globalisasi ekonomi dan implikasinya terhadap

GLOBALISASI EKONOMI : SEBUAH PELUANG MENUJU KEHANCURAN
“perekonomian mungkin telah sangat terinternasionalisasi, tetapi kekayaan dan output tetap
bersifat lokal dan pembagiaannya sangat tidak merata”

Konsep globalisasi telah diterima secara
taken for granted oleh aneka pandangan
dan kepentingan yang meliputi berbagai
spektrum dari ujung kiri hingga ujung
kanan, mengisi rak-rak perpustakaan aneka
disiplin
ilmu;
ekonomi,
sosiologi,
kebudayaan hingga politik internasional.
Globalisasi ekonomi berarti integrasi
sistem ekonomi, integrasi ekonomi berarti
menyatakan bahwa Pacasila telah hinggap
dipatung “Liberty” dan yang berarti pula
tergerusnya
fungsi
negara

untuk
melakukan proteksi ekonomi dalam negri.
Sistem Ekonomi Indonesia adalah sistem
ekonomi Kerakyatan yang “berasaskan
kekeluargaan” (pasal 33 ayat 1 UUD
1945) ini berarti bahwa ketika kita telah
terjebak dalam globalisasi berarti kita telah
mencedrai konstitusi negara kita, karena
dalam sistem liberalisasi tak mengenal
sistem kekeluargaan yang bergerak
hanyalah modal dan kompetisi siapa yang
paling kuat.
Kenapa kita mesti pesimis dengan
globalisasi Ekonomi?
Pertama, kita telah terjebak dengan
jeratan utang. Menurut catatan BI per
januari 2014 utang Luar negri Indonesia
telah mencapaai angka RP. 3.042.751
triliun. Memang Utang Indonesia adalah
sebuah kecelakaan sejarah, langkah kurang

percaya diri pemerintah dalam upaya
pemulihan eknomi Orde Baru. Utang ini
adalah taktik dari para kapitalis yang
dimana sebagian besar utang ini adalah

dimanfaatkan
untuk
pembagunan
Infrastruktur, demi mempercepat lajunya
pergerakan Industri. Dengan utang yang
sangat besar, akhirnya posisi tawar
Indonesia sangat lemah, sehingga bangsa
ini dengan mudah didikte untuk menjual
satu-persatu BUMN yang ada, untuk
melunasinya lagi-lagi rakyat dirugikan
membayar hutang yang telah mempercepat
PMA yang tak berarti apa-apa bagi
kehidupan eknominya.
Kedua,
investasi.

sejumlah
cendekiawan, politikus, dan ahli hukum
yang pro-liberal, para investor telah
banyak melakukan penyesatan opini secara
sistematis, di antaranya adalah dengan
menyatakan dalih kelemahan SDM dan
teknologi bangsa, kurangnya dana, harus
menghargai kontrak-kontrak yang sudah
ada demi kepastian dan keamanan
investasi, ancaman Mahkamah Arbitrase
Internasional jika kontak-kontrak yang ada
diotak-atik, akan menghambat investsi
asing dan mitos bahwa AS adalah negara
kuat yang tak bisa dilawan. Dengan alasan
ini mereka memeberikan solusi bahwa
Indonesia harus membuka keran Investasi.
Alasan yang jelas sekali menciptakan
mental
terjajah
yang

seakan
mengembalikan Indonesia ke masa
kolonialisme. Nah sekarang yang menjadi
pertanyaan adalah apakah betul SDM kita
rendah? Apakah negri kita yang kaya akan
SDA ini kekurangan dana? Siapa yang
membuat perjanjian Internasional tersebut?
Apakah mereka menutup mata ketika

menandatanganinya? Ketika pemerintah
akan membuat perundang-undangan yang
mengatur tentang sumberdaya alam,
pertambangan, migas, dan lain-lain, maka
secara politik banyak kepentingan ikut
terlibat di dalamnya. Karena itu, tidaklah
heran ketika beberapa undang-undang kita
dibiayai oleh mereka. Bahkan, mereka
pula yang menyusun draftnya hingga
menjadi supervisinya. Contohnya saja PP
No. 20/1994 Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 5

ayat 1 yang menjamin investor asing bisa
memiliki hingga 95% saham perusahaan
yang bergerak dalam bidang pelabuhan,
penerbangan, pelayaran, kereata api, air
minum, pembangkit listrik tenaga nuklir,
dan media massa. Dan sekarang ada
sekitar 75 % pertambangan di Indonesia
dikuasai oleh Ameriaka, sementara
Indonesia lagi-lagi hendak menaikakan
harga BBM, meingimpor garam dimana
kenyataanya kita adalah negara maritm,
mengimpor beras yang nyatanya kita
adalah negara agraris, Indonesia berada
dalam cengkraman Liberalisme yang
menciptakan ketergantungan yang begitu
akut. Ketiga, MNC. dalam gloabalisasi
logika perusahaan yang berkembang
adalah TNC tetapi faktanya yang
berkembang pesat adalah MNC yang
punya basis-basis tertentu dinegaranya,

sehingga modal mengalir kenegara
asalnya, berbeda logikanya dengan TNC,

tidak memiliki basis dinegaranya berasal,
akumilasi modalnya akan berputar dimana
negara yang ia tempati. namun celakanya
samapai saat ini belum ada aturan khusus
dari lembaga internasional terhadap TNCTNC ini, jika tidak memiliki aturan yang
kuat dilembaga Internasional mengenai ini,
maka dengan mudah ia akan lari dari
negara dimana dia menetap, dan akhirnya
pelan-pelan akan menimbulkan krisis
global, sehingga globalisasi yang katanya
membawa perkembangan ekonomi yang
merata bagi dunia, hanyalah menjadi mitos
belaka.
Nah, dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa integrasi ekonomi
global belum dapat dipraktekan di
Indonesia, globalisasi Ekonomi hanyalah

ciptaan negara maju, untuk memperluas
perkembangan Industrinya di seluruh
dunia, ini adalah bentuk penghisapan.
dengan keadaan Ekonomi Indonesia masih
rapuh dan sangat rapuh, tidaklah mungkin
kita mampu untuk bertarung dikancah
tersebut, kita hanya akan menjadi
penonton dan kita hanyalah kolam susu
bukan penikmat susu. Jadi Globalisasi
ekonomi bagi Indonesia hanyalah akan
menjadi peluang bagi kehancuran, bukan
ruang untuk meperluas ekonomi.