Ekonomi Pariwisata sbg solusi kemiskinan
Latar Belakang
Berdasarkan data yang dikutip dari WTO, pada tahun 2000 wisatawan manca negara
internasional mencapai jumlah 698 juta orang yang mampu menciptakan pendapatan sebesar
USD 476 milyar. Pada dekade 90-an pertumbuhan jumlah wisatawan sebesar 4,2 % sementara
penerimaan dari wisatawan mancanegara sebesar 7,3 %, bahkan di 28 negara pandapatan tumbuh
mencapai 15% per tahun.1 Dari data-data ini maka sudah selayaknya bahwa pariwisata dapat
dikategorikan ke dalam kelompok industri terbesar dunia. Mungkin pernah terbesit pertanyaan,
“bagaimana suatu negara akan menopang ekonominya apabila sudah tidak memiliki sumber daya
alam, minyak dan gas bumi ataupun bahan-bahan pertambangan dan kehutanan?” Sejatinya salah
satu jawabannya adalah mengelola sektor pariwisata negara tersebut. Hal ini dikarenakan dari
sumber pariwisata itulah nantinya devisa akan mengalir masuk ke dalam suatu negara. Bahkan
beberapa organisasi internasional, seperti PBB, World Bank, dan World Tourism Organization
(WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia, terlebih menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi.
Bermula dari kegiatan yang hanya dilakukan dan dinikmati oleh sebagian orang-orang
yang relatif kaya pada awal abad ke-20, berwisata dewasa ini telah menjadi bagian dari hak asasi
manusia. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh John Naisbaitt dalam bukunya Global Paradox2
bahwa “where once travel was considered a privilege of the moneyed elite, now it is considered
a basic human right”. Kondisi yang seperti ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, akan
tetapi mulai dirasakan pula di negara-negara berkembang.
Dari semua ini, yang perlu digaris bawahi adalah bahwa pariwisata telah menjadi
penyumbang terbesar dalam perdagangan internasional dari sektor jasa. Di Asia Tenggara
sendiri, pariwisata merupakan sumber utama devisa yang dapat meyumbangkan 10-12% dari
GDP serta 7-8% dari total employement. Dari sini terlihat bahwa prospek pariwisata kedepan
pun sangat menjanjikan dalam memberikan peluang besar. Terutama apabila melihat angkaangka perkiraan jumlah wisatawan internasional dari WTO sebesar 1,046 milyar orang pada
tahun 2010 dan 1,602 milyar orang pada tahun 2020, dimana diantaranya masing-masing 231
1 “Industri Pariwisata Indonesia Katup Pengaman Perekonomian Nasional”, dalam jurnal Dr. Setyanto P. Santosa,
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, hlm. 2.
2 Untuk lebih lengkapnya baca Naisbaitt John. Global Paradox. New York: Avons Book, 1994.
juta dan 438 juta orang berada di kawasan Asia timur dan Pasifik. Dan akan mampu menciptakan
pendapatan dunia sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020.3
Pariwisata adalah potensi yang sangat banyak dikembangkan oleh daerah-daerah di setiap
negara. Pariwisata sendiri bukan hanya tentang kawasan wisata di daerah tersebut, tetapi
pariwisata juga bisa meningkatkan dan mengembangkan industri kreatifitas dan penyediaan jasa
yang ada di negara tersebut. Dalam hal ini, Pariwisata juga berpengaruh dalam meningkatkan
kegiatan sosial dan ekonomi di daerah dan di negara tersebut.
Dalam survey yang dilakukan oleh WTO selama 5 tahun dalam melihat perkembangan jumlah
wisatawan di seluruh mancanegara berdasarkan wilayah, ASEAN menempati posisi ke dua
setelah Asia Pasifik di posisi pertama4. Hal ini menjelaskan juga bahwa salah satu bagian yang
menopang pendapatan negara adalah Pariwisata. Hal ini juga yang merupakan motivasi tersendiri
untuk negara-negara di Asia Tenggara dalam mengembangkan potensi pariwisata mereka. Salah
satunya adalah negara Thailand.
Thailand merupakan negara dengan obyek wisata dan warisan alam dan budaya yang kaya dan
beragam. Warisan inilah yang dijadikan obyek wisata yang terkenal di Thailand, bukan hanya
kawasan wisatanya saja, tetapi budaya dan makanan khas Thailand juga merupakan sasaran
pariwisata yang terkenal. Bukan hanya wisatawan lokal tetapi juga mancanegara banyak yang
memilih Thailand sebagai obyek pariwisata yang baik.
Asosiasi Agensi Perjalanan Thailand beranggapan, Negeri Gajah Putih dapat meningkatkan
pemasukan sekitar 2 triliun Baht sampai tahun 2015 5. Oleh karena itu, sektor pariwisata Thailand
harus memaksimalkan obyek pariwisatanya dan juga jasa pariwisatanya. Semua pihak yang
terlibat, terutama Dinas Pariwisata Thailand (Tourism Authority of Thailand – TAT), menyiapkan
berbagai program dan strategi untuk mencapai target tersebut. Hal ini juga menunjang angka
penadapatan
pariwisata
Thailand.
Salah
satu
motivasi
yang
menjadikan
Thailand
mengembangkan Pariwisatanya adalah dengan munculnya ASEAN Economic Community
(AEC). Hal ini dilakukan karena bakal dipastikan Thailand mengalami peningkatan jumlah
3 Op.cit., hlm. 3.
4 Pengembangan Kawasan Wisata Berbasiskan E-Tourism http://www.unhas.ac.id/rhiza/arsip/e-tourism/e-tourismtulisan.pdf, diakses tanggal 20 Mei 2014 18.57
5 http://www.theprworld.com/360/opinion/363-industri-pariwisata-thailand-the-big-picture, diakses tanggal 20 Mei
2014 19.02
pariwisata yang masuk setiap tahunnya dan juga kesempatan ini kenapa dibilang sebagai
motivasi oleh Thailand karena dengan munculnya ASEAN+3 (China, Jepang dan Korea) dan
ASEAN+6 (Rusia, India dan Australia) yang bakal meningkatkan GDP Thailand.
Ditahun 2013 ini, TAT telah mencanangkan kampanye Discover Another You yang menawarkan
Thailand sebagai tujuan pariwisata kreatif di Asia6. Rencana ini bakal dipastikan dapat
merangkul banyak wisatawan karena disini wisatawan juga dapat berpatisipasi dan belajar
tentang pengalaman unik di Thailand. TAT juga akan akan membagi kampanye tersebut melalui
tiga elemen penting yaitu : Thai Experience, Thai Way of Life dan Thai Culture.
