Media dan Propaganda dalam Konteks Anti

Media dan Propaganda dalam Konteks Anti-war Movement
Ivory Kraska Taruna
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universittas Brawijaya, Malang, Indonesia

Abstrak
Media dan propaganda merupakan hal yang saling melengkapi dimana media merupakan
sarana utama bagi propaganda untuk mememenuhi fungsinya sebagai manpulator pikiran dari
aktor yang menjadi target. Propaganda secara umum memiliki signifkansi yang besar dalam
kondisi peperangan dan telah digunakan didalam perang baik sebagai motivator bagi pasukan
ataupun sebagai penghancur morale pasukan musuh. Namun, propaganda di era moderen tak
hanya digunakan dalam kontek peperangan, namun juga dapat digunakan dalam konteks
sebaliknya yaitu kontek anti peperangan atau anti-war dimana media moderen memberikan
jalan yang luas agar hal tersebut mungkin untuk terjadi.

1. Pendahuluan
Peperangan tidak diragukan lagi akan
memunculkan kerugian bagi pihakpihak yang terlibat didalamnya tak
peduli pihak pemenang ataupun pihak
yang dipencundangi, berdasarkan
asumsi umum tersebut sangat kecil
kemungkinannya masyarakat yang

hidup didalam negara yang berperang
akan bersukacita. Manusia pada
dasarnya memang diciptakan untuk
merasa takut apabila dihadapkan pada
sesuatu yang mengancam diri mereka
terlebih lagi mengancam kelangsungan
hidup mereka. Ketika dihadapkan pada
wacana peperangan atau kondisi

peperangan
yang
sesungguhnya
masyarakat yang terdiri dari individuindividu yang diciptakan dengan naluri
untuk takut pasti akan merasa
terancam mengingat perang memiliki
kemungkinan untuk merenggut nyawa
mereka ataupun paling tidak akan
mengganggu perekonomian negara
yang
berdampak

buruk
pada
perekonomian masyarakat, meskipun
begitu terdapat hal yang dapat
membuat
masyarakat
dapat
mengalihkan ketakutan mereka dan
mulai beranjak untuk mendukung
perang atau konfil yang akan
dilakukan oleh negara, hal tersebut
adalah propaganda. Jalannya perang
ataupun konflik sangatlah ditentukan

oleh propaganda, oleh karena itulah
propaganda selalu hadir didalam
perang dan selalu berada dalam
intensitas yang tinggi.
2. Metode Penelitian
Propaganda secara umum digunakan

sebagai alat oleh negara melalui
berbagai cara termasuk melalui
komunikasi
dan
media
untuk
memengaruhi dan mengubah kondisi
psikologis kelompok masyarakat yang
dituju
kedalam
kondisi
yang
diinginkan oleh negara sehingga dapat
membantu negara mencapai tujuannya,
propaganda pun tidak selalu dilakukan
dalam kondisi dan untuk fungsi perang
ataupun konflik, namun kemudian
mengapa kegiatan propaganda suatu
negara selalu diidentikkan dengan war
campaign? Bagaimana dengan sikap

pihak oposisi yang muncul dari Antiwar Movement terhadap propaganda
yang dilakukan oleh negara untuk
memenangkan
perang?
Apakah
propaganda dalam konteks dan fungsi
untuk
menentang
perang
bisa
diterapkan sebagai bentuk alternatif
dari propaganda yang biasa dilakukan
oleh
negara
dan
media-media
tradisional? Tulisan ini dibuat untuk
menjelaskan
secara
umum

bagaimanakah penerapan propaganda
didalam sistem komunikasi negara
secara umum dalam keadaan perang
ataupun konflik dan juga menganalisis
secara kritis bagaimana penerapan

propaganda dalam gerakan anti perang
melalui
perspektif
komunikasi
internasional propagandistik sebagai
bentuk perlawanan yang dilakukan
oleh aktor non-state terhadap sikap
suatu negara
yang mengambil
keputusan untuk berperang.
3. Analisis Data
3.1 Propaganda dalam Komunikasi
Internasional
Secara singkat propaganda dapat

