Analisis Perbandingan Efisiensi Balok Beton Prategang Penuh Dan Prategang Parsial

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BALOK

BETON PRATEGANG PENUH DAN PRATEGANG PARSIAL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

10 0404 058

RID GRANDSON TUMORANG

SUB JURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BALOK

LEMBAR PENGESAHAN

BETON PRATEGANG PENUH DAN BETON PRATEGANG

PARSIAL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh:

10 0404 058

RID GRANDSON TUMORANG

Pembimbing

NIP. 19561224 198103 1 002 Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan

Penguji I Penguji II

Ir. Torang Sitorus, M.T. Ir. Besman Surbakti, M.T.

NIP. 19571002 198601 1 001 NIP. 19541012 198003 1 004

Mengesahkan:

Ketua Departemen Teknik Sipil

NIP. 19561224 198103 1 002 Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,dengan judul “ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BALOK

BETON PRATEGANG PENUH DAN BETON PRATEGANG PARSIAL”.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu studi untuk mengetahui efisiensi dari perencanaan dua jenis prategang yang berbeda. Tugas Akhir ini dapat disusun berkat adanya bimbingan dan kerjasama beberapa dosen maupun mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Disamping itu penulis juga mecari literatur yang berhubungan dengan perencanaan tersebut.

Saya menyadari bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya yang sangat saya cintai, Drs. Jaluas Situmorang dan Bunga Tiar br. Simbolon, mereka adalah motivator terbesar saya. Hal terbaik yang bisa saya lakukan adalah membahagiakan mereka dengan menyelesaikan perkuliahan ini dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.

Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :


(4)

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing, yang telah memberikan dukungan, masukan bimbingan, waktu, tenaga serta pikiran dalam membantu saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Syahrizal, M.sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Torang Sitorus, M.T. selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan kepada saya.

4. Bapak Ir. Besman Surbakti, M.T. selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan pada saya.

5. Bapak/ Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuannya selama ini kepada saya.

7. Adik saya Holong Dwi Putra Tumorang, Aditia Kartika Tumorang dan Mario Dian Tumorang yang telah banyak mendukung saya.

8. Rekan sekaligus sahabat saya mahasiswa yang setia mendukung dan membantu saya, stambuk 10 Fransiscus I. Pinem, Elwis Sitorus, Freddy Tantra, Desindo Wijaya, Elfridani Saragih, Prisquilla, Andre Manurung dan lainya serta abang dan kakak senior angkatan 2010 adik-adik stambuk 11, 12, dan 13 yang telah memberikan dukungan serta info mengenai kegiatan sipil.

9. Keluarga dan sahabat dari KMK. St. Yosef Engineering yang selalu mendukug saya, abang Gandi sitohang ST, abang Markus Siregar ST, abang Boyma Sinaga ST, abang Jathendra Ambarita ST, kakak Sesilia Simarmata ST, Kapriyanto


(5)

Manullang,Henry Yohannes Nainggolan, Biljones Lumbangaol, Andika Pinem, Alfonsius Tarigan, Daniel sembiring, Farida Manullang dan lainnya.

10. Keluarga dan sahabat dari KMK. St. Albertus Magnus yang selalu mendukung saya, Irut Yovanka Yohanna Sitindaon, Horas Manik, Serani Simaremare, Artha Rumahorbo, Friska Delviany Ginting, Afriani Desy Lumbangaol, Grace Sembiring SE, Arta Purba, Chandra Simatupang, Anggy Sinaga SH dan lainnya. 11. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas

dukungannya yang baik.

Walaupun dalam menyusun Tugas akhir ini penulis telah berusahauntuk mengkaji dan menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, penulis sadar Tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga Tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Oktober 2014

Rid Grandson Tumorang


(6)

ABSTRAK

Efektifitas perencanaan dalam beton prategang penting dalam peningkatan mutu, kapasitas dan nilai ekonomis dari prategang tersebut. Perencanaan yang berbeda akan menghasilkan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing perencanaan. Pada tugas akhir ini, penulis merencanakan sebuah balok pada konstruksi toko dengan dua metode prategang, yaitu beton prategang penuh dan beton prategang parsial, dimana metode penarikan kabel yang dilakukan adalah pretensioned.

Dasar-dasar perncanaan balok prategang ini mengacu pada Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 03-2847-2002), Building code requirements (ACI 318), Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPURG 1987). Kabel prategang dalam perencanaan ini mengacu pada ASTM A 416 yaitu Uncoated seven wires stress relieved strands for prestressed concrete Gradw 270 low relaxation. Adapun beban-beban yang bekerja adalah beban mati, beban hidup dan beban mati tambahan. Analisa kehilangan terhadap gaya prategang dilakukan, akibat perpendekan elastis, susut, rangkak dan relaksasi baja. Hasil analisa dari semua peraturan dikombinasikan untuk melakukan kontrol terhadap tegangan yang terjadi pada balok prategang. Pada Tugas Akhir ini akan terlihat bagaimana efektifitas perancanaan prategang penuh dibandingkan prategang parsial, dimana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang bila diperhatikan dapat berguna dalam perencanaan konstruksi dengan fungsi bangunan yang berbeda.


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………...i

ABSTRAK………...iv

DAFTAR ISI………...………..v

DAFTAR GAMBAR………...………ix

DAFTAR NOTASI………..………x

DAFTAR TABEL………..………...….xii

BAB I PENDAHULUAN……….1

1.1 Umum………...……….1

1.2 Latar Belakang Masalah………...….4

1.3 Batasan Masalah………...………….6

1.4 Tujuan……….,,……….7

1.5 Manfaat……… ..………...7

1.6 Metode Penulisan………...………7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….….………..9

2.1 Umum……….………9

2.2 Sejarah Perkembangan Beton Prategang………..………….11

2.3 Beton Prategang……….………13

2.4 Sistem Beton Prategang……….15

2.5 Prinsip Dasar Beton Prategang………..16


(8)

2.7 Material Beton Prategang………20

2.7.1 Beton……….20

2.7.2 Baja………26

BAB III METODE ANALISA...31

3.1 Sistem Beton Prategang………...32

3.2 Analisa Penampang……….33

3.3 Pembebanan Balok Prategang………34

3.4 Perhitungan Momen di Tengah Bentang………36

3.5 Perhitungan Momen Ultimate………37

3.6 Perhitungan Gaya Prategang………37

3.6.1 Beton Prategang Penuh………..37

3.6.2 Beton Prategang Parsial………..…………38

3.7 Perhitungan Retak Beton..………48

3.8 Kehilangan Gaya Prategang………49

3.8.1 Kehilangan Jangka Pendek………50

3.8.2 Kehilangan Jangka Panjang………51

3.9 Perhitungan Lendutan………..………55

BAB IV APLIKLASI PERHITUNGAN………..57

4.1 Data Awal Perencanaan………...57

4.2 Pra-Desain………58

4.3 Perhitungan Precast Prestressed Rectangular Beam………64


(9)

4.3.2 Kabel prategang………...67

4.4 Analisa Penampang………...67

4.4.1 Pra-Desain Penampang………...67

4.4.2 Analisa Geometri Penampang……….67

4.5 Analisa Pembebanan Balok Prategang……….69

4.5.1 Beban Mati………..69

4.5.2 Beban Hidup………70

4.6 Analisa Momen di Tengah Bentang……….71

4.6.1 Beban Mati………..71

4.6.2 Beban Hidup………72

4.6.3 Ultimate Total……….72

4.7 Kabel Prategang Penuh………72

4.7.1 Profil Kabel……….72

4.7.2 Analisa Prategang………75

4.7.3 Kontrol Tegangan………..…………76

4.7.4 Kehilangan Gaya Prategang………..…………77

4.7.5 Kehilangan Total Gaya Prategang……….…………80

4.7.6 Lendutan Beton Prategang Penuh……….………….81

4.8 Kabel Prategang Parsial I………83

4.8.1 Profil Kabel………83

4.8.2 Analisa Indeks Penulangan………85


(10)

4.8.4 Kehilangan Total Gaya Prategang………..93

4.8.5 Kontrol Tegangan……….………..97

4.8.6 Momen Retak ……….97

4.8.7 Lebar Retak Beton Prategang Parsial……….……….98

4.8.8 Lendutan Beton Prategang Parsial……….…….98

4.9 Kabel Prategang Parsial II………..……101

4.9.1 Profil Kabel………..…101

4.9.2 Analisa Indeks Penulangan………..……102

4.9.3 Kehilangan Gaya Prategang Parsial………..……107

4.9.4 Kehilangan Total Gaya Prategang………..……..111

4.10 Bab Diskusi………..121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………122

5.1 Kesimpulan………122

5.2 Saran………..…122


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Skema pemberian gaya prategang 1

Gambar 1.2 Tampak depan rencana toko 4

Gambar 1.3 Skema perencanaan balok prestressed precast 5 Gambar 1.4 Daerah kern penampang persegi 5 Gambar 2.1 Tegangan pada balok prategang penuh 18 Gambar 2.2 Tegangan pada balok prategang parsial 19

Gambar 2.3 Penampang strand 29

Gambar 3.1 Kurva beban lendutan berbagai tingkat prategang 33 Gambar 3.2 Sketsa titik berat penampang 35 Gambar 3.3 Sketsa sambungan pada precast 37

Gambar 3.4 Perpendekan elastis beton 53

Gambar 4.1 Tampak depan toko 60

Gambar 4.2 Tampak samping toko 61

Gambar 4.3 Tampak belakang toko 61

Gambar 4.4 Rencana struktur rangka toko 64

Gambar 4.5 Rencana pondasi 1 65

Gambar 4.6 Rencana pondasi 2 65

Gambar 4.7 Rencana kolom 1, konsol 1 dan balok 1 65 Gambar 4.8 Rencana kolom 2, konsol 2 dan balok 2 65

Gambar 4.9 Denah pondasi 65

Gambar 4.10 Sketsa bentang balok 66

Gambar 4.11 Sketsa cross section balok 67

Gambar 4.12 Beban ekuivalen segitiga 73


(12)

DAFTAR NOTASI

σbk tegangan tekan beton

σtop tegangan tekan pada serat atas balok

σbottom tekan pada serat bawah balok

β1 konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton a tinggi diagram tekan segi empat ekuivalen