Pembahasan
6 Ibid, http://www.theprworld.com/360/opinion/363-industri-pariwisata-thailand-the-big-picture
a. Perkembangan Sektor Pariwisata Thailand
Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor sangat berperan dalam proses
pembangunan dan perkembangan wilayah yaitu dalam memberikan kontribusi bagi pendapatan
suatu Negara. Dengan adanya kontribusi tersebut, Negara juga memliki tambahan pemasukan
dalam rangka pembangunan proyek-proyek dalam sektor pariwisata. Thailand adalah salah satu
negara berkembang yang dapat mengatasi krisis ekonomi dengan memanfaatkan lahan yang
luasnya hampir sebanding dengan pulau Sumatra di Indonesia sebagai tourism place atau tempat
pariwisata. Pertumbuhan ekonomi Thailand yang pada awalnya terjadi krisis ekonomi global
sekitar pada tahun 1997, anjlok hingga minus dibawah nol, kini pelan-pelan beranjak naik.
Menurut Gubernur Thailand Samak Sandravej, pada 2001 pertumbuhan ekonomi negaranya
sudah melesat hingga diatas 4% per tahun dan pada tahu 2002 sudah menjadi 5% per tahun.
Wisatawan asing yang berkunjung ke Thailand pada 2002 diperkirakan lebih dari 10 juta orang
dengan kontribusi pendapatan 250 miliar hingga 300 miliar baht/tahun atau setara dengan Rp 55
triliun-Rp 66 triliun per tahun dengan asumsi kurs satu baht sama dengan Rp 220. Sedangkan
menurut World Travel & Tourism Council (WTTC), cabang pariwisata Thailand telah
menyumbangkan sekitar 19% GDP pada tahun 2012. Aktivitas pembangunan pariwasata juga
memperoleh data pada tahun 2012 yang mana menurut otoritas pariwisata yaitu jumlah
wisatawan mancanegara yang datang untuk mengunjungi pariwisata di Thailand mencapai 23
juta orang yang didalam kalkulasinya terdapat penigkatan 19% terbanding dengan tahun 2011
dan menghasilkan sebesar USD 36 miliar untuk cabang industri pariwisata ini. Untuk mencapai
angka peningkatan setiap tahunya, cabang pariwisata Thailand selalu membuat strategi
perkembangan yang stabil, dan juga tentunya berdampak baik untuk potensi jangka panjang serta
membuat banyak kebijakan baru dan prioritas untuk membantu badan-badan perjalanan untuk
wisatawan mancanegara ketika datang ke Thailand.
Perkembangan itu tidak hanya membanggakan mereka, tetapi juga membuat kagum
negara-negara tetangganya yang mana Thailand merupakan Negara kecil yang tidak mempunyai
keunggulan tertentu, baik disektor Industri manufaktur maupun yang lainya. Disisi lain Thailand
juga tidak hanya mendongkrak dalam segi pariwisata saja. Pendekatan kultural juga dilakukan
Thailand sebagai cara untuk mengupayakan peningkatan ekonomi, mengingat tanah di Tahiland
sangat berpotensi untuk pembududayaan bahan pangan. Kemajuan pembangunan pertanian di
Thailand mampu mendorong dan menambah pendapatan Negara yang tentunya mampu
mencukupi kebutuhan pangan domestik bahkan di mancanegara. Thailand juga dikenal karena
dapat menhasilkan buah-buahan dan syuran yang berkualitas tinggi, seperti durian bangkok.
Pepaya bangkok, dan berbagai macam sayuran lainya. Pendeketan kultural ini juga sangat
membantu perubahan peninigkatan ekonomi di Thailand, sehingga siklus dari pendapatan
kultural mampu membantu untuk pembangunan industri pariwisata sebagai salah satu strategi
Thailand yang juga sangat berpotensi dalam jangka panjang. Pada saat itu Samak Sundaravej
sebagai Perdana Menteri Thailand pun mengharapkan sektor industri dan perdagangan sebagai
penggerak utama roda perekonomian bangsa terutama dibidang pariwisata. Lain halnya jika
Thailand mengembangkan sayap dengan ide utama dalam sektor Industri akan tidak maksimal.
Karena pariwisata yang dikelola secara maksimal akan membuat ketergantungan pada produk
impor relative sangat kecil. Sedangkan , sehebat-hebatnya Thailand dalam mengupayakan
peningkatan perekonomian dengan melakukan pembangunan dalam sektor industri tetap akan
kalah bersaing jika harus dihadapkan dengan kehebatan industri di negara-negara maju, seperti
Jepang, Eropa, dan Amerika. Itu adalah salah satu upaya pemerintah Thailand untuk
mengembangkan sektor pariwisata daripada industri. Sehingga Thailand dapat membuktikan
bahwa sektor pariwisata mampu berkembang pesat dan mejadi andalan utama penhasil devisa
dan pendapatan negara. Kontribusi sektor pariwisata Thailand mencapai sekitar 50% dari total
pendapatan negara.