diartikan sebagai bentuk komunikasi
untuk mendapatkan respon yang sesuai
dengan keinginan pelaku propaganda.1
Dari pengertian tersebut propaganda
dalam konteks komunikasi secara
umum merupakan sebuah bentuk atau
proses komunikasi yang dilakukan
oleh sang pelaku propaganda atau juga
disebut
propagandis
untuk
memengaruhi lawan komunikasi atau
target propaganda agar mendapatkan
respon yang sesuai dengan keinginan
pelaku
propaganda
dan
dapat
membantu
sang

pelaku
untuk
memenuhi atau mencapai tujuannya.
Dalam perkembangannya propaganda
merupakan sebuah istilah yang
memiliki sejarah panjang yang seiring
perkembangan jaman diwarnai oleh
pergeseran makna secara drastis baik
secara
pengertian
ataupun
penggunaannya. Istilah propaganda
1

Garth S. Jowett dan Victoria O’Donnell,
Propaganda & Persuasion, California : SAGE
Publications, 2012, hlm.10

pertama kali memiliki arti kata yang
bersifat netral seperti menyemai atau

menabur,
namun kemudian pada
tahun 1622 istilah propaganda
digunakan dalam judul sebuah
dokumen resmi Vatikan yang berjudul
Sacra Congregatio de Propaganda
Fide yang berisi perintah untuk
menyebarkan keimanan agama Kristen
Katolik ke dunia yang baru dan juga
untuk melawan pengaruh agama
Kristen Protestan, sejak saat itu istilah
propaganda kehilangan sifat netralnya
dan mengalami pergseran makna yang
bersifat peyoratif dan seringkali
identik
dengan
ketidakjujuran,
kebohongan, atau sesuatu yang
menipu.2 Meskipun demikian istilah
propaganda apabila dilhat dari

pengertiannya
dalam
konteks
komunikasi secara umum seperti yang
telah dijelaskan di awal halaman ini
tidak dapat serta-merta dikatikan
dengan sesuatu yang bersifat menipu
apabila dibandingkan dengan jenisjenis praktek propaganda yang pernah
dilakukan di lapangan. Terdapat 3
jenis praktek propaganda apabila
mengacu pada tulisan Garth S. Jowett
dan Victoria O’Donnell yang berjudul
Propaganda & Persuasion, yaitu white
propaganda , black propaganda, dan
gray propaganda .3 White propaganda
adalah bentuk propaganda yang
berdasarkan sumber informasi yang

teridentifikasi dan cenderung akurat
dimana sang pelaku propaganda

menggunakan identitas aslinya saat
menyebarkan
propaganda.
White
Propaganda juga memberikan isi
propaganda yang berupa berita dengan
kredibilitas yang terjamin serta
prakteknya diafiliasikan dengan negara
yang menganut sistem demokrasi.4
Black propaganda adalah propaganda
yang dilakukan dengan memalsukan
identitas sang pelaku propaganda dan
seringkali menggunakan identitas dari
pihak kelompok yang dijadikan target
agar kelompok target mempercayai
propaganda yang disebaran oleh sang
pelaku. Isi propaganda yang berada
dalam lingkup black propaganda
sebagaian besar merupakan berita
palsu dan digunakan untuk menipu

target propaganda. Gray propaganda
adalah praktek propaganda yang tidak
memiliki kejelasan baik dari faktor
pelaku atau isi propaganda dimana
praktek propaganda tidak diakui oleh
sang pelaku asli dan tidak ada bukti
untuk membuktikannya.
Komunikasi Internasional terbagi
kedalam 3 jenis perspektif yaitu
perspektif
diplomatik,
perspektif
jurnalistik
dan
perspektif
propagandistik. Dalam tulisan ini
pendekatan yang akan digunakan
4