Ac luas penampang beton Aps luas baja prategang As luas baja non-prategang b lebar penampang balok C gaya tekan penampang

c jarak ke sumbu netral diagram tegangan e eksentrisitas

Ec modulus elastisitas beton Es modulus elastisitas baja

f’c kuat tekan beton pada awal penegangan fcpe tegangan pada baja prategang pada saat servis fcse tegangan pada baja non-prategang pada saat servis fps tegangan pada baja saat dekompresi

fr modulus ruptur

fu tegangan tarik ultimate fy tegangan leleh

h tinggi penampang balok

Ix inersia arah sumbu x penampang Kcr 2,0 untuk struktur pratarik

1,6 untuk struktur pasca tarik L panjang bentang

M momen

Mu momen ultimate

Pi gaya prategang saat initial Pe gaya prategang efektif


(13)

q beban terbagi rata

Tu gaya tarik pada serat bawah w berat jenis beton

wa modulus section bagian atas wb modulus section bagian bawah wu indeks penulangan

ya jarak titik berat ke serat atas terluar yb jarak titik berat ke serat bawah terluar


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kebutuhan precast struktur toko 66

Tabel 4.2 Data penampang balok 72

Tabel 4.3 Hasil perencanaan prategang penuh 86 Tabel 4.4 Data pembebanan balok prategang 88 TAbel 4.5 Hasil Perencanaan prategang parsial 105


(15)

ABSTRAK

Efektifitas perencanaan dalam beton prategang penting dalam peningkatan mutu, kapasitas dan nilai ekonomis dari prategang tersebut. Perencanaan yang berbeda akan menghasilkan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing perencanaan. Pada tugas akhir ini, penulis merencanakan sebuah balok pada konstruksi toko dengan dua metode prategang, yaitu beton prategang penuh dan beton prategang parsial, dimana metode penarikan kabel yang dilakukan adalah pretensioned.

Dasar-dasar perncanaan balok prategang ini mengacu pada Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 03-2847-2002), Building code requirements (ACI 318), Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPURG 1987). Kabel prategang dalam perencanaan ini mengacu pada ASTM A 416 yaitu Uncoated seven wires stress relieved strands for prestressed concrete Gradw 270 low relaxation. Adapun beban-beban yang bekerja adalah beban mati, beban hidup dan beban mati tambahan. Analisa kehilangan terhadap gaya prategang dilakukan, akibat perpendekan elastis, susut, rangkak dan relaksasi baja. Hasil analisa dari semua peraturan dikombinasikan untuk melakukan kontrol terhadap tegangan yang terjadi pada balok prategang. Pada Tugas Akhir ini akan terlihat bagaimana efektifitas perancanaan prategang penuh dibandingkan prategang parsial, dimana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang bila diperhatikan dapat berguna dalam perencanaan konstruksi dengan fungsi bangunan yang berbeda.


(16)

P P

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum

Perkembangan kegiatan ekonomi memerlukan sarana infrastruktur yang memadai. Dimana dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan ekonomi yang berkelanjutan diperlukan dukungan penyediaan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kapasitas infrastruktur yang besar tentunya menuntut inovasi-inovasi baru dalam dunia konstruksi yang mampu menciptakan struktur yang kuat, aman, nyaman dan ekonomis tanpa mengabaikan unsur mutu dan waktu.

Beton sudah lama dikenal dalam dunia konstruksi. Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik. Kuat tariknya bervariasi antara 8 sampai dengan 14 persen dari kekuatan tekannya (Nawy,2008). Karena rendahnya kapasitas dari tarik beton, maka kemungkinan retak lentur pada daerah tarik beton dapat terjadi pada pembebanan yang masih rendah.

Prategang menjadi salah satu solusi untuk masalah ini. Dimana untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal pada elemen struktural seperti pada gambar 1.1,


(17)

dimana gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja. Gaya longitudinal yang diterapkan ini disebut gaya prategang. Gaya prategang dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan tendon mencapai gaya yang direncanakan, tendon ditahan dengan angkur .

Berdasarkan ada tidaknya tulangan baja nonprategang pada penampang balok, beton prategang terdiri atas 2 macam, yaitu :

1. Beton prategang penuh : Beton prategang yang hanya menggunakan kabel prategang pada daerah tarik penampang.

2. Beton prategang parsial : Beton prategang yang menggunakan kombinasi kabel prategang dan tulangan biasa pada daerah tarik penampang.

Beton prategang adalah kombinasi dari dua bahan berkekuatan tinggi, yaitu beton dan baja mutu tinggi. Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku yang lebih baik dari masing-masing kedua bahan tersebut. Keuntungan penggunaan struktur beton prategang antara lain :

1. Balok yang lebih ringan, langsing dan kaku.

2. Retak yang terjadi kecil, sehingga dapat meminimalisir efek korosi. 3. Lintasan tendon dapat diatur untuk menahan gaya lintang.

4. Lebih ekonomis untuk struktur dengan bentang panjang bila dibandingkan dengan konstruksi beton bertulang biasa dan baja.

5. Dapat digunakan untuk struktur pracetak yang terjamin kualitasnya, mudah dalam pengerjaan dan pelaksanaan konstruksi, serta biaya awal yang rendah.


(18)

Kajian mengenai beton prategang mengalami perkembangan pesat baik prategang penuh maupun prategang parsial. Pada beton prategang penuh, efek retak benar-benar dihilangkan akibat tegangan tekan yang terjadi di seluruh penampang beton. Namun gaya tekan prategang yang dibutuhkan cukup besar sehingga mampu mengakomodasi tegangan tekan di seluruh penampang beton. Pada prategang parsial, untuk memikul tarik pada penampang digunakan kombinasi kabel prategang dan baja nonprategang. Namun sebagai akibat dari diijinkannya tegangan tarik pada penampang, retak mungkin terjadi pada beton prategang parsial. Seiring bertambahnya waktu dan pembebanan, maka perubahan secara kontinu juga terjadi pada garis tekan C dari garis tarik cgs. Dimana lengan momen Koppel internal akan bertambah seiring dengan bertambahnya beban, tanpa adanya perubahan besar tegangan pada baja prategang. Apabila momen lentur terus meningkat dengan bekerjanya secara penuh beban mati tambahan dan beban hidup, tercapailah suatu tahap pembebanan dimana tegangan tekan beton di serat pada level penulangan pada balok yang ditumpu sederhana menjadi nol. Ini disebut kondisi batas dekompresi. Apabila ada beban tambahan lain, maka retak di muka bawah akan terjadi, dimana modulus raptur beton tercapai sebagai akibat dari momen retak yang ditimbulkan oleh beban retak pertama. Beban retak pertama penting dievaluasi karena berkurangnya kekakuan penampang yang berarti memperbesar defleksi. Lebar retak juga perlu dikontrol untuk mencegah korosi tulangan. Oleh sebab itu, pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai dasar-dasar dari perhitungan gaya prategang dan kehilangan yang terjadi baik pada beton prategang penuh dan prategang parsial, kemudian menggunakan data hasil perhitungan untuk membandingkan efisiensi dari


(19)

beton prategang penuh dan prategang parsial. Adapun tugas akhir ini adalah berupa studi literatur dari buku-buku, jurnal dan masukan dari pembimbing.

I.2 Latar Belakang Masalah

Dalam tugas akhir ini penulis akan membandingkan efisiensi dari beton prategang penuh dan beton prategang parsial. Pada beton prategang penuh akan dihitung kapasitas beton, gaya prategang dan juga kehilangan yang terjadi, untuk beton prategang parsial hal lain yang dihitung adalah batas dekompresi, momen retak dan lebar retak pada balok sebuah struktur gedung lantai 1 dengan fungsi bangunan sebagai toko seperti pada gambar 1.2. Dimana batas dekompresi perlu diketahui untuk mengetahui batas pembebanan yang harus diperhatikan sebelum beton prategang mengalami retak sebagai akibat dari momen retak.

Perencanaan balok struktur toko dilakukan dengan menggunakan precast pabrikan. Dimana bentang terpanjang dari balok pada struktur adalah 20 m. Bentang ini akan direncanakan dengan menggunakan prestressed precast, dimana


(20)

20 m

h garis netral

kabel prategang h/6

h/6 h/6

h

balok tersebut dianalogikan sebagai balok dengan tumpuan sederhana seperti yang ditunjukkan dalam gambar 1.3 di bawah ini.

Kabel prategang di letakkan di luar daerah kern, dimana daerah kern adalah daerah paling luar pada penampang balok prategang yang menyebabkan gaya tarik akibat prategang adalah nol atau tidak ada sama sekali.

Beton prategang berdasarkan kombinasi tulangan yang digunakan dibagi atas dua yaitu beton prategang penuh dan beton prategang parsial. Beton prategang penuh direncanakan dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari pada beton bertulang biasa. Dimana hanya kabel prategang saja yang digunakan di daerah tariknya. Berbeda dengan prategang penuh, prategang parsial menggunakan kombinasi kabel prategang dan tulangan baja nonprategang.

Gambar 1.3 Skema perencanaan balok prestressed precast


(21)

Pada prategang penuh, besar gaya tarik yang terjadi di serat tarik bawah adalah nol, dimana diminimalisas adanya tegangan tarik pada penampang balok yang direncanakan. Sehingga beton prategang penuh sangat baik untuk mencegah terjadinya retak pada serat tarik bawah balok. Sehingga dibutuhkan gaya prategang yang lebih besar daripada gaya prategang pada beton prategang parsial

Dalam tugas akhir ini, adapun permasalahan yang ditinjau antara lain : 1. Merancanakan struktur balok prategang penuh dan parsial

2. Menganalisa kehilangan yang terjadi.

3. Menganalisa batas dekompresi, lebar retak dan momen retak pada beton prategang parsial.

4. Membandingkan efisiensi antara beton prategang penuh dan prategang parsial.

I.3. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam perencanaan ini adalah : 1. Sistem penarikan kabel adalah pratarik.

2. Tidak membahas penulangan geser balok. 3. Tidak membahas end block.

4. Penulangan hanya daerah tarik.

5. Data-data yang digunakan untuk perencanaan prestressed adalah :

• Panjang bentang : 20 m

• Mutu beton balok : K-500

• Mutu baja nonprategang(fy): 390 Mpa

• Mutu baja pratekan yang digunakan kabel jenis strand seven wires stress relieved, yang mengacu pada ASTM A416 dengan spesifikasi :


(22)

- fpu = 1860 Mpa

- diameter strand = 1,27 cm - Eff. Section area = 0,987 cm2

I.4. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu :

1.Membandingkan hasil perencanaan beton prategang penuh dan prategang parsial.