Dalam strategi pengembangan pariwisata, Thailand memperhatikan konektivitas
dengan semua negara anggota ASEAN. Ini merupakan salah satu diantara pasar-pasar dekat yang
memberikan kepada cabang pariwisata di negara anggota lainya. Kerjasama untuk
menyosialisasikan pariwisata Thailand kepada negara-negara tetangga pada saat itu berbentuk
paket-paket wisata yang tidak hanya melakukan kunjungan di Thailand saja, melainkan juga
bersangkutan dengan banyak negara. Thailand juga melakukan usaha yang sangat serius dan
tidak hanya berfikir tentang perkembangan Thailand sendiri, melainkan juga demi perkembangan
bersama Komunitas ASEAN.Salah satu kesempatan yang paling besar adalah munculnya
ASEAN Economic Community (AEC) dan prospek yang akan didapatkan dari pergerakan
barang-barang dan orang-orang di tahun 2015 nanti. Kesempatan ini berlipat ganda ketika
hampir 600 juta penduduk dari negara-negara ASEAN ditambah ASEAN+3 (China, Jepang dan
Korea Selatan) dan bahkan lebih dengan dimasukkannya negara-negara ASEAN+6 (Rusia, India
dan Australia), sehingga sangat wajar Thailand berusaha menangkap momentum ini semaksimal
mungkin.Prediksi dalam peningkatan ekonomi Negri Gajah Putih tersebut dapat meningkatkan
pemasukan sekitar 2 triliun Baht sampai tahun 2015. Oleh karena itu, sektor pariwisata negeri
yang dijuluki The Land of Smiles tersebut harus memaksimalkan semua pintu untuk menerima
tamu-tamu dari negara-negara tetangga. Semua pihak yang terlibat, terutama Dinas Pariwisata
Thailand (Tourism Authority of Thailand – TAT), menyiapkan berbagai program dan strategi
untuk mencapai target tersebut. Sehingga kompetensi masyarakat domestik untuk mendapatkan
penghasilan semakin terbuka lebar. Penghasilan tersebut adalah imbas dari pembangunan
pariwisata yang disebut dengan multiplier effect, dimana pendapatan yang dihasilkan dan
dinikmati oleh para pengusaha seperti perhotelan, transportasi, makanan dan minuman, serta
masyarakat kelas menengah-kecil, seperti pedagang kaki lima dan pedagang souvenir. Adanya
sektor pariwisata dari hasil atau pendapatan tidak nampak secara langsung dan nyata bisa dilihat.
Tetapi dampak baik dari sektor pariwisata dengan multiplier effect sangat hebat, dimana dapat
saling menguntungkan satu sama lain.
b. Hubungan antar Pariwisata, Ekonomi, dan Pemberantasan Kemiskinan
Kemiskinan juga masih menjadi indikator keberhasilan sebuah pembangunan terkait
dengan upaya untuk mensejahterakan masyarakat. Berhasil tidaknya sebuah daerah dalam
melaksanakan pembangunan akan pula diukur dari banyaknya jumlah penduduk miskin secara
kuantitatif ataupun kualitatif. Biasanya masalah kemiskinan tersebut akan pula dihubungkan
dengan masalah pengangguran dan lapangan kerja serta kualifikasi dari para pencari kerja yang
tidak mencukupi untuk dapat bekerja di sebuah perusahaan. Tak dapat dipungkiri, pemberantasan
kemiskinan masih menjadi tugas berat pemerintah di berbagai negara. Sampai saat ini isu
kemiskinan dalam sebuah negara masih menjadi agenda terpenting di negara. Peningkatan angka
kelahiran yang tidak sebanding dengan laju perekonomian menyebabkan semakin mengakarnya
masalah kemiskinan. Pemerintah juga melakukan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah
ini. Berbagai peluang telah dicoba. Tingkat kemakmuran sebuah negara juga dapat dinilai
seberapa tinggikah tingkat sejahtera masyarakat, yang mana berarti masyarakat yang telah
memiliki kehidupan yang layak dan jauh dari batas kemiskinan. Ada banyak alternative cara
yang bisa ditempuh untuk dapat mengatasi masalah pengannguran dan kemiskinan. Pariwisata
adalah salah satu sektor yang dianggap bisa memberikan solusi bagi masalah–masalah
kemiskinan.
Ketua Forum Industri dan Perdagangan Sub–regional Sungai Mekong Raya Sun Anming
menyatakan, penanggulangan kemiskinan adalah target penting dalam kerjasama regional,
sekaligus tantangan utama yang dihadapi berbagai negara ASEAN. Ia berpendapat, sekotr
pariwisata adalah salah satu industry baru yang berkembang pesat diseluruh dunia dewasa ini.
Perkembangan sektor pariwisata dapat menanbah kesempatan kerja, meningkatkan kontrak
regional, perkembangan industri, perbaikan lingkungan hidup, kualitas SDM, sekaligus
mendorong perkembangan ekonomi nasional dan sosial, soft power negara dan kawasan, serta
berperan penting bagi penanggulangan kemiskinan di daerah perbatasan dan daerah pemukiman
etnis minoritas. Para pakar sepakat, perpaduan pariwisata dan penanggulangan kemiskinan
hendaknya memiliki pondasi yang baik, karena potensi pariwisata di banyak daerah miskin
memiliki keunikan dan lingkungan yang terpelihara, serta sangat tinggi nilai eksploitasinya
karena lokasinya yang terpencil dan keterbatasan lalu lintas. Karena itu, arah utama kerjasama
Tiongkok–ASEAN adalah mempercepat perpaduan pariwisata dan penanggulangan kemiskinan,
mendorong partisipasi investor, dan mendorong penanggulangan kemiskinan dengan pariwisata.7
Pertumbuhan dan perkembangan pariwisata saat ini tidak bisa dianggap biasa saja.
Negara mulai memperhatikan pariwisata sebagai sektor yang menguntungkan. Sehingga
perkembangan pariwisata sangat cepat. Berbagai negara saling berlomba untuk meningkatkan
pariwisata mereka. Karena pariwisata jika diperhatikan secara mendalam memang menimbulkan
banyak manfaat dan mempunyai prospek yang pasti untuk kedepannnya. Tak dapat dipungkiri
bahwa pariwisata saat ini merupakan salah satu income untuk negara dengan jumlah yang
signifikan dan sangat berpengaruh terhadap perekonomian negara. Dengan diberlakukannya
perkembangan serta peningkatan pada sektor pariwisata memberikan beberapa harapan bagi
solusi terhadap kemiskinan. Efek adanya pariwisata menimbulkan adanya ekonomi kreatif.
Ekonomi kreatif sebagian besar di lakukan oleh warga sekitar daerah pariwisarta yang dapa
menunjang perekonomian warga sekitar. Parowosata dan ekonomi kretaif dapat menimbulkan
7 http://www.cic.mofcom.gov.cn/ciweb/cci/info/Article.jsp?a_no=277124&col_no=509 diakses pada tanggal 20
Mei 2014
terbukanya lapangan kerja yang lebih luas, menawarkan berbagai jasa serta memungkinkan
adanya aktifitas investasi yang terjadi.