2
3

Ibid. hlm.2
Ibid. hlm.16

Philip M. Taylor, Global Communications,
International Affairs and The Media since
1945, London : Routledge, 1997, hlm. 160

adalah
komunikasi
internasional
adalah
komunikasi
internasional
propagandistik dimana komunikasi
internasional yang terjalin antara
aktor-aktor internasional berfungsi
sebagai propaganda untuk mencapai
tujuan negara pelaku dengan beberapa
macam hal seperti memperlemah
posisi negara lain atau memperkuat
posisi
negara
sendiri
melalui
manipulasi citra, melakukan justifikasi
suatu kebijakan yang tidak populer
seperti perang, menciptakan common
enemy
untuk
meningkatkan
kepercayaan
masyarakat,
hingga
melakukan justifikasi atas suatu
kebijakan luar negeri. Propaganda
dalam
konteks
komunikasi
internasional pada dasanya hanya
sebuah alat yang digunakan sebuah
negara dimana alat tersebut tidak
selalu dijalankan sendiri oleh negara
pelaku. Negara pelaku propaganda
memang dapat menjalankan sendiri
aksi propaganda melalui badan khusus
dibawah yang telah dibentuk untuk
menjalankan fungsi propaganda seperti
contohnya
adalah
departemen
penerangan
atau
kementerian
propaganda
di
Jerman
era
pemerintahan Adolf Hitler yang pada
saat itu dipimpin oleh Joseph Goebbels
sebagai
Menteri
Propaganda.
Meskipun begitu terdapat aktor-aktor
lain yang dapat melakukan aksi
propaganda berdasarkan kepentingan
negara seperti media masa.

Apabila dilihat dari perspektif
komunikasi internasional, propaganda
hanya dapat dilihat dari satu arah yaitu
ke luar dimana subjek dari propaganda
ditujukan kepada negara lain yang
merupakan lawan dan masyrakat
negara sang pelaku ataupun sang target
merupakan objek dari propaganda
yang diharapkan dapat terkena dampak
dari propaganda tersebut. Dalam
kondisi perang atau konflik banyak
langkah yang dilakukan melalui
propaganda untuk menguntungkan
posisi sang pelaku propaganda. Dalam
kondisi perang propaganda yang
dilakukan dapat diarhakan kedalam
publik sang negara pelaku dengan
memberikan suatu kebanggan dari
aspek yang dimiliki oleh negara
tersebut terlepas dari hal tersebut benar
adanya ataupun dilebih-lebihkan.
Kemudian menjadikan negara lawan
sebagai common enemy
dengan
menciptakan isu sebagai justifikasi dan
memberikan pencitraan yang jelek
seperti
pemberian
nama
yang
dilakukan oleh prajurit AS yang
menyebut prajurit Jerman sebagai
Krauts atau asinan khas Jerman ketika
perang Dunia ke-2 berlangsung.
3.2 Propaganda dalam Perang
Dalam perang atau konflik propaganda
yang terjadi pada saat itu selalu
bersifat
state-centric
dimana
propaganda tersebut digunakan untuk
mendukung negara yang berperang

sesuai dengan pihak yang melancarkan
propaganda tak peduli siapa pelaku
dari propaganda tersebut apakah milik
pemerintah atau media dari salah satu
negara.
Media pun memiliki
kontribusi besar dalam praktek
propaganda yang dilakukan sebuah
negara. Media sebagai pihak pencari
dan penyebar informasi memiliki
pengaruh terhadap kuat atau tidaknya
propaganda yang dilakukan bagi
sebuah negara. Media dengan segala
kelebihannya
dapat
mengontrol
pemberitaan yang akan diberitakan
kepada publik. Kontrol tersebut pun
beragam dan dapat memberikan posisi
yang menguntungkan bagi negara yang
berada di pihaknya dan dapat
melemahkan negara lawan. Sedikit
contoh tindakan media yang dapat
membantu propaganda suatu negara
adalah dengan melakukan manipulasi
pada bertia dengan melakukan content
control yaitu mengatur isi berita yang
akan diberitakan seperti menutupi
pemberitaan negatif dan mencari
sebanyak mungkin informasi yang
dapat dijadikan pemberitaan positif.
Atas peran media yang besar dalam
mendukung propaganda suatu negara,
media pun mendapatkan keuntungan
yang juga sangat besar melalui
pemberian dana untuk pembiayaan
pemberitaan oleh pemerintah kepada
media tersebut seperti yang terjadi di
Inggris dimana pemerintah Inggris
mengeluarkan biaya sebesar 340 juta