2.Mengetahui batas dekompresi, momen retak dan lebar retak dari prategang parsial.

3. Mengetahui perbandingan kemampuan layan beton prategang penuh dan prategang parsial.

I.5 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Dapat merencanakan struktur prategang dengan prategang penuh dan prategang parsial.

2. Mengetahui batas pembebanan sebelum terjadi retak pada beton prategang parsial.

3. Memberikan contoh perhitungan perencanaan kepada para pembaca, khususnya mahasiswa Teknik Sipil USU.

I.6 Metode Penulisan


(23)

1. Metode studi literature, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku-buku dan jurnal yang berhubungan dengan pembahasan tugas akhir. Perhitungan dalam perencanaan ini menggunakan bantuan software seperti Microsoft Office Excel.

2. Metode studi bimbingan, yaitu melakukan konsultasi dengan dosen

pembimbing yang memegang peranan penting dalam penulisan tugas akhir ini, selain itu berkonsultasi dengan teman tentang tugas akhir sekaligus

mengumpulkan data-data yang dibutuhkan hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan uraian pembahasan sebagai berikut ini :

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB III ANALISIS

BAB IV APLIKASI PERHITUNGAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum

Beton adalah suatu material yang secara harfiah merupakan campuran yang homogen antara air, semen dan agregat. Karakteristik beton adalah mempunyai kuat tekan yang besar namun kuat tarik yang lemah. Beton adalah interaksi mekanis dan kimia sejumlah material pembentuknya (Nawy, 1985).

Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik seperti abu pozzolan sebagai pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi bahkan mungkin sebelumnya. Dengan campuran kapur, pozzolan, dan batu apung, bangsa Romawi banyak membangun infrastruktur seperti akuaduk, bangunan, drainase dan lain-lain. Di Indonesia penggunaan yang serupa bisa dilihat pada beberapa bangunan kuno yang tersisa. Benteng Indrapatra di Aceh yang dibangun pada abad ke-7 oleh kerajaan Lamuri, bahan bangunannya berupa kapur, tanah liat, dan batu gunung. Orang Mesir telah menemukan sebelumnya bahwa dengan memakai aditif debu vulkanik mampu meningkatkan kuat tekan beton. Penggunaan beton secara masif diawali pada permulaan abad 19 dan merupakan awal era beton bertulang. Pada tahun 1801, F.Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi dengan meninjau kelembaban bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun 1850, J.L. Lambot untuk pertama kalinya membuat kapal kecil dari bahan semen untuk dipamerkan dalam Expo tahun 1855 di Paris. J.Moiner, seorang ahli taman dari Prancis mematenkanrangka metal sebagai tulangan beton untuk mengatasi taruknya yang digunakanuntuk tanamannya. Pada tahun 1886, Koenen menerbitkan tulisan


(25)

mengenai teori dan perancangan struktur beton. C.A.P Turner mengembangkan pelat slab tanpa balok tahun 1906.

Perkembangan teknologi yang pesat menunjang perkembangan yang besar dalam dunia konstruksi, salah satunya yakni beton. Kebutuhan infrastruktur yang dapat memenuhi pertumbuhan kegiatan ekonomi, mendesak kemajuan dunia konstruksi untuk skala dan kapasitas yang lebih besar. Bentang panjang pada konstruksi menjadi salah satu masalah dalam dunia konstruksi. Beton bertulang memiliki kemampuan terbatas dalam memikul beban untuk bentang panjang. Beton prategang menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini. Beton prategang mampu memikul beban dengan bentang yang jauh lebih besar dibanding beton bertulang.

Jenis konstruksi bangunan di Indonesia memiliki jenis yang beragam. Ada bangunan gedung untuk rumah tinggal,gedung sekolah,rumah sakit, hotel,toko, perkantoran,gedung olah raga dan gedung untuk bangunan industri atau pabrik. Pada dasarnya,seluruh bangunan ini memiliki komponen struktur balok. Oleh karena itu,perencanaan struktur merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan.

Bangunan industri baik itu industri ringan/rumahan ataupun pabrik memiliki komponen struktur balok. Yang mana pada perencanaannya menggunakan material beton bertulang ataupun baja untuk balok,terutama,pada saat sekarang ini,pabrik-pabrik atau bangunan industri menggunakan baja untuk komponen strukturnya. Balok yang digunakan dapat berupa balok tunggal ataupun rangka batang. Jarang terlihat bangunan industri di Indonesia menggunakan material beton prategang untuk mendesain suatu bangunan industri. Sebagian besar sekarang ini menggunakan


(26)

material baja tetapi juga menggunakan baja komposit ataupun beton bertulang. Padahal,jika dilihat dari perkembangan sekarang ini,material beton prategang bukanlah suatu hal yang baru lagi. Perkembangan penggunaan sistem beton prategang sebenarnya sudah pesat. Sebagian besar beton prategang dipakai untuk perencanaan jembatan,terutama untuk bentang yang panjang.

Pemakaian beton prategang sangat efektif digunakan pada konstruksi dengan bentang yang panjang seperti jembatan. Jembatan dengan besar yang besar seperti segmental atau jembatan cable-stayed hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan beton prategang. Demikian juga halnya untuk bangunan yang memiliki bentang yang panjang dan relatif tinggi adalah efektif untuk memakai prategang untuk perencanaan.

Penguasaan teknologi beton prategang baik dari aspek peralatan, material maupun analisis sangat penting. Pembangunan infrastruktur dengan bentang panjang menuntut diperlukannya peralatan dan metode konstruksi serta material yang baik disamping teknologinya. Penguasaan teknologi beton prategang ini sudah seharusnya dikuasai oleh bangsa Indonesia, sehingga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang teknik konstruksi beton prategang penting untuk dilakukan.

2.2 Sejarah Perkembangan Beton Prategang

Pada tahun 1872, P.H. Jackson seorang insinyur dari California mendapatkan paten untuk sistem struktural yang menggunakan tie road untuk membuat balok atau pelengkung dari blok-blok. Pada tahun 1888, C. W. Doering dari Jerman memperoleh paten untuk pemberian prategang pada slab dengan kawat-kawat metal. Akan tetapi, upaya awal untuk pemberian prategang itu tidak benar-benar sukses karena hilangnya prategang seiring berjalannya waktu. J. Lud dari Norwegia dan G.


(27)

R. Steiner dari Amerika Serikat telah berupaya memecahkan masalah ini pada abad kedua puluh, namun tidak berhasil.

Sesudah selang waktu yang sangat panjang, kemajuan dalam dunia prategang tidak terlalu pesat karena sulitnya mendapatkan baja dengan kekuatan tinggi untuk mengatasi kehilangan energi pada beton prategang. R. E. Dill dari Alexandria, Nebraska mengetahui bahwa susut dan rangkak pada beton memiliki pengaruh pada kehilangan prategang. Selanjutnya ia mengembangkan ide bahwa pemberian pascatarik batang berpenampang bulat tanpa lekatan secara berurutan dapat mengganti kehilangan tegangan yang bergantung pada waktu pada batang tersebut akibat berkurangnya panjangkomponen struktur yang ditimbulkan oleh rangkak dan susut. Pada awal tahun 1920-an, W. H. Hewett dari Minneapolis mengembangkan prinsip-prinsip pemberian prategang melingkar. Ia memberikan tegangan melingkar horizontal di sekeliling tangki beton dengan menggunakan trekstang untuk mencegah retak akibat tekanan cairan internal. Setelah itu, pemberian prategang pada tangki dan pipa berkembang pesat di Amerika Serikat.

Pemberian prategang linier terus berkembang di Eropa dan Perancis, khususnya dikembangkan oleh Eugene Freyssinet, yang pada tahun 1926 sampai 1928 mengusulkan metode-metode untuk mengatasi kehilangan prategang dengan cara menggunakan baja berkekuatan tinggi dan berdaktilitas tinggi. Pada tahun 1940, ia memperkenalkan system Freyssinet yang sangat terkenal yang menggunakan jangkar konus untuk tendon 12 kwat.

P. W. Abeles dari Inggris memperkenalkan dan mengembangkan konsep pemberian prategang parsial di antara tahun 1930-an dan 1960-an. F. Leonhardt dari Jerman, V. Mikhailov dari Rusia, dan T. Y. Lin dari Amerika Serikat juga


(28)

memberikan kontribusi banyak pada seni dan ilmu pengetahuan tentang desain beton prategang. Metode pemberian keseimbangan beban dari Lin sangat dihargai. Perkembangan pada abad kedua puluh ini telah menjadikan banyak penggunaan beton prategang di seluruh dunia, dan khususnya Amerika Serikat.

Dewasa ini, beton prategang digunakan pada gedung, struktur bawah tanah, menara TV, struktur lepas pantai dan gudang apung, stasiun-stasiun pembangkit, cerobong reactor nuklir, dan berbagai jenis jembatan termasuk segmental dan cable-stayed. Penggunaan beton prategang banyak digunakan pada beberapa konstrulsi besar di dunia.

Beberapa konstruksi besar yang terkenal dan menggunakan beton prategang antara lain :

1. Bay Area Rapid Transit, San Fransisco dan Oakland, California. Jalan penuntun terdiri atas girder box pracetak prategang yang ditumpu sederhana dengan panjang 70 ft dan lebar 11 ft.

2. Jembatan Chaoco-Corientes, Argentina, jembatan girder box cable-stayed beton prategang pracetak.

3. Gedung parkir, Tulsa, Oklahoma. 4. Pusat Eksekutif, Honolulu, Hawaii.

5. Anjungan pengeboran lepas pantai Stratford “B”, Norwegia. 6. Jembatan Suramadu, Surabaya, Indonesia.

Suksesnya perkembangan dan pelaksanaan semua struktur terkenal tersebut adalah karena banyaknya kemajuan dalam teknologi bahan, khususnya beton prategang, dan bertambahnya pengetahuan untuk mengestimasi kehilangan jangka pendek dan panjang pada gaya prategang.


(29)

Namun demikian perkembangan teknologi beton prategang di Indonesia juga mengalami peningkatan. Dari tahun ke tahun penggunaan beton prategang juga mengalami peningkatan baik untuk struktur balok pada gedung, jembatan, pondasi dan struktur lainnya. Penguasaan teknologi ini sudah sewajarnya dikuasai oleh bangsa Indonesia, sehingga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang teknik beton prategang harus tetap dilakukan.