Tingginya investasi menodorng peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan devisa,
peningkatan pendapatan pamarintah dan keuntungan badan usaha milik pemerintah, dan
sebagainya. Kesemuanya ini juga berdampak pada dinamika masyarakat dan kesejahteraan
masyarakat serta mensukseskan program perserikatan Bangsa–Bangsa berkaitan dengan
Millennium Development Goals (MDGs). Tujuan MDGs yaitu pengentasan kemiskinan,
tercapainya kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan masih jauh dari harapan
dan kenyataan, tingginya tingkat kemiskinan dan kehidupan yang belum sejahteraan bertolak
belakang dengan cita–cita bangsa serta program Perserikatan Bangsa–bangsa berkaitan dengan
MDGs. Mengentaskan kemiskinan memerlukan dana besar. Salah satu cara mengentaskan
kemiskinan rakyat adalah melibatkan rakyat miskin dalam berbagai kegiatan integrative dengan
bisnis pariwisata serta mensuseskan program PBB berkaitan dengan Millennium Development
Goals (MDGs) berkaitan dengan mengakhiri kemiskinan dan kelaparan.8
Perdagangan dan investasi memang senantiasa menjadi dua sektor pendulang pendapatan
negara, namun signifikansi pariwisata sangat perlu diperhatikan dengan seksama. Dalam sepuluh
tahun terakhir, sektor pariwisata semakin mengokohkan dirinya menjadi salah satu peruap devisa
yang sangat penting di negara–negara Asia Pasifik. Hal itu antara lain disebabkan oleh sebuah
kenyataan yang tidak bisa dibantah: pariwisata telah menjadi kebutuhan primer masyarakat
maju.9
Peningkatan pendapatan di sektor pariwisata memiliki pera yang sangat penting. Industry
pariwisata dapat mengurani tingkat kemiskinan karena karakteristiknya yang khas sebagai
berikut10:
8http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201219.pdfhttp://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/
fisip201219.pdf
9http://news.detik.com/read/2012/08/01/085834/1980031/103/menjadikan-pariwisata-pilar-ekonomi
10 Tjokrowinoto, M. 2005. Pengurangan Kemiskinan Melalui Pariwisata: Perspektif Kebijakan Publik. Dalam
Damanik, J., H.A. dan Raharjana, D.T (Ed). Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata. Yogyakarta: Kepel
Press:53.
1. Konsumen datang ke tempat tujuan sehingga membuka peluang bagi penduduk lokal
untuk memasarkan berbagai komoditi dan pelayanan;
2. Membuka peluang bagi upaya untuk mendiversifikasikan ekonomi lokal yang dapat
menyentuh kawasan–kawasan marginal;
3. Membuka peluang bagi upaya usaha–usaha ekonomi padat karya yang berskala kecil
dang menengah yang terjangkau oleh kaum miskin; dan
4. Tidak hanya tergantung pada modal, akan tetapi juga tergantung pada modal budaya
(cultural capital) dan modal alam (natural capital) yang seringkali merupakan aset yang
dimiliki oleh kaum miskin.
Pengelolaaan dan pemanfaat area potensi pariwisata yang baik dan benar akan banyak
menimbulkan dampak positif yang banyak. Pemerintah bersama dengan masyarakat harus
mendukung secara penuh agar dapat berjalan secara efektif dan hasilnya bisa dirasakan secara
signifikan. Dalam perkembangannya mungkin pariwisata memang belum dapat menuntaskan
masalah kemiskinan secara signifikan dan menyeluruh, namun pariwisata dapat mengambil andil
sebagai salah satu faktor penunjang pertumbuhan ekonomi dan mensejahterakan hidup
masyarakat di sekitar area yang mempunyai potensi dalam sektor pariwisata.
Sebagai salah satu negara berkembang yang perekonomiannya pernah hancur dihantam krisis
global, tekad dan kemampuan Thailand untuk bangkit kembali dari krisis tersebut harus diajungi
jempol. Hanya dalam tiga tahun kondisi ekonomi di negara gajah putih itu berangsur-angsur
pulih, walaupun apa yang dicapainya itu belum bisa dikatakan memuaskan.
Pertumbuhan ekonomi Thailand yang pada awal terjadinya krisis ekonomi global, sekitar pada
1997, anjlok hingga minus di bawah nol, kini pelan-pelan beranjak naik. Bahkan, menurut
Gubernur Bangkok Thaliand Samak Sundaravej, pada 2001 pertumbuhan ekonomi negaranya
sudah melesat hingga di atas 4% per tahun dan pada 2002 ditargetkan di atas 5% per tahun.
Solusi yan Thailand daptkan untuk keluar dari krisis tak lain adalah melalui perkembangan
sektor pariwisata. Samak menungkapkan bahwa karena di sektor itulah potensi terbesar yang
dimiliki negaranya pada waktu itu. Karena itu, wajar jika sektor itu harus dikelola maksimal.
Penghasilan pemerintah Thailand itu, kata Samak, belum termasuk multiplier effect yang
dihasilkan, seperti pendapatan yang dinikmati para pengusaha perhotelan, transportasi, makanan
dan minuman, serta masyarakat kelas menengah-kecil, seperti pedagang kaki lima dan perajin
suvenir. ''Jadi, jangan dianggap remeh keberadaan sektor pariwisata. Memang hasil secara
langsung dan nyata tidak bisa kita lihat, tapi multiplier effect yang dihasilkan demikian hebat.''
Jadi, bisa dikatakan kepesatan perkembangan pariwisata di Thailand tidak hanya dinikmati
pemerintah, tapi juga oleh semua lapisan masyarakat. Tak terkecuali para pedagang kaki lima
yang banyak bertebaran di jalan-jalan protokol Kota Bangkok.11
Daftar Pustaka
Situs
1.
2.
3.
4.
5.