Poundsterling kepada media setempat
untuk jasa propaganda yang dilakukan
melalui pemberitaan.5 Namun media
juga tidak lepas dari kecaman akibat
tindakan
propagandanya
yang
seringkali menyalahi kode etik pers,
contohnya adalah ketika muncul petisi
di Amerika Serikat yang menuntut
agar Media di Amerika Serikat
menghentikan tindakan propaganda
yang dilancarkan untuk pemerintah
Amerika Serikat.6
Mungkin masyarakat secara umum
selama ini hanya menerima pengertian
bahwa praktek propaganda selama ini
hanya menguntungkan bagi negara
yang melancarkannya terutama pada
masa-masa konflik atau perang.
Masyarakat secara umum tidak
memperhatikan bahwa ketika ada
propaganda yang dilakukan untuk
mendukung negara dalam konflik atau
perang seharusnya ada pihak oposisi
yang melakukan counter propaganda .
Pihak oposisi tersebut adalah mereka
yang tergolong kedalam Anti-war
Movement.
5

David Miller, The propaganda we pass off as
news around the world, The Guardian.com, 15
Februari 2006
(http://www.theguardian.com/politics/2006/f
eb/15/media.television diakses pada 10
Januari 2014)
6
John Stauber, WANTED: 250,000 Americans
to Fight Fake news & Government
Propaganda, PRWatch.com, 14 Maret 2005.
(http://www.prwatch.org/node/3365 diakses
pada 10 januari 2014)

3.3 Propaganda dalam konteks Anti
War Movement
Anti-war Movement digambarkan oleh
Daniel Lieberfeld kedalam dua jenis

kelompok. Kelompok pertama adalah
para penentang perang yang bersifat
ad-hoc dan hanya memiliki perhatian
terhadap suatu perang tertentu dimana
ketika perang tersebut berakhir maka
gerakan mereka pun akan ikut
dihentikan oleh mereka sendiri. Dalam
jenis kelompok yang pertama ini lebih
mementingkan dan memperhatikan
usaha agar perang yang sedang
berjalan
dihentikan
daripada
memperhatikan tujuan aliran ideologis
mereka. Sedangkan kelompok yang
kedua memiliki perhatian yang lebih
besar daripada sekedar menghentikan
perang yang sedang berlangsung,
kelompok
kedua
ini
memiliki
pandangan yang lebih jauh dan sangat
dipengaruhi oleh ideologi-ideologi
mereka memiliki perjuangan yang
lebih ekstensif dibandingkan dengan
sekedar Anti-war Movement
yang
hanya bersifat ad-hoc. Kelompok jenis
kedua ini diafiliasikan dengan
kelompok –kelompok berideologikan
pacifism atau liberal internationalism.7
Yang menjadi pertanyaan adalah
bisakah
mereka
melakukan
propaganda Anti-war untuk menentang
7

Daniel Lieberfeld, What Makes An Effective
Antiwar Movement? Theme-Issue Intriduction,
International Journal of Peace Studies, Vol.13,
No.1, 2008, hlm.1

propaganda yang telah dilakukan
negara-negara yang sedang atau akan
terlibat dalam suatu peperangan
atauppun konflik mengingat mereka
bukanlah aktor besar seperti negara
yang memiliki pengaruh kuat dan
sumberdaya melimpah.?
Anti-war Movement bukanlah gerakan
yang baru di muka bumi. Dalam era
modern Anti-war Movement bahkan
telah muncul sejak era pra-Perang
Sipil Amerika Serikat. Di era setelah
itu pun perjuangan mereka tidak
berhenti dan terus menerus berjalan
hingga saat ini. Dalam perjalanannya
bentuk perlawanan yang ditunjukkan
oleh
gerakan
tersebut
tidak
mendapatkan dukunga yang terlalu
luas karena masyarakat terlalu sibuk
dengan kekhawatiran masing-masing
mengenai perang. Namun seiring
berjalannya waktu gerakan tersebut
mulai mendapatkan dukungan luas dan
mencapai titik puncaknya pada saat
Perang Vietnam dimana masyarakat
Amerika Serikat ataupun negara lain
yang menentang keberlangsungan dan
kelanjutan
pendudukan
Amerika
Serikat di Vietnam. Namun hal
tersebut
justru
mendapatkan
perlawanan yang keras dan koersif dari
aparat pemerintahan Amerika Serikat
dimana pada akhirnya protes justru
semakin meluas akibat tindakan
koersif tersebut. Pemerintah Amerika
Serikat
pun
pada
akhirnya