2.3 Beton Prategang

Beton prategang merupakan struktur komposit dengan gabungan dua bahan yaitu beton dan baja, tetapi dengan mutu bahan yang tinggi. Baja yang digunakan disebut tendon yang dikelompokkan dan membentuk kabel. Dimana menurut PBI 1971 beton prategang adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan tegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa hingga tegangan-tegangan akibat beban pada beton dapat dinetralkan sampai suatu taraf yang diinginkan. Sedangkan menurut ACI, beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal.

Beton prategang dalam arti seluas-luasnya dapat juga dianalogikan dalam keadaan dimana tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh regangan-regangan internal diimbangi sampai batas tertentu,

Beton memiliki kekuatan yang kecil dalam menahan tarik. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9%-15% dari kuat tekannya (Istimawan Dipohusodo,1996). Tidak dapat dihindari bahwa tegangan tarik yang besar terjadi pada struktur dengan bentang yang besar, atau beban yang berat. Pertimbangan akan kondisi tersebut melahirkan analisa untuk


(30)

memperkirakan tegangan tarik yang akan terjadi, kemudian mengimbangi tegangan tersebut dengan menggunakan tendon yang diberikan tegangan awal pada daerah tarik tersebut. Tegangan awal dalam hal ini adalah tegangan tarik.

Adapun beberapa keuntungan menggunakan beton prategang antara lain:

a. Terhindarnya retak terhadap tarik dan meningkatkan resistansi beton terhadap korosi.

b. Beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap geser.

c. Dalam bentang yang panjang umumnya beton prategang lebih ekonomis disbanding beton bertulang.

d. Penampang struktur lebih kecil/langsing, sebab seluruh penampang dipakai secara efektif.

e. Jumlah baja prategang lebih kecil daripada jumlah berat besi beton biasa. f. Memiliki nilai estetika.

Sedangkan kekurangan dalam penggunaan beton prategang antara lain :

a. Konstruksi memerlukan pengawasan dan pelaksanaan dengan ketelitian yang tinggi.

b. Untuk bentang > 40 m mengalami kesulitan pada saat ereksi karena bobot dan bahaya patah getaran.

c. Menggunakan teknologi tinggi yang canggih. d. Biaya awal tinggi.


(31)

2.4 Sistem Beton Prategang

Beton prategang dapat dibagi atas beberapa kriteria. Adapun beberapa macam prategang adalah berdasarkan :

a. Cara penarikan baja prategang

Berdasarkan cara penarikan, sistem beton prategang terbagi atas :

1. Pre-Tensioning, yaitu penekanan dilakukan pada awal/sebelum beton mengeras. Pada metode penegangan pratarik, kabel/strands prategang diberi gaya dan ditarik terlebih dahulu sebelum dilakukan pengecoran beton pada peralatan cetak yang telah disiapkan. Setelah beton cukup keras, penjangkaran dilepas dan terjadi pelimpahan gaya tarik baja menjadi gaya tekan pada beton. Transfer tegangan tekan dari tendon pada beton melalui lekatan (bond) antara tendon dengan beton, dimana tendon terikat konstruksi angker. Pada metode ini lay out tendon dibuat lurus.

2. Post-Tensioning, yaitu penekanan dilakukan pada akhir setelah beton mengeras. Pada metode ini beton dicetak terlebih dahulu, dimana disiapkan lubang (duct) atau alur penempatan kabel/strands dalam beton. Apabila beton sudah cukup kuat, kemudian kabel/strands ditarik, ujung-ujungnya diangkurkan,selanjutnya lubang di-grouting. Transfer tegangan tekan dari tendon pada beton melalui penjangkaran. Lay out tendon dapat dibuat lurus atau melengkung.

b. Posisi penempatan kabel

Berdasarkan posisi penempatan kabel dapat dibagi atas :

1. Internal Prestressing


(32)

σ σΑ=(+

σ σΑ=(− /Α)+(

2. Exsternal Prestressing

Kabel prategang ditempatkan di luar tampang beton.

c. Ikatan tendon

Berdasarkan ikatan tendon dengan beton dapat dibagi atas : 1. Bonded Tendon

Setelah penarikan kabel, dilakukan grouting atau injeksi pasta semen ke dalam selubung kabel. Setelah bahan grouting mengeras terjadilah lekatan antara tendon dan beton disekelilingnya.

2. Unbounded Tendon

Setelah gaya prategang diaplikasikan pada beton, ruang kosong antara lubang dan tendon dibiarkan begitu saja. Adapun perlindungan tendon dari korosi biasanya dilakukan dengan sistem pelapisan yang tahan air (waterproof). Kabel prategang hanya dibungkus agar tidak terjadi lekatan dengan beton.

2.5 Prinsip Dasar Beton Prategang

Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Teknologi beton prategang yang dikembangkan dari beton konvensional berdasarkan bahwa beton sangat kuat menahan gaya tekan dan memiliki tegangan tekan hancur sangat tinggi namun sangat lemah dalam menahan gaya tarik. Rendahnya kapasitas kuat tarik tersebut diatasi dengan mengkombinasikan beton bermutu tinggi dengan baja mutu tinggi yang secara aktif dengan cara menarik baja tersebut dan menahannya ke beton sehingga membuat


(33)

σ σΑ=(+

σ σΑ=(− /Α)+(

b h

h/6 GARIS NETRAL

akibat beban eksternal σA=(-M/w) akibat eksentrisitas kabel σΑ=(+P.e/w) akibat gaya prategang σA=-P/A akibat beban eksternal σB=(+M/w) akibat eksentrisitas kabel σΒ=(−P.e/w) akibat gaya prategang σB=-P/A tegangan akhir akibat semua gaya

σΑ=(−P/Α)+(P.e/w)+(-M/w)

tegangan akhir akibat semua gaya

σB=(−P/Α)+(−P.e/w)+(M/w)=0

PRATEGANG PENUH

(a) (b) (c) (d)

beton dalam keadaan tertekan. Penarikan baja tersebut dilakukan sebelum beban mati dan bebean hidup bekerja pada beton sehingga pada awalnya beton dalam keadaan tertekan bertujuan untuk mengimbangi tegangan tarik yang ditimbulkan oleh beban-beban tersebut supaya dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali, oleh karena itu disebut prategang (prestressed). Berikut ini adalah diagram prategang penuh. Dimana pada prategang tipe ini, hanya digunakan kabel prategang pada daerah tariknya, gambar diagram tegangannya adalah sebagai berikut :

Beton bertulang dan beton prategang memiliki prinsip utama yang sama yaitu bahwa tulangan ditempatkan di daerah yang nantinya akan mengalami tegangan tarik akibat beban. Hanya saja pada beton konvensional tulangan berfungsi mengambil alih tegangan tarik yang sudah tidak dapat dipikul lagi oleh beton, sedangkan pada beton prategang tulangan (tendon) berfungsi menciptakan tegangan awal yang nantinya harus mengimbangi tegangan tarik akibat beban. Perbandingan akan beton prategang dan beton bertulang memunculkan satu pemikiran baru yakni prategang

Gambar 2.1 Tegangan-tegangan pada balok prategang. (a) Tegangan akibat gaya prategang. (b) Tegangan akibat momen eksentrisitas prategang. (c) Tegangan akibat beban eksternal. (d) Tegangan akhir pada prategang.


(34)

b h

h/6 GARIS NETRAL

akibat beban eksternal σA=(-M/w) akibat eksentrisitas kabel σΑ=(+P.e/w) akibat gaya prategang σA=-P/A akibat beban eksternal σB=(+M/w) akibat eksentrisitas kabel σΒ=(−P.e/w) akibat gaya prategang σB=-P/A tegangan akhir akibat semua gaya

σΑ=(−P/Α)+(P.e/w)+(-M/w)

tegangan akhir akibat semua gaya

σB=(−P/Α)+(−P.e/w)+(M/w) PRATEGANG PARSIAL

(a) (b) (c) (d)

parsial, dimana diijinkan adanya tarik lebih pada beton prategang yang dikontrol dengan menggunakan baja non-prategang. Berikut diagram tegangan pada prategang parsial

Besar gaya prategang yang diberikan mempengaruhi seberapa besar tegangan internal yang akan melawan tegangan akibat beban-beban luar pada beton prategang. Dalam memahami desain beton prategang, perlu dipelajari perilaku balok tersebut dalam berbagai keadaan.

Parameter yang digunakan untuk perbandingan baja prategang dan baja non prategang pada beton prategang disebut rasio prategang parsial(Partial Prestressing Ratio). Rasio prategang parsial didefenisikan sebagai perbandingan antara momen batas kabel prategang terhadap momen batas kabel prategang + tulangan baja, yang dapat dituliskan sebagai

��� =����

�� (Naaman, 1982 ) (2.1)

Gambar 2.2 Tegangan-tegangan pada balok prategang. (a) Tegangan akibat gaya prategang. (b) Tegangan akibat momen eksentrisitas prategang. (c) Tegangan akibat beban eksternal. (d) Tegangan akhir pada prategang.


(35)

Dimana :

Mups = Momen batas kabel prategang

Mu = Momen batas kabel prategang + tulangan baja Harga PPR = 0, untuk beton bertulang

Harga PPR = 1, untuk beton prategang penuh

Sehingga dalam hal ini, nilai PPR dari beton prategang parsial adalah antara 0 s/d 1. Secara teoritis PPR akan memberikan manfaat bagi suatu struktur beton prategang (meningkatkan beban retak,), dimana semakin kecil nilai PPR suatu struktur juga akan lebih ekonomis. Namun demikian, jika nilai PPR terlalu kecil, struktur akan memiliki sifat-sifat mendekati strukutur beton bertulang yang membahayakan struktur tersebut. Dibutuhkan analisis yang mendasar untuk mengetahui batas PPR minimum yang aman bagi beton prategang. Tentunya besar PPR yang digunakan semua tergantung pada kondisi dari beton prategang yang digunakan.

2.6 Tahapan Pembebanan

Beton prategang berbeda dengan beton bertulang pada tahap pembebanan. Pada beton prategang baik prategang penuh maupun prategang parsial mengalami beberapa tahap pembebanan. Pengecekan wajib dilakukan pada setiap tahap pembebanan, baik pada bagian yang tertarik dan pada bagian tertekan. Pada tahap tersebut berlaku tegangn ijin yang yang berbeda sesuai dengan kondisi beton dan tendon. Ada dua tahap pembebanan pada beton prategang, yaitu initial (transfer) dan service (layan).