http://www.suaramerdeka.com
http://www.theprworld.com
http://vovworld.vn
http://www.cic.mofcom.gov.cn
http://news.detik.com
11 http://www.suaramerdeka.com/harian/0301/05/nas7.htm
Buku
Tjokrowinoto, M. 2005. Pengurangan Kemiskinan Melalui Pariwisata: Perspektif
Kebijakan Publik. Dalam Damanik, J., H.A. dan Raharjana, D.T (Ed). Penanggulangan
Kemiskinan Melalui Pariwisata. Yogyakarta: Kepel Press
Jurnal
Industri Pariwisata Indonesia Katup Pengaman Perekonomian Nasional”, dalam jurnal
Dr. Setyanto P. Santosa, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran
Pdf
Pengembangan
Kawasan
Wisata
Berbasiskan
E-Tourism
http://www.unhas.ac.id/rhiza/arsip/e-tourism/e-tourism-tulisan.pdf
http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201219.pdfhttp://www.pustaka.ut.a
c.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201219.pdf
Berdasarkan data yang dikutip dari WTO, pada tahun 2000 wisatawan manca negara
internasional mencapai jumlah 698 juta orang yang mampu menciptakan pendapatan sebesar
USD 476 milyar. Pada dekade 90-an pertumbuhan jumlah wisatawan sebesar 4,2 % sementara
penerimaan dari wisatawan mancanegara sebesar 7,3 %, bahkan di 28 negara pandapatan tumbuh
mencapai 15% per tahun.1 Dari data-data ini maka sudah selayaknya bahwa pariwisata dapat
dikategorikan ke dalam kelompok industri terbesar dunia. Mungkin pernah terbesit pertanyaan,
“bagaimana suatu negara akan menopang ekonominya apabila sudah tidak memiliki sumber daya
alam, minyak dan gas bumi ataupun bahan-bahan pertambangan dan kehutanan?” Sejatinya salah
satu jawabannya adalah mengelola sektor pariwisata negara tersebut. Hal ini dikarenakan dari
sumber pariwisata itulah nantinya devisa akan mengalir masuk ke dalam suatu negara. Bahkan
beberapa organisasi internasional, seperti PBB, World Bank, dan World Tourism Organization
(WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia, terlebih menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi.
Bermula dari kegiatan yang hanya dilakukan dan dinikmati oleh sebagian orang-orang
yang relatif kaya pada awal abad ke-20, berwisata dewasa ini telah menjadi bagian dari hak asasi
manusia. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh John Naisbaitt dalam bukunya Global Paradox2
bahwa “where once travel was considered a privilege of the moneyed elite, now it is considered
a basic human right”. Kondisi yang seperti ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, akan
tetapi mulai dirasakan pula di negara-negara berkembang.
Dari semua ini, yang perlu digaris bawahi adalah bahwa pariwisata telah menjadi
penyumbang terbesar dalam perdagangan internasional dari sektor jasa. Di Asia Tenggara
sendiri, pariwisata merupakan sumber utama devisa yang dapat meyumbangkan 10-12% dari
GDP serta 7-8% dari total employement. Dari sini terlihat bahwa prospek pariwisata kedepan
pun sangat menjanjikan dalam memberikan peluang besar. Terutama apabila melihat angkaangka perkiraan jumlah wisatawan internasional dari WTO sebesar 1,046 milyar orang pada
tahun 2010 dan 1,602 milyar orang pada tahun 2020, dimana diantaranya masing-masing 231
1 “Industri Pariwisata Indonesia Katup Pengaman Perekonomian Nasional”, dalam jurnal Dr. Setyanto P. Santosa,
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, hlm. 2.
2 Untuk lebih lengkapnya baca Naisbaitt John. Global Paradox. New York: Avons Book, 1994.
juta dan 438 juta orang berada di kawasan Asia timur dan Pasifik. Dan akan mampu menciptakan
pendapatan dunia sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020.3
Pariwisata adalah potensi yang sangat banyak dikembangkan oleh daerah-daerah di setiap
negara. Pariwisata sendiri bukan hanya tentang kawasan wisata di daerah tersebut, tetapi
pariwisata juga bisa meningkatkan dan mengembangkan industri kreatifitas dan penyediaan jasa
yang ada di negara tersebut. Dalam hal ini, Pariwisata juga berpengaruh dalam meningkatkan
kegiatan sosial dan ekonomi di daerah dan di negara tersebut.
Dalam survey yang dilakukan oleh WTO selama 5 tahun dalam melihat perkembangan jumlah
wisatawan di seluruh mancanegara berdasarkan wilayah, ASEAN menempati posisi ke dua
setelah Asia Pasifik di posisi pertama4. Hal ini menjelaskan juga bahwa salah satu bagian yang
menopang pendapatan negara adalah Pariwisata. Hal ini juga yang merupakan motivasi tersendiri
untuk negara-negara di Asia Tenggara dalam mengembangkan potensi pariwisata mereka. Salah
satunya adalah negara Thailand.
Thailand merupakan negara dengan obyek wisata dan warisan alam dan budaya yang kaya dan
beragam. Warisan inilah yang dijadikan obyek wisata yang terkenal di Thailand, bukan hanya
kawasan wisatanya saja, tetapi budaya dan makanan khas Thailand juga merupakan sasaran
pariwisata yang terkenal. Bukan hanya wisatawan lokal tetapi juga mancanegara banyak yang
memilih Thailand sebagai obyek pariwisata yang baik.
Asosiasi Agensi Perjalanan Thailand beranggapan, Negeri Gajah Putih dapat meningkatkan
pemasukan sekitar 2 triliun Baht sampai tahun 2015 5. Oleh karena itu, sektor pariwisata Thailand
harus memaksimalkan obyek pariwisatanya dan juga jasa pariwisatanya. Semua pihak yang
terlibat, terutama Dinas Pariwisata Thailand (Tourism Authority of Thailand – TAT), menyiapkan
berbagai program dan strategi untuk mencapai target tersebut. Hal ini juga menunjang angka
penadapatan
pariwisata
Thailand.
Salah
satu
motivasi
yang
menjadikan
Thailand
mengembangkan Pariwisatanya adalah dengan munculnya ASEAN Economic Community
(AEC). Hal ini dilakukan karena bakal dipastikan Thailand mengalami peningkatan jumlah
3 Op.cit., hlm. 3.
4 Pengembangan Kawasan Wisata Berbasiskan E-Tourism http://www.unhas.ac.id/rhiza/arsip/e-tourism/e-tourismtulisan.pdf, diakses tanggal 20 Mei 2014 18.57
5 http://www.theprworld.com/360/opinion/363-industri-pariwisata-thailand-the-big-picture, diakses tanggal 20 Mei
2014 19.02
pariwisata yang masuk setiap tahunnya dan juga kesempatan ini kenapa dibilang sebagai
motivasi oleh Thailand karena dengan munculnya ASEAN+3 (China, Jepang dan Korea) dan
ASEAN+6 (Rusia, India dan Australia) yang bakal meningkatkan GDP Thailand.
Ditahun 2013 ini, TAT telah mencanangkan kampanye Discover Another You yang menawarkan
Thailand sebagai tujuan pariwisata kreatif di Asia6. Rencana ini bakal dipastikan dapat
merangkul banyak wisatawan karena disini wisatawan juga dapat berpatisipasi dan belajar
tentang pengalaman unik di Thailand. TAT juga akan akan membagi kampanye tersebut melalui
tiga elemen penting yaitu : Thai Experience, Thai Way of Life dan Thai Culture.