memutuskan
untuk
menarik
pasukannya dari Vietnam karena
Strategi yang tidak berjalan efektif
serta citra Amerika Serikat yang
menjadi semakin buruk dimata
masyarakatnya sendiri.8

media yang mampu diberikan begitu
kecil dan hanya mencapai kalangan
tertentu seperti anggota dan pemerhati
gerakan Anti-war Movement. Hal ini
memnyebabkan kelompok tersebut
harus lebih keras mencari cara lain.

Cara yang dilakukan oleh kelompok
Anti-war Movement dulunya terhitung
cukup tradisional dimana mereka
hanya melakukan protes dengan cara
yang konvensional. Media pun belum
cukup peduli untuk memberitakan
informasi
yang
mendukung
keberadaan mereka dikarenakan media
lebih memilih untuk memihak kepada
pemegang sumber daya yang lebih
besar. Keadaan yang seperti ini
memaksa
kelompok
Anti-war
Movement
untuk membentuk unit
medianya sendiri. Terhitung saat ini
terdapat beberapa kelompok Anti –war
Movement yang memiliki medianya
melalui organisasinya sendiri yang
ditampilkan dalam website masingmasing.
Beberapa
contoh
dari
organisasi Anti-war yang telah
memiliki media berita didalam website
masing-masing adalah Stop The War
Coalition,
A.N.S.W.E.R,
War
Resisters’ International, Peace Now,
dan lain-lain. Meskipun begitu masih
banyak hal yang masih sangat
disayangkan seperti skala jangkauan

Bentuk media-media alternatif yang
masih berkaitan dengan kultur populer
adalah harapan yang masih tersisa bagi
mereka kelompok Anti-war Movement
untuk melancarkan propaganda anti
perang mereka. Film dan musik adalah
media yang paling memungkinkan
untuik menyebarkan propaganda dan
nilai-nilai anti perang mereka di
tingkat global atau paling tidak dalam
tingkat regional atau kontinental. Saat
ini sudah sangat banyak tercatat filmfilm yang ataupun musik yang
membawa propaganda anti perang
untuk ditunjukkan kepada masyarakat
dunia.
Dari
dunia
perfilman,
propaganda anti perang sudah sejak
dulu dibawa bahkan sejak era Perang
Dunia Ke-2 dimana film-film hitam
putih seperti film Charlie Chaplin yang
berjudul The Great Dictator , film
romantis seperti Gone With The Wind,
film ironis seperti Path of Glory dan
yang dilanjutkan dengan kisah satir
peperangan dalam Dr.Strangelove:
How I Learn to Stop Worrying and
Love The Bomb, hingga film yang
menggambarkan kesalahan negerinya
sendiri yaitu Graveyard of The
Fireflies.
Film-film
tersebut