(36)

1. Initial (transfer)

Tahap initial adalah tahap dimana beton sudah mulai mengering dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada tahap ini yang bekerja hanya beban mati struktur. Pada tahap ini, beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja minimum, sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang.

2. Service (layan)

Kondisi service (layan) adalah kondisi dimana beton prategang digunakan sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya prategang dipertimbangkan. Pada tahap ini, beban luar mengalami kondisi yang maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati nilai minimum.

2.7 Material Beton Prategang

Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan beton prategang yang memiliki ketergantungan akan material dari beton prategang adalah sebagai berikut :

2.7.1 Beton

Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI 03-2847-2002, pasal 3.12). Pemberian gaya prategang yang memberikan tekanan pada beton menuntut suatu beton dengan daya kekuatan tekan yang tinggi. Kekuatan dan daya tahan lama yang dicapai melalui kontrol


(37)

kualitas dan jaminan kualiatas pada tahap produksi adalah dua faktor penting dalam mendesain struktur beton prategang.

Besaran-besaran mekanis beton yang telah keras dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besaran yaitu besaran sesaat atau jangka pendek dan besaran jangka panjang. Besaran jangka pendek meliputi kuat tekan, tarik dan kuat geser sebagaimana diukur dengan modulus elastisitas. Sedangkan besaran jangka panjang meliputi rangkak dan susut beton.

a. Kuat Tekan

Kuat tekan beton bergantung pada jenis campuran, campuran agregat, waktu dan kualitas perawatan. Beton dengan kekuatan tinggi jelas lebih menguntungkan. Kuat tekan beton f’c didasarkan pada pengujian benda uji silinder standard dengan diameter 6 in dan tinggi 12 in, yang diolah pada kondisi laboratorium standard dan diuji pada laju pembebanan tertentu selama 28 hari. Spesifikasi standar yang digunakan di Indonesia adalah SNI.

Mutu beton yang biasa digunakan dalam perhitungan beton bertulang adalah mutu beton normal sampai mutu tinggi. Adapun kekuatan beton untuk struktur beton prategang, SNI mensyaratkan f’c tidak boleh kurang dari 30 Mpa (RSNI T-12-2004,4.4.1.1.1).

Kuat tekan yang tinggi dibutuhkan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya retakan, memiliki modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak yang kecil.


(38)

Dengan mengetahui mutu dan penampang balok maka kuat tekan beton dapat dihitung dengan :

- Untuk beton prategang penuh

• Saat awal : �′� = 0,83�σ�� (2.2)

Saat initial : f’ci= 85%f’c (2.3)

• Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer gaya prategang.

Tegangan tekan = 0,6 f’ci (2.4)

• Tegangan ijin pada saat service : Tegangan ijin tekan pada kondisi layan (untuk semua kombinasi beban)

Tegangan tekan = 0,45 f’c (2.5)

- Untuk beton prategang parsial

Saat awal : f’c= 0,83

σ

bk (2.6) • Saat service : �′�� = �′�

��� (2.7)

• Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer gaya prategang.

Tegangan tekan = 0,6 f’ci (2.8)

• Tegangan ijin pada saat service : Tegangan ijin tekan pada kondisi layan (untuk semua kombinasi beban)

Tegangan tekan = 0,45 f’c (2.9)

Dimana :


(39)

f’ci = kuat tekan beton initial pada saat transfer gaya prategang

b. Kuat Tarik

Kuat tarik beton relatif kecil, dimana besarnya kuat tarik beton berkisar antara 9%-15% dari kuat tekan . Untuk komponen yang mengalami lentur, nilai modulus raptur (modulus of rupture) fr digunakan dalam desain. Modulus ruptur diukur dengan menguji balok beton polos berpenampang bujur sangkar 6 in hingga gagal dengan bentang 18 m, dan dibebani di titik-titik sepertiga bentang (ASTM C-78). Nilai modulus raptur lebih tinggi dibanding kuat tarik belah beton.

Berdasarkan Pedoman Beton 1988, chapter 3, besarnya modulus raptur adalah :

�� = 0,7��′

(2.10)

Sedangkan untuk menghitung tegangan ijin pada beton, digunakan peraturan SNI 03-2847-2002 baik pada beton prategang penuh, yaitu :

• Tegangan ijin pada saat initial :

Tegangan tarik = 0,5 ��′�� (2.11)

c. Kuat Geser

Balok yang terlentur pada saat yang bersamaan juga menahan geser akibat lenturan. Kondisi kritis geser akibat lentur ditunjukkan dengan timbulnya tegangan-regangan tarik tambahan di tempat tertentu pada komponen struktur terlentur. Apabila gaya geser yang bekerja pada struktur beton bertulang cukup besar hingga di luar kemampuan beton, maka perlu dipasang baja tulangan tambahan untuk memikul geser tersebut. Kuat geser lebih sulit ditentukan dengan cara eksperimental


(40)

dibandingkan dengan pengujian lainnya, dikarenakan sulitnya mengisolasi tegangaan geser dari tegangan lainnya.

d. Modulus Elastisitas

Nilai modulus elastisitas beton (Ec) tergantung pada mutu beton, terutama dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan yang tidak melampaui 60 Mpa, atau beton ringan dengan berat jenis tidak kurang dari 2000 kg/m3 dan kuat tekan yang tidak melampaui 40 Mpa. Sesuai dengan SNI T-12-2004, nilai Ec diambil sebagai berikut :

- Ec=�1,5� 0,043 ��′ (2.12)

- Ec=�1,5� 0,043 ��′�� (2.13)

Dalam kenyataan nilainya dapat bervariasi kurang lebih 20%, wc menyatakan berat jenis beton dalam satuan kg/m3, f’c menyatakan kuat tekan beton dalam satuan Mpa. Untuk beton normal dengan massa jenis sekitar 2400 kg/m3 maka Ec dapat diambil sebesar 4700��′� dan dinyatakan dalam Mpa.

e. Rangkak

Rangkak, atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap waktu akibat beban yang terus menerus bekerja. Deformasi awal akibat beban adalah regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat beban yang terus menerus bekerja adalah regangan rangkak.

Berbagai faktor yang mempengaruhi rangkak beton adalah kelembaban relatif, tingkat tegangan, kekuatan beton, umur beton pada pembebanan, lamanya tegangan, perbandingan air/semen, dan tipe semen serta agregat pada beton.


(41)

Rangkak mengakibatkan meningkatnya defleksi balok dan slab, dan mengakibatkan hilangnya gaya prategang. Untuk jangka waktu yang lebih lama lagi, rangkak dapat mengakibatkan meningkatnya tegangan pada beton yang mengakibatkan kehancuran pada beton.

Rangkak tidak dapat diamati secara langsung, namun dapat ditentukan dengan mengurangkan regangan elastis dengan regangan susut dan deformasi total. Meskipun rangkak dan susut merupakan fenomena yang tidak independent, dapat disumsikan bahwa superposisi tegangan berlaku sehingga :

Regangan total (εtot)= Reg. Elastis (εe) + Reg. Rangkak (εc) + susut (εsh)

f. Susut

Pada dasarnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton segar di cetakan. Permukaan yang di ekspos seperti slab lantai akan lebih dipengaruhi oleh udara kering karena besarnya permukaan kontak.

Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen beton apabila terjadi kehilangan kandungan air akibat penguapan. Penyusutan sedikit berbeda dengan rangkak, jika pada rangkak beton dapat kembali semula jika beban dilepaskan maka pada susut beton tidak akan kembali ke volume awal jika beton tersebut sudah direndam.

Beberapa faktor yang mempengaruhi susut pengeringan adalah : a. Agregat

Agregat beraksi menahan susut pasta semen, jadi beton dengan lebih banyak kandungan agregat akan lebih sedikit mengalami susut. Selain itu, derajat


(42)

pengekangan suatu beton ditentukan oleh besaran agregat. Beton dengan modulus elastisitas tinggi atau dengan permukaan kasar lebih dapat menahan proses susut. b. Rasio air/semen

Semakin tinggi rasio air/semen, semakin tinggi pula efek susut. c. Ukuran Elemen Beton

Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila volume elemen beton semakin besar. Namun, durasi susut akan lebih lama untuk komponen struktur yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan mencapai ke daerah terdalam.

d. Kondisi Kelembaban Sekitar

Kelembaban relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi besarnya susut, laju penyusutan lebih kecil pada kelembaban relatif yang tinggi. Temperatur lingkungan juga merupakan salah satu faktor. Itulah sebabnya susut menjadi stabil pada temperatur rendah.

e. Banyaknya Penulangan

Penyusutan pada beton bertulang lebih sedikit dibandingkan dengan beton polos. f. Beban Tambahan

Efek ini bervariasi tergantung pada jenis beban tambahan yang diberikan pada beton. Akselerator seperti kalsium klorida, yang digunakan untuk mempercepat pengerasan beton, memperbesar susut. Pozzolan juga dapat memperbesar susut pengeringan, sdangkan bahan-bahan pemerangkap udara hanya mempunyai sedikit pengaruh.


(43)

g. Jenis Semen

Semen yang cepat mongering akan susut lebih banyak dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya, sedangkan semen pengkompensasi susut akan mengurangi atau mengeliminasi retak susut apabila digunakan bersama tulangan pengekang.

h. Karbonasi

Susut karbonasi diakibatkan oleh reaksi antara karbondioksida (CO2) yang ada di atmosfer dan yang ada di pasta semen. Banyaknya susut gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan pegeringan. Jika keduanya terjadi secara simultan, maka susut yang akan terjadi lebih sedikit.

2.7.2 Baja

a. Baja Prategang

Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umum untuk menghasilkan gaya prategang dan memberikan gaya tarik pada beton prategang. Baja mutu tinggi untuk sistem prategang biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk kawat (wire), untaian kawat (strand wire), batang (bar). Strand dibuat di pabrik degan memuntir beberapa kawat bersama-sama, jadi mengurangi jumlah satuan yang harus dikerjakan pada operasi penarikan.

Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) dan susut (shrinkage). Pada beton cukup besar, sehingga pemberian tegangan tekan pada beton akan lebih efektif bila menggunakan baja mutu tinggi dengan kisaran lebih dari 1860 Mpa.