Pembahasan
6 Ibid, http://www.theprworld.com/360/opinion/363-industri-pariwisata-thailand-the-big-picture
a. Perkembangan Sektor Pariwisata Thailand
Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor sangat berperan dalam proses
pembangunan dan perkembangan wilayah yaitu dalam memberikan kontribusi bagi pendapatan
suatu Negara. Dengan adanya kontribusi tersebut, Negara juga memliki tambahan pemasukan
dalam rangka pembangunan proyek-proyek dalam sektor pariwisata. Thailand adalah salah satu
negara berkembang yang dapat mengatasi krisis ekonomi dengan memanfaatkan lahan yang
luasnya hampir sebanding dengan pulau Sumatra di Indonesia sebagai tourism place atau tempat
pariwisata. Pertumbuhan ekonomi Thailand yang pada awalnya terjadi krisis ekonomi global
sekitar pada tahun 1997, anjlok hingga minus dibawah nol, kini pelan-pelan beranjak naik.
Menurut Gubernur Thailand Samak Sandravej, pada 2001 pertumbuhan ekonomi negaranya
sudah melesat hingga diatas 4% per tahun dan pada tahu 2002 sudah menjadi 5% per tahun.
Wisatawan asing yang berkunjung ke Thailand pada 2002 diperkirakan lebih dari 10 juta orang
dengan kontribusi pendapatan 250 miliar hingga 300 miliar baht/tahun atau setara dengan Rp 55
triliun-Rp 66 triliun per tahun dengan asumsi kurs satu baht sama dengan Rp 220. Sedangkan
menurut World Travel & Tourism Council (WTTC), cabang pariwisata Thailand telah
menyumbangkan sekitar 19% GDP pada tahun 2012. Aktivitas pembangunan pariwasata juga
memperoleh data pada tahun 2012 yang mana menurut otoritas pariwisata yaitu jumlah
wisatawan mancanegara yang datang untuk mengunjungi pariwisata di Thailand mencapai 23
juta orang yang didalam kalkulasinya terdapat penigkatan 19% terbanding dengan tahun 2011
dan menghasilkan sebesar USD 36 miliar untuk cabang industri pariwisata ini. Untuk mencapai
angka peningkatan setiap tahunya, cabang pariwisata Thailand selalu membuat strategi
perkembangan yang stabil, dan juga tentunya berdampak baik untuk potensi jangka panjang serta
membuat banyak kebijakan baru dan prioritas untuk membantu badan-badan perjalanan untuk
wisatawan mancanegara ketika datang ke Thailand.
Perkembangan itu tidak hanya membanggakan mereka, tetapi juga membuat kagum
negara-negara tetangganya yang mana Thailand merupakan Negara kecil yang tidak mempunyai
keunggulan tertentu, baik disektor Industri manufaktur maupun yang lainya. Disisi lain Thailand
juga tidak hanya mendongkrak dalam segi pariwisata saja. Pendekatan kultural juga dilakukan
Thailand sebagai cara untuk mengupayakan peningkatan ekonomi, mengingat tanah di Tahiland
sangat berpotensi untuk pembududayaan bahan pangan. Kemajuan pembangunan pertanian di
Thailand mampu mendorong dan menambah pendapatan Negara yang tentunya mampu
mencukupi kebutuhan pangan domestik bahkan di mancanegara. Thailand juga dikenal karena
dapat menhasilkan buah-buahan dan syuran yang berkualitas tinggi, seperti durian bangkok.
Pepaya bangkok, dan berbagai macam sayuran lainya. Pendeketan kultural ini juga sangat
membantu perubahan peninigkatan ekonomi di Thailand, sehingga siklus dari pendapatan
kultural mampu membantu untuk pembangunan industri pariwisata sebagai salah satu strategi
Thailand yang juga sangat berpotensi dalam jangka panjang. Pada saat itu Samak Sundaravej
sebagai Perdana Menteri Thailand pun mengharapkan sektor industri dan perdagangan sebagai
penggerak utama roda perekonomian bangsa terutama dibidang pariwisata. Lain halnya jika
Thailand mengembangkan sayap dengan ide utama dalam sektor Industri akan tidak maksimal.
Karena pariwisata yang dikelola secara maksimal akan membuat ketergantungan pada produk
impor relative sangat kecil. Sedangkan , sehebat-hebatnya Thailand dalam mengupayakan
peningkatan perekonomian dengan melakukan pembangunan dalam sektor industri tetap akan
kalah bersaing jika harus dihadapkan dengan kehebatan industri di negara-negara maju, seperti
Jepang, Eropa, dan Amerika. Itu adalah salah satu upaya pemerintah Thailand untuk
mengembangkan sektor pariwisata daripada industri. Sehingga Thailand dapat membuktikan
bahwa sektor pariwisata mampu berkembang pesat dan mejadi andalan utama penhasil devisa
dan pendapatan negara. Kontribusi sektor pariwisata Thailand mencapai sekitar 50% dari total
pendapatan negara.
