang Dansa, Panggung Penonton 500

  7 Beban Pekerja 100 Tabel 3 beban hidup menurut kegunaan berdasarkan SNI 03-1727-1989F

  2.7.3 beban gempa

  Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia,1983), beban gempa adalah semua beban akibat statik ekivalen yang bekerja pada struktur yang dipengaruhi oleh gerakan tanah akibat gempa tersebut. Dalam hala ini pengaruh gempa pada struktur ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik. Maka dapat disimpulkan beban gempa disini adalah gaya-gaya yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa pada struktur tersebut. Besarnya beban gempa dasar nominal horizontal akibat gempa menurut standard perencanaan ketahanan gempa untuk struktur rumah dan gedung (SNI- 1726-1998), dinyatakan sebagai berikut : V = W Dimana : V = beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana) Wt= kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertikal yang direduksi C= spektrum respon nominal gempa rencana, yang besarnya tergantung dari jenis tanah dasar dan waktu getar struktur. Untuk mengetahui nilai C harus diketahui terlebih dahulu jenis tanah tempat struktur berdiri. I =faktor keutamaan struktur R = faktor reduksi gempa

  2.7.4 beban angin

  Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia,1983), beban angin adalah semua beban yang bekerja pada struktur atau bagian struktur yang disebabkan oleh selisih

  2

  dalam tekanan udara. Tekanan angin di indonesia adalah 80kg/m padabidang tegak sampai setinggi 20 m. Beban angin yang bekerja terhadap struktur adalah menekan dan menghisap struktur dan sulit diprediksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tekan dan hisap angin terhadap struktur adalah kecepatan angin, kepadatan udara, permukaan bidanng dan bentuk dari struktur. Beban angin sangat bergantung dari lokasi dan ketinggian dari struktur. Besarnya tekana tiup hartus diambil minimum

  2

  sebesar 25kg/m , kecuali untuk bangunan-bangunan berikut :

  • Pinggir laut hingga 5km dari pantai minimumtekanan tiup 40kg/m
  • Bangunan didaerah yang tekanan tiiupnya lebih dari 40kg/m, haruis diambil

  2

  sebesar P= -v /16 Kg/m. V adalah kecepatan angin dalam m/s

  • Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m harus ditentukan dengan rumus (42,4+0,6h) dengan h adalah tinggi cerobong seluruhnya.
  • Koefisien angin yang diambil untuk struktur tertutup dengan sudut pangkal atap dinyatakan dengan β adalah sebagai berikut : o

  β &lt;22’ untuk bidang lengkung dipihak angin

  • pada seperempat busur pertama -0,6
  • pada seperempat busur kedua -0,7 o

  β &lt;22’untuk bidang dibelakang angin

  • pada seperempat busur pertama -0,5
  • pada seperempat busur kedua -0,2 o

  β &gt;22’ untuk bidang lengkung dipihak angin

  • pada seperempat busur pertama -0,5
  • pada seperempat busur kedua -0,6 o

  β &gt;22’ untuk bidang lengkung dibelakang angin

  • pada seperempat busur pertama -0,4
  • pada seperempat busur kedua -0,2