1. Tendon untuk tulangan prategang harus memenuhi salah satu spesifikasi sebagai berikut :


(44)

a. Kawat yang memenuhi “ Spesifikasi untuk baja stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang”(ASTM A 421).

b. Kawat dengan relaksasi rendah, yang memenuhi “Spesifikasi untuk kawat baja stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang” termasuk suplemen “ Kawat dengan relaksasi rendah” (ASTM A 421).

c. Strand yang sesuai dengan “ Spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat tanpa lapisan untuk beton prategang”(ASTM A416M).

d. Tulangan, yang sesuai :Spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan untuk beton prategang” (ASTM A 722).

2. Kawat, strand dan batang tulangan yang tidak secara khusus tercakup dalam ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722, diperkenankan untuk digunakan bila tulangan tersebut memenuhi persyratan minimum spesifikasi tersebut di atas dan tidak mempunyai sifat yang membuatnya kurang baik dibandingkan dengan sifat-sifat seperti terdapat pada ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722.

Strand dengan tujuh kawat mempunyai sebuah kawat di tengah yang sedikit lebih besar dari keenam kawat di sebelah luarnya yang membungkusnya dengan erat dalam bentuk spiral dengan jarak merata antara 12 dan 16 kali diameter nominal strand. Pelepasan tegangan dilakukan setelah kawat-kawat dijalin menjadi strand.


(45)

Baja pada konstruksi beton prategang merupakan penyebab terjadinya pemendekan pada beton yang disebabkan oleh pengaruh rangkak dan susut. Kehilangan gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat gesekan disepanjang tendon atau saat pengangkuran ujung (draw in) atau mempengaruhi gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan.

Untuk tujuan keefektifan desain, total kehilangan gaya prategang harus relatif kecil dibandingkan dengan gaya prategang yang bekerja. Kondisi ini dipengaruhi oleh jenis baja prategang yang digunakan dalam konstruksi. Pada tugas akhir ini, direncanakan penggunaan paja strand sebagai tulangan prategang. Baja yang digunakan sebagai tulangan prategang merupakan jenis Uncoated Stress Relieve Seven Wires Strands Low Relaxation.

b. Baja Non-Prategang

Pada beton prategang parsial diijinkan adanya tarik yang dibatasi sesuai nilai PPR yang digunakan. Sama halnya dengan tulangan pada beton bertulang, tulangan baja akan bekerja secara efisien dalam tarikan hanya setelah beton mengalami retak. Sebelum beton retak, tegangan tarik masih terbatas, itupun jika masih ada.

Karena semua balok prategang didesain untuk tanpa retak dalam batas beban kerja, maka tulangan baja kelihatannya sia-sia saja dipasang. Satu hal yang menarik disini ialah meskipun tidak berfungsi dalam bats beban kerja, tulangan baja umumnya sama efektifnya dengan kabel prategang disekitar beban batas.

Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD) yaitu batang tulangan yang yang permukaanya dikasarkan secara khusus,


(46)

diberi sirip teratur dengan pola tertentu atau baja tulangan yang dipilin pada proses produksinya. Pada tugas akhir ini digunakan baja non prategang dengan permukaan kasar dan dengan mutu 390 Mpa.

c. Relaksasi Baja

Relaksasi baja adalah kehilangan prategang apabila kawat-kawat atau strand mengalami regangan yang pada dasarnya konstan. Relaksasi baja tergantung pada tingkat tegangan pada baja dan bertambah secara konsisten ketika tegangan pada baja bertambah. Pada suatu sistem prategang sering kali terjadi kehilangan prategang akibat relaksasi baja. Jika baja prategang ditarik hingga mencapai perpanjangan yang konstan dan dijaga tetap pada selang waktu tertentu maka terlihat gaya prategang pada baja tersebut akan berkurang perlahan, besarnya kehilangan tergantung suhu dan waktu.

Baja terbagi menjadi dua jenis, berdasarkan nilai relaksasinya, yaitu baja prategang relaksasi normal dan baja prategang relaksasi rendah. Baja prategang relaksasi rendah umumnya sering digunakan untuk pemakaian jangka panjang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi relaksasi baja adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh Suhu

Suhu juga berpengaruh terhadap relaksasi baja. Perubahan temperatur yang besar dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis baja, tetapi perubahan yang tidak signifikan (kurang dari 10oC) tidak banyak berpengaruh pada sifat-sifat tersebut. Penambahan temperatur biasanya dapat mengurangi kekuatan, modulus elastisitas dan relaksasi baja. Pengurangan temperatur akan berakibat kebalikannya serta mengakibatkan berkurangnya daktilitas baja.


(47)

2. Kelelahan

Kelelahan adalah ketahanan material baja terhadap perubahan dan pengulangan tegangan. Tegangan yang berulang ini terjadi akibat bekerjanyua beban hidup pada struktur. Ketahanan baja terhadap kelelahan dinyatakan dengan kurva yang menghubungkan batasan tegangan dan jumlah pengulangan hingga keruntuhan.

3. Korosi

Pengaruh korosi pada baja prategang lebih berbahaya daripada baja nonprategang. Hal ini disebabkan karena korosi dapat mengurangi luas penampang baja. Pada baja prategang pengurangan penampang lebih berbahaya, karena tegangan yang bekerja lebih tinggi daripada baja nonprategang.


(48)

Wb Wt Wo

BEBAN KERJA

Nonprategang keruntuhan dan retak

terjadi bersamaan Daer ah prat egang lem ah Daer

ah pr

ateg

ang

pars

ial

Dae rah pra

tega ng kua t lendutan be ba n Prategang Penuh a b c d BAB III METODE ANALISA 3.1 Sistem Beton Prategang

Pada Tugas Akhir ini, sistem prategang yang digunakan ada dua, yaitu sistem beton prategang penuh dan sistem beton prategang parsial. Pada sistem prategang penuh akan didesain dengan meminimalisasi tarik pada beban kerja. Pada sistem ini prategang didesain dengan sistem perimbangan beban. Konsep ini menggunakan prategang sebagai usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah balok. Pada sistem prategang parsial digunakan kombinasi kabel prategang dan tulangan baja nonprategang. Tegangan tarik yang diijinkan pada sistem prategang parsial nantinya akan dibatasi atau dikontrol dengan menggunakan baja nonprategang.

Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya balok prategang parsial akan mempunyai kurva beban lendutan diantara kurva (b) dan


(49)

kurva (d). Namun untuk menghindari retak pada kondisi tegangan kerja maka kurva beban lendutan untuk prategang parsial berada diantara kurva (b) dan (c), dimana jumlah gaya prategang yang diijinkan tergantung pada jenis dan fungsi struktur yang digunakan.

Untuk penegangan tendon pada Tugas Akhir ini digunakan sistem pre-tensioned (pratarik). Sistem pratarik adalah suatu sistem penegangan kabel/tendon pada saat pengecoran beton. Dimana kabel prategang diletakkan pada eksentrisitas yang ditentukan dengan bentuk lurus. Dalam Tugas Akhir ini digunakan beton pracetak.

Pada metode pratarik, pada saat jacking dilepaskan pada struktur prategang secara dinamis ditransfer ke permukaan beton melalui lekatannya. Adhesi antara beton disekitar tendon prategang secara gradual mentransfer gaya prategang yang terpusat ke seluruh bidang beton yang berjarak jauh dari zona angkur dan menuju ke tengah bentang. Alat-alat pengangkur diperlukan kalau kawat tunggal dengan diameter yang lebih besar (melebihi 7 mm) dipakai dalam unit pratarik yang bersangkutan. Alat-alat yang paling umum dipakai adalah “penjepit Weinberg” yang dikembangkan di Prancis dan “penjepit Dorland” yang dikembangkan di Amjerika Serikat. Pemjepit-Penjepit ini diklem pada kawat yang ditarik dekat diafragma ujung dari unit yang bersangkutan sebelum pekerjaan pembetonan.

3.2 Analisa Penampang

Analisa penampang balok prategang ini dilakukan untuk mengetahui proporsi penampang terbaik yang dapat digunakan dalam perencanaan balok prategang. Selain itu juga untuk mengetahui titik berat penampang, jarak dari serat atas dan serat bawah penampang yang nantinya digunakan untuk mengetahui letak eksentrisitas terbaik tendon pada balok serta pembebanan balok prategangnya.


(50)

Gambar 3.2 Sketsa Titik Berat Penampang Balok Prategang

h

b

ya

yb

y

y

x x

PRECAST BEAM

Analisis penampang ini dilakukan dengan dua tahap yaitu : 1. Pra-Desain (Preliminary Design)

Pra-desain atau preliminary design adalah desain awal atau desain coba-coba pada suatu struktur yang nantinya akan diperiksa kembali kelayakannya. Dalam pradesain, tinggi balok menurut SKSNI T-15 1991-03 merupakan fungsi dari bentang dan mutu baja yang digunakan. Secara umum, tinggi balok direncanakan L/10 – L/15, dan lebar balok diambil 1/2 H - 2/3 H dimana H adalah tinggi balok. Pada perencanaan ini pelat dihitung sebagai beban dengan menggunakan metode amplop. Dimana dimensi balok yang digunakan adalah balok persegi.

2. Analisa Geometri Penampang

Adapun pada analisa geometri penampang hal-hal yang dianalisa adalah sebagai berikut

a. Luas

Luas penampang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana yaitu dengan menggunakan rumus luas persegi panjang.


(51)

b. Jarak titik berat

Penggunaan penampang persegi simetris, maka jarak titik berat atas sama dengan jarak titik berat bawah.

�� = �� =ℎ2 (3.2)

c. Inersia x

Momen inersia persegi dihitung dengan rumus sebagai berikut

�� =121 �ℎ3 (3.3)

d. Modulus tampang

Besarnya modulus tampang dapat dihitung dengan membagikan inersia arah x dengan dengan jarak titik berat kesuluruhan, atau secara matematika dapat ditulis :

�� =�� =��

� (3.4)

3.3 Pembebanan Balok Prategang

Pembebanan pada balok prategang tentunya terjadi baik pada saat transfer ataupun pada masa layan. Pembebanan digunakan untuk mengetahui kemampuan balok beton prategang menahan beban-beban yang bekerja pada penampang yang direncanakan. Beban-beban yang bekerja pada desain struktur balok dalam tugas akhir ini adalah beban mati tetap, beban mati tambahan dan beban hidup yang mengacu pada Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIUG 1987).

a. Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta


(52)

railing bata

pelat lantai

balok

kolom

peralatan tetap yang tak terpisahkan dari gedung tersebut. Beban mati tetap dan tambahan merupakan berat sendiri balok , slab lantai dan railing beton.