Dalam strategi pengembangan pariwisata, Thailand memperhatikan konektivitas
dengan semua negara anggota ASEAN. Ini merupakan salah satu diantara pasar-pasar dekat yang
memberikan kepada cabang pariwisata di negara anggota lainya. Kerjasama untuk
menyosialisasikan pariwisata Thailand kepada negara-negara tetangga pada saat itu berbentuk
paket-paket wisata yang tidak hanya melakukan kunjungan di Thailand saja, melainkan juga
bersangkutan dengan banyak negara. Thailand juga melakukan usaha yang sangat serius dan
tidak hanya berfikir tentang perkembangan Thailand sendiri, melainkan juga demi perkembangan
bersama Komunitas ASEAN.Salah satu kesempatan yang paling besar adalah munculnya
ASEAN Economic Community (AEC) dan prospek yang akan didapatkan dari pergerakan
barang-barang dan orang-orang di tahun 2015 nanti. Kesempatan ini berlipat ganda ketika
hampir 600 juta penduduk dari negara-negara ASEAN ditambah ASEAN+3 (China, Jepang dan
Korea Selatan) dan bahkan lebih dengan dimasukkannya negara-negara ASEAN+6 (Rusia, India
dan Australia), sehingga sangat wajar Thailand berusaha menangkap momentum ini semaksimal
mungkin.Prediksi dalam peningkatan ekonomi Negri Gajah Putih tersebut dapat meningkatkan
pemasukan sekitar 2 triliun Baht sampai tahun 2015. Oleh karena itu, sektor pariwisata negeri
yang dijuluki The Land of Smiles tersebut harus memaksimalkan semua pintu untuk menerima
tamu-tamu dari negara-negara tetangga. Semua pihak yang terlibat, terutama Dinas Pariwisata
Thailand (Tourism Authority of Thailand – TAT), menyiapkan berbagai program dan strategi
untuk mencapai target tersebut. Sehingga kompetensi masyarakat domestik untuk mendapatkan
penghasilan semakin terbuka lebar. Penghasilan tersebut adalah imbas dari pembangunan
pariwisata yang disebut dengan multiplier effect, dimana pendapatan yang dihasilkan dan
dinikmati oleh para pengusaha seperti perhotelan, transportasi, makanan dan minuman, serta
masyarakat kelas menengah-kecil, seperti pedagang kaki lima dan pedagang souvenir. Adanya
sektor pariwisata dari hasil atau pendapatan tidak nampak secara langsung dan nyata bisa dilihat.
Tetapi dampak baik dari sektor pariwisata dengan multiplier effect sangat hebat, dimana dapat
saling menguntungkan satu sama lain.
b. Hubungan antar Pariwisata, Ekonomi, dan Pemberantasan Kemiskinan
Kemiskinan juga masih menjadi indikator keberhasilan sebuah pembangunan terkait
dengan upaya untuk mensejahterakan masyarakat. Berhasil tidaknya sebuah daerah dalam
melaksanakan pembangunan akan pula diukur dari banyaknya jumlah penduduk miskin secara
kuantitatif ataupun kualitatif. Biasanya masalah kemiskinan tersebut akan pula dihubungkan
dengan masalah pengangguran dan lapangan kerja serta kualifikasi dari para pencari kerja yang
tidak mencukupi untuk dapat bekerja di sebuah perusahaan. Tak dapat dipungkiri, pemberantasan
kemiskinan masih menjadi tugas berat pemerintah di berbagai negara. Sampai saat ini isu
kemiskinan dalam sebuah negara masih menjadi agenda terpenting di negara. Peningkatan angka
kelahiran yang tidak sebanding dengan laju perekonomian menyebabkan semakin mengakarnya
masalah kemiskinan. Pemerintah juga melakukan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah
ini. Berbagai peluang telah dicoba. Tingkat kemakmuran sebuah negara juga dapat dinilai
seberapa tinggikah tingkat sejahtera masyarakat, yang mana berarti masyarakat yang telah
memiliki kehidupan yang layak dan jauh dari batas kemiskinan. Ada banyak alternative cara
yang bisa ditempuh untuk dapat mengatasi masalah pengannguran dan kemiskinan. Pariwisata
adalah salah satu sektor yang dianggap bisa memberikan solusi bagi masalah–masalah
kemiskinan.
Ketua Forum Industri dan Perdagangan Sub–regional Sungai Mekong Raya Sun Anming
menyatakan, penanggulangan kemiskinan adalah target penting dalam kerjasama regional,
sekaligus tantangan utama yang dihadapi berbagai negara ASEAN. Ia berpendapat, sekotr
pariwisata adalah salah satu industry baru yang berkembang pesat diseluruh dunia dewasa ini.
Perkembangan sektor pariwisata dapat menanbah kesempatan kerja, meningkatkan kontrak
regional, perkembangan industri, perbaikan lingkungan hidup, kualitas SDM, sekaligus
mendorong perkembangan ekonomi nasional dan sosial, soft power negara dan kawasan, serta
berperan penting bagi penanggulangan kemiskinan di daerah perbatasan dan daerah pemukiman
etnis minoritas. Para pakar sepakat, perpaduan pariwisata dan penanggulangan kemiskinan
hendaknya memiliki pondasi yang baik, karena potensi pariwisata di banyak daerah miskin
memiliki keunikan dan lingkungan yang terpelihara, serta sangat tinggi nilai eksploitasinya
karena lokasinya yang terpencil dan keterbatasan lalu lintas. Karena itu, arah utama kerjasama
Tiongkok–ASEAN adalah mempercepat perpaduan pariwisata dan penanggulangan kemiskinan,
mendorong partisipasi investor, dan mendorong penanggulangan kemiskinan dengan pariwisata.7
Pertumbuhan dan perkembangan pariwisata saat ini tidak bisa dianggap biasa saja.
Negara mulai memperhatikan pariwisata sebagai sektor yang menguntungkan. Sehingga
perkembangan pariwisata sangat cepat. Berbagai negara saling berlomba untuk meningkatkan
pariwisata mereka. Karena pariwisata jika diperhatikan secara mendalam memang menimbulkan
banyak manfaat dan mempunyai prospek yang pasti untuk kedepannnya. Tak dapat dipungkiri
bahwa pariwisata saat ini merupakan salah satu income untuk negara dengan jumlah yang
signifikan dan sangat berpengaruh terhadap perekonomian negara. Dengan diberlakukannya
perkembangan serta peningkatan pada sektor pariwisata memberikan beberapa harapan bagi
solusi terhadap kemiskinan. Efek adanya pariwisata menimbulkan adanya ekonomi kreatif.
Ekonomi kreatif sebagian besar di lakukan oleh warga sekitar daerah pariwisarta yang dapa
menunjang perekonomian warga sekitar. Parowosata dan ekonomi kretaif dapat menimbulkan
7 http://www.cic.mofcom.gov.cn/ciweb/cci/info/Article.jsp?a_no=277124&col_no=509 diakses pada tanggal 20
Mei 2014
terbukanya lapangan kerja yang lebih luas, menawarkan berbagai jasa serta memungkinkan
adanya aktifitas investasi yang terjadi.