8

Anti-war Movement, USHistory.org,
(http://www.ushistory.org/us/55d.asp diakses
pada 12 Januari 2014)

menyandang gelar Anti-war film
karena
film-film
tersebut
mengkspresikan ide bahwa perang
merupakan tragedi moral dan membuat
nyawa manusia terbuang sia-sia
melalui isi ataupun bentuk dari film
tersebut.9 Film-film seperti itulah yang
dapat membawa nilai-nilai Anti-war
muncul ke permukaan visibilitas di
tingkat global. Namun film Anti-war
juga memiliki kendala seperti segmen
penonton yang masih kalah jauh
dibandingkan dengan film-film yang
justru menampilkan kisah heroik
dalam
peperangan
dan
memperlihatkan bahwa kekerasan
dalam perang merupakan justifikasi
yang harus dibenarkan oleh semua
masyarakat.
Selain film, musik merupakan media
non-konvensional yang efektif untuk
membawa propaganda dan nilai Antiwar ke hadapan masyarakat global.
Berbeda dengan film yang memiliki
kriteria tersendiri untuk dianggap
sebagai Anti-war film, musik yang atau
lagu yang bersifat Anti-war tidak
demikian. Lagu-lagu tersebut tidak
harus menampilkan kemungkinan
terburuk dari perang seperti yang
disampaikan dalam lagu Minutes to
Midnight milik Megadeth, One milik
Metallica, Hymn for The Dead milik
Anti-Flag, Killing in The Name milik
9

James Chapman, War and Film, Reaktion Books,
2008, hlm.117

Rage Against The Machine, atau War
Pigs milik Black Sabbath. Lagu-lagu
yang menampilkan pesan-pesan berisi
cinta dan kedamaian sebagai bentuk
perlawanan terhadap kekerasan dan
peperangan seperti yang ditampilkan
dalam lagu All you Need is Love milik
The Beatles dapat digolongkan sebagai
musik yang membawa propaganda
Anti-war dan merangkul pendengar
untuk memahami dan mendapatkan
esensi dari lagu tersebut di dunia
nyata. Musik dapat dianggap sebagai
media
yang
dapat
membawa
propaganda Anti-war secara efektif ke
hadapan masyarakat global terlebih
jika lagu tersebut merupakan lagu
yang sangat hits dalam jangka waktu
yang panjang. Namun bukan tanpa
kekurangan, dengan semakin populer
lagu tersebut pendengar justru akan
semakin terbawa ke bias popularitas
lagu dan pembawa lagu tersebut
daripada makna sebenarnya dari lagu
tersebut.
4. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat dilihat
bahwa pergerakan dan penyebaran
nilai-nilai Anti-war yang dilakukan
oleh Anti-war Movement belum dapat
menandingi pengaruh yang diberikan
oleh propaganda-propaganda negara
yang memiliki kuasa besar atas
berbagai media konvensional. Negara
pun masih menjadi pemenang mutlak
dimana kebijakan-kebijakan negara

yang dilakukan terkait dengan konflik
dan perang tidak bisa ditolak oleh
kelompok Anti-war Movement seperti
saat era Perang vietnam. Kelompok
Anti-war Movement pun kesusahan
untuk
membawa
nilai
dan
propagandanya ke ranah global
melalui tangan mereka sendiri dan
hanya mampu mencapai kalangan
dalam jumlah yang sangat kecil
sehingga membutuhkan bentuk media
lain yang mampu membawa nilai
mereka ke ranah global untuk
menandingi
propaganda
yang
dilakukan oleh negara.
Daftar Pustaka
Garth S. Jowett dan Victoria
O’Donnell,
Propaganda
&
Persuasion,
California:
SAGE
Publications, 2012
Philip
M.
Taylor,
Global
Communications, International Affairs
and The Media since 1945, London :
Routledge, 1997
David Miller, The propaganda we pass
off as news around the world, The
Guardian.com, 15 Februari 2006
(http://www.theguardian.com/politics/
2006/feb/15/media.television diakses
pada 10 Januari 2014)
John Stauber, WANTED: 250,000
Americans to Fight Fake news &
Government
Propaganda ,
PRWatch.com, 14 Maret 2005.

(http://www.prwatch.org/node/3365
diakses pada 10 januari 2014)
Daniel Lieberfeld, What Makes An
Effective Antiwar Movement? ThemeIssue
Intriduction,
International
Journal of Peace Studies, Vol.13,
No.1, 2008
Anti-war Movement, USHistory.org,
(http://www.ushistory.org/us/55d.asp
diakses pada 12 Januari 2014)

James Chapman, War and Film,
Reaktion Books, 2008