1. Balok beton prategang (q1), berfungsi menahan semua beban yang bekerja pada struktur bangunan atas, dan menyalurkannya pada kolom untuk disalurkan ke pondasi dan dasar tanah.

�1 = ���������� ���.������� (3.5)

2. Pelat lantai (q2), berfungsi sebagai penahan pada bagian atas(lantai 2) struktur bangunan, yang berfungsi sekaligus menjadi atap pada struktur gudang. Adapun panjang dan lebar pelat lantai telah diutarakan pada bab sebelumnya.

�2 =��.���� ������.���� (3.6)

3. Railing beton (q3), berfungsi sebagai dinding penahan pada bagian luar pada lantai dua (atap), dimana dinding penahan ini direncanakan setinggi ½ m dengan menggunakan pasangan bata.

�3 =��.������� � �������� (3.7)


(53)

b. Beban Hidup

Beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh butiran air. Ke dalam beban hidup tidak termasuk beban angin, beban gempa dan beban khusus.

3.4Perhitungan Momen di Tengah Bentang

Momen di tengah bentang di hitung dengan persamaan Mx, untuk mengetahui momen tengah bentang balok di atas dua perletakan

=

12

.

.

.

�� − �

12

.

.

2

(3.8)

Dimana :

Mx = momen sejauh x

x = jarak dari tumpuan ke titik perhitungan l = Lebar bentang

q = beban yang bekerja

3.5 Perhitungan Momen Ultimate

Analisa momen ultimate diperlukan untuk menentukan besarnya momen yang mampu dipikul oleh penampang. Berdasarkan SNI 03-2847-2002, kombinasi


(54)

pembebanan terbesar untuk kombinasi beban hidup dan beban mati sesuai dengan persamaan sebagai berikut :

��������= 1,2�+ 1,6� (3.9)

3.6 Perhitungan Gaya Prategang

Gaya prategang yang diberikan pada kabel strand merupaka gaya prategang initial (jacking force) yang besarnya belum dikurangi oleh besar kehilangan gaya prategang akibat kehilangan jangka panjang dan jangka pendek. Besarnya gaya prategang initial (jacking force) berdasarkan ACI 318 pasal 18.5.1 adalah :

Po = 75% Ultimate Tensile Strength (3.10)

Gaya dongkrak awal (initial jacking force )

3.6.1 Beton Prategang Penuh

- Saat transfer di tengah bentang

Tegangan atas

:

���

=

��

��

+

��.�

��

���

��

(3.11)

Tegangan bawah :

������

=

��

��

��.�

��

+

���

��

(3.12)

- Saat servis di tengah bentang

Tegangan atas

:

���

=

��

��

+

��.� ��

��� ��

��ℎ

��

(3.13)

Tegangan bawah :

������

=

��

��

��.� ��

+

��� ��

+

��ℎ


(55)

Dimana :

Pi = initial prestress force

wa = modulus section bagian atas penampang Mbs = momen akibat berat sendiri

e = eksentrisitas kabel prategang

wb = modulus section bagian bawah penampang Pe = gaya prategang efektif

Ac = luas penampang balok

Mbp = momen akibat berat beton, pelat, railing dan beban hidup Mbh = momen akibat beban tambahan (plafond, spesi dan tegel)

3.6.2 Beton prategang parsial

Perhitungan gaya dongkrak pada beton prategang parsial memiliki sedikit perbedaan dengan beton prategang penuh. Tulangan baja non prategang sebagai material tambahan yang membedakannya dengan prategang penuh, bekerja efektif bahkan sama efektifnya dengan baja prategang pada kondisi batas.

Adapun asumsi yang digunakan dalam perencanaan beton prategang parsial adalah:

- Penampang yang rata tidak akan berubah akibat pembebanan, maka distribusi

regangan yang terjadi pada penampang balok akan linear.

- Rekatan antara baja dan beton adalah sempurna. Artinya, setiap perubahan

regangan akibat pembebanan akan diikuti perubahan regangan pada beton yang nilainya seimbang.


(56)

- Batas regangan tekan beton ialah 0,003 yang tidak tergantung pada kekuatan

beton, bentuk tampang maupun jumlah penulangan. Nilai ini berlaku untuk beton dengan berat normal ataupun ringan.

- Kekuatan tarik beton diabaikan, dimana tegangan nol pada penampang merupakan

batas peralihan dari keadaan tanpa retak ke daerah retak.

- Gaya total beton pada derah tekan dapat dihitung dengan menganggap suatu

tegangan yang seragam sebesar 0,85 f’c bekerja pada balok persegi selebar b dengan kedalaman a=β1.c, dimana c ialah jarak ke sumbu netral diagram tegangan , dan harga β1 diasumsikan sebagai berikut :

β1 = 0,85 (������� ≤4000 ���)

β1 = 0,85−5. 10−5(�� −4000) (����� 4000 ��� ≤ �� ≤ 8000 ���)

β1 = 0,65 (������� ≥8000 ���)

Sebagai tambahan asumsi, ACI juga menggunakan suatu konstanta yaitu faktor reduksi kekuatan Ø. Faktor ini berkaitan dengan kemungkinan kehilangan kekuatan akibat ketidaksempurnaan material.

�� ≤ ∅.�� (3.15)

Dimana :

Mu = Kekutan batas rencana


(57)

Metode kekuatan batas umumnya mengasumsikan rasio tulangan atau luas kabel dan tulangan yang telah diketahui. Untuk itu diperlukan pengembangan persamaan yang mengandung indeks penulangan,

Berdasarkan definisi momen batas dapat ditulis :

��=∅ .��= ∅���� − �� �2 (3.16) Dimana :

a = tinggi diagram tekan segi empat ekuivalen Ø= faktor reduksi kekuatan

Tu = Gaya tarik pada kabel atau dan tulangan pada keadaan batas d = jarak dari serat tekan ekstrim balok ke garis kerja gaya tarik Untuk penampang beton bertulang :

��= ��.�� (3.17)

Untuk penampang beton prategang :

��= ���.��� (3.18) Maka untuk beton prategang parsial :

��= ���.��� +��.�� (3.19) Dimana :

As = luas tulangan baja non prategang

Aps = luas kabel prategang

fy = tegangan leleh karakteristik tulangan baja


(58)

Gaya tekan dapat ditulis :

�= 0,85,��.�.� (3.20)

Dimana :

C = gaya tekan

f’c = mutu beton

b = lebar balok

a= tinggi blok tekan (a= 1,18.wu.d)

ACI menyarankan pemakaian parameter “indeks penulangan’ yang dapat dituliskan :

�� = 0,85− �0,7225−.1,7

�.�� 1/2

(3.21) Dimana :

Wu = indeks penulangan Ø = reduksi momen lentur f’c = mutu beton

Dimana fungsi indeks penulangan ialah untuk membatasi jumlah tulangan. ACI mengusulkan supaya penulangan didasarkan pada keadaan under-reinforced yang terpenuhi dengan syarat :

- Prategang parsial tanpa tulangan tekan (wu ≤ 0,30)

- Prategang parsial dengan tulangan tekan (wu-w’≤0,30)

Harga d dapat dirumuskan sebagai berikut :


(59)

Dimana :

ds= jarak dari serat tekan ekstrim balok ke titik berat tulangan tarik

dp= jarak dari serat tekan ekstrim balok ke titik berat kabel prategang

Dalam pendimensian kabel dan tulangan baja diperlukan suatu parameter yang diuslkan oleh Naaman, yang disebut rasio prategang parsial ( Partial Prestressing Ratio/PPR). Rasio prategang parsial didefenisikan sebagai perbandingan antara momen batas kabel prategang terhadap momen batas kabel prateagang+tulangan baja, yang dituiskan sebagai berikut :

���=����

�� (3.23)

Harga PPR=0 untuk struktur beton bertulang

Harga PPR = 1 untuk beton prategang penuh

Sehingga untuk beton prategang parsial 0<PPR<1

Selanjutnya diketahui :

���� = ∅.���.��� �� −�2� (3.24) �� = ∅. (���.��� +��.��)�� −�2� (3.25)

Sehingga persamaan menjadi :

���= ���.���


(60)

Substitusikan ke persamaan (3.22) maka

� = ��.��

(���.���+�.�)��+

���.���

(���.���+�.�)�� (3.27)

Sehingga � = (1− ���)��+���.�� (3.28)

Persamaan (3.19) dapat ditulis menjadi

��= ��� +���� (3.29)

���= ���.���

(���.���+�.�) (3.30)

Sehingga

���

=

����

���+����

=

����

��

maka :

���� = ���.�� (3.31) ��� = (1− ���)�� (3.32)

Seterusnya untuk harga Aps dan As dapat dihitung dengan persamaan (3.17) dan (3.18) yakni :

���� = (���.���) ��� = (��.��)

Dimana harga fy tergantung pada jenis tulangan baja sedangkan harga fps dapat dihitung berdasarkan rumus yang diberikan ACI 318-83 pasal 18.7.2 yaitu :

��� = ��� �1−�

1(��

���

� + ��

��(� − �


(61)

Dimana :

fpu = tegangan tarik karakteristik kabel prategang

γp = faktor jenis kabel prategang

γp = 0,4 bila

fpy

fpu ≥ 0,85

�� =.�� (3.34)

Maka ���� =���.���

���� = ������.�1−��1(����� +

��

��(� − �

)) (3.35)

����

��� = �1−

��

�1��

��� �� + �� �1 �� ��(� − � )� �

�� (3.36)

����

��� = �−

��

�1��

���.���

+�1 +

��

�1

��

��(� − �

)� �

��� (3.37)

Substitusi nilai� = ���

.�

���

�1

���.���2

�.��− �1−

��

�1

��

��(� − �

)� �

���+������ (3.38)

Persamaan (3.38) dibagi dengan ��.���

�1.�.��.�′�

���2 −�.���′���1.�� − ��.��. (� − �′)���� +

����.�1.�.�

���2 .� (3.39)

Misalkan � =�.�′�


(62)

� = ����.�1.��.�′�

���2 .� (3.41)

Maka ���2 − �.��� +� = 0 (3.42)

Sehingga ��� =�−��2−4�

2 (3.43)

a. Pembatasan tulangan minimum

Jika jumlah tulangan terlalu kecil, baja tidak akan dapat menahan gaya tarik yang akan bertambah pada saat keretakan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan pada momen dalam, sehingga akan timbul keruntuhan getas akibat hancurnya baja, untuk itu dibutuhkan indeks penulangan minimum yang dihitung dengan persamaan :

���� = 0,85�(1−Ω)− �(1−Ω)2+2,36..�.��.��

�.�.�2 � (3.44)

Dimana,

Ω= �.���

∅.�.��� ��+

��

���

�� =�0,7����

Dimana :

Wmin = indeks penulangan minimum m = koefisien prategang (1,2) fr = modulus raptur

f’c = mutu beton b = lebar balok


(63)

e = eksentrisitas kabel prategang dari garis netral

∅ = reduksi momen lentur

b. Kontrol tegangan

- Saat transfer di tengah bentang

Tegangan atas

:

���

=

��

��

��.�

��

+

���

��

(3.45)

Tegangan bawah :

���

=

��

��

��.�

��

���

��

(3.46)

- Saat servis di tengah bentang

Untuk keadaan servis, berbeda dengan beton prategang penuh, karena analisa tegangan harus dilakukan pada kondisi retak dari struktur. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa tulangan baja akan berfungsi apabila struktur telah mengalami struktur. Analisa tegangan dilakukan pada tegangan kabel dan tulangan baja. Analisa tegangan dimulai dari keadaan dimana tegangan pada daerah baja mencapai nol.