Tingginya investasi menodorng peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan devisa,
peningkatan pendapatan pamarintah dan keuntungan badan usaha milik pemerintah, dan
sebagainya. Kesemuanya ini juga berdampak pada dinamika masyarakat dan kesejahteraan
masyarakat serta mensukseskan program perserikatan Bangsa–Bangsa berkaitan dengan
Millennium Development Goals (MDGs). Tujuan MDGs yaitu pengentasan kemiskinan,
tercapainya kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan masih jauh dari harapan
dan kenyataan, tingginya tingkat kemiskinan dan kehidupan yang belum sejahteraan bertolak
belakang dengan cita–cita bangsa serta program Perserikatan Bangsa–bangsa berkaitan dengan
MDGs. Mengentaskan kemiskinan memerlukan dana besar. Salah satu cara mengentaskan
kemiskinan rakyat adalah melibatkan rakyat miskin dalam berbagai kegiatan integrative dengan
bisnis pariwisata serta mensuseskan program PBB berkaitan dengan Millennium Development
Goals (MDGs) berkaitan dengan mengakhiri kemiskinan dan kelaparan.8
Perdagangan dan investasi memang senantiasa menjadi dua sektor pendulang pendapatan
negara, namun signifikansi pariwisata sangat perlu diperhatikan dengan seksama. Dalam sepuluh
tahun terakhir, sektor pariwisata semakin mengokohkan dirinya menjadi salah satu peruap devisa
yang sangat penting di negara–negara Asia Pasifik. Hal itu antara lain disebabkan oleh sebuah
kenyataan yang tidak bisa dibantah: pariwisata telah menjadi kebutuhan primer masyarakat
maju.9
Peningkatan pendapatan di sektor pariwisata memiliki pera yang sangat penting. Industry
pariwisata dapat mengurani tingkat kemiskinan karena karakteristiknya yang khas sebagai
berikut10:
8http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201219.pdfhttp://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/
fisip201219.pdf
9http://news.detik.com/read/2012/08/01/085834/1980031/103/menjadikan-pariwisata-pilar-ekonomi
10 Tjokrowinoto, M. 2005. Pengurangan Kemiskinan Melalui Pariwisata: Perspektif Kebijakan Publik. Dalam
Damanik, J., H.A. dan Raharjana, D.T (Ed). Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata. Yogyakarta: Kepel
Press:53.
1. Konsumen datang ke tempat tujuan sehingga membuka peluang bagi penduduk lokal
untuk memasarkan berbagai komoditi dan pelayanan;
2. Membuka peluang bagi upaya untuk mendiversifikasikan ekonomi lokal yang dapat
menyentuh kawasan–kawasan marginal;
3. Membuka peluang bagi upaya usaha–usaha ekonomi padat karya yang berskala kecil
dang menengah yang terjangkau oleh kaum miskin; dan
4. Tidak hanya tergantung pada modal, akan tetapi juga tergantung pada modal budaya
(cultural capital) dan modal alam (natural capital) yang seringkali merupakan aset yang
dimiliki oleh kaum miskin.
Pengelolaaan dan pemanfaat area potensi pariwisata yang baik dan benar akan banyak
menimbulkan dampak positif yang banyak. Pemerintah bersama dengan masyarakat harus
mendukung secara penuh agar dapat berjalan secara efektif dan hasilnya bisa dirasakan secara
signifikan. Dalam perkembangannya mungkin pariwisata memang belum dapat menuntaskan
masalah kemiskinan secara signifikan dan menyeluruh, namun pariwisata dapat mengambil andil
sebagai salah satu faktor penunjang pertumbuhan ekonomi dan mensejahterakan hidup
masyarakat di sekitar area yang mempunyai potensi dalam sektor pariwisata.
Sebagai salah satu negara berkembang yang perekonomiannya pernah hancur dihantam krisis
global, tekad dan kemampuan Thailand untuk bangkit kembali dari krisis tersebut harus diajungi
jempol. Hanya dalam tiga tahun kondisi ekonomi di negara gajah putih itu berangsur-angsur
pulih, walaupun apa yang dicapainya itu belum bisa dikatakan memuaskan.
Pertumbuhan ekonomi Thailand yang pada awal terjadinya krisis ekonomi global, sekitar pada
1997, anjlok hingga minus di bawah nol, kini pelan-pelan beranjak naik. Bahkan, menurut
Gubernur Bangkok Thaliand Samak Sundaravej, pada 2001 pertumbuhan ekonomi negaranya
sudah melesat hingga di atas 4% per tahun dan pada 2002 ditargetkan di atas 5% per tahun.
Solusi yan Thailand daptkan untuk keluar dari krisis tak lain adalah melalui perkembangan
sektor pariwisata. Samak menungkapkan bahwa karena di sektor itulah potensi terbesar yang
dimiliki negaranya pada waktu itu. Karena itu, wajar jika sektor itu harus dikelola maksimal.
Penghasilan pemerintah Thailand itu, kata Samak, belum termasuk multiplier effect yang
dihasilkan, seperti pendapatan yang dinikmati para pengusaha perhotelan, transportasi, makanan
dan minuman, serta masyarakat kelas menengah-kecil, seperti pedagang kaki lima dan perajin
suvenir. ''Jadi, jangan dianggap remeh keberadaan sektor pariwisata. Memang hasil secara
langsung dan nyata tidak bisa kita lihat, tapi multiplier effect yang dihasilkan demikian hebat.''
Jadi, bisa dikatakan kepesatan perkembangan pariwisata di Thailand tidak hanya dinikmati
pemerintah, tapi juga oleh semua lapisan masyarakat. Tak terkecuali para pedagang kaki lima
yang banyak bertebaran di jalan-jalan protokol Kota Bangkok.11
Daftar Pustaka
Situs
1.
2.
3.
4.
5.
http://www.suaramerdeka.com
http://www.theprworld.com
http://vovworld.vn
http://www.cic.mofcom.gov.cn
http://news.detik.com
11 http://www.suaramerdeka.com/harian/0301/05/nas7.htm
Buku
Tjokrowinoto, M. 2005. Pengurangan Kemiskinan Melalui Pariwisata: Perspektif
Kebijakan Publik. Dalam Damanik, J., H.A. dan Raharjana, D.T (Ed). Penanggulangan
Kemiskinan Melalui Pariwisata. Yogyakarta: Kepel Press
Jurnal
Industri Pariwisata Indonesia Katup Pengaman Perekonomian Nasional”, dalam jurnal
Dr. Setyanto P. Santosa, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran
Pengembangan
Kawasan
Wisata
Berbasiskan
E-Tourism
http://www.unhas.ac.id/rhiza/arsip/e-tourism/e-tourism-tulisan.pdf
http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201219.pdfhttp://www.pustaka.ut.a
c.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201219.pdf