Untuk tampang segiempat tanpa tulangan tekan persamaan tegangan adalah

���= �−��.�

.(���+�) (3.47)

Dimana :

M = momen akibat beban hidup dan beban mati z = lengan momen

�=� −1

3x

fsa= tegangan akibat beban dekompresi apabila diketahui :


(64)

dp = jarak dari serat tekan ekstrim balok ke titik berat kabel prategang Maka kenaikan tegangan baja dapat dibagi atas :

a. Untuk kabel prategang

�� = ��(�−��−��) ��� (3.48)

b. Untuk tulangan tarik

�� = ((�−��−�))��� (3.49)

Dengan catatan :

1. Harga-harga fp,fs dan fs’ (keadaan dimana tidak ada tegangan tarik pada saat bekerja beban tetap) harus memenuhi syarat :

a. Untuk pembebanan jangka pendek < 150 N/mm2 b. Untuk pembebanan jangka panjang < 200 N/mm2

2. Tegangan pada kabel prategang pada saat bekerja Fo dapat diasumsikan :

�� =��� (3.50)

3. Tegangan pada tulangan tarik saat Fo bekerja adalah nol.

3.7 Perhitungan Retak Beton

Beban retak pertama perlu dieavaluasi pada beton prategang parsial, karena berkurangnya kekakuan penampang, yang berarti membesarnya defleksi. Selain itu lebar retak juga perlu diperhitungkan karena retak akan menyebabkan korosi yang dapat berakibat fatal pada beton prategang. Momen retak adalah momen yang menyebabkan retak pertama.


(1)

PERBANDINGAN DATA HASIL PERENCANAAN a. Gaya Prategang

Initial : gaya prategang penuh = 605,8206 ton gaya prategang parsial = 401,30595 ton

terjadi pengurangan gaya prategang sebesar = 605,8206−401,30595

605,8206 = 33.75%

Servis : gaya prategang penuh = 511.191422 ton gaya prategang parsial = 372,04517 ton

terjadi pengurangan gaya prategang sebesar = 511.191422−372,04517

511.191422 = 27,21%

b. Jumlah kabel prategang

prategang penuh = 41Ø12,7mm ; luas = 4047,6 mm2 Prategang Parsial = 30Ø12,7mm ; luas = 2961 mm2 non-prategang = 24Ø13 mm ; luas = 3040,8 mm2

Terjadi pengurangan jumlah kabel prategang sebesar =4047 ,6−2961

4047 ,6 = 26,8%

c. Kehilangan prategang

Initial : prategang penuh = 5,9% prategang parsial = 2,2% Servis : prategang penuh = 15,62%

prategang parsial = 7,08% d. Lendutan

Initial : prategang penuh = 2,594 cm (atas) prategang parsial = 1,259 cm (atas) Servis : prategang penuh = 1,034 cm (bawah)

prategang parsial = 1,831 cm (bawah) Terjadi tambahan lendutan sebesar =1,831−1,034


(2)

IV.10 Bab Diskusi

Setelah melakukan analisis pada perencanaan balok prategang dengan metode prategang penuh dan prategang parsial, didapatkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode perencanaan.

Pada perencanaan dengan metode prategang parsial dibutuhkan jumlah kabel prategang yang lebih sedikit dibandingkan dengan metode prategang penuh (30Ø12,7 mm < 41Ø12,7mm), hal ini terjadi akibat dari penurunan kebutuhan gaya prategang yang dibutuhkan pada prategang parsial, dimana pada prategang parsial digunakan metode desain kekuatan batas, porsi gaya tarik penampang dibagi pada tulangan baja nonprategang tergantung pada nilai PPR (Partial Prestress Ratio) yang digunakan. Dalam perencanaan ini yang digunakan adalah PPR =0,8 dan 0,6.

Dari segi kehilangan energi yang terjadi, kehilangan energi prategang pada prategang penuh lebih besar dari pada prategang parsial (15,62%>7,08%). Kehilangan tergantung pada gaya prategang yang diberikan, gaya prategang pada prategang penuh lebih besar daripada prategang parsial yang secara langsung berbanding lurus pada kehilangan pada gaya prategang, selain itu pada prategang parsial porsi kehilangan juga dibagikan pada tulangan baja non prategang.

Lendutan pada prategang parsial lebih besar dari pada prategang penuh. Sebagai akibat dari pengurangan gaya prategang yang diberikan, tentunya chamber (gaya angkat tendon ke atas) semakin berkurang juga yang mengakibatkan lendutan pada prategang parsial lebih besar dibandingkan dengan prategang penuh (43,5%).

Untuk perencanaan balok beton prategang parsial dengan metode parsial dengan PPR=0,6 perencanaan untuk kondisi pembebanan dan penampang yang disediakan tidak memadai. Dimana pada saat pembebanan servis, gaya dekompresi sudah terlewati, dimana tegangan pada titik/level baja prategang sudah bernilai positif (tarik). Dalam hal ini perencanaan degan PPR =0,6 tidak dapat digunakan.

Secara keseluruhan, dapat menjadi pertimbangan bahwa prategang penuh dan prategang parsial dapat digunakan secara tepat dalam sebuah perencanaan, tergantung pada gaya prategang yang diberikan dan jenis serta fungsi bangunan atau konstruksi yang direncanakan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari keseluruhan penulisan Tugas akhir ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada perencanaan balok dengan prategang penuh membutuhkan gaya prategang lebih besar dari prategang parsial, untuk rasio PPR = 0,8 terjadi pengurangan gaya prategang sebesar 33,75% pada saat initial dan 27,21% pada saat servis.

2. Pada kondisi perencanaan ini, PPR = 0,6 tidak memadai untuk digunakan. 3. Berdasarkan kehilangan yang terjadi, pada prategang penuh terjadi

kehilangan gaya prategang yang lebih besar (15,62%) dibandingkan dengan prategang parsial (7,08%).

4. Dari segi kebutuhan kabel prategang, pada prategang penuh dibutuhkan jumlah kabel yang lebih besar (41Ø12,7 mm) dibandingkan dengan prategang parsial (30Ø12,7 mm), namun dibutuhkan tulangan tarik non-prategang sebesar (24Ø13 mm)untuk prategang parsial.

5. Lendutan yang terjadi pada prategang penuh lebih kecil dari pada lendutan pada prategang parsial, sekitar 43,5% lebih kecil.

6. Pada prategang parsial terjadi retak di daerah tengah bentang dengan lebar 0,0234 mm.

6.2 SARAN

Berdasarkan penulisan Tugas akhir ini, beberapa saran yang penulis dapat berikan untuk studi lebih lanjut adalah sebagai berikut :


(4)

1. Dalam perencanaan balok prategang tidak selamanya harus menggunakan prategang penuh, prategang parsial dapat menjadi alternatif untuk menghemat kabel prategang yang akan digunakan.

2. Apabila kekuatan batas merupakan hal yang lebih diutamakan daripada kekuatan elastis, maka prategang parsial adalah pilihan yang tepat. 3. Ada baiknya apabila para pembaca berniat mengambil Tugas akhir untuk


(5)

DAFTAR PUSTAKA

ACI 318.1995. Building Code Requirements for Structural Concrete. American Concrete Institue.

Budiadi, A. 2008. Desain Praktis Beton Prategang.Yogyakarta: ANDI.

Darmawan, M. Sigit. 2009. Kemungkinan Terjadinya Retak pada Balok Pratekan

Full Prestressing. ISSN Volume 7, Nomor 1, Agustus 2009.

Kusuma, Gideon Hadi. 2000. Perhitungan Lebar Retak Beton Prategang Parsial

dengan Unified Approach. Dimensi Teknik Sipil Vol. 2 No. 1 Maret 2000.

Lin, T. Y. 1980. Design of Prestressed Concrete Structures.United States of America.

Mosley, W.H & J.H. Bungley. 1984. Perencanaan Beton Bertulang. Jakarta: Erlangga.

Naaman, Antonie E. 1982. Prestressed Concrete Analysis and Design. United States of America : McGraw-Hill, Inc.

Nawy, Edward G. 2001. Beton Prategang: Suatu Pendekatan Mendasar. Jakarta: Erlangga.

PBI. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum. Raju N, Krisna. 1988. Beton Prategang. Jakarta: Erlangga.

Rice, Paul F & Edward S. 1921. Hoffman. Structural Design Guide to the ACI

Building Code. Newyork : Litton Educational Publishing, Inc.

Sutarja, I Nyoman. 2006. Pengaruh Rangkak, Susut dan Relaksasi Baja terhadap

Lendutan Balok Jembatan Komposit Beton Prategang. Jurnal Ilmiah Teknik

sipil Vol 10, No. 1 Januari 2006.

SNI 03-2847-2002. Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung. Badan Standarisasi Nasional.


(6)

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 750000 24590000

Gaya Prategang Penuh (Kg) Gaya Prategang Parsial (kg)

S E R V IS S E R V IS S E R V IS INITIAL -3 -2 -1 0 1 2 3

7500000 24590000,1 26468331,7

lendutan prategang penuh lendutan prategang parsial

Momen (kgcm) Lendutan (cm)

SERVIS RETAK

Grafik perubahan gaya